Pada tahun 1986 Komisi Taksonomi Internasional memberi nama baru Human Immunodeficiency Virus HIV. Depkes RI, 2006.
2.1.3 Patogenesis
HIV menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Selain limfosit T helper, sel-sel
lain yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya seperti makrofag dan monosit juga dapat diinfeksi oleh virus ini. Limfosit T helper antara lain berfungsi
menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan bantuan enzym reverse transcryptase ia merubah
bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan
demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi penggandaan, sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat
laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T helper. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa laten infeksi ini berlaku selama 10 tahun Weber, 2001.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma
kaposi.
2.1.4 Cara Penularan
HIV dapat ditemukan di darah dan cairan tubuh manusia seperti semen dan cairan vagina. Virus ini tidak dapat hidup lama di luar tubuh, maka untuk
transmisi HIV perlu ada penularan cairan tubuh dari orang yang telah terinfeksi
Universitas Sumatera Utara
HIV. Cara penularan virus ini paling banyak adalah melalui kontak seksual, jarum
suntik, dan dari ibu ke anak AVERT, 2011.
1. Hubungan seksual vagina, oral, anal Secara global, penularan virus HIV paling banyak terjadi melalui
heteroseksual. 2. Kontak langsung dengan darah dan produk darah yg tercemar HIVAIDS.
3. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril. 4. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan
virus. 5. Pengguna narkoba jarum suntik
Pengguna narkoba jarum suntik adalah kelompok resiko tinggi untuk mendapat HIV. Penggunaan jarum suntik secara bergantian adalah cara
yang efisien untuk transmisi virus yang menular melalui darah seperti HIV.
Menurut CDC 2007, terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:
1. Bekerja atau berada di sekeliling penderita HIVAIDS. 2. Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui
hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan. 3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
2.1.5 Gejala Klinis
Menurut Komunitas AIDS Indonesia 2010, gejala klinis terdiri dari 2 gejala mayor umum terjadi dan 1 gejala minor tidak umum terjadi:
Gejala Mayor : - BB menurun 10 bulan
- Diare kronis 1 bulan - Demam 1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis - Demensia Penurunan Kemampuan Kognitif
Gejala Minor : - Batuk 1 bulan
Universitas Sumatera Utara
- Dermatitis generalisata - Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster
- Kandidias orofaring - Infeksi herpes simpleks kronik progresif
- Limfadenopati general - Mikosis kelamin berulang
Menurut Anthony Fauci dan Lane, 2008, perjalanan penyakit infeksi HIVAIDS dapat dibagi dalam beberapa fase, yaitu :
1. Transmisi virus
2. Infeksi HIV primer sindrom retroviral akut
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. 2-6 minggu kemudian rata-rata
2 minggu terjadilah sindrom retroviral akut. Gejala umum pada infeksi primer dapat berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi, rasa lemah, kelainan mukokutan
ruam kulit, ulkus di mulut, pembengkakan kelenjar limfa, gejala neurologi nyeri kepala, nyeri belakang kepala, depresi, maupun gangguan saluran cerna
anoreksia, nausea, diare, jamur di mulut. Gejala ini dapat berlangsung 2-6 minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.
3. Serokonversi
Setelah 2-6 minggu gejala menghilang disertai serokonversi perubahan antibodi negatif menjadi positif terjadi 1-3 bulan setelah infeksi,
tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan.
4. Fase asimptomatik
Pasien akan memasuki masa tanpa gejala asimptomatik. Penderita tampak sehat, dapat melakukan aktivitas normal tetapi dapat menularkan kepada
orang lain. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 jumlah normal 800-1.000mm
2
yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang
menjadi target sel utama HIV. Pada awalnya penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60mm
3
tahun, tapi pada tahun terakhir penurunan jumlah menjadi 50-100mm
3
sehingga bila tanpa
Universitas Sumatera Utara
pengobatan rata-rata masa infeksi HIV sampai menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4 akan mencapai kurang dari 200mm
3
.
5. Fase Simptomatik
Fase simptomatik, akan timbul gejala-gejala pendahuluan seperti demam, pembesaran kelenjar limfa, yang kemudian diikuti oleh infeksi
oportunistik. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh dimana pada orang normal infeksi ini terkendali oleh kekebalan
tubuh. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki stadium AIDS.
Setelah terjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaan serologis antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah
ada dalam jumlah banyak. Pada masa ini, yang disebut window period, orang yang telah terinfeksi ini sudah dapat menularkan kepada orang lain walaupun
pemeriksaan antibodi HIV hasilnya negatif. Periode ini berlangsung selama 3-12 minggu.
Gejala klinis bergantung pada stadium klinis. Ada 4 stadium klinis infeksi HIVAIDS :
Stadium 1
1. Asimptomatik 2. Limfadenopati menyeluruh dan persisten 3bulan
Stadium 2
1. Penurunan berat badan 10 2. Manifestasi mukokutaneus yang ringan, infeksi jamur pada kuku,
ulserasi mulut yang berulang 3. Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran nafas yang berulang
Stadium 3
1. Penurunan berat badan 10 2. Diare kronik 1 bulan
3. Demam berkepanjangan 1 bulan 4. Kandidiasis oral
Universitas Sumatera Utara
5. Oral hairy leukoplakia 6. Ulserasi nekrotising akut stomatitis, ginggivitis atau periodontitis
7. Tuberkulosis paru dalam tahun sebelumnya 8. Infeksi bakteri yang berat
9. Anemia, neutropenia, trombositopenia yang tidak jelas penyebabnya
Stadium 4
1. HIV Wasting Syndrome 2. Pneumocystis Jiroveci Pneumonia PJP
3. Toxoplasmosis otak 4. Sarkoma Kaposi
5. Ensefalopati HIV
Tabel 2.1 Stadium HIVAIDS
Stadium HIVAIDS Jumlah sel CD4
Rekomendasi Stadium klinis 1 dan 2 350 selmm
3
Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6 – 12
bulan
350 selmm
3
Mulai terapi Stadium klinis 3 dan 4 Berapapun jumlah
sel CD4 Mulai terapi
Sumber: Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral 2011
2.1.6 Diagnosis
Menurut MacCann 2008, ELISA enzyme-linked immunosorbent adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama
beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela window period seseorang mempunyai resiko yang tinggi dalam menularkan
infeksi. Jika hasil tes positif, maka dilanjutkan dengan menggunakan ELISA 3 metode dan apabila ketiganya menunjukkan hasil positif, maka pasien dikatakan
Universitas Sumatera Utara
positif HIV. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah Western blot WB,
tetapi pemeriksaan Western Blot ini cukup sulit dan mahal. 2.1.7 Pengobatan
Tujuan pemberian Antiretroviral ARV : 1 Memperpanjang usia dan memperbaiki kualitas hidup
2 Menekan jumlah virus, jika mungkin sampai tidak terdeteksi, selama mungkin menghambat progresivitas penyakit
3 Menjagamemperbaiki imunitas tubuh 4 Menurunkan morbiditas mortalitas karena HIV
Tabel 2.2 Pengobatan HIVAIDS No
Golongan Obat Nama Obat
1. Nucleoside Reverse
Trancriptase Inhibitor NsRTI - Abacavir sulfate ABC,
Ziagen® - Didanosine ddI, Videx®
- Lamivudine 3TC, Epivir® - Stavudine d4T, Zerit®
- Zalcitabine ddC , Hivid® - Zidovudine AZT, Retrovir®
2. Non Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor NRTI - Delavirdine mesylate DLV,
Rescriptor®
- Efavirenz EFV, Sustiva™ - Nevirapine NVP, Viramune®
3. Nucleotide Reverse
Transcriptase Inhibitor NtRTI - Tenofovir TDF, Viread®
4. Protease Inhibitor PIs
- Amprenavir APV, Agenerase™ - Indinavir Sulfate IDV,
Crixivan®
- LopinavirRitonavir LPVRTV, Kaletra™
- Nelfinavir Mesylate NFV , Viracept®
- Ritonavir RTV, Norvir® - Saquinavir Mesylate SQV
Sumber :Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral 2011
Cara Pemberian ARV : - Berikan kombinasi 3 macam obat
- Mulai dengan lini pertama - Kalau gagal : lini kedua
Universitas Sumatera Utara
+ +
Gambar 2.1 Pilihan Kombinasi Obat Lini Pertama
Lini pertama gagal apabila : - Timbul infeksi opurtunistik baru
- Muncul kembali infeksi opurtunistik lama - CD4
≤ sebelum terapi - Penurunan CD4 50 dari jumlah tertinggi sebelum terapi
+ +
Gambar 2.2 Pilihan Kombinasi Obat Lini Kedua
Pengobatan Pendukung : - Nutrisi
- Olahraga dan tidur teratur - Menjaga kebersihan
- Dukungan agama - Dukungan psikososial
2.1.8 Pencegahan