Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Paska Bedah Dengan Metode Gyssens Di Ruang Inap Terpadu Rsup H. Adam Malik Periode Juli-September 2012
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kualitatif Penggunaan
Antibiotika pada Pasien Paska Bedah dengan Metode Gyssens di Ruang Inap
Terpadu RSUP. H. Adam Malik Periode Juli-September 2012”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin, pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt., dan Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing, yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Kepada Bapak dr. Azwan Hakmi Lubis, Sp.A, M.Kes., selaku
Direktur Utama RSUP. H. Adam Malik atas izin dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., dan Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. selaku penguji yang
(2)
telah memberi kritik, saran dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini.
Kepada Ibu Dra. Tuti Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku dosen wali yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Kepada seluruh staf pengajar, citivitas akademika dan teman-teman Farmasi USU stambuk 2008 atas segala dorongan motivasi dan bantuannya kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Terima kasih yang tulus dan tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda Ir. Efdi Ruzaly Nasution, M.Si., Ibunda Fauziah Lubis, B.Sc., yang tercinta, abangku Reza Fazly Nasution, S.Ked., dan adikku Muhammad Fauzan Erza Nasution, atas segala doa, kasih sayang, dorongan moril dan materil kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan Farmasi khususnya.
Medan, Agustus 2013 Penulis,
Ezfia Fawzi Rossefine NIM. 081501053
(3)
EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PASKA BEDAH DENGAN METODE GYSSENS
DI RUANG INAP TERPADU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-SEPTEMBER 2012
ABSTRAK
Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan bakteri. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya pengobatan akan lebih mahal, efek samping lebih toksik, meluasnya resistensi dan timbulnya kejadian superinfeksi yang sulit diobati. Penelitian in bertujuan untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika pada pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik.
Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dan prospektif melalui rekam medis pasien paska bedah rawat inap yang menerima antibiotika di RSUP H. Adam Malik Medan, selama periode Juli-Agustus 2012 (retrospektif) dan September 2012
(prospektif). Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling.
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel
2007, disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian data dianalisis dengan
menggunakan SPSS untuk Windows versi 13.0.
Evaluasi kualitatif dengan metode Gyssens mendapatkan bahwa
penggunaan antibiotika yang rasional sebesar 47,5% (kategori 0) sedangkan yang tidak rasional sebesar 50,7% yaitu kategori II B (tidak tepat interval) 1,1%, III A (durasi antibiotik terlalu lama) 16,9%, IIIB (durasi antibiotik terlalu singkat) 14,4%, IVA (Alternatif lebih efektif) 18,3%, dan data tidak lengkap 1,8%. Penggunaan antibiotika terbesar sebagai terapi empiris ADET (38%) dan ADE (33,8%), selanjutnya definitif (14,4%) dan profilaksis (13.7%). Antibiotika yang paling banyak digunakan sebagai terapi empiris adalah ceftriaxone, sebagai terapi profilaksis adalah ceftriaxone dan terapi definitif adalah ceftriaxone. Jumlah antibiotika yang digunakan per pasien paling sering diberikan 1 – 2 antibiotika (50%) dan lama perawatan yang paling sering adalah 6-10 hari (28,6%). Biaya penggunaan antibiotika selama perawatan pada pasien paska bedah di RSUP H. Adam Malik berkisar antara Rp.100.000 – Rp. 500.000 (44,3%).
(4)
QUALITATIVE EVALUATION OF ANTIBIOTICS USAGE IN PATIENTS WITH POST-SURGICALWITH GYSSENSMETHOD IN
INTEGRATED INPATIENT ROOM AT RSUP H. ADAM MALIK PERIOD JULY-SEPTEMBER 2012
ABSTRACT
Antibiotics are the drugs most widely used in infections caused by bacteria. Incorrect use of antibiotics can cause various problems, such as treatment will be more expensive, more toxic side effects, the widespread emergence of resistance and super infection events are difficult to treat. This study aims to evaluate the quality of antibiotic use in post-surgical patients in RSUP H. Adam Malik.
The study was conducted with the cross-sectional design. Data were collected retrospectively and prospectively, from medical record post-surgical patient who received antibiotics at RSUP H. Adam Malik Medan, during the period July-August 2012 (retrospective) and September 2012 (prospective). Sampling was done by simple random sampling. The data obtained were processed using Microsoft Excel 2007 program, presented in tabular form. Then the data were analyzed by using SPSS for Windows version 13.0.
Qualitative evaluation methods Gyssens get that rational antibiotic use was 47.5% (category 0), while that is not rational for 50,7% which is category II B (no appropriate interval) 1.1%, III A (duration of antibiotics too long) 16.9%, IIIB (duration of antibiotics too short) 14.4%, IVA (alternative more effective) 18.3%, and 1.8% data is incomplete. The use of antibiotics as empirical therapy greatest ADET (38%) and ADE (33.8%), subsequent definitive (14.4%) and prophylaxis (13.7%). Antibiotics that are most widely used as empirical therapy is ceftriaxone, as prophylactic therapy is ceftriaxone and therapy definitive is ceftriaxone. The amount of antibiotics used per patient most often given 1-2 antibiotics (50%) and length of treatment most often is 6-10 days (28.6%). Cost of the use of antibiotics for the treatment of post-surgical patients at RSUP H. Adam Malik ranged between Rp.100.000-Rp.500.000 (44.3%).
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
... 1.1 Latar Belakang ... 1
... 1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5
... 1.3 Perumusan Masalah ... 6
... 1.4 Tujuan Penelitian ... 7
... 1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II .... TINJAUAN PUSTAKA ... 8
... 2.1 Antibiotika ... 8
... 2.1.1 Definisi Antibiotika ... 8
... 2.1.2 Penggolongan Antibiotika ... 8
... 2.1.3 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Kombinasi ... 10
(6)
... 2.1.5 Penggunaan Antibiotika pada
Pasien Bedah ... 11
... 2.2 Evaluasi Antibiotika Secara Kualitas ... 13
... 2.3 Rumah Sakit ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
... 3.1 Jenis Penelitian ... 19
... 3.2 Populasi dan Sampel ... 19
.... 3.2.1 Populasi ... 19
.... 3.2.2 Sampel ... 20
.... 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
... 3.4 Beberapa Ketentuan ... 21
... 3.5 Tahapan Penelitian ... 23
... 3.6 Bagan Alur Penelitian ... 24
... 3.7 Cara Kerja ... 24
... ... 3.7.1 Pengumpulan Data ... 24
... ... 3.7.2 Seleksi Data ... 24
... 3.8 Pengolahan Data ... 25
... ... 3.8.1 Evaluasi Kualitas Penggunaan Antibiotika ... 25
... ... 3.8.2 Analisis Data ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
... 4.1 Proses Penelitian ... 27
... 4.2 Data Deskriptif ... 29
... ... 4.2.1 Karakteristik Pasien yang Menerima Antibiotika ... 29
(7)
... ... 4.2.2 Gambaran Antibiotika yang Diterima ... 30
BAB V .... KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
... 5.1 Kesimpulan ... 38
... 5.2 Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 4.1 Karakteristik pasien yang menerima antibiotika . ... 29 4.2 Gambaran Penggunaan Antibiotika ... 31 4.3 Evaluasi Penggunaan Antibiotika Empiris ... 35
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 6 2.1 Diagram Alur Penilaian Kualitas Penggunaan
Antibiotika Metode Gyssens ... 14 3.1 Alur Penelitian ... 25 4.1 Proses Penelitian ... 27
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Lembar Pengumpul Data ... 43 2. Data Dasar Pasien ... 45 3. Data Antibiotika ... 50 4. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Karakteristik Pasien ... 57 5. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Karakteristik Antibiotika ... 59 6. Surat Permohonan Izin Pengambilan
Data Penelitian ... 61 7. Surat Izin Penelitian di Ruang Rawat Inap
Terpadu B RSUP. H. Adam Malik Medan ... 62
8. Surat Izin Penelitian di Ruang Rekam Medis
RSUP. H. Adam Malik Medan ... 63 9. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian ... 64
(11)
EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PASKA BEDAH DENGAN METODE GYSSENS
DI RUANG INAP TERPADU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-SEPTEMBER 2012
ABSTRAK
Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan bakteri. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya pengobatan akan lebih mahal, efek samping lebih toksik, meluasnya resistensi dan timbulnya kejadian superinfeksi yang sulit diobati. Penelitian in bertujuan untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika pada pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik.
Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dan prospektif melalui rekam medis pasien paska bedah rawat inap yang menerima antibiotika di RSUP H. Adam Malik Medan, selama periode Juli-Agustus 2012 (retrospektif) dan September 2012
(prospektif). Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling.
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel
2007, disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian data dianalisis dengan
menggunakan SPSS untuk Windows versi 13.0.
Evaluasi kualitatif dengan metode Gyssens mendapatkan bahwa
penggunaan antibiotika yang rasional sebesar 47,5% (kategori 0) sedangkan yang tidak rasional sebesar 50,7% yaitu kategori II B (tidak tepat interval) 1,1%, III A (durasi antibiotik terlalu lama) 16,9%, IIIB (durasi antibiotik terlalu singkat) 14,4%, IVA (Alternatif lebih efektif) 18,3%, dan data tidak lengkap 1,8%. Penggunaan antibiotika terbesar sebagai terapi empiris ADET (38%) dan ADE (33,8%), selanjutnya definitif (14,4%) dan profilaksis (13.7%). Antibiotika yang paling banyak digunakan sebagai terapi empiris adalah ceftriaxone, sebagai terapi profilaksis adalah ceftriaxone dan terapi definitif adalah ceftriaxone. Jumlah antibiotika yang digunakan per pasien paling sering diberikan 1 – 2 antibiotika (50%) dan lama perawatan yang paling sering adalah 6-10 hari (28,6%). Biaya penggunaan antibiotika selama perawatan pada pasien paska bedah di RSUP H. Adam Malik berkisar antara Rp.100.000 – Rp. 500.000 (44,3%).
(12)
QUALITATIVE EVALUATION OF ANTIBIOTICS USAGE IN PATIENTS WITH POST-SURGICALWITH GYSSENSMETHOD IN
INTEGRATED INPATIENT ROOM AT RSUP H. ADAM MALIK PERIOD JULY-SEPTEMBER 2012
ABSTRACT
Antibiotics are the drugs most widely used in infections caused by bacteria. Incorrect use of antibiotics can cause various problems, such as treatment will be more expensive, more toxic side effects, the widespread emergence of resistance and super infection events are difficult to treat. This study aims to evaluate the quality of antibiotic use in post-surgical patients in RSUP H. Adam Malik.
The study was conducted with the cross-sectional design. Data were collected retrospectively and prospectively, from medical record post-surgical patient who received antibiotics at RSUP H. Adam Malik Medan, during the period July-August 2012 (retrospective) and September 2012 (prospective). Sampling was done by simple random sampling. The data obtained were processed using Microsoft Excel 2007 program, presented in tabular form. Then the data were analyzed by using SPSS for Windows version 13.0.
Qualitative evaluation methods Gyssens get that rational antibiotic use was 47.5% (category 0), while that is not rational for 50,7% which is category II B (no appropriate interval) 1.1%, III A (duration of antibiotics too long) 16.9%, IIIB (duration of antibiotics too short) 14.4%, IVA (alternative more effective) 18.3%, and 1.8% data is incomplete. The use of antibiotics as empirical therapy greatest ADET (38%) and ADE (33.8%), subsequent definitive (14.4%) and prophylaxis (13.7%). Antibiotics that are most widely used as empirical therapy is ceftriaxone, as prophylactic therapy is ceftriaxone and therapy definitive is ceftriaxone. The amount of antibiotics used per patient most often given 1-2 antibiotics (50%) and length of treatment most often is 6-10 days (28.6%). Cost of the use of antibiotics for the treatment of post-surgical patients at RSUP H. Adam Malik ranged between Rp.100.000-Rp.500.000 (44.3%).
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/antibiotika, antijamur, antivirus, antiprotozoa. Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotika digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit–penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotika. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotika di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi (Hadi, et al., 2008).
Secara umum peresepan antibiotika sering suboptimal, tidak hanya di
negara berkembang namun juga di negara maju (Gyssens dan Van der Meers,
2001). Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya pengobatan akan lebih mahal, efek samping lebih toksik, meluasnya resistensi dan timbulnya kejadian superinfeksi yang sulit diobati (Gyssens, 2005).
Data mengenai rasionalitas penggunaan obat di Indonesia masih
terbatas. Penelitian tim AMRIN (Antimicrobial Resistance in Indonesia
(14)
mendapatkan hanya 21% peresepan antibiotika yang tergolong rasional (Hadi, et al., 2008). Beberapa patogen yang diteliti di Indonesia diketahui telah resisten terhadap antibiotika (Lestari, et al., 2008).
Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotika. Di negara yang sudah maju 13 – 37% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotika baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat di rumah sakit mendapat antibiotika (Dertarani, 2009).
Penggunaan antibiotika yang irasional telah diamati sejak lama. Laporan dari suatu rumah sakit di Amerika Serikat pada tahun 1977 mengungkapkan bahwa 34% dari seluruh penderita yang dirawat mendapat terapi antibiotika. Dari jumlah ini 64% tidak mempunyai indikasi atau tidak diberikan dengan dosis yang tepat (Setiabudy, 2007).
Penelitian kualitas penggunaan antibiotika dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotika. Gyssens et al., (2001) mengembangkan penelitian penggunaan antibiotika untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotika seperti: ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute
dan waktu pemberian. Metode Gyssens merupakan suatu alat untuk
mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika yang telah digunakan secara luas di berbagai negara (Pamela, 2011).
(15)
Suatu survei yang dilakukan di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa 76,8% penggunaan antibiotika untuk profilaksis bedah adalah tidak rasional dalam hal indikasi atau lama pemberian. Survei serupa juga pernah dilakukan oleh tim AMRIN study di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan RSUP Dr Kariadi Semarang tahun 2002 menunjukkan 83% pasien mendapat antibiotika dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional sebanyak 60%. Hasil penilaian kualitas penggunaan antibiotika di RSUP Dr Kariadi antara lain 19-76% tidak ada indikasi, 9-45% tidak tepat (dosis, jenis, dan lama pemberian) dan 1-8% tidak ada indikasi profilaksis. Di bagian Bedah tingkat penggunaan antibiotika yang rasional kurang dari 20% (Dertarani, 2009).
Dalam pedoman penggunaan Antibiotika RSUD Dr. Soetomo, infeksi paska bedah pada daerah luka operasi ataupun jaringan lunak merupakan masalah yang sering dijumpai tetapi sebenarnya bisa dihindari. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional baik oleh dokter ataupun masyarakat umum dapat menyebabkan timbulnya resistensi kuman, meningkatnya efek ikutan obat, dan meningkatkan biaya pengobatan bila biaya tersebut dihubungkan dengan penanganan infeksi paska bedah. Dalam menggunakan antibiotika hendaknya didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain: peta medan kuman, spektrum antibiotika, efektifitas, aspek farmakodinamik serta farmakokinetik, keamanan, pengalaman klinik sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kumat, terjadinya super infeksi dan harga. Diagnosis infeksi sedapat mungkin ditunjang tes kepekaan mikrobiologi. Sebelum penggunaannya apakah untuk profilaksis atau terapi. Penggunaan profilaksis
(16)
dapat merupakan profilaksis bedah dan non bedah. Penggunaan terapetik dapat secara empiris educated guess ataupun secara pasti (definitif).
Yang dimaksud dengan antibiotika profilaksis pada pembedahan ialah antibiotika yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat
tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site
infection (SSI). ILO dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu superficial meliputi kulit dan jaringan subkutan, deep yang meliputi fasia dan otot, serta organ/ space yang meliputi organ dan rongga tubuh (Reksoprawiro, 2008).
Dari 23 juta penderita yang dilakukan pembedahan di Amerika Serikat setiap tahun, 920.000 penderita mengalami ILO. Penderita yang mengalami ILO perlu rawat inap selama 2 kali lebih lama dan harus mengeluarkan biaya 5 kali lebih banyak daripada yang tidak mengalami ILO. Faktor penderita yang mempermudah terjadinya ILO ialah obesitas, diabetes, co-morbid, infeksi ditempat lain, mengalami pembedahan kontaminasi, rawat inap pre-operatif yang panjang, menjalani operasi yang lama (>2 jam), karier Staphylococcus aureus, dan pertahanan tubuh yang lemah. Faktor ahli bedah yang
mempermudah terjadinya ILO ialah karier Saphylococcos aureus dan
Streptococcus pyogenes, dan skill yang kurang terampil. Faktor kuman yang
mempengaruhi terjadinya ILO ialah virulensi serta jumlah kuman, dan port
d’entry. Di rumah sakit modern, 30-50% antibiotika digunakan untuk tujuan profilaksis, walaupun beberapa antibiotika tersebut cara penggunaannya tidak sesuai dengan protokol (Reksoprawiro, 2008).
(17)
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian serupa di RSUP H. Adam Malik, secara retrospektif dan prospektif pada pasien paska bedah di ruang rawat inap terpadu, yang mana RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A, yang terletak di jalan Bunga Lau no.17 Padang Bulan Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Riau. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di ruang inap terpadu B (Rindu B) yang terdiri dari ruang inap terpadu B2 (ruang A dan B) dan ruang inap terpadu B3. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian atau masukan kepada Rumah Sakit, khususnya professional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang kualitas penggunaan antibiotika pada pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik, mengevaluasi
antibiotika yang digunakan berdasarkan metode Gyssens. Dalam hal ini,
terdapat beberapa kategori berdasarkan alur yang ditetapkan oleh Gyssens
sebagai penentu kualitas penggunaan antibiotika yang rasional dan tidak rasional. Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.
(18)
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. bagaimanakah kualitas penggunaan antibiotika pada pasien paska
bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik?
b. Bagaimanakah persentase penggunaan antibiotika yang paling
sering diresepkan berdasarkan jenis terapi pada pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik?
c. berapakah jenis antibiotika yang digunakan pasien dan lama rawat
pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik?
d. berapakah biaya penggunaan antibiotika selama perawatan pada
pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik?
• Indikasi
• Dosis
• Lama pemberian
• Rute pemberian
• Jenis antibotik
• Tipe terapi
Penggunaan antibotik Variabel Bebas
Kualitas
Kategori Gyssens dkk
Variabel Terikat Parameter
Rasional (Kategori 0)
Tidak rasional (Kategori I – V)
(19)
1.4 Tujuan Penelitian
a. mengetahui kualitas penggunaan antibiotika menggunakan metode
Gyssens pada pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik
b. mengetahui antibiotika yang paling sering diresepkan berdasarkan
jenis terapi pada pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik
c. mengetahui jenis antibiotika yang digunakan pasien dan lama rawat
di Rindu B RSUP H. Adam Malik
d. mengetahui biaya penggunaan antibiotika selama perawatan pada
pasien paska bedah di RSUP H. Adam Malik
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. memberikan informasi dan data-data ilmiah mengenai penggunaan
antibiotika terhadap pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik
b. sebagai masukan bagi rumah sakit untuk meningkatkan penggunaan
antibiotika terhadap pasien paska bedah Rindu B di RSUP H. Adam Malik secara lebih rasional dan bijak
c. sebagai landasan bagi profesional kesehatan untuk meningkatkan
upaya pelayanan kesehatan dengan meningkatkan perannya dalam penggunaan antibiotika pada pasien paska bedah.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotika
2.1.1 Definisi Antibiotika
Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu proses biokimia mikroorganisme lain. Istilah ‘antibiotika’ sekarang meliputi senyawa sintetik seperti sulfonamida dan kuinolon yang bukan merupakan produk mikroba. Sifat antibiotika adalah harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007).
2.1.2 Penggolongan Antibiotika
Berdasarkan luas aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Antibiotika yang narrow spectrum (akitvitas sempit).
Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya penisilin-G dan penisilin-V, eritromisin, klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat hanya bekerja terhadap kuman Gram positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap kuman Gram negatif.
(21)
Bekerja terhadap lebih banyak, baik jenis kuman Gram positif maupun Gram negatif. Antara lain sulfonamida, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin (Tan dan Rahardja, 2003).
Selain itu berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Antibiotik beta laktam, yang termasuk antibiotik beta laktam yaitu
penisilin (contohnya: benzyl penisilin, oksisilin, fenoksimetilpenisilin, ampisilin), sefalosporin (contohnya: azteonam) dan karbapenem (contohnya: imipenem).
2. Tetrasiklin, contoh: tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin. 3. Kloramfenikol, contoh: tiamfenikol dan kloramfenikol. 4. Makrolida, contoh: eritromisin dan spiramisin.
5. Linkomisin, contoh: linkomisin dan klindamisin.
6. Antibiotik aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin, kanamisin,
gentamisin dan spektinomisin.
7. Antibiotik polipeptida (bekerja pada bakteri gram negatif), contoh:
polimiksin B, konistin, basitrasin dan sirotrisin.
8. Antibiotik polien (bekerja pada jamur), contoh: nistatin, natamisin,
amfoterisin dan griseofulvin (Mutschler, 1991).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat
perkembang biakan dan menimbulkan lisis. Contoh: penisilin dan sefalosforin.
(22)
2. Mengganggu keutuhan membrane sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan cairan intraseluler. Contoh: nistatin.
3. Menghambat sintesis protein sel bakteri. Contoh: tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin.
4. Menghambat metabolisme sel bakteri. Contoh: sulfonamide.
5. Menghambat sintesis asam nukleat. Contoh: rifampisin dan golongan
kuinolon. (Lisniawati, 2012).
2.1.3 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Kombinasi
Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis untuk mengatasi infeksi. Tujuan pemberian antibiotik kombinasi adalah:
1. Meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (efek
sinergis atau aditif).
2. Mengatasi infeksi campuran yang tidak dapat ditanggulangi
oleh satu jenis antibiotik saja.
3. Mengatasi kasus infeksi yang membahayakan jiwa yang belum
diketahui bakteri penyebabnya (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
2.1.4 Mekanisme Resistensi Antibotika
Bakteri dapat bersifat resistensi melalui mutasi terhadap gen tertentu atau membentuk gen baru. Yang dimaksud dengan resistensi dalam hubungannya dengan antibiotika ialah suatu keadaan di mana mikroorganisme mempunyai kemampuan unuk menentang ataupun merintangi efek suatu
(23)
antibiotika, pada konsentrasi hambat minimal (Harahap dan Hadisahputra, 1995).
Mekanisme utama resistensi yang dilakukan bakteri yaitu inaktivasi obat, mempengaruhi atau overproduksi target antibiotika, akuisisi target baru yang tidak sensitif obat, menurunkan permeabilitas obat dan efluks aktif terhadap obat (Kasper et. al., 2005).
2.1.5 Pengunaan Antibiotika pada Pasien Bedah
Penggunaan antibiotika yang rasional didasarkan pada pemahaman dari banyak aspek penyakit infeksi. Faktor yang berhubungan dengan pertahanan tubuh pasien, identitas, virulensi dan kepekaan mikroorganisme, farmakokinetika dan farmakodinamika dari antibiotika perlu diperhatikan (Gyssens, et al., 2005).
Terapi dengan menggunakan antibiotika berbeda dengan farmakoterapi lainnya. Terapi ini berdasarkan tidak hanya karakteristik pasien dan obat, namun juga jenis infeksi dan mikroorganisme penyebab infeksi. Ada hubungan rumit antara pasien, patogen dan antibiotika. Memilih antibiotika untuk mengobati infeksi lebih rumit daripada memilih obat untuk patogen yang sudah diketahui. Pada umumnya dilakukan pendekatan sistematis untuk memilih regimen antibiotika (Dipiro, et.al., 2008).
Berdasarkan tujuan pengunaannya, antibiotik dibedakan menjadi antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan bagi penderita yang mengalami infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau definitif. Penggunaan antibiotik secara empirik adalah pemberian
(24)
antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. Antibiotik diberikan berdasar data epidemiologik kuman yang ada. Hal ini tidak dapat dihindarkan karena antibiotik sering sudah dibutuhkan sewaktu antibiogram belum ada, selain itu pengobatan secara empiris umumnya dapat berhasil sekitar 80-90%. Dalam keadaan sehari-hari kiranya cukup relevan untuk menggunakan antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin, yang ditujukan khusus kepada kuman yang diduga sebagai penyebabnya. Hal ini mempunyai berbagai keuntungan, misalnya lebih efisiennya pengobatan, mencegah terbunuhnya kuman lain yang diperlukan tubuh dan mengurangi timbulnya multi resisten. Bersamaan dengan itu, segera dilakukan pemeriksaan kuman, dengan pengecatan gram, biakan kuman dan uji kepekaan kuman (Kimin, 2013).
Terapi definitif dilakukan bila jenis mikrorganisme beserta pola kepekaanya telah diketahui berdasarkan hasil kultur dan uji sensitivitas. Antibiotik untuk terapi definitif harus ditujukan secara spesifik untuk mikroorganisme penginfeksi yang memiliki efektivitas tertinggi, toksisitas terendah dan spektrum aktivitas tersempit (Laras, 2012).
Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan pada penderita yang belum terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mndapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi penderita. Tujuan penggunaan antibiotika profilaksis bedah adalah mencegah terjadinya infeksi luka operasi, mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas paska bedah, mengurangi lama rawatan dan menurunkan biaya
(25)
perawatan, tidak menimbulkan efek ikutan, tidak menyebabkan konsekuensi ikutan pada flora normal pasien dan kuman penghuni rumah sakit (RSUP. H. Adam Malik, 2012).
2.2 Evaluasi Antibiotika Secara Kualitas
Audit penggunaan antibiotika didefinisikan sebagai analisis kesesuaian peresepan individual. Audit merupakan metode lengkap untuk menilai seluruh aspek terapi (Arnold, 2004).
Metode Gyssens berbentuk diagram alir yang diadaptasi dari kriteria Kunin et. al. Metode ini mengevaluasi seluruh aspek peresepan antibiotika, seperti: penilaian peresepan, alternatif yang lebih efektif, lebih tidak toksik, lebih murah, spektrum lebih sempit. Selain itu juga dievaluasi lama pengobatan dan dosis, interval dan rute pemberian serta waktu pemberian. Diagram alir ini merupakan alat yang penting untuk menilai kualitas penggunaan antibiotika. Dengan alat ini, terapi empiris dapat dinilai, demikian juga terapi definitif setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi diketahui (Gyssens, 2005). Diagram alur penilaian kualitas penggunaan antibiotika metode Gyssens dapat dilihat dibawah ini.
(26)
Data lengkap
Alternatif lebih efektif
Alternatif lebih tidak toksik
Mulai
Alternatif lebih murah Spektrum alternatif lebih
sempit
Pemberian terlalu lama Pemberian terlalu
singkat Dosis tepat Interval tepat
Rute tepat
Waktu tepat
Gambar 2.1 Diagram alur Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotika Metode Gyssens
Evaluasi antibiotika dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu:
1. Apakah data lengkap atau tidak untuk mengkategorikan penggunaan
antibiotika.
2. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI
Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan penunjang/laboratorium tidak harus dilakukan karena mungkin tidak ada biaya, dengan catatan sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung diagnosis. Diagnosis kerja dapat ditegakkan secara klinis dari
VI STO
V STO
TIDAK TIDAK YA YA TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK III A YA III B
YA YA
II A TIDAK
AB diindikasikan
YA IV A YA
IV B
YA IV C
YA IV D
TIDAK TIDAK
II B TIDAK YA II C TIDAK I TIDAK
Tidak termasuk I-IV 0
YA YA
(27)
anamnesis dan pemeriksaan fisis. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika?
3. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V
Bila antibiotika memang terindikasi, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah pemilihan antibiotika sudah tepat?
4. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVA.
Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang kurang toksik?
5. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti di kategori IVB.
Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lebih murah?
6. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti di kategori
IVC.
Pada alternatif lain yang lebih murah, peneliti berpatokan pada daftar harga obat yang dikeluarkan dari RSUP. H. Adam Malik dan semua antibiotika dianggap sebagai obat generik dalam penghitungan harganya. Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang spektrumnya lebih sempit?
7. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit,
(28)
Jika tidak ada alternatif lain yang lebih sempit, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah durasi antibiotika yang diberikan terlalu panjang?
8. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori
IIIA.
Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan apakah durasi antibiotika terlalu singkat?
9. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIB. Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah dosis antibiotika yang diberikan sudah tepat?
10. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIA. Bila dosisnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, apakah interval antibiotika yang diberikan sudah tepat?
11. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIB. Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah rute pemberian antibiotika sudah tepat?
12. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIC. Bila rute tepat, lanjutkan ke kotak berikutnya.
13. Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotika tersebut merupakan kategori 0.
(29)
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Tujuan penyelenggaraan Rumah Sakit:
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit dan rumah sakit Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan
Pada hakikatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah
(30)
dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).
(31)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi dari suatu kejadian.
Pengambilan data pasien secara retrospektif dan prospektif, melalui pengumpulan data dari rekam pemberian obat pasien paska bedah rawat inap yang menerima antibiotika di RSUP H. Adam Malik Medan, selama periode Juli-Agustus 2012 (retrospektif) dan September 2012 (prospektif).
3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam pemberian obat pasien paska bedah di ruang rawat inap terpadu B2 (ruang A dan B), dan B3 RSUP H. Adam Malik Periode Juli-September 2012. Subjek yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi adalah:
a. semua pasien paska bedah rawat inap yang menggunakan antibiotika
oral dan parenteral di ruang rawat inap Rindu B2 RSUP H. Adam Malik dalam periode Juli-September 2012
b. kategori semua usia (anak-anak, dewasa, lansia), laki-laki dan
(32)
c. rekam medik yang jelas terbaca. Kriteria eksklusi adalah:
a. semua pasien paska bedah rawat inap yang tidak menggunakan
antibiotika di ruang rawat inap Rindu B2 RSUP H. Adam Malik dalam periode Juli-September 2012
b. terapi jangka pendek dihentikan karena pasien pulang paksa/meninggal/
pindah rumah sakit lain.
c. Pasien anak dengan data demografi tidak lengkap
3.2.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling (acak
sederhana). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus besar sampel deskriptif kategorik ( Notoatmodjo, 2010).
n =
dimana:
: deviasi baku alfa
P : proporsi kategori
Q : 1 – P
d : presisi
Berdasarkan rumus di atas, nilai yang harus dicari dari kepustakaan adalah nilai p (prevalensi), sedangkan nilai yang ditetapkan oleh peneliti adalah
Zα dan nilai d. Peneliti mendapatkan bahwa belum ada penelitian sejenis
(33)
penelitian sebelumnya, maka ditetapkan p sebesar 50% berdasarkan hukum Lameshow et al., 1990.
Untuk nilai yang ditetapkan , peneliti menetapkan alfa sebesar 5%
sehingga nilai Zα = 1,96 , dengan nilai presisi (d) sebesar 10%. Dengan
demikian, besar sampel yang diperlukan adalah:
n =
=
= 97
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap terpadu B (ruang A dan B), dan ruang inap terpadu B3 RSUP H. Adam Malik pada bulan Juli-September 2012.
3.4 Beberapa Ketentuan
1. Antibiotika
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba lain.
2. Kualitas penggunaan antibiotika
Kualitas penggunan antibiotika adalah ketepatan penggunaan suatu antibiotika, meliputi tepat indikasi, tepat dosis, tepat pilihan, tepat waktu, tepat interval, tepat rute dan tepat harga
(34)
3. Indikasi adalah antibiotika yang diberikan disesuaikan dengan hasil diagnosis.
4. Dosis adalah takaran antibiotika yang diberikan kepada pasien yang
dapat memberikan efek farmakologis yang diinginkan.
5. Lama Pemberian adalah berapa hari antibiotika diberikan kepada pasien
6. Rute Pemberian adalah jalur masuknya antibiotika ke dalam tubuh. 7. Jenis antibiotika adalah nama antibiotika yang diberikan.
8. Tipe terapi adalah jenis antibiotika yang digunakan digolongkan
sebagai terapi empiris, definitif atau profilkasis.
9. ADP (Antimicrobial Drug Prophylaxis) adalah pemberian antibiotik
tanpa adanya gejala klinis infeksi yang diberikan setengah sampai satu jam sebelum tindakan bedah.
10. ADE ( Antimicrobial Drug Empiric therapy) adalah terapi empirik yang digunakan pada 72 jam pertama perawatan dan belum terdapat hasil kultur.
11. ADET (Antimicrobial Drug Extended Empiric therapy) adalah terapi empirik luas tanpa diagnosis definitif yang merupakan kelanjutan dari ADE.
12. ADD (Antimicrobial Drug Documented therapy) adalah terapi yang diberikan setelah diagnosis definitif tegak/ setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi keluar.
13. Kategori evaluasi Gyssens adalah sebagai berikut:
(35)
b. Kategori I : penggunaan antibiotika tidak tepat waktu
c. Kategori IIA : penggunaan antibiotika tidak tepat dosis
d. Kategori IIB : penggunaan antibiotika tidak tepat interval
pemberian
e. Kategori IIC : penggunaan antibiotika tidak tepat rute/ cara
pemberian
f. Kategori IIIA : penggunaan antibiotika terlalu lama
g. Kategori IIIB : penggunaan antibiotika terlalu singkat
h. Kategori IVA : ada antibiotika lain yang lebih efektif
i. Kategori IVB : ada antibiotika lain yang kurang toksik/lebih
aman
j. Kategori IVC : ada antibiotika lain yang lebih murah
k. Kategori IVD : ada antibiotika lain yang spektrumnya lebih
sempit
l. Kategori V : tidak ada indikasi penggunaan antibiotika
m. Kategori VI : data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat
(36)
3.5 Tahapan Penelitian
a. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik.
b. Menghubungi Badan Litbang RSUP H. Adam Malik untuk mendapat
izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
c. Mengumpulkan data rekam medis pasien paska bedah dari bagian
rekam medis dan di ruang inap terpadu B (ruang A dan B) dan ruang inap terpadu B3 RSUP H. Adam Malik pada bulan September-Desember 2012.
d. Analisis data dan menyajikannya dalam bentuk tabel dan diagram
sehingga didapatkan kesimpulan terhadap permasalahan
3.6 Bagan Alur Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa proses sebelum pada akhirnya data disajikan. Proses penyajian data tersebut dapat dilihat pada alur penelitian di bawah ini.
(37)
Gambar 3.1 Alur Penelitian
3.7 Cara Kerja
3.7.1 Pengumpulan Data
Mengumpulkan data mengenai terapi antibiotika setiap hari dari catatan medis antara lain regimen antibiotika, identitas pasien, pengobatan yang diberikan pada pasein, data klinis dan data laboratorium.
3.7.2 Seleksi Data
Memilah data yang memenuhi kriteria inklusi dan memenuhi kriteria eksklusi.
3.8 Pengolahan Data
3.8.1 Evaluasi Kualitas Penggunaan Antibiotika
Evaluasi kualitas penggunaan antibiotika berdasarkan diagram alur Gyssens meliputi dosis dan interval antibiotika, lama pemberian antibiotika,
Meneliti data yang memenuhi kriteria inklusi dan memenuhi kriteria eksklusi
Melakukan evaluasi penggunaan antibiotika
berdasarkan diagram alur Gyssens
Melakukan pengolahan data
Melakukan penyajian hasil
Mengumpulkan data mengenai penggunaan antibiotika setiap hari dari catatan medis
(38)
efektivitas & toksisitas antibiotika, harga, spektrum, dan indikasi penggunaan antibiotika.
Pedoman yang digunakan untuk penelitian adalah:
− Pedoman Penggunaan Antibiotika RSUP H. Adam Malik tahun 2009
(RSUP. H. Adam Malik, 2009)
− Pedoman Penggunaan Antibiotika RSUP H. Adam Malik tahun 2012
(RSUP. H. Adam Malik, 2012)
− Peta bakteri dan Resistensi Antimikroba Rindu B RSUP H. Adam
Malik tahun 2012 (RSUP. H. Adam Malik, 2012)
− Hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium pasien
− AHFS Drug Information tahun 2005 (McEvoy, 2004)
− Drug Information Handbook with International Trade Names Index edisi 21 tahun 2012 (AphA, 2012)
− Pediatric & Neonatal Dosage Handbook with International Trade Names Index edisi 18 tahun 2012 (Taketomo, et.al, 2012)
Evaluasi kualitas antibiotika dilakukan dengan menggunakan metode Gyssens (lihat Gambar 2.2) yang terbagi dalam 0-VI kategori dan dinyatakan dalam presentase.
3.8.2 Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel
2007, disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian data dianalisis dengan
(39)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap regimen antibiotika yang diresepkan oleh dokter di ruang rawat inap Rindu B2A, Rindu B2B, Rindu B3 RSUP H. Adam Malik pada bulan Juli-September 2012. Alur pengambilan data subjek dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Proses Penelitian
Selama periode tersebut, mendapatkan 356 regimen antibiotika dari 97 pasien. Sebanyak 72 regimen antibiotika dari 27 pasien dieksklusi karena pasien pulang paksa sehingga terapi dihentikan (6 pasien), pasien meninggal dunia (5 pasien), dan pasien anak dengan data demografi tidak lengkap yang dalam hal ini tidak adanya pencatatan berat badan (16 pasien).
Regimen antibiotika yang ditemukan : 356
Eksklusi 72 regimen
• Terapi dihentikan karena pasien
pulang paksa/meninggal dan data demografi tidak lengkap pada pasien anak
Regimen antibiotika yang dievaluasi : 284
Kategori 0 : 131 regimen (rasional)
Kategori I–V : 148 regimen (tidak
rasional)
Kategori VI : 5 regimen
(40)
Penelitian menggunakan metode Gyssens yang dilakukan terhadap 284 regimen antibiotika menghasilkan evaluasi kategori 0 (rasional) sebanyak 131 regimen antibiotika, kategori I-V (tidak rasional) sebanyak 148 regimen, dan kategori VI sebanyak 5 regimen.
Pada penelitian ini, penggunaan antibiotika pada pasien paska bedah dapat diteliti jika rekam medis memiliki data-data lengkap. Menurut PERMENKES RI NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008, isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya memuat:
1. Identitas pasien;
2. Tanggal dan waktu.
3. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan/atau tindakan
8. Persetujuan tindakan bila diperlukan
9. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan 10. Ringkasan pulang
11. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
(41)
4.2 Data Deskriptif
4.2.1 Karakteristik Pasien yang Menerima Antibiotika
Dari hasil penelitian, data yang diteliti sebanyak 70 pasien dari 97 pasien paska bedah. Karakteristik pasien yang menerima antibiotika tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik pasien yang menerima antibiotika
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Kelompok Usia
• 0 – 5 tahun
• 6 - 11 tahun
• 12 - 16 tahun
• 17- 25 tahun
• 26 - 35 tahun
• 36 - 45 tahun
• 46 - 55 tahun
• 56 – 65 tahun
• > 65 tahun
0 2 4 9 13 17 9 9 7 0 2,9 5,7 12,9 18,6 24,3 12,9 12,9 10 Jenis Kelamin • Laki–laki • Perempuan 49 21 70 30 Lama rawat
• 1 - 5 hari
• 6 - 10 hari
• 11- 15 hari
• 16 - 20 hari
• >20 hari
3 20 18 12 17 4,3 28,6 25,7 17,1 24,3 Jumlah jenis antibiotika yang diterima
• 1-2 • 3-4 • 5-6 • >6 35 29 4 2 50 41,4 5,7 2,9 Pembiayaan
• < Rp. 100.000
• Rp. 100.000 - Rp. 500.000
• Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000
• > Rp. 1.000.000
19 31 9 11 27,1 44,3 12,9 15,7
(42)
Karakteristik pasien yang menerima antibiotika secara terinci terdapat pada lampiran 2. Kelompok usia yang terbanyak menerima antibiotika adalah kelompok umur 36 sampai 45 tahun sebesar 24,3% (tabel 4.1). Hal ini dikarenakan dari tiga ruangan yang di teliti hanya terdapat satu ruangan bedah anak sehingga kelompok usia dewasa lebih banyak. Lama perawatan pasien terbanyak berkisar antara 6-10 hari (28,6%). Sedangkan jumlah jenis antibiotika yang diterima pasien selama masa perawatan terbanyak berkisar antara 1-2 antibiotika (50%) antibiotika. Pembiayaan yang diterima pasien selama penggunaan antibotika terbanyak berkisar Rp. 100.000–Rp. 500.000 hal ini sesuai dengan jumlah jaminan terbanyak yang digunakan adalah Jamkesmas (72.9%) sehingga harga obat jauh lebih murah.
4.2.2 Gambaran Antibiotika yang Diterima
Regimen antibiotika yang di teliti sebanyak 284 regimen yang diterima oleh 70 pasien paska bedah yang di ruang rawat Rindu B2A, Rindu B2B, Rindu B3 RSUP H. Adam Malik pada bulan Juli-September 2012. Penggunaan antibiotika tersebut dievaluasi berdasarkan kualitasnya
menggunakan metode Gyssens. Gambaran penggunaan antibiotika tersebut
(43)
Tabel 4.2 Gambaran Penggunaan Antibiotika
Antibiotika
Jenis Terapi Kategori Gysens
Total
Pesentase (%)
ADD ADE ADET ADP 0 II B III A III B IV A VI
Amikasin 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0,4
AmoksisillinTrihidrat 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 2 0,7
Amoxicillin 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0,4
Cefadroksil 1 6 5 0 9 0 2 0 0 1 12 4,2
Ceftriaxone 16 15 59 39 50 0 31 4 42 2 129 45,4
Ciprofloksasin 7 22 10 0 27 0 3 5 4 0 39 13,7
Civell 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0,4
Clindamisin 0 2 1 0 3 0 0 0 0 0 3 1,1
Ethigent 1 3 1 0 1 3 0 0 1 0 5 1,8
Gentamisin 8 5 7 0 6 0 3 6 3 2 20 7,0
Jayacin 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0,4
Ketoconazole 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0,4
Levofloxacin 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0,4
Meronem 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0,4
Meropenem 6 2 1 0 4 0 0 3 2 0 9 3,2
Metronidazole 0 32 23 0 28 0 8 19 0 0 55 19,4
Ronem 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0,4
Starquin 0 2 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0,7
Total 41 96 108 39 135 3 48 41 52 5 284 100
Persentase 14,4 33,8 38,0 13,7 47,5 1,1 16,9 14,4 18,3 1,8 100
Keterangan: ADD: Antimicrobial Drug Documented therapy ADET: Antimicrobial Drug Extended Empiric Therapy
(44)
Karakteristik antibiotika beserta hasil penelitian kualitas penggunaannya secara terinci terdapat pada lampiran 3. Antibiotika yang paling banyak digunakan di ruang rawat Rindu B2A, Rindu B2B, Rindu B3 RSUP H. Adam Malik pada bulan Juli-September 2012 adalah ceftriaxone (45,4%) diikuti oleh metronidazole (19,4%) dan ciprofloksasin (13,7%), gentamisin (7%). Ceftriaxone merupakan antibiotika yang paling sering diresepkan karena ceftriaxone memiliki spektrum yang luas dan efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh berbagai bakteri dari gram positif dan gram negatif (McEvoy, 2004).
Setiap antibiotik yang diresepkan oleh dokter dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu terapi, profilaksis, dan unknown. Pemberian antibiotik tanpa adanya gejala klinis infeksi yang diberikan setengah sampai satu jam sebelum tindakan bedah disebut profilaksis. Peresepan untuk profilaksis diberi label ADP (Antimicrobial Drug Prophylaxis). Pemberian antibiotik
tipe terapi dapat dibedakan menjadi ADE (Antimicrobial Drug Empiric therapy) merupakan
terapi yang digunakan pada 72 jam pertama perawatan dan belum terdapat hasil kultur,
ADET (Antimicrobial Drug Extended Empiric therapy) merupakan terapi empirik luas tanpa
diagnosis definitif yang merupakan kelanjutan dari ADE dan ADD (Antimicrobial Drug
Documented therapy) merupakan terapi yang diberikan setelah diagnosis definitif tegak/setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi keluar.
Berdasarkan jenis terapi tersebut, antibiotika digunakan sebagai terapi profilaksis, empiris dan definitif. Penggunaan antibiotika terbesar sebagai terapi empiris diperpanjang ADET (38%), selanjutnya sebagai terapi empiris ADE (33,8%), definitif (14.4%) dan profilaksis (13.7%). Tingginya penggunaan antibiotika secara empiris dikarenakan tidak semua penyakit dilakukan kultur.
Pasien dengan jaminan juga tidak dapat langsung melakukan pengujian kultur, sehingga banyak pengujian yang tertunda menunggu proses persetujuan pengajuan jaminan. Selain itu pengujian kultur membutuhkan waktu empat sampai tujuh hari, sementara
(45)
yang paling tepat berdasarkan gambaran klinik pasien, perkiraan kuman penyebab dan pola kepekaannya.
Antibiotika yang paling banyak digunakan sebagai terapi empiris, terapi profilaksis dan definitif adalah ceftriaxone (tabel 4.2). Pedoman Penggunaan Antibiotika RSUP H. Adam Malik tahun 2012 menyebutkan, pemilihan ceftriaxone sebagai terapi profilaksis karena konsentrasi yang tinggi dalam jaringan dan darah (90-120ug/mL). Berdasarkan
literatur Drug Information, sefalosforin generasi kedua dan ketiga, tidak lebih baik
dibandingkan dengan generasi pertama. Karena pertimbangan biaya dan kekhawatiran tentang potensi munculnya resistensi akibat penggunaan anti infeksi spektrum luas (McEvoy, 2004).
Tingginya penggunaan ceftriaxone sebagai terapi definitif, bertentangan pula dengan aturan PERMENKES RI. Berdasarkan PERMENKES RI No. 2406 tahun 2011, yang menyatakan penggunaan antibiotika untuk terapi definitif sebaiknya mengutamakan pemilihan antibiotik dengan spektrum sempit.
Penggunaan antibiotika yang sama terlalu sering sebaiknya dihindari, hal ini dipertegas oleh Setiabudy yang menyatakan antimikroba mutakhir misalnya sefalosforin generasi ketiga, fluorokuinolon, aminoglikosida, seyogyanya tidak terlalu sering digunakan untuk keperluan rutin agar menjaga ketersediaan antimikroba efektif bila timbul masalah resistensi. Penggunaan antibiotika secara empiris dan profilaksis umumnya mengacu pada Pedoman Penggunaan Antbiotik RSUP H. Adam Malik tahun 2009.
Hasil evaluasi terhadap antibiotika berdasarkan kategori Gyssens memperlihatkan
bahwa sebagian besar antibiotika tergolong tidak rasional (kategori I-V) sebesar 50,7% sedangkan 47,5% termasuk pada kategori 0 atau rasional (Tabel 4.2).
Antibiotika yang dinyatakan rasional berdasarkan Gyssens dkk tahun 2001 akan
(46)
sejalan dengan Setiabudy yang menyatakan jika hasil senstivitas menunjukkan ada antimikroba lain yang lebih efektif, sedangkan dengan antimikroba semula gejala klinik penyakit menunjukkan perbaikan yang meyakinkan, antimikroba semula tersebut sebaiknya diteruskan. Oleh sebab itu, peneliti memberikan kategori rasional pada kasus ini.
Penggunaan antibiotika yang tidak sensitif namun memberikan dampak klinis yang baik seharusnya perlu ditindak lanjuti. Berdasarkan PERMENKES RI no 2406 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik evaluasi penggunaan antibiotika empiris dapat dilakukan seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Evaluasi Penggunaan Antibiotika Empiris
Hasil
Kultur Klinis Sensitivitas Tindak lanjut
+ Membaik Sesuai
Lakukan sesuai prinsip "De-Eskalasi"
(penggunaan antibiotik spektrum luas untuk terapi inisial dilanjutkan dengan penggunaan antibiotik dengan spektrum lebih
sempit)
+ Membaik/Tetap Tidak
Sesuai Evaluasi Diagnosis dan Terapi
+ Memburuk/Tetap Sesuai Evaluasi Diagnosis dan Terapi
+ Memburuk Tidak
Sesuai Evaluasi Diagnosis dan Terapi
- Membaik 0 Evaluasi Diagnosis dan Terapi
- Tetap/Memburuk 0 Evaluasi Diagnosis dan Terapi
Ketidaktepatan penggunaan antibiotika sebagian besar merupakan kategori IVA (adanya pilihan antibiotika lain yang lebih efektif) yaitu sebesar 18,3%. Dalam hal ini, masalah yang ditemukan adalah pengobatan atau pemilihan antibiotika yang diberikan tidak sesuai dengan hasil kultur. Meskipun hasil kultur menunjukkan bakteri resisten, namun penggunaan antibiotika tersebut terus dilanjutkan. Selain itu, juga ditemukan sensitivitas bakteri yang ditunjukkan pada pola kuman Rindu B terhadap antbiotika tertentu dinyatakan 100% tidak sensitif. Namun tetap saja penggunaan antibiotika tersebut diteruskan.
(47)
antibiotika lain sebab tidak semua antibiotika terdaftar dalam formularium penyedia yang digunakan pasien.
Sebagian besar antibiotika yang digunakan pada kategori ini adalah ceftriaxone. Pada kategori ini terdapat 39 regimen ketidaktepatan penggunaan ceftriaxone disebabkan regimen tersebut digunakan sebagai antibiotika profilaksis. Sesuai dengan PERMENKES RI NO.2406 tahun 2011 yang menyatakan secara tegas bahwa “tidak dianjurkan menggunakan sefalosforin generasi III dan IV, golongan karbapenem, dan kuinolon untuk profilaksis bedah”. Dikarenakan ceftriaxone merupakan antibiotika golongan sefalosforin generasi III maka regimen tersebut tidak tepat karena masih ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif.
Ketidaktepatan penggunaan antibiotika selanjutnya merupakan kategori IIIA (penggunaan antibiotika terlalu lama), yaitu sebesar (16,9%). Masalah yang ditemukan adalah dosis antibiotika yang diberikan secara empiris terlalu lama tanpa ditemukan adanya pemeriksaan kultur sebagai terapi definitif.
Ketidaktepatan berikutnya adalah penggunaan antibiotika merupakan kategori IIIB (penggunaan antibiotika terlalu singkat), yaitu sebesar (14,4%). Masalah yang ditemukan adalah dosis antibiotika yang diberikan terlalu singkat. Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotika yang tidak berkesinambungan, adanya pergantian dosis di hari berikutnya menyebabkan penggunaan regimen terhitung terlalu singkat.
Permasalahan dalam penentuan interval (IIB) menyebabkan ketidaktepatan penggunan antibiotika berikutnya. Sedangkan data tidak lengkap (kategori VI) yang dalam hal ini dikarenakan adanya lembaran rekam medis yang hilang, penulisan rekam medis yang tidak berkesinambungan serta penulisan demografi pasien yang tidak lengkap mengingat penelitian ini juga dilakukan secara retrospektif.
(48)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan hasil penelitian dengan metode Gyssens, penggunaan antibiotika yang
rasional sebesar 47,5% (kategori 0) sedangkan yang tidak rasional sebesar 50,7% yaitu kategori IIB (tidak tepat interval) 1,1%, IIIA (pemberian terlalu lama) 16,9%, IIIB (pemberian terlalu singkat) 14,4%, IVA (Alternatif lebih efektif) 18,3%, dan data tidak lengkap 1,8%.
2. Penggunaan antibiotika terbesar sebagai terapi empiris ADET (38%) dan ADE (33,8%),
selanjutnya definitif (14,4%) dan profilaksis (13,7%). Antibiotika yang paling banyak digunakan sebagai terapi empiris adalah ceftriaxone, sebagai terapi profilaksis adalah ceftriaxone dan definitif adalah ceftriaxone.
3. Jumlah antibiotika yang digunakan per pasien paling sering diberikan 1-2 antibiotika
(50%) dan lama perawatan yang paling sering adalah 6-10 hari (28,6%).
4. Biaya penggunaan antibiotika selama perawatan pada pasien paska bedah di RSUP H.
Adam Malik berkisar antara Rp.100.000-Rp.500.000 (44,3%).
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Diharapkan agar pemberian antibiotika empiris dilakukan bersamaan dengan pengujian
kultur.
2. Diharapkan agar pemberian antibiotika profilaksis dilakukan di satu lokasi yaitu di ruang OK (Operatie Kamer).
(49)
4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti evaluasi kualitatif dan kuantitatif secara prospektif dengan melakukan intervensi kepada dokter serta menguji fungsi ginjal dan hati selama penggunaan antibiotika.
(50)
DAFTAR PUSTAKA
AphA. (2012). Drug Information Handbook with International Trade Names Index. Edisi
ke-21. Ohio: Lexicomp. Halaman 93, 110, 323, 342, 389, 406, 849, 1020, 1068, 1155, 1198.
Arnold, F. W. (2004). Improving Antimicrobial Use: Longitudinal Assessment of an
Antimicrobial Team Including a Clinical Pharmacist, J Manag Care Pharm.
10(2):152-58.
Dertarani, V. (2009). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens di
Bagian Ilmu Bedah RSUP DR Kariadi. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B.G., dan Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi ke-7, New York: The McGraw-Hill, Halaman 1731.
Gyssens, I.C., dan Van der Meers, J.W.M. (2001). Quality of Antibicrobial Drug Prescription in Hospital, Clinical Microbiology Infection, 7(6): 12-15.
Gyssens, I.C. (2005). Audit for Monitoring the Quality of Antimicrobial Prsescription,
Dalam: Antibiotic Policies: Theory and Practice. Penyunting: Ian M. Gould., Jos W. M. Van der Meer, New York: Kluwer Academic Publishers, Halaman 197-207.
Hadi, U., Duerink, D.O., Lestari, E.S., Nagelkerke, N.J., Keuter, M., Suwandojo, E., Rahardjo, E., Van den Broek, P., dan Gyssens, I.C. (2008). Audit of antibiotic
prescribing in two governmental teaching hospitals in Indonesia. Clinical
Microbiology and Infectious Disease Journal. 14(7): 698–707.
Harahap, U., dan Hadisahputra, S. (1995). Resistensi dan Prinsip Penggunaan Antibiotika.
Edisi ke-1. Medan: USU Press. Halaman 8.
Kasper, D. L., Braunwald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L., dan Jameson, J. L.
(2009). Harrison’s Manual of Medicine. Edisi ke-17, New York: The McGraw-Hill,
Halaman 423.
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi
Antibiotik. Jakarta: Depkes RI. Halaman 27.
Kimin, A. (2013). Antibiotika Baru : Berpacu dengan Resistensi Kuman. Halaman
task=view&id&123&Itemid=9. Diakses tanggal 5 Juni 2013.
Laras, W. N. (2012). Kuantitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Bedah dan
Obstetri-Ginekologi RSUP DR. Kariadi Setelah Kampanye PP-PPRA. Karya Tulis Ilmiah.
Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP.
Lestari, E.S., Severin, J.A., Filius, P.M.G., Kuntaman, K., Duering, D.O., dan Hadi, U. (2008). Antimicrobial resistance among commensal isolates of Escherichia coli and Staphylococcus aureus in the Indonesian population inside and outside hospitals. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 27(1): 45-51.
Lisniawaty, A. N. (2012). Penggolongan Antibiotika. Halaman http://ndenayu.
blogspot.com/2012/12/penggolongan-antibiotika.html
McEvoy, K.G. (2004). AHFS Drug Information. Bethesda: America Society of Health
System. Halaman 154-169.
. Diakses tanggal 28 Agustus 2013
Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat. Pnerjemah: Mathilda B. Widianto, Anna Setiadi Ranti. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 635-660.
(51)
PERMENKES RI NOMOR 2406/MENKES/PER/XII/2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika. Jakarta: Depkes RI.
PERMENKES RI NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008. Rekam Medis. Jakarta: Depkes RI.
Reksoprawiro, S. (2008). Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pembedahan. Halaman
com
/attachment/0/SR-RcwoKCkQAAAKw4KA1/Prof.%20Sunarto-PENGGUNAAN_ANTIBIOTIK_PROFILAKSIS.doc?key=digestiv:journal: 31&nmid=135220022
RSUD Dr. Soetomo. (2009). Pedoman Penggunaan Antibiotik. Surabaya: RSUD Dr.
Soetomo. Edisi III. Halaman 35-42.
Diakses tanggal 28 Maret 2013.
RSUP H. Adam Malik. (2009). Pedoman Penggunaan Antibiotika. Medan: RSUP H. Adam
Malik. Edisi I. Halaman 4-54.
RSUP H. Adam Malik. (2011). Pedoman Penggunaan Antibiotika. Medan: RSUP H. Adam
Malik. Edisi II. Halaman 48-73.
Setiabudy, R. (2007). Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R., Nafrialdi,
Elysabeth, penyunting. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman 585, 592-593.
Takemoto, C.K., Hoding, J.H., dan Kraus, D.M. (2012). Pediatric & Neonatal Dosage
Handbook with International Trade Names Index. Edisi ke-18. Ohio: Lexicomp. Halaman 284, 289, 334, 703, 962, 999.
Tan H. T., dan Rahardja, K. (2003). Obat-obat Penting. Edisi ke-5. Jakarta: Gramedia.
Halaman 56.
(52)
Bedah
Plastik 28 L 30 - 13 hydroneprosis - - Jamkesmas
Bedah
Plastik 30 L 40 - 6 Fracture of mandible - - Jamkesmas
Bedah
Vaskuler 33 P 58 - 7
Benign neoplasm of unspecified
sitetumor abdomen - - Askes
Bedah
Digestif 37 P 40 - 5 Cholecystitis - - Askes
Bedah
Onkologi 38 L 32 - 17 Splenomegali - - Jamkesmas
Bedah
Onkologi 39 P 42 - 6 Breast - - Jamkesmas
Bedah
Onkologi 40 L 32 - 8
Unilateral or unspecified inguinal hernia, with obstruction, without
gangrene
- - Jamkesmas
Bedah
Urologi 41 L 76 - 23 Bladder, unspecified - - Jamkesmas
Bedah
Plastik 42 P 47 - 6 Chemotherapy session for neoplasm - - Jamkesmas
Bedah
Plastik 43 L 19 - 6 Fistula of intestine - - Jamkesmas
Bedah
Plastik 44 L 52 - 6 Malignant neoplasm of rectum - - Jamkesmas
Bedah
Vaskuler 45 L 51 - 10 ORIF Fr. Tibia Plateau Simple - - Jamkesmas
Bedah
(53)
Bedah
Urologi 47 L 70 - 6 batu buli - - Jamkesmas
Bedah
Digestif 52 P 47 - 13
Other and unspecified intestinal
obstruction - - Jamkesmas
Bedah
Onkologi 53 P 32 - 7 Nontoxic goitre, unspecified - - Jamkesmas
Bedah
Onkologi 54 P 34 - 7 Benign neoplasm of breast - - Jamkesmas
Bedah
Onkologi 55 L 70 - 14 Ca recti - - Jamkesmas
Bedah
Urologi 56 P 60 - 17 Batu Ginjal - - Askes
Bedah
Urologi 57 L 30 - 8 Calculus of kidney - - Jamkesmas
Bedah
Onkologi 58 P 49 - 14 ca recti - - Jamkesmas
Bedah Anak 59 P 12 30 32 Hirschsprung's disease - - Jamkesmas
Bedah
Digestif 60 P 40 50 11 Susp. Lymphoma - - Jamkesmas
Bedah
Digestif 61 L 32 60 5 Tumor Intra Abdomen Urine candida sp. Jamkesmas
Bedah
Urologi 62 P 39 50 21 Ca mamae - - Jamkesmas
Bedah
Urologi 63 L 11 35 11 Nipospadia - - Jamkesmas
Bedah
(54)
Bedah
Urologi 65 L 74 80 20
Benign prostatic hyperplasia+susp
ca.buli - - Jamkesmas
Bedah
Plastik 66 L 27 58 13 Fx Mandibula - - Jamkesmas
Bedah
Ortopedi 67 L 54 60 10 Fracture of mandible - - Jamkesmas
Bedah
Digestif 68 L 30 84 8 Appendiccal Abcess PUS
Staphylococcus
aureus Umum
Bedah
Digestif 69 P 16 40 6 Kronik Apendisitis Urine Escherichia coli Umum
Bedah
Digestif 70 L 44 55 11 Tumor Abdomen - - Umum
Bedah
Onkologi 71 P 54 56 6 Infiltrasi Cancer Mamae - -
Umum
Bedah
Onkologi 72 P 64 40 16 Ca recti feses - Jamkesmas
Bedah
Plastik 73 L 58 55 15 Benign prostatic hyperplasia - - Jamkesmas
Bedah
Ortopedi 74 L 57 65 6 Soft Tissue Tumor - - Askes
Bedah
Ortopedi 75 L 37 80 20 neglet (r)femur - - Jamkesmas
Bedah
Ortopedi 76 L 45 62 6 Dislocation of hip - - Jamkesmas
Bedah anak 77 L 12 35 14 Acute haemorrhagic gastritis - - Jamkesmas
(55)
Onkologi Bedah
Urologi 79 L 23 50 28 Urethral stricture, unspecified Urine staphylokokus aureus Jamkesmas
Bedah
Plastik 80 L 25 63 26 open right tibia fractur - - Jamkesmas
Bedah
Plastik 81 L 43 80 6
Burn and corrosion, body region
unspecified - - Askes
Bedah
Ortopedi 82 L 60 65 6 fx introchanter dextra - - Askes
Bedah
(56)
LAMPIRAN 3. Data Antibiotika
KP NO REGIMENANTIBIOTIKA
JLH ITEM AB PENGGUNAAN PERHARI PENGGUNAAN (HARI) JUM
LAH HARGA TOTAL HARGA
TOTAL BIAYA OBAT JENIS TERAPI KATE
GORI MASALAH
NAMA DOSIS RUTE
1 1 Ceftriaxone 1 gram / 24
jam i.v 7 1 2 2
Rp 4.987 Rp 9.974
Rp 1.288.596
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 2 Metronidazole 250 mg / 8
jam Oral 3 4 12 Rp 212 Rp 2.544 ADET 0 3 Metronidazole 500 mg / 8
jam i.v 3 2 6 Rp 8.736 Rp 52.416 ADE III B
AB terlalu singkat 4 Gentamisin 80 mg / 24
jam i.v 1 5 5 Rp 3.625 Rp 18.125 ADET 0 5 Metronidazole 500 mg/ 24 jam i.v 1 3 3 Rp 8.736 Rp 26.208 ADE 0 6 Ceftriaxone 500 mg / 12
jam i.v 2 3 6 Rp 4.987 Rp 29.922 ADE 0 7 Meropenem 350 mg / 12
jam i.v 2 3 6 Rp 162.500 Rp 975.000 ADE 0
8 Metronidazole 500 mg / 12
jam i.v 2 3 6 Rp 8.736 Rp 52.416 ADE 0 9 Ciprofloksasin 200 mg / 12
jam i.v 2 1 2 Rp 25.000 Rp 50.000 ADE III B
AB terlalu singkat 10 Cefadroksil 3 x 1 cth Oral 3 3 9 Rp 7.999 Rp 71.991 ADE 0
2 11 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 2 3 6 Rp 4.987 Rp 29.922
Rp 172.069
ADE 0 12 Metronidazole 500 mg / 12
jam i.v 2 1 2 Rp 8.736 Rp 17.472 ADE III B
AB terlalu singkat 13 Ceftriaxone 1 gram / 24
jam i.v 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 14 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 12 24 Rp 4.987 Rp 119.688 ADD 0
Kultur Resisten 3 15 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 4 2 8 16 Rp 4.987 Rp 79.792
Rp 612.191
ADET
0
16 Ceftriaxone 1 gram / 24
jam i.v 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
(57)
Lampiran 3., Sambungan
17 Metronidazole 500 mg / 24 jam i.v 1 2 2 Rp 8.736 Rp 17.472 ADE 0 18 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 10 20 Rp 4.987 Rp 99.740 ADD 0
Kultur Resisten 19 Ciprofloksasin 500 mg / 12
jam Oral 2 17 34 Rp 300 Rp 10.200 ADD IV A
Kultur Resisten 20 Ciprofloksasin 200 mg / 12
jam i.v 2 8 16 Rp 25.000 Rp 400.000 ADD IV A
Kultur Resisten 4 21 Ceftriaxone 1 gram /12
Jam i.v 3 2 10 20 Rp 4.987 Rp 99.740
Rp 322.086
ADET III A AB terlalu lama
22 Metronidazole 500 mg / 8
jam i.v 3 4 12 Rp 8.736 Rp 104.832 ADET 0 23 Ceftriaxone 1 gram /12
Jam i.v 2 11 22
Rp 4.987 Rp 109.714
ADD 0
sensitivitas 0% pada peta kuman 24 Ciprofloksasin 500 mg / 12
jam Oral 2 13 26 Rp 300 Rp 7.800 ADD IV A
Kultur Resisten 5 25 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 4 2 5 10 Rp 6.000 Rp 60.000
Rp 188.484
ADET III A tidak ada respon
26 Clindamisin 300 mg / 8
jam Oral 3 3 9 Rp 720 Rp 6.480 ADE 0 27 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 5 10 Rp 6.000 Rp 60.000 ADD IV A
Kultur Resisten 28 Cefadroksil 500 mg / 12
jam Oral 2 18 36 Rp 660 Rp 23.760 ADD III A
AB terlalu lama
29 Ethigent 40 mg / 24
jam i.v 1 1 1 Rp 38.244 Rp 38.244 ADD IV A
Kultur Resisten 6 30 Ceftriaxone 1 gram / 6
jam i.v 12 4 6 24 Rp 6.000 Rp 144.000
Rp 3.689.262
ADET 0 31 Civell 200 mg / 12
jam i.v 2 2 4 Rp 32.400 Rp 129.600 ADE III B
AB terlalu singkat 32 Clindamisin 300 mg / 8 jam Oral 3 10 30 Rp 720 Rp 21.600 ADET 0
33 Starquin 200 mg/ 24
jam i.v 1 1 1 Rp 3.300 Rp 3.300 ADE 0 34 Jayacin 200 mg / 12
jam i.v 2 2 4 Rp 32.340 Rp 129.360 ADE III B
AB terlalu singkat 35 Starquin 200 mg / 12 i.v 2 1 2 Rp 3.300 Rp 6.600 ADE 0
(58)
jam
36 Ciprofloksasin 200 mg / 12 jam i.v 2 1 2 Rp 30.000 Rp 60.000 ADE III B AB terlalu singkat 37 Clindamisin 150 mg / 8 jam Oral 3 3 9 Rp 720 Rp 6.480 ADE 0
38 Metronidazol
e 500 mg / 8 jam i.v 3 5 3 Rp 204 Rp 612 ADET 0
39 Meronem 500 mg / 4 jam i.v 6 1 6
Rp 170.775 Rp 1.024.650 ADE III B
AB terlalu singkat
40 Ronem 500 mg / 4 jam i.v 6 2 12
Rp 179.775 Rp 2.157.300 ADE III B
AB terlalu singkat 41 Levofloxacin 500 mg / 12 jam Oral 2 3 6 Rp 960 Rp 5.760 ADE 0
7 42 Ciprofloksasi
n 200 mg / 12 jam i.v 4 2 15 30 Rp 25.000 Rp 750.000
Rp 903.790
ADET III A AB terlalu lama
43 Gentamisin 80 mg / 8 jam i.v 3 5 15 Rp 3.625 Rp 54.375 ADET 0 44 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 9 18 Rp 4.987 Rp 89.765 ADET 0 45 Ciprofloksasi
n 500 mg / 12 jam Oral 2 4 8 Rp 300 Rp 2.400 ADET 0
46 Gentamisin 80 mg / 12 jam i.v 2 1 2 Rp 3.625 Rp 7.250 ADE III B AB terlalu singkat 8 47 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 4 2 3 6 Rp 4.987 Rp 29.922
Rp 2.624.897
ADE 0
48 Ceftriaxone 1 gram / 24 jam i.v 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 49 Meropenem 1 gram / 8 jam i.v 2 7 14 Rp 181.250 Rp 2.537.500 ADD 0
50 Metronidazole 500 mg / 8 jam i.v 3 2 6 Rp 8.748 Rp 52.488 ADE III B AB terlalu singkat 9 51 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 3 2 3 6 Rp 4.987 Rp 29.922
Rp 871.886
ADE 0 52 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 11 22
Rp 4.987 Rp 109.714 ADD 0
Kultur Resisten
53 Meropenem 1 gram / 12 jam i.v 2 2 4
Rp 181.250 Rp 725.000 ADD IV A
Kultur Resisten
54 Gentamisin 80 mg / 12 jam i.v 2 1 2
Rp 3.625 Rp 7.250 ADD IV A
Kultur Resisten 10 55 Ceftriaxone 1 gram / 24 jam i.v 1 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987 Rp
304.207 ADP IV A
bukan utk terapi
(59)
profilaksis 56 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 30 60 Rp 4.987 Rp 299.220 ADET 0 Kultur Resisten 11 57 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 4 2 1 2
Rp 4.987 Rp 9.974
Rp 3.898.717
ADE III B AB terlalu singkat 58 Metronidazol
e 500 mg / 24 jam i.v 1 9 9 Rp 8.736 Rp 78.624 ADET III A
AB terlalu lama
59 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 18 36 Rp 4.987 Rp 179.532 ADD III A
60 Ceftriaxone 1 gram / 24 jam i.v 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 61 Meropenem 1 gram / 12 jam i.v 2 10 20 Rp 181.250 Rp 3.625.000 ADD 0
62 Gentamisin 80 mg / 12 jam i.v 2 1 2
Rp 300 Rp 600 ADD IV A
Kultur Resisten 63 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 2 5 10 Rp 4.987 Rp 49.870 ADET 0
12 64 Ceftriaxone 1 gram / 24 jam i.v 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987 Rp 1.707.730
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 65 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 10 20
Rp 4.987 Rp 99.740 ADET IV A
Kultur Resisten 66 Ciprofloksasi
n 500 mg / 12 jam Oral 2 14 28 Rp 300 Rp 8.400 ADET 0
Kultur Resisten 67 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 5 2 13 26
Rp 4.987 Rp 129.662 ADET III A
AB terlalu lama
13 68 Ciprofloksasi
n 500 mg / 12 jam Oral 2 1 2 Rp 300 Rp 600
Rp 28.136.449
ADE III B AB terlalu singkat
69 Meropenem 500 mg / 12 jam i.v 2 3 6
Rp 162.500 Rp 975.000 ADD IV A
Kultur Resisten 70 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 28 56
Rp 4.987 Rp 279.272 ADD 0
Kultur Resisten 71 Metronidazol
e 500 mg / 8 jam i.v 3 9 27 Rp 8.748 Rp 236.196 ADET 0
72 Gentamisin 80 mg / 8 jam i.v 3 8 24
Rp 3.625 Rp 87.000 ADD 0
Kultur Resisten 73 Ceftriaxone 1 gram / 24 jam i.v 3 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
(60)
14 74 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 5 10 Rp 4.987 Rp 49.870
Rp 1.819.903
ADET 0
75 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 2 8 16 Rp 4.987 Rp 79.792 ADD IV A Kultur Resisten 76 Amikasin 250 mg / 6
jam i.v 4 14 56 Rp 500.000 Rp 28.000.000 ADD III A
77 Gentamisin 80 mg / 8 jam i.v 3 2 6
Rp 300 Rp 1.800 ADD IV A
Kultur Resisten 78 Ceftriaxone 1 gram / 24 jam i.v 4 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 15 79 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 22 44 Rp 4.987 Rp 219.428
Rp 104.727
ADET III A AB terlalu lama
80 Gentamisin 80 mg / 12
jam i.v 2 12 24 Rp 300 Rp 7.200 ADET III A
AB terlalu lama
81 Metronidazole 500 mg / 8
jam i.v 3 11 33 Rp 8.736 Rp 288.288 ADET III A
AB terlalu lama
82 Meropenem 1 gram / 12
jam i.v 2 4 8 Rp 162.500 Rp 1.300.000 ADET 0
83 Ceftriaxone 1 gram / 24
jam i.v 1 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 16 84 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 10 20 Rp 4.987 Rp 99.740
Rp 939.983
ADET 0 85 Ceftriaxone 1 gram / 24
jam i.v 4 1 1 1
Rp 4.987 Rp 4.987
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis 17 86 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 3 6 Rp 4.987 Rp 29.922
Rp 1.110.161
ADE 0 87 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 7 14 Rp 4.987 Rp 69.818 ADD IV A
Kultur Resisten 88 Metronidazole 500 mg /
8jam i.v 3 7 21 Rp 8.736 Rp 183.456 ADET 0 89 Meropenem 1 gram / 12
Jam i.v 2 2 4 Rp 162.500 Rp 650.000 ADD III B
AB terlalu singkat 90 Ciprofloksasin 500 mg / 12
jam Oral 2 3 6 Rp 300 Rp 1.800 ADD IV A
Kultur Resisten 91 Ceftriaxone 1 gram / 12 jam i.v 3 2 6 12 Rp 4.987 Rp 59.843 ADET III A AB terlalu lama
(61)
19 92 Metronidazole 500 mg / 8
jam i.v 3 6 18 Rp 8.736 Rp 157.254
Rp 821.822
ADET 0 93 Gentamisin 80 mg / 12 jam i.v 2 17 34 Rp 3.625 Rp 123.250 ADD III A 94 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 22 44
Rp 4.987 Rp 219.425
ADD 0
sensitivitas 0% pada peta kuman 95 Metronidazole 500 mg / 8
jam i.v 3 21 63 Rp 8.736 Rp 550.389 ADET III A
AB terlalu lama
96 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 3 2 6 12 Rp 4.987 Rp 59.843 ADET III A
AB terlalu lama
20 97 Metronidazole 500 mg / 8
jam i.v 3 6 18 Rp 8.736 Rp 157.254
Rp 1.458.678
ADET III A AB terlalu lama
98 Ceftriaxone 1 gram / 24
jam i.v 1 1 1
Rp 8.736 Rp 8.736
ADP IV A
bukan utk terapi
profilaksis
99 Gentamisin 80 mg / 8 jam i.v 3 1 3
Rp 3.625 Rp 10.875 ADE III B
AB terlalu singkat 100 Metronidazole 500 mg / 24 jam i.v 1 2 2 Rp 8.736 Rp 17.473 ADE III B AB terlalu singkat 101 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 20 40 Rp 4.987 Rp 199.477 ADD III A
AB terlalu lama
102 Metronidazole 500 mg / 8
jam i.v 3 3 9 Rp 8.736 Rp 78.627 ADE 0
103 Metronidazole 500 mg / 6 jam i.v 4 8 32 Rp 8.736 Rp 279.563 ADET III A AB terlalu lama 104 Ceftriaxone 1 gram / 24
jam i.v 1 2 2 Rp 4.987 Rp 9.974 ADD III B
AB terlalu singkat 105 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 5 2 3 6 Rp 4.987 Rp 29.922 ADE 0 21 106 Ceftriaxone 1 gram / 12
jam i.v 2 10 20 Rp 4.987 Rp 99.739
Rp 585.350
ADD 0 107 Gentamisin 80 mg / 8 jam i.v 3 9 27 Rp 3.625 Rp 97.875 ADD 0 108 Ketoconazole 200 mg / 12
jam Oral 2 5 10 Rp 405 Rp 4.046 ADD 0 109 Ciprofloksasin 200 mg / 8
jam i.v 3 9 27 Rp 25.000 Rp 675.000 ADD 0 110 Ciprofloksasin 200 mg / 12
(1)
2 =
Rp. 100.000 - Rp. 500.000
3 =
Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000
4 = > Rp. 1.000.000
(2)
Lampiran 5.
Hasil analisis statistik deskriptif karakteristik antibiotika
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent antibiotika * terapi 284 100,0% 0 0,0% 284 100,0% antibiotika * gysens
284 100,0% 0 0,0% 284 100,0%
antibiotika * terapi Crosstabulation
Count
terapi
Total ADD ADE ADET ADP
Antibiotika Amikasin 1 0 0 0 1 AmoksisillinTrihidrat 0 1 1 0 2 Amoxicillin 0 1 0 0 1 Cefadroksil 1 6 5 0 12 Ceftriaxone 16 15 59 39 129 Ciprofloksasin 7 22 10 0 39
Civell 0 1 0 0 1
Clindamisin 0 2 1 0 3
Ethigent 1 3 1 0 5
Gentamisin 8 5 7 0 20
Jayacin 0 1 0 0 1
Ketoconazole 1 0 0 0 1 Levofloxacin 0 1 0 0 1
Meronem 0 1 0 0 1
Meropenem 6 2 1 0 9 Metronidazole 0 32 23 0 55
Ronem 0 1 0 0 1
Starquin 0 2 0 0 2
(3)
antibiotika * gysens Crosstabulation
Count
gysens
Total 0 II B III A III B IV A VI
antibiotika Amikasin 0 0 1 0 0 0 1 AmoksisillinTrihidrat 2 0 0 0 0 0 2
Amoxicillin 1 0 0 0 0 0 1
Cefadroksil 9 0 2 0 0 1 12 Ceftriaxone 50 0 31 4 42 2 129 Ciprofloksasin 27 0 3 5 4 0 39
Civell 0 0 0 1 0 0 1
Clindamisin 3 0 0 0 0 0 3
Ethigent 1 3 0 0 1 0 5
Gentamisin 6 0 3 6 3 2 20
Jayacin 0 0 0 1 0 0 1
Ketoconazole 1 0 0 0 0 0 1 Levofloxacin 1 0 0 0 0 0 1
Meronem 0 0 0 1 0 0 1
Meropenem 4 0 0 3 2 0 9
Metronidazole 28 0 8 19 0 0 55
Ronem 0 0 0 1 0 0 1
Starquin 2 0 0 0 0 0 2
(4)
(5)
Lampiran 7.
Surat Izin Penelitian di Ruang Rawat Inap Terpadu B RSUP. H.
Adam Malik Medan
(6)