Hanafi Sinaga, “Pengaruh Bio Va-Mikoriza Dan Pemberian Arang

ABSTRAK

M. Hanafi Sinaga, “Pengaruh Bio Va-Mikoriza Dan Pemberian Arang

Terhadap Jamur Fusarium oxysporum Pada Tanaman Cabai Capsicum Annum Di Lapangan” dibawah bimbingan Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Tanaman Buah Berastagi, Kabupaten Karo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial terdiri dari 2 faktor yakni faktor Mikoriza 10, 20, 30, gPolybag dan faktor Arang dengan 12 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan Persentase serangan penyakit Fusarium oxysporum tertinggi terdapat pada perlakuan M0 yaitu tanpa menggunakan Mikoriza, sebesar 28,21 dan yang terendah M3 Mikoriza 30 g sebesar 2,12. Dan Faktor Arang terhadap persentase serangan Fusarium oxysporum berbeda nyata pada A0 tanpa perlakuan sebesar 15,39 dan yang terendah A2 Arang Cangkang Kelapa Sawit sebesar 9,13 , gejala serangan terendah terdapat pada kombinasi M3A2 mikoriza 30g dengan arang cangkang kelapa sawit sebesar 0,71 . Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan solanaceae. Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2.000 spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan negeri tropis. Namun yang dapat dimanfaatkan hanya beberapa spesies saja. Di antaranya adalah kentang Solanum tuberosum, cabai Capsicum annum, dan tembakau Nicotiana tabacum Setiadi, 2005. Daerah sentra penanaman cabai di Indonesia tersebar mulai dari sumatera Utara sampai Sulawesi Selatan. Di daerah Sumatera utara meliputi: Langkat, Deli Sedang, tanah Karo, Simalungun, tapanuli Selatan. Daerah tersebut masih menerapkan system budidaya yang bersifat tradisional. Hanya mengandalkan populasi tanaman yang tinggi tanpa diimbangi dengan penerapan teknologi Prajnanta , 1998. Tanaman cabai sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai pemberi rasa pedas pada masakan atau makanan.oleh karena itu, tanaman ini menjadi identik dengan rasanya yang pedas. Cabai digolongkan menjadi cabai besar Capsicum annum dan cabai kecil Capsicum frutescens yang lebih dikenal dengan cabai rawit Setiawan, 1995. Tanaman cabai banyak diserang oleh hama dan penyakit. Baik di persemaian sampai ditanam ke lapangan. Salah satu penyakit yang menyerang adalah penyakit Fusarium oxysporum. Cara pengendalian yang paling baik tidak Universitas Sumatera Utara hanya memperhatikan kepada pengendalian satu atau beberapa jenis hama dan penyakit, tetapi sebaiknya harus dengan cara pengelolaan tanaman secara terpadu Sutarno, 1995. Penggunaan agen biologi sebagai pengendali patogen tular tanah memerlukan kondisi tanah yang cukup mendukung. Menurut Kobayashi dan Branch 1989 dalam Hersanti 1997, kombinasi perlakuan antara jamur MVA dengan arang cangkang kelapa sawitpada tanaman ketimun lebih aktif dalam menekan layu Fusarium oxysporum f.sp. cucumberinum, Rhizoctonian solani, Pythium spp. VA-Mikoriza adalah jamur yang hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan akar tanaman. Bio VA-Mikoriza dapat membantu dan mempermudah akar tanaman dalam menyerap mineral dan unsur hara dari dalam tanah Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2006. Sehubungan dengan uraian diatas, untuk mengetahui lebih lanjut dalam menekan serangan jamur Fusarium oxysporum sp. maka perlu diadakan suatu penelitian untuk mengendalikan penyakit ini di lapangan pada tanaman cabai. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh Bio VA-Mikoriza dan pemberian beberapa jenis arang terhadap jamur Fusarium oxysporum pada tanaman Cabai 2. Untuk mengetahui jenis arang yang efektif dalam membantu pertumbuhan Bio VA-Mikoriza untuk menekan jamur Fusarium oxysporum pada tanaman Cabai 3. Untuk mengetahui interaksi Bio VA-mikoriza dengan arang dalam menekan penyakit F. oxsporum sp. Universitas Sumatera Utara Hipotesis Penelitian Arang dapat meningkatkan pertumbuhan Bio VA-Mikoriza dalam menekan pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum sp. Kegunaan Penelitian - Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan - Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Menurut Agios 1996, Penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Ascomycota Kelas : Sordariomycetes Ordo : Hypocreales Famili : Nectriaceae Genus : Fusarium Spesies : Fusarium oxysporum f.sp capsici Fusarium sp. menghasilkan 3 jenis spora. Mikrokonidia tidak berwarna, bersel tunggal, berbentuk bulat dengan panjang 6-15 µ m dan berdiameter 3-5 µm. Makrokonidia berbentuk bulan sabit, tidak berwarna, mempunyai 3-5 sekat, masing-masing panjangnya 30-50 µ m dan berdiameter 2-5 µ m. Klamidospora halus, berbentuk bola, bersel tunggal yang menghasilkan miselium yang tua dan rata-rata berdiameter 10 µm. Ketiga jenis spora tersebut merupakan patogen tular tanah yang akan menginfeksi tanaman. Setelah mengadakan infeksi, tanaman akan mati kemudian jamur dan spora tersebut akan tetap berada di dalam tanah dimana jamur dapat bertahan pada jangka waktu yang tidak terbatas Lucas, et al., 1985. Konidiofor dapat bercabang dan dapat tidak, dan membawa monofialid. Mikrokonidia bersepta 0-2, terbentuk lateral pada fialid yang sederhana, atau terbentuk pada fialid yang terdapat pada konidiofor bercabang pendek, umumnya Universitas Sumatera Utara terdapat dalam jumlah banyak sekali terdiri dari aneka bentuk dan ukuran, berbentuk ovoid-elips sampai silindris, lurus atau sedikit membengkok Gandjar, dkk., 1999. Gbr. 1. Fusarium oxysporum a. Konidiofor , b. Makrokonidia, c. Klamidospora, d. Mikrokonidia Sumber: http:ipm.illinois.edudiseasesseries900Diakses tanggal 22 April 2010 Daur Hidup Penyakit Patogen penyebab layu Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui biji yang terkontaminasi atau pencangkokan tanaman yang terinfeksi. Jamur ini dapat menginfasi tanaman melewati sistem serabut akar dan mengganggu proses pengambilan air dan mineral pada tanaman. Perkembangan infeksi dan penyakit layu Fusarium, didukung oleh suhu tanah yang hangat 80 º F dan kelembapan tanah yang rendah Cahyono, 2008. Inokulum patogen dapat masuk melalui akar dengan penetrasi langsung atau melalui luka, didalam jaringan tanaman, patogen dapat berkembang secara interseluler dan intraseluler Winarsih, 2007. Jamur F. oxysporum aktif pada suhu antara 25 dan 32 °C. Karena jamur menghasilkan spora istirahat chlamydospores, jamur dapat bertahan hidup di Universitas Sumatera Utara dalam tanah tidak terbatas bahkan bila tidak ada tanaman inang tumbuh. Tanah asam pH 5,0 - 5,6 dan amonium nitrogen amonium nitrat dan urea mempercepat perkembangan penyakit Varela and Seif, 2004. Gejala Serangan Gejala serangan yang diamati secara visual adalah tanaman dewasa layu. Tanaman biasanya layu mulai dari daun bagian bawah dan anak tulang daun menguning. Setelah infeksi daun-daun tanaman memucat, gejala tersebut menjalar sampai 2 cm di atas permukaan tanah. Tanaman dapat menjadi layu sepihak Semangun, 2000. Gejala layu Fusarium ditandai dengan menguningnya daun yang lebih tua kemudian berubah menjadi kecoklatan dan layu tanaman akan merambat dan diikuti dengan runtuhnya tanaman. Jika batang yang terinfeksi dibelah jaringan vaskular menunjukkan perubahan warna cokelat Varela and Seif, 2004. Gbr.2. Gejala serangan layu Fusarium pada tanaman cabai Sumber: http:indonesiachili.compest.htm Diakses tanggal 14 Januari 2010 Universitas Sumatera Utara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pada suhu yang tinggi umumnya tanaman lebih stres dan lebih rentan terhadap F. oxysporum. Walaupun sulit untuk mengatakan bahwa perubahan iklim yaitu peningkatan suhu merupakan satu-satunya penyebab peningkatan status perkembangan penyakit layu Fusarium Wiyono, 2007. Perkembangan penyakit dibantu oleh cuaca yang lembab. Selama musim hujan banyak terjadi infeksi baru. Penyakit busuk pangkal batang banyak terdapat di kebun-kebun yang terlalu rapat dan drainase yang kurang baik. Semakin tua, penyakit semakin banyak Semangun, 2000. Pengendalian Cara pengendalian penyakit layu fusarium adalah dengan penanaman jenis tanaman yang tahan. Beberapa usaha untuk mengendalikan penyakit dengan fungisida tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tetapi diberitakan bahwa pencelupan akar benomyl 1.000 ppm memberikan hasil yang baik. Usaha untuk mengendalikan penyakit dengan meningkatkan suhu tanah dengan mulsa plastik memberikan banyak harapan, namun masih memerlukan banyak penelitian untuk dapat dianjurkan dalam praktek Semangun, 2000. Bio VA-Mikoriza Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman. Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun membentukmiselium yang tersusun longgar pada permukaan akar. Universitas Sumatera Utara jamur juga membentuk vesikula dan arbuskular yang besar di dalam sel korteks, sehingga sering disebut dengan VAM Vesicular-Arbuscular Miccorhizal. Akar yang bermikorisa dapat memproduksi bahan atsiri yang bersifat fungistatik yang jauh lebih banyak dibanding dengan akar yang tidak bermikorisa Feronika, 2003. Infeksi CMA pada akar tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh dosis CMA atau pupuk yang diberikan. Tanpa pemberian pupuk, infeksi CMA meningkat sejalan dengan bertambahnya dosis CMA hingga 15 g tanaman. Hal yang sama juga terlihat pada pemberian 100 pupuk NPK, di mana infeksi akar meningkat pada pemberian CMA sampai 20 gtanaman. Pemberian 50 pupuk NPK ditambah 5 g CMA memberikan persentase infeksi akar yang sama dengan 100 pupuk NPK ditambah 15 g CMA. Tinggi rendahnya persentase infeksi CMA pada akar tanaman jagung dipengaruhi oleh banyaknya CMA dan pupuk yang diberikan Musfal, 2010. Gambar 3. Glomus sp. a : Hifa ; b : Spora Sumber : Dewi 2007 Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar akan terhambat, disamping itu mikoriza akan menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak a b Universitas Sumatera Utara cocok bagi pertumbuhan patogen. Dipihak lain, jamur mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen Dewi A, 2007. Bio VA-Mikoriza adalah jamur yang hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan akar tanaman. Bio VA-Mikoriza ini digunakan untuk membantu dan mempermudah akar tanaman menyerap mineral dan unsur hara dari dalam tanah khususnya fosfat dan air. Tanaman yang berasosiasi dengan VA- Mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan. Ada 4 manfaat mikoriza yaitu : 1. Berfungsi melarutkan mineral tanah khususnya fosfat yang sangat dibutuhkan tanaman. 2. Membantu proses penyerapan mineral dan air ke dalam akar tanaman. 3. Menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman antimikrobial. 4. Digunakan cukup hanya sekali pada saat tanaman disemai, jumlah VA-Mikoriza terus bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2006. Salah satu pengaruh positif adanya infeksi MVA yaitu dapat meningkatkan retensi tanaman terhadap kekurangan air, anakan yang akarnya terinfeksi oleh MVA, cepat pulih dan dapat tumbuh dengan baik dalam pembibitan, hal ini disebabkan MVA mampu meningkatkan kapasitas absorbs air pada tanaman inang. mikoriza dapat meningkatkan serapan N, P dan, K. Kehadiran mikoriza pada tanah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan nilai tegangan osmotik sel-sel tanaman pada tanah yang kadar airnya cukup rendah, sehingga tanaman dapat melangsungkan kehidupannya Tirta, 2006. Universitas Sumatera Utara Inokulasi Mikorhiza dan rhizobium sebagai pupuk hayati pada tanah pasir dapat membantu meningkatkan kandungan dan serapan hara akar tanaman. Mikorhiza merupakan bentuk simbiosis akar tanaman dengan suatu jenis jamur. Simbiosis ini dapat menyediakan enzim fosfatase yang dapat melarutkan fosfat tak tersedia dalam mineral-mineral sekunder menjadi bentuk fosfat tersedia bagi tanaman. Hifa-hifa mikorhiza juga dapat menambah daerah penyerapan bulu-bulu akar untuk ketersediaan hara dan air tanaman. Bakteri Rhizobium dapat meningkatkan unsur N bagi tanaman pada tanah-tanah yang kurang subur Saptiningsih, 2007. Cendawan mikoriza arbuskula CMA merupakan salah satu mikroorganisme antagonis yang dapat digunakan untuk mengendalikan pathogen tular tanah. Mekanisme perlindungan tanaman inang oleh CMA terhadap pathogen tular tanah meliputi kompetisi fotosintat, kompetisi tempat kolonisasi dan infeksi, modifikasi morfologi akar tanaman inang serta antibiosis Rossiana, 2009. Mikoriza adalah simbiosis antara fungi dengan akar tanaman yang memiliki banyak manfaat dibidang pertanian, diantaranya adalah membantu meningkatkan status hara tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan, penyakit dan kondisi tidak menguntungkasn lainnya Nurbaity dkk, 2009. Pemberian inokulum mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tumbuhan dan kemampuan tanaman memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi jamur MVA dapat memperluas bidang serapan akar, berkat adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang Universitas Sumatera Utara melebihi jangkauan bulu akar. Selain itu MVA dapat pula meningkatkan kandungan klorofil, penyerapan air, dan zat perangsang tumbuh. Terpacunya produksi substansi-substansi zat perangsang tumbuh, menjadikan tanaman lebih toleran terhadap shock, terutama untuk tanaman yang dipindahkan ke lapangan Rompas, 1997. Cendawan mikoriza arbuskula mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan proses fisiologi pada tanaman. Pengaruh dari cendawan mikoriza arbuskula terhadap tanaman sering dihubungkan dengan peningkatan serapan hara terutama posfor Roslian dkk, 2006. Secara alami terdapat asosiasi mikoriza antara fungi dan tanaman dalam bentuk mutualisme. Berdasarkan aspek fungsional, simbiosis mutualisme dikatakan berhasil apabila kedua simbion dapat memanfaatkan fungi simbiosis secara maksimal. Manfaat fungsional yang diperoleh FMA dapat dilihat dari adanya pembentukan arbuskula dan atau vesikula di dalam sel-sel akar serta produksi yang tinggi. Perkembangan FMA dan produksi spora membutuhkan energi yang diperoleh melalui C organik dari tanaman inang Purnomo, 2008. Inokulasi mikoriza meningkatkan perkecambahan biji cabai ±30 dan mempercepat umur bibit cabai 14 hari. Artinya inokulasi mikoriza dapat mempercepat semaian cabai dan waktu tanam dilapangan. Apabila jika waktu penanaman bibit di lapangan dilakukan pada umur 5 minggu setelah semai. Bibit yang terlalu besar mengalami kesulitan beradaptasi dilapangan, maka di lapangan tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih banyak mati Rosliani dan Sumarni, 2009. Universitas Sumatera Utara Peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen juga dipengaruhi oleh adanya beberapa jamur MVA yang dapat menghasilkan antibiotik, misalnya fenol, quinone dan berbagai phytoalexine. Tanaman yang terinfeksi jamur MVA dapat memproduksi bahan atsiri yang bersifat fungistatik jauh lebih banyak dibanding dengan yang tidak terinfeksi MVA. Juga mengandung asam amino 3-10 kali lebih banyak dibanding tanaman yang tidak terinfeksi MVA. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan ketahanan melalui eksudat akar. Eksudat akar yang terinfeksi jamur MVA berbeda dengan eksudat akar yang tidak terinfeksi jamur MVA. Perubahan eksudat akar sangat mempengaruhi mikroorgainsme dalam rhizosfer dan bentuk perubahannya dapat mengakibatkan meningkatkan ketahanan tanaman, sehingga dapat menguntungkan tanaman karena tanaman dapat terhindar serangan patogen tanah. Dosis yang umum digunakan adalah sebesar 20 gamtanaman Soenartiningsih dan Talanea, 1997. Aplikasi cendawan mikoriza dimungkinkan dengan cara memanfaatkan cendawan mikoriza lokal yang cocok dengan inang pohon yang akan diintroduksi dalam skala besar. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat memanen air relatif lebih banyak Santoso,dkk. 2006. Universitas Sumatera Utara Gambar 4: Diagam of a typical colony of an arbuscular mycorrhiza showing the root and penetration by the fungus Dewi 2007 Perkembangan kolonisasi FMA dimulai dengan pembentukan suatu apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal yang berasal dari spora yang berkecambah. Apresorium tersebut masuk ke dalam akar melalui celah antar epidermis, kemudian membentuk hifa intraseluler di sepanjang epidermis akar. Setelah proses itu berlangsung, terbentuk arbuskula dan vesikula Dewi, 2007. Arang Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95 karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi Tryana dan Sarma, 2007. Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif, antara lain: tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung biji kelapa sawit, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara Tryana dan Sarma, 2007. Universitas Sumatera Utara Arang cangkang kelapa sawitmempunyai kemampuan menjadi media tumbuh yang baik bagi beberapa jamur antagonis, sehingga perkembangan jamur MVA menjadi lebih baik, dan mampu menekan jamur penyebab penyakit tumbuhan Hersanti, 1997. Pemberian arang cangkang kelapa sawitdapat meningkatkan ketersediaan unsur hara, suasana pH tanah yang lebih sesuai, dan porositas tanah yang lebih baik, sehingga pertumbuhan dan perkembangan populasi Mikoriza lebih baik. Dosis arang cangkang kelapa sawityang diberikan untuk membantu pertumbuhan Mikoriza adalah sebesar 37,5 gam tanaman Hersanti, 1997. Sekam padi merupakan limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara luas dan secara umum jumlahnya cukup banyak, di berbagai daerah pertanian. Sekam padi mengandung 11,5 air, 20,03 abu dan 44,31 selulosa. Bio VA-Mikoriza dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber karbon dan energi untuk kebutuhan hidupnya Winarsih dan Syafrudin, 2008. Karakteristik briket arang yang terbuat dari TKKS dan cangkang sawit sangat berbeda, seperti yang terlihat pada Tabel, No Karakteristik Briket arang tandan kosong sawit Briket arang cangkang sawit 1 Kadar air, 9.77 8.47 2 Kadar abu, 17.15 9.65 3 Kadar zat terbang, volatile matter 29.03 21.10 4 Kadar karbon terikat, fixed carbon 53.82 69.25 5 Keteguhan tekan, kgcm2 2.10 7.82 6 Nilai kalor, kalg 5_578.00 6_600.00 Karakteristik Briket Arang dari TKKS dan Cangkang Sawit Didiek dkk,2005. Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Buah Berastagi, Jl. Medan-Berastagi KM. 60. Ketinggian tempat 1.340 m dpl. Pelaksanaan dimulai bulan Desember 2010 sampai Juni 2011. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah tanaman Cabai varietas lokal, Bio VA-Mikoriza, arang cangkang kelapa sawit, arang sekam padi, PDA, tanaman yang terserang F. oxysporum, alkohol 96 , Clorox 0,1, dan Aquades. Adapun alat yang dipergunakan adalah cangkul, pisau, timbangan, erlenmeyer, petridish, gelas ukur, mikroskop, pipet tetes, jarum ose, inkubator, meteran, objek glass, pinset, bunsen, aluminium foil, cling wrap, selotip, autoclave, kukusan tanah, ayakan tanah, handsprayer dan alat tulis Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok RAK faktorial dengan 2 faktor yaitu : Faktor 1 : Bio VA-Mikoriza M M0 : Kontrol tanpa perlakuan M1 : Bio VA-Mikoriza dengan dosis 10 gtan M2 : Bio VA-Mikoriza dengan dosis 20 gtan Universitas Sumatera Utara M3 : Bio VA-Mikoriza dengan dosis 30 gtan Faktor 2 : Pemberian Arang A A0 : Kontrol tanpa perlakuan A1 : Arang sekam padi A2 : Arang cangkang kelapa sawit Kombinasi Perlakuan : M0A0 M0A1 M0A2 M2A0 M2A1 M2A2 M1A0 M1A1 M1A2 M3A0 M3A1 M3A2 Jumlah kombinasi perlakuan tanaman = 12 Jumlah ulangan r = t-1 r-1 ≥ 15 12-1 r-1 ≥ 15 11r-1 ≥ 15 11r ≥ 15 + 11 r ≥ 26 : 11 r ≥ 2,36 r ≈ 3 Jumlah ulangan = 3 Kombinasi perlakukan : 12 perlakuan Ulangan : 3 blok Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman Jumlah plot : 36 plot Jumlah sampel yang diamati : 4 tanplot Universitas Sumatera Utara Jumlah tanaman sample seluruhnya : 144 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman Jarak antara plot : 70 cm Jarak antara blok : 100 cm Jarak antara polibeg : 40 x 40 cm Model linier yang digunakan adalah : Y ijk = µ + α i + β j + αβ ij + ∈ ijk Keterangan : Y ijk = Respon tanaman yang diamati µ = Nilai tengah umum rataan α i = Pengaruh taraf ke – i dari faktor A β j = Pengaruh taraf ke – j dari faktor B αβ = pengaruh interaksi taraf ke – i dari faktor A dan taraf ke – j dari faktor B Є ijk = pengaruh sisa galat percobaan taraf ke – i dari faktor A dan taraf ke– j dari faktor B pada ulangan ke k Sastrosupadi, 2000 Persiapan Penelitian Penyediaan Sumber Inokulum Fusarium oxysporum Sumber inokulum diambil dari tanaman cabai yang terserang F. oxysporum. Bagian tanaman yang terinfeksi dibersihkan dengan air steril, lalu dipotong-potong 0,5 cm, kemudian disterilkan dengan khlorox 1 selama 3 Universitas Sumatera Utara menit. Dibersihkan dengan air steril. Selanjutnya potongan tersebut dikeringkan di atas tissue dan ditanam dalam media PDA. Media tersebut disimpan dalam inkubator. Setelah miselium F. oxysporum tumbuh, diisolasi kembali untuk mendapatkan biakan murni. Persiapan Benih Untuk menyiapkan benih, diperlukan buah cabai yang benar-benar masak dan sehat. Buah cabai dibiarkan menua di pohonnya, setelah itu dipetik dan dibiarkan selama dua atau tiga hari sampi buah merekah dan berair. Lalu pisahkan biji dari bagian yang lain. Cuci biji biji cabai dengan air, setelah itu keringkan. Benih yang telah kering dapat disimpan dalam wadah kaleng atau botol botol yang kering. Lalu simpan benih ditempat sejuk dan kering Persiapan Tempat Penyemaian Untuk menyemaikan bibit beberapa ratus batang dapat digunakan bak persemaian yang dibuat dari kayu yang murah dengan ukuran lebar 30-40 cm, panjang 50-60 cm, dan 15-20 cm. Untuk menyemaikan ribuan bibit lebih baik mempergunakan persemaian biasa. Petakan persemaian harus benar benar gembur dan ditabur kompos 1 kalengmeter panjang. Lebar petakan cukup dengan 75 cm, dengan aluran antara petakan selebar 40 cm untuk memudahkan pemeliharaan Universitas Sumatera Utara Penyemaian Benih yang sudah dipersiapkan dapat langsung disemai pada tempat penyemaian yang telah disediakan. Biji yang telah tersebar itu kemudian ditutup dengan kompos, lalu disiram. Untuk menghindarkan kerusakan akibat kekeringan atau hujan, petakan ditutup dengan jerami kering atau atap. Seminggu kemudian pada semaian sudah mulai tampak daun pertama, lalu dipindahkan kedalam polibag . Persiapan Media Tanam Tanah top soil dan kompos yang akan digunakan 3:1 diayak terlebih dahulu. Media campuran tersebut disterilkan dengan menggunakan uap panas untuk membunuh mikroorganisme pada media tanam. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan drum pengkukus pada suhu 120 C dan tekanan 1,2 atm selama ± 1 jam. Media yang telah dipanaskan dikeluarkan dari kukusan, lalu dikering-anginkan di atas plastik di ruangan tertutup sampai dingin. Kemudian media tanam tersebut diberi pupuk. kemudian diaduk rata. Hal ini bertujuan agar unsur hara yang diberikan merata pada masing-masing polibag. Pemberian Arang dan Bio VA-Mikoriza Pengaplikasian arang dilakukan pada saat pengisian tanah kedalam polibeg. Arang sekam padi dan arang cangkang kelapa sawit pada setiap perlakuan. Setelah 7 hari dilakukan pengaplikasian Bio VA-Mikoriza dengan dosis 10g, 20g dan 30g pada setiap perlakuan. Universitas Sumatera Utara Inokulasi Fusarium oxsysporum Biakan dari F. oxsysporum diberi aquades steril sebanyak 10 ml, kemudian miselium dari media PDA dikikis dengan menggunakan jarum ose sehingga bagian permukaan atas dari media terlepas. Lalu dishaker selama 15 menit dengan kecepatan 100-150 rpm agar media tercampur dengan larutan air. Setelah itu, suspensi disaring dengan kertas saring. Suspensi diambil 1 ml dan diteteskan di atas Haemocytometer dengan menggunakan pipet tetes. Dibiarkan ruangan Haemocytometer dipenuhi oleh suspensi jamur. Setelah merata dihitung jumlah konidia pada setiap kotak contoh yang berisi 16 kotak kecil, lalu dihitung kerapatan jamur. Kemudian suspensi tersebut diencerkan sehingga diperoleh konidia yang diinginkan yaitu 10 6 konidialiter air. Suspensi tersebut diambil sebanyak 10 ml dan dicampurkan dengan 1 liter air, sehingga diperoleh konsentrasi yang siap diaplikasikan yaitu 10 ml suspensi F. oxysporumliter air. Inokulasi F. oxysporum dilakukan dengan cara dituang merata ke sekeliling pangkal batang. Sebelum F. oxysporum di inokulasikan, terlebih dahulu akar tanaman dilukai karena F. oxysporum akan lebih cepat menginfeksi jika ada pelukaan. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman cabai meliputi aktifitas penyiraman dilakukan 1 kali sehari, pengajiran setelah tanaman berumur 1 bulan, pemupukan, penyiangan gulma, dan pemangkasan Prajnanta, 1998. Universitas Sumatera Utara Parameter Pengamatan Persentase Serangan Fusarium oxysporum Pengamatan dilakukan dengan mengamati tanaman cabai yang terserang jamur F. oxysporum. Pengamatan pertama dilakukan 7 hari setelah inokulasi suspensi Fusarium sp. Pengamatan dilakukan sebanyak 8 kali dengan interval 1 minggu sekali. Persentase kerusakan dihitung dengan menggunakan rumus: a PS = x 100 N Dimana, PS = persentase serangan a = Jumlah tanaman yang terserangperlakuan N = Jumlah tanamanperlakuan Moekasan, dkk, 2000. Produksi Cabai Produksi mulai dihitung dari cabai siap panen, pemanenan dilakukan dengan interval 3 hari sekali, dengan menimbang berat cabai yang dipanen dari setiap plot perlakuan kgplot. Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Bio-VA Mikoriza terhadap Fusarium oxysporum