PENURUNAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN SEMESTER MELALUI TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS X DI SMA N 1 PLERET.

(1)

PENURUNAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN SEMESTER MELALUI TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA

SISWA KELAS X DI SMA N 1 PLERET

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Hadiya Risyadi NIM 11104244051

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh

(Andrew Jackson)

Janganlah hidup dalam kecemasan karena hanya akan membuatmu takut untuk maju dan berhasil


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Persembahan karyaku sebagai tanda kasihku kepada

 Bapak (Alm. Suparman) dan Ibuku (Umayah) tercinta atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan, dan doa yang selalu dipanjatkan, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat serta kebahagiaan untuk keluarga ini.

 Kakak-kakakku (Risdianto dan Dede Wahyudi) tersayang, terima kasih atas dorongan semangat serta canda dan tawa.

 Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

vii

PENURUNAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN SEMESTER MELALUI TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA

SISWA KELAS X DI SMA N 1 PLERET Oleh

Hadiya Risyadi NIM 11104244051

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipenurunan tingkat kecemasan siswa kelas X dalam menghadapi Ujian Semester di SMA N 1 Pleret dan prosesnya melalui teknik desensitisasi sistematis.

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan (action research) dengan pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah lima siswa kelas X.1 SMA N 1 Pleret yang mempunyai kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester kategori tinggi. Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan Skala Kecemasan dan pedoman observasi. Uji validitas instrumen menggunakan validitas logis dengan expert judgement, sedangkan uji skala realibilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach dan diperoleh koefisien reliabilitas skala kecemasan sebesar 0,877. Untuk mengetahui adanya penurunan kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis digunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan kriteria keberhasilan sedang sampai dengan rendah dan uji wilcoxon.

Hasil penelitian ini yaitu: 1) kecemasan siswa dapat diturunkan melalui teknik desensitisasi sistematis. Penurunan kecemasan siswa dibuktikan dengan perolehan rata-rata pre-test sebesar 126,6 atau kategori tinggi menjadi 99,2 atau kategori rendah setelah post-test. 2) Proses menurunkan kecemasan melalui teknik desensitisasi sistematis yaitu dengan mengidentifikasi kondisi yang menyebabkan kecemasan, kemudian mengubahnya dengan kondisi yang lebih nyaman melalui relaksasi dengan proses berulang-ulang dengan tujuan melawan kondisi kecemasan, sehingga membuat kecemasan sedikit demi sedikit menurun atau bahkan sampai tidak mengalami kecemasan lagi


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah menerima dan menyetujui judul penelitian ini.

4. Ibu Yulia Ayriza, M. Si. Ph. D. Dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan dorongan yang tiada henti-hentinya.

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi peneliti.


(9)

ix

6. Bapak Drs Imam Nurrohmat kepala sekolah SMA N 1 Pleret Bantul Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian sehingga peneliti dapat melakukan penelitian di SMA N 1 Pleret Bantul Yogyakarta.

7. Bapak Drs. Rusdiyanto dan Ibu Siti Qomariyah S. Pd guru bimbingan dan konseling SMA N 1 Pleret Bantul Yogyakarta yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

8. Siswa-siswi SMA N 1 Pleret Bantul Yogyakarta atas kesediaannya membantu dalam pelaksanaan penelitian.

9. Sahabatku tersayang Rully, Denny, Febrian, Zahrul, Kristianti, Dafid, dan semua teman-teman BK A 2011 yang tiada henti memberikan semangat, dorongan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

10. Kekasih tercinta yang selalu mendoakan serta memberikan perhatian, pengertian, kesabaran, dan dukungan semangat, terutama disaat penyusunan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah memberikan bantuan dan dukungan demi terselesaikannya skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 18 Oktober 2015 Peneliti


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... . iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian... 10

G. Definisi Operasional ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Mengenai Kecemasan ... 14

1. Pengertian Kecemasan ... 14

2. Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Semester ... 16

3. Ciri-ciri Kecemasan ... 17


(11)

xi

5. Jenis-jenis Kecemasan ... 22

6. Gangguan Kecemasan ... 25

7. Dampak Kecemasan ... 27

8. Penanggulangan Kecemasan ... 29

B. Kajian Teori Mengenai Teknik Desensitisasi Sistematis ... 31

1. Pengertian Teknik Desensitisasi Sistematis ... 31

2. Tujuan dan Manfaat Teknik Desensitisasi Sistematis ... 33

3. Tahapan Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 35

4. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Desensitisasi Sistematis ... 38

C. Teknik Desensitisasi Sistematis untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Semester... 39

D. Kerangka Pikir ... 42

E. Hipotesis Tindakan ... 44

F. Pertanyaan Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 46

B. Subjek Penelitian ... 47

C. Variabel Penelitian ... 48

D. Tempat, Waktu, dan Setting Penelitian ... 49

E. Desain Penelitian ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 52

1. Kuesioner ... 52

2. Observasi... 53

G. Instrumen Penelitian ... 53

1. Skala Kecemasan ... 54

2. Pedoman Observasi ... 59

H. Rencana Tindakan ... 60

1. Pra Tindakan ... 60

2. Rancangan Tindakan ... 61

3. Observasi... 65


(12)

xii

I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 66

1. Uji Validitas Instrumen ... 66

2. Uji Realibilitas Instrumen ... 68

J. Teknik Analisis Data ... 69

K. Kriteria Keberhasilan ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 72

1. Tempat Penelitian ... 72

2. Waktu Penelitian ... 73

B. Subjek Penelitian ... 75

C. Pra Tindakan ... 76

D. Hasil Pelaksanaan Tindakan ... 79

1. Perencanaan ... 79

2. Tindakan ... 80

3. Hasil Tindakan ... 94

4. Refleksi dan Evaluasi ... 97

E. Pengujian Hipotesis Wilcoxon Match Pairs Test ... 99

F. Pembahasan Hasil Data ... 101

G. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian ... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 108

Daftar Pustaka ... 109


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1.Kisi-kisi Skala Kecemasan Menghadapi Ujian Semester ... 56

Tabel 2. Penskoran Aitem ... 58

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi ... 60

Tabel 4. Rangkuman Aitem Gugur dan Sahih ... 67

Tabel 5. Kategorisasi Kecemasan ... 70

Tabel 6. Kegiatan Pemberian Tindakan ... 73

Tabel 7. Hasil Pre-test Kelas X. 1 ... 78

Tabel 8. Data Penurunan Skor Kecemasan Siswa ... 96


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Pengaruh Desensitisasi Sistematis Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan ... 49 Gambar 2. Proses Dasar Penelitian Tindakan dimodifikasi dari Burns ... 51 Gambar 3. Skema Penurunan Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian

Semester ... 52 Gambar 4. Hasil Pre-test Kelas X.1 ... 78 Gambar 5. Penurunan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Semester ... 97


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Uji Coba Skala Kecemasan... 112

Lampiran 2 Rekapitulasi Uji Coba Skala Kecemasan ... 119

Lampiran 3 Skala Kecemasan ... 127

Lampiran 4 Hasil Uji Pre-test ... 133

Lampiran 5 Daftar Hadir ... 138

Lampiran 6 Lembar Persetujuan ... 140

Lampiran 7 Daftar Pengkondisian ... 142

Lampiran 8 Daftar Identifikasi Hirarki Kecemasan ... 144

Lampiran 9 Hasil Uji Post-test ... 146


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah sebuah perhiasan dalam kemakmuran dan tempat bernaung dalam kesengsaraan. Pendidikan bukanlah persiapan hidup karena pendidikan adalah hidup itu sendiri. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak untuk mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang di dalamnya. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda agar menjadi sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam era persaingan bebas. Melalui pendidikan, taraf hidup suatu bangsa akan meningkat, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan kualitas serta mengembangkan potensi sumber daya manusia. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003).

Dalam dunia yang kompetitif saat ini, tidak bijaksana apabila mengabaikan pentingnya pendidikan untuk pengembangan masyarakat secara keseluruhan. Meningkatkan mutu pendidikan adalah jawaban dan suatu keharusan yang dilakukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berdaya saing. Guna meningkatkan mutu pendidikan


(17)

2

maka diadakan perbaikan dan peningkatan dalam standarisasi sistem pendidikan yang sudah ada, dengan disesuaikan perkembangan yang terjadi.

Penyelenggaraan Ujian Nasional merupakan bentuk evaluasi guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang dilakukan pemerintah serta dijadikan sebagai salah satu penentu kelulusan dan dasar keberlanjutan pendidikan siswa ke jenjang berikutnya. Pada Permendikbud No. 144 Tahun 2014 tentang kriteria kelulusan siswa dalam Bab I bagian V, menjelaskan Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu (Kemdiknas, 2014).

Pelaksanaan Ujian Nasional pada beberapa tahun terakhir selalu penuh dengan kontroversial yang menimbulkan pro dan kontra di dunia pendidikan. Pro dan kontra timbul karena nilai UN dijadikan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah Anies Baswedan mengungkapkan bahwa pemerintah tidak akan menghapus Ujian Nasional, namun hasil Ujian Nasional tidak jadi tolok ukur kelulusan, Ujian Nasional 2014/2015 hanya dijadikan pemetaan pemerataan kualitas pendidikan nasional (Kompasiana, 2014).

Sebagai upaya untuk mengurangi polemik tentang pengadaan Ujian Nasional pada tahun ajaran 2014/2015 Pemerintah dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menggunakan formula baru yang tertuang dalam Permendikbud No. 144 Tahun 2014 berkenaan kriteria kelulusan Ujian Nasional atau penyelenggaraan Ujian Nasional. Kriteria kelulusan siswa


(18)

3

untuk Ujian Nasional SMA/MA/SMALB/SMK/MAK adalahnilai akhir setiap mata pelajaran yang di Ujian Nasional-kan paling rendah 4,0 dan rata-rata nilai akhir untuk semua mata pelajaran paling rendah 5,5. Sistem penghitungan nilai sebagai penilaian kelulusan adalah 50% nilai sekolah + 50% nilai Ujian Nasional. 50% nilai sekolah terdiri dari 70% Nilai Rapor + 30% Nilai Ujian Sekolah.

Perbedaan yang paling mencolok adalah kelulusan tidak hanya ditentukan dari nilai Ujian Nasional saja seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi ditentukan juga oleh nilai sekolah. Nilai sekolah ini ialah nilai gabungan antara nilai Ujian Sekolah dengan Nilai rata-rata rapor.

Pada tahun ajaran 2013/2014, pengumuman hasil Ujian Nasional yang mana tes sudah dilaksanakan pada tanggal 14-16 April 2014, pada tahun ajaran tersebut tercatat tingkat kelulusan Ujian Nasional jenjang SMA/MA mencapai 99,52% dari total peserta Ujian Nasional SMA/MA yang berjumlah 1.632.757 siswa, sebanyak 7.811 (0,48%) dinyatakan tidak lulus (Aktual Post, 20 Mei 2014). Pada tahun ajaran 2014/2015, dengan menggunakan formula baru diharapkan lebih meningkatkan lagi kelulusan siswa dalam Ujian Nasional.

Keberhasilan pada peningkatan kelulusan siswa SMA yang hampir merata di berbagai daerah dengan menggunakan formula baru ternyata menimbulkan sebuah sumber ketakutan dan presepsi-prespsi baru yang negatif bagi siswa terhadap Ujian Semester. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap beberapa siswa SMA, hal itu diakui siswa setelah mereka


(19)

4

mengetahui sistem kelulusan yang baru.Ketakutan siswa dalam menghadapi Ujian Semester semakin besar, hal ini diakeranakan bagi siswa saat ini nilai dari Ujian Semester menjadi memiliki peran yang lebih penting lagi, selain sebagai penentu kenaikan kelas juga dijadikan sebagai salah satu penentu kelulusan siswa. Mendapatkan nilai terbaik di Ujian Nasional saat ini belum dapat menyelamatkan siswa untuk lulus sekolah, sehingga siswa harus lebih sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal-soal Ujian Semester apabila ingin lulus sekolah. Perasaan takut serta memiliki presepsi negatif terhadap Ujian Semester itu dapat disebut sebagai kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester.

Hal ini diperkuat berdasarkan hasil penelitian kecemasan menghadapi Ujian Semester yang dilakukan oleh I Gede Tresna (2011: 103) menyatakan bahwa kecemasan menghadapi Ujian Semester dipicu oleh kondisi pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif yang tidak terkendali menyebabkan kondisi menjadi tegang, manifestasi afektif yang tidak terkendali mengakibatkan timbulnya perasaan akan terjadinya hal buruk, dan perilaku motorik yang tidak terkendali menyebabkan siswa menjadi gugup dan gemetar saat menghadapi Ujian Semester. Sebuah penelitian oleh Ayu Kurnia Sari (2012: 2) menyatakan bahwa di sekolah, banyak sekali faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang kompetitif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian yang ketat merupakan faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari


(20)

5

faktor kurikulum, sedangkan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang menimbulkan kecemasan adalah, bahwa siswa memersepsikan kondisi atau situasi yang akan dihadapinya tersebut dirasa sulit untuk menyelesaikannya.

Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Ujian Semester menjadi salah satu penyebab timbulnya kecemasan pada siswa. Perasaan takut serta memiliki persepsi yang negatif terhadap Ujian Semester itu dapat disebut sebagai kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester.

Kecemasan menghadapi Ujian Semester tampak terjadi di SMA N 1 Pleret. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMA N 1 Pleret, siswa kelas X mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester.erdasarkan hasil pengamatan, kecemasan tampak terjadi pada siswa kelas X.1 di SMA Negeri 1 Pleret, apabila tidak mendapat penanganan, maka siswa yang mengalami kecemasan akan menjadi semakin parah, sehingga dapat berdampak negatif pada dirinya. Siswa kelas X.1 yang mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester itu terlihat dari reaksi fisik mereka yang terlihat gugup dan tegang ketika sedang menghadapi Ujian Semester.

Menanggapi permasalahan tersebut dan terkait dengan kewajiban konselor sekolah, maka sudah tentunya dibutuhkan model konseling yang efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa tersebut yang penyebabnya sangat variatif., maka dari itu guru bimbingan dan konseling dan peneliti sepakat untuk melakukan sebuah action research dengan teknik


(21)

6

desensitisasi sistematis ini untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester.

Berdasarkan wawancara langsung dengan guru bimbingan dan konseling serta siswa SMA N 1 Pleret didapatkan informasi bahwa di SMA N 1 Pleret ini memang belum mendapatkan layanan bimbingan dan konseling secara maksimal. Hal ini dikarenakan dengan tidak adanya jam bimbingan konseling klasikal, sehingga guru bimbingan dan konseling hanya masuk kelas setiap ada jam kosong sebagai pengganti saja, namun itupun masih dirasa tidak efektif. Keadaan ini tentu saja membuat siswa tidak dapat merasakan layanan bimbingan dan konseling sebagaimana mestinya, serta belum sepenuhnya dapat memahami dan menjadikan bimbingan dan konseling sebagai sarana dalam mendapatkan layanan bimbingan dan konseling yang dibutuhkan. Selain itu, teknik yang digunakan oleh guru bimbingan dan konseling hanya ceramah dan pemberian saran serta solusi, sehingga perlu pula teknik-teknik lain yang lebih efektif dan menarik bagi siswa. Salah satunya peneliti memilih teknik desensitisasi sistematis untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam mengahdapi Ujian Semester di SMA N 1 Pleret.

Wolpe (dalam Corey, 2009: 209) telah mengembangkan suatu respon yakni relaksasi, yang secara psikologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis disosialisasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Desensitisasi sistematis adalah teknik yang cocok digunakan


(22)

7

untuk menangani fobia, tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya dapat diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan.

Teknik ini bisa diterapkan secara efektif pada berbagai situasi pengahasil kecemasan terhadap ujian, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi dan frigditas seksual. Dalam relaksasi konseli dianjurkan untuk membayangkan situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di pinggir pantai, danau atau tempat santai lainnya. Hal yang terpenting adalah konseli diminta untuk mencapai keadaan tenang atau relaks, sehingga merasakan suatu kedamaian. Dalam penelitian ini, selain dianjurkan seperti cara yang sudah dipaparkan, peneliti juga menganjurkan cara-cara lain yang dapat digunakan oleh siswa dalam relaksasi untuk menurunkan tingkat kecemasan.

Penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa telah banyak dilakukan, di antaranya penelitian Ayu Kurnia Sari (2012: 12) menyatakan penerapan model konseling behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa, hal ini terbukti dari peningkatan skor kecemasan siswa berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kecemasan. Persentase skor kecemasan siswa 62,15% menjadi 66,3% pada siklus I dan dari 66,3% menjadi 82,85% pada siklus II, data tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan persentase skor sebesar 4,15% dari kondisi awal ke siklus I dan 16,55% dari siklus I ke siklus II, semakin tinggi persentase skor kecemasan semakin rendah kriteria kecemasan yang dialami siswa ketika menghadapi Ujian Semester. Sebuah penelitian oleh Lumbang


(23)

8

Gaol (2014) menyatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan siswa, hal ini teruji dengan menggunakan uji t yang diperoleh dari perhitungan dengan hasil thitung =10,13 > ttabel =1,796 ini berarti hipotesa yang menyatakan terdapat pengaruh teknik desensitisasi sistematis terhadap penurunan tingkat kecemasan siswa.

Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa teknik desensitisasi sistematis diprediksikan mampu menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester. Diprediksikan efektif karena pada dasarnya kecemasan siswa terjadi akibat kekurang mampuan momposisikan diri dalam situasi Ujian Semester, sehingga memunculkan ketegangan dan pikiran yang kurang rasional. Dalam hal ini dilakukan penelitian untuk mengatahui seberapa besar efektivitas pemberian model konseling tersebut sebagai upaya menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester. Menurut Sofyan Willis (2004: 71) teknik desensitisasi sistematis bertujuan mengajarkan siswa untuk memberikan terapi terhadap respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami siswa sehingga teknik ini akan berupaya mengkondisikan siswa dari yang tidak nyaman menjadi lebih tenang dan relaks dalam menghadapi Ujian Semester.

Berdasarkan penelitian sebelumnya serta berbagai pertimbangan hasil yang akan didapat dari teknik desensitisasi sistematis dan bertitik tolak dari masalah kecemasan yang dialami siswa kelas X dalam menghadapi Ujian Semester, maka peneliti akan mengkaji secara ilmiah dengan penelitian


(24)

9

tentang “Penurunan Kecemasan Menghadapi Ujian Semester Melalui Teknik Desensitisasi Sistematis Pada Siswa Kelas X di SMA N 1 Pleret”.

Dari penjabaran uraian yang telah dikemukakan, diharapkan dengan adanya penerapan teknik desensitisasi sistematis dapat berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester, sehingga siswa yang memiliki persepsi bahwa Ujian Semester merupakan momok yang menakutkan secara bertahap berubah menjadi sesuatu hal yang tidak menakutkan dengan perasaan dapat menaklukannya.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain:

1. Adanya formula baru untuk menentukan kriteria kelulusan siswa yang berbeda dari tahun sebelumnya yaitu mengikutsertakan nilai sekolah yang mana Ujian Semester termasuk di dalamnya, sehingga menyebabkan siswa mengalami kecemasan.

2. Kecemasan pada siswa menimbulkan dampak negatif dan siswa cenderung tidak segera menangani kecemasanya, sehingga siswa masuk dalam masalah yang dapat menimbulkan dampak yang sangat bahaya bagi kehidupan kedepannya.

3. Metode bimbingan untuk penurunan tingkat kecemasan siswa masih kurang, karena hanya melalui ceramah dan memberikan saran.


(25)

10

4. Guru bimbingan dan konseling belum begitu mengenal dan mengetahui tata cara penggunaan teknik desensitisasi sistematis yang baik dan benar serta belum pernah menggunakannya untuk menurunkan kecemasan.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitian pada siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester dan menurunkan tingkat kecemasan dengan teknik desensitisasi sistematis. Pembatasan masalah ini dilakukan supaya penelitian lebih fokus, memperoleh hasil yang optimal, dan menjadi suatu teknik yang dapat menurunkan tingkat kecemasan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang peneliti tetapkan adalah sebagai berikut:

1. Apakah teknik desensitisasi sistematis dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa kelas X dalam menghadapi Ujian Semester?

2. Bagaimana upaya menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis?


(26)

11 E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan di atas, maka tujuan penelitian ini:

1. Untuk menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.

2. Untuk mengetahui proses menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain meliputi:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan data kajian hasil penelitian mengenai cara menurunkan kecemasan melalui teknikdesensitisasi sistematisdan cara menyelesaikan masalah siswa lain yang serupa melalui teknik desensitisasi sistematisdi bidang bimbingan dan konseling.

2. Secara Praktis

a. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Bagi pihak jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, penelitian ini harapannya mampu memberikan kontribusi ilmiah dalam upaya untuk menurunkan tingkat kecemasan.


(27)

12 b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling (BK) mendapatkan pengetahuan mengenai manfaat teknik desensitisasi sistematis sebagai salah satu cara untuk menurunkan tingkat kecemasan, sehingga dapat diterapkan pada siswa bimbingannya, agar dapat secara optimal mengikuti kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah..

c. Bagi siswa kelas X di SMA N 1 Pleret

Siswa dapat menurunkan tingkat kecemasan mereka dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis, sehingga siswa dapat menghadapi Ujian Semester dengan tenang.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bahan referensi dalam mengembangkan teknik yang lebih efektif dan efisien dalam menurunkan tingkat kecemasan.

G. Definisi Operasional

Sebagai cara untuk menghindari adanya kesalahpahaman tentang batasan istilah yang dimaksud dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut:

1. Desensitisasi Sistematis

Teknik desensitisasi sistematis adalah model konseling behavioral dengan menekankan penggunaan teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk merubah tingkah laku atau respon negatif yang tidak adaptif dengan


(28)

13

respon yang lebih adaptif. Individu dalam teknik desensitisasi sistematis ini, dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan. Situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Hal ini terus diulang hingga terjadi penurunan secara bertahap dari respon cemas ke respon yang lebih adaptif. Teknik desensitisasi sistematis akan membantu siswa dalam memperbaiki pola tingkah lakunya dengan melakukan relaksasi yang menenangkan, sehingga gambaran Ujian Semester yang membuat kondisi psikis siswa mengalami kecemasan secara bertahap akan menurun.

2. Kecemasan

Kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai perasaan emosi yang tidak menenangkan dan bersifat mengancam diri individu, sehingga individu itu merasakan suatu ketakutan yang tidak diketahui pasti penyebabnya dan menimbulkan kekhawatiran, was-was, serta tidak mengetahui tentang suatu hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. 3. Ujian Semester

Ujian semester adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan siswa untuk mengetahui tingkat kemajuan belajar dan merupakan proses penilaian hasil belajar yang dilaksanakan pada akhir semester.


(29)

14 BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori Mengenai Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan

Manusia yang hidup di dunia tentu pernah mengalami kecemasan. Kecemasan biasanya timbul karena ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu mungkin terjadi pada diri individu. Secara umum, tidak ada definisi yang pasti mengenai kecemasan. Berikut ini akan dikemukakan pengertian kecemasan dari beberapa ahli menurut sudut pandangnya masing-masing.

Kecemasan atau dalam bahasa inggrinya “anxiety” berasal dari bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Jeffrey, Rathus, & Greene, 2005: 163). Dalam hal ini, banyak situasi atau kondisi yang dapat dicemaskan misalnya, kesehatan, relasi sosial, ujian, karir, relasi internasional, dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal yang dapat menjadi kekhawatiran. Menurut Barlow& Durand (2006: 158) kecemasan adalah keadaan suasana atau perasaan yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan.

Pada dasarnya kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari


(30)

15

kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman atau datang tanpa ada penyebabnya yang bukan merupakan respon terhadap perubahan lingkungan (Jeffrey, Rathus, & Greene, 2005: 163). Dalam bentuknya yang ekstrem, kecemasan dapat menggangu fungsi individu dalam kehidupan sehari-hari.

Yustinus Semiun (2006: 321) mengemukakan kecemasan adalah keadaan tegang yang berhubungan dengan ketakutan, kekhawatiran, perasaan-perasaan bersalah, perasaan tidak aman, dan kebutuhan akan kepastian, sedangkan Daswia (2006: 23) menyatakan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan pada diri individu dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam tanpa adanya objek yang jelas dan keadaan ini mengarahkan individu untuk mencoba mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan tersebut.

Menyimak berbagai pendapat yang mengungkapkan pengertian kecemasan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, peneliti mencoba menarik kesimpulan bahwa kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai perasaan emosi yang tidak menenangkan dan bersifat mengancam diri individu, sehingga individu itu merasakan suatu ketakutan yang tidak diketahui pasti penyebabnya dan menimbulkan kekhawatiran, was-was, serta tidak mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.


(31)

16

2. Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Semester

Ujian semester adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa untuk mengetahui tingkat kemajuan belajar dan merupakan proses penilaian hasil belajar yang dilaksanakan pada akhir semester. Shadily (Supriyantini, 2010: 14) ujian merupakan suatu pemeriksaan mengenai pengetahuan, keahlian atau kecerdasan siswa untuk diperkenankan atau tidak dalam mengikuti pendidikan pada tingkat tertentu.

Menurut Jeffrey, Rathus, & Greene, (2005: 163) ujian merupakan salah satu sumber kecemasan bagi siswa. Siswa dikatakan normal, apabila merasa cemas atau khawatir dalam kategori rendah ketika menghadapi kesulitan di sekolah, seperti saat menghadapi ujian. Kecemasan menghadapi ujian adalah perasaan lebih dari sekedar tegang dalam menghadapi ujian. Kecemasan yang dihadapi oleh siswa ialah kecemasan berlebih. Menurut Santrock (2007: 529) kecemasan berlebihan yaitu kecemasan yang terus menerus dan berlangsung lama (sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 6 bulan) terhadap peristiwa-peristiwa yang akan datang (misalnya ujian, bahaya, peristiwa sosial), tingkah laku pada masa lampau dan kemampuan (sosial, akademik, dan atletik).

Kecemasan yang berlangsung lama itu mengakibatkan simtom-simtom somatik yang dasar fisiknya tidak dapat ditemukan, dan juga menyebabkan siswa terlalu memikirkan atau memprihatinkan dirinya sendiri serta tidak mampu untuk bersikap tenang. Kecemasan terhadap kemampuan dan prestasi dapat menyebabkan siswa menjadi


(32)

17

perfeksionisme atau terobsesi dengan kesempurnaan, yang dapat mengganggu performansi aktual dan perkembangan sosial siswa (Yustinus Semiun, 2006: 322).

Dari beberapa pendapat mengenai kecemasan menghadapi ujian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan menghadapi Ujian Semester adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur berupa suatu keadaan, kondisi atau perasaan yang tidak menyenangkan yang mengakibatkan siswa mengalami ketakutan, tegang, tidak berdaya dan kekhawatiran yang berlebih dan berlangsung lama yang disebabkan oleh tafsiran kognitif siswa terhadap situasi yang mengancam karena ketidakmampuan menyesuaikan diri yang timbul pada saat menghadapi Ujian Semester.

3. Ciri-ciri Kecemasan

Individu yang tergolong normal kadang kala mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental. Ciri-ciri kecemasan (Jeffrey, Rathus, & Greene, 2005: 164) adalah sebagai berikut:

a. Secara fisik meliputi kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, banyak berkeringat, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, jantung berdebar keras atau berdetak kencang, pusing, merasa lemas, mati rasa, selalu buang air kecil, merasa sensitif.


(33)

18

b. Secara behavioral meliputi perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang.

c. Secara kognitif meliputi khawatir tantang sesuatu, perasaan terganggu atau ketakutanterhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berfikir bahwa semuanya tidak dapat lagi dikendalikan, merasa sulit memfokuskan pikiran dan berkonsentrasi.

Soemanto (Supriyantini, 2010: 11) menyatakan ciri-ciri kecemasan terbagi atas dua indikator yaitu, indikator fisik dan psikis. Indikator fisik dalam kecemasan meliputi sakit kepala, sakit perut tanpa ada sebab fisik, berkeringat, berbicara tersendat. Indikator psikis dalam kecemasan meliputi kikuk, tidak dapat diam, kebingungan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya ciri-ciri yang muncul dari kecemasan dapat bersifat fisik dan psikis. Ciri yang bersifat fisik diantaranya berkeringat, detak jantung makin cepat, kepala pusing, sesak nafas, sakit kepala. Ciri yang bersifat psikis diantaranya ketakutan, merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan.


(34)

19 4. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan akan terus berkembang selama jangka waktu tertentu dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup individu. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Terdapat banyak ahli yang mencoba untuk mengungkapkan faktor kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003: 11) ada beberapa faktor yang menunjukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu:

a. Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja, sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkunganya.

b. Emosi yang ditekan.

c. Kecemasan dapat terjadi apabila individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama apabila dirinya menekan rasa marah atau frustrasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

d. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan


(35)

20

perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

Ahli lain yang juga mengemukakan mengenai faktor kecemasan adalah Kholil Lur Rochman(2010: 167) menyatakan ada beberapa faktor penyebab kecemasan yaitu:

a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran.

b. Cemas karena berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini selalu pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.

c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak berhubungan dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.

Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musfir Az-Zahrani (2005: 511) menyebutkan faktor lingkungan yang mempengaruhi adanya kecamasan yaitu:


(36)

21

Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah.

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Apabila individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat, sehingga menyebabkan munculnya kecemasan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya faktor kecemasan adalah bermula dari adanya konflik perasaan yang ada dalam diri individu. Konflik yang terjadi muncul sebagai akibat individu tidak mampu melakukan penyesuaian dengan dirinya sendiri (harapan dan keinginan yang tidak terpenuhi atau tidak tercapai), dengan orang lain (orang tua, saudara, sahabat, guru, dan lain sebagainya) dan juga dengan lingkungan sekitarnya (suasana keluarga, lingkungan sosial, lingkungan pekerjaan, lingkungan pendidikan, dan lain sebagainya). Berdasarkan kesimpulan tersebut, kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester dapat dikatakan berasal dari dalam diri siswa yang merasa tidak mampu


(37)

22

mengatasi masalah yang akan dihadapinya, sehingga menimbulkan kepanikan, kekhawatiran dan ketakutan.

5. Jenis-jenis Kecemasan

Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap dirinya sendiri di dalam lingkungan pada umumnya. Siti Sundari (2005: 51) mengatakan kecemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam proses emosi, misalnya orang sedang mengalami frustasi dan konflik. Mustamir Pedak (2009: 30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu :

a. Kecemasan Rasional

Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini dianggap sebagai sumber suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah manusia.

b. Kecemasan Irasional

Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini di bawah keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam.

c. Kecemasan Fundamental

Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya


(38)

23

berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia. Freud (dalam Corey, 2009: 17) membagi kecemasan berdasarkan penyebabnya menjadi tiga macam, antara lain :

a. Kecemasan realistik adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan ancaman yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari kecemasan ini disebut sebagai rasa takut.

b. Kecemasan moral merupakan kecemasan yang akan dirasakan ketika ancaman datang bukan dari dunia luar atau dari dunia fisik, tapi dari dunia sosial super ego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Kecemasan bentuk ini merupakan ketakutan terhadap hati nurani sendiri.

c. Kecemasan neurotik yaitu perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id, apabila individu pernah merasakan kehilangan ide, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal dan bahkan pikiran, maka saat itu sedang mangalami kecemasan neurotik. Neurotik adalah kata lain dari gugup. Kecemasan jenis terakhir inilah yang paling menarik perhatian Freud dan biasanya hanya menyebutnya dengan kecemasan saja. Menurut Kartono Kartini (2006: 45) membagi kecemasan menjadi dua jenis kecemasan, yaitu :


(39)

24 a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan sebentar dan ringan lama. Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan kepribadaian individu, karena kecemasan ini dapat menjadi suatu tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan yang wajar terjadi pada individu akibat situasi-situasi yang mengancam dan individu tersebut tidak dapat mengatasinya, sehingga timbul kecemasan. Kecemasan ini akan bermanfaat bagi individu untuk berhati-hati dalam menghadapi situasi-situasi yang sama dikemudian hari. Kecemasan ringan yang lama adalah kecemasan yang dapat diatasi, tetapi karena individu tersebut tidak berkeinginan untuk mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka kecemasan tersebut mengendap lama dalam diri individu. b. Kecemasan berat

Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat berakar secara mendalam dalam diri individu. Apabila individu mengalami kecemasan semacam ini biasanya tidak dapat mengatasinya. Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat atau merugikan perkembangan kepribadian individu. Kecemasan ini dibagi menjadi dua yaitu; pertama, kecemasan yang berat tetapi munculnya sebentar dan dapat menimbulkan traumatis pada individu apabila menghadapi situasi yang sama dengan situasi penyebab munculnya


(40)

25

kecemasan. Kedua, kecemasan yang berat tetapi munculnya lama dan akan merusak kepribadian individu. Hal ini akan berlangsung terus menerus bertahun-tahun dan dapat merusak proses kognisi individu. Kecemasan yang berat lama akan menimbulkan berbagai macam penyakit sepeti darah tinggi, tachycardia (percepatan darah), excited (heboh, gempar).

Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat ahli mengenai macam-macam kecemasan, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi Ujian Semester merupakan perasaan ketakutan akibat adanya objek yang mengancam dirinya. Ujian Semester dapat dikatakan objek yang mengancam disebabkan karena siswa harus mampu melaluinya apabila ingin berlanjut ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester dapat dikategorikan kecamasan ringan karena penyebab munculnya kecemasan dapat diatasi baik dengan cara medis ataupun non medis.

6. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Jeffrey, Rathus, & Greene, (2005: 164-175) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :


(41)

26 a. Gangguan panik

Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul pada gangguan panik antara lain; sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal lain yang penting di dalam diagnosa gangguan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan.

b. Ganggauan cemas menyeluruh

Adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasive, disertai dengan berbagai simtom somatik yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita, dan menimbulkan stres yang nyata.

c. Gangguan fobia

Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap objek atau situasi yang spesifik.

d. Gangguan obesif-kompulsif

Kompulsi selalu kali terjadi sebagai jawaban terhadap pikiran obsesif dan muncul berulang kali dengan kuat, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distres yang signifikan.

e. Gangguan stres akut dan gangguan stres pascatrauma

Gangguan stres akut adalah suatu reaksi maladaptif yang terjadi pada bulan pertama sesudah pengalaman traumatis, sedangkan


(42)

27

gangguan stres pascatrauma adalah reaksi maladaptif yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis.

Berdasarkan penjabaran pendapat ahli mengenai gangguan kecemasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi Ujian Semester juga dapat menimbulkan gangguan yang sadar ataupun tidak sadar dialami oleh siswa, salah satunya adalah adanya kepanikan serta kekhawatiran berlebih yang pada akhirnya dapat menyebabkan stres. Kepanikan dan kekhawatiran ini lebih disebabkan oleh rasa ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan Ujian Semester dengan baik, sehingga nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan standar kelulusan yang sudah ditetapkan.

7. Dampak Kecemasan

Kecemasan akan dirasakan oleh semua manusia terutama apabila ada tekanan perasaan atau tekanan jiwa yang teramat sangat. Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul mengancam tidak ada. Disaat emosi-emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Menurut artikel kesehatan yang membahas mengenai dampak dari kecemasan menyatakan, individu yang mengalami kecemasan akan menjadi ultra sensitif terhadap lingkungan dan kritik, serta menganggap sesuatu dan atau individu lain sebagai ancaman (Tabloid Nova, 18 Maret 2014). Penelitian lain dari artikel kesehatan yang dilakukan oleh Rizka


(43)

28

Ulfah menyatakan dampak lain dari kecemasan adalah kehidupan sehari-hari individu akan terganggu, misalnya kesulitan berkonsentrasi dalam bekerja, hubungan dengan orang sekitar terganggu, menjadi sangat mudah lelah, jam tidur jadi tidak teratur, dan prestasi kerja menurun (Kompasiana, 2014).

Pendapat lain dikemukakan oleh Yustinus Semiun (2006: 321) yang membagi beberapa dampak dari kecemasan, antara lain:

a. Simtom suasana hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui.

b. Simtom kognitif

Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal tidak menyenangkan yang mungkin terjadi.

c. Simtom motor

Individu yang mengalami kecemasan akan merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba.

Berdasarkan uraian dari pendapat ahli mengenai dampak kecemasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan secara umum akan mengakibatkan individu mengalami perasaan ketidaktenangan dalam


(44)

29

menjalani kehidupan sehari-hari. Jadi, inti kesimpulan dari pendapat tersebut untuk penelitian ini adalah siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester juga dapat menyebabkan terganggunya perasaan tenang di kehidupan sehari-hari siswa dalam lingkungan pendidikan, misalnya hilangnya konsentrasi belajar siswa, menurunnya prestasi belajar siswa, dan lain sebagainnya.

8. Penanggulangan Kecemasan

Penanggulangan kecemasan dapat dilakukan melalui bebrapa teknik atau cara. Secara medis menurut Savitri Ramaiah (2003: 42) kecemasan individu dapat diturunkan dengan menggunakan obat-obatan yang diminum secara langsung maupun melalui suntikan. Menurunkan kecemasan melalui obat-obatan dapat menimbulkan efek samping seperti kehilangan kontrol motorik, mual, dan halusinasi penglihatan.

Kartini Kartono (2006: 121) menemukan sumber dari macam-macam ketakutan, kesusahan, dan kegagalan, kemudian memberikan jalan penyesuaian yang sehat, serta memupuk kemauan dan motivasi agar individu yang bersangkutan berani memecahkan segala kesulitan hidupnya. Menurut pandangan Islam dalam sebuah hadis Rasulullah S.A.W menjelaskan, jadikanlah Al Qur’an sebagai teman hati, cahaya dada, pengusir kesedihan, dan penghilang kegundahan melainkan Tuhan akan menghilangkan kegundahan dan kesedihan serta Tuhan akan menggantikannya dengan kegembiraan (HR. Ahmad No. 3712).


(45)

30

Berdasarkan hadis tersebut, Individu dapat menghilangkan ketegangan batin (frustrasi, konflik, cemas) dan akan memperoleh ketenangan serta kebahagiaan adalah melalui ditambahkannya keimanan, tawakal yang kuat, ibadah yang teratur, membaca dan mengamalkan Al Qur’an serta dzikir kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kecemasan juga dapat diturunkan melalui terapi pijat telinga. Menurut Oei Gin Djing (2006: 115) penangulangan kecemasan dengan pijat dan akupuntur telinga dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Terkadang pada titik jantung terdapat tonjolan berwarna merah, biasanya pada telinga sebelah kiri. Dengan sentuhan pada bagian telinga disinyalir individu akan merasakan ketenangan ditiap pijitan di titik tertentu.

Selain dengan cara yang sudah dikemukakan, kecemasan juga dapat diatasi dengan teknik desensitisasi sistematis. Teknik desensitisasi sistematis berupaya mengkondisikan individu dari yang tidak nyaman menjadi lebih tenang dan relaks. Dalimunthe (Ifdil, 2012) mengatakan desensitisasi sistematis yaitu suatu cara atau teknik untuk menurunkan perasaan takut atau cemas pada individu dengan memberikan rangsangan-rangsangan yang menenangkan, sehingga membuat rasa takut atau cemas sedikit demi sedikit menurun dan berkurang atau bahkan sampai individu tidak merasakan takut atau cemas lagi. Teknik desensitisasi sistematisini diprediksi sangat efektif untuk menurunkan kecemasan. Salah satunya adalah kecemasan yang dialami oleh siswa dalam menghadapi Ujian Semester.


(46)

31

B. Kajian Teori Mengenai Teknik Desensitisasi Sistematis 1. Pengertian Teknik Desensitisasi Sistematis

Wolpe (dalam Ifidil, 2012) mengungkapkan bahwa teknik desensitisasi sistematis merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang didasari oleh teori atau pendekatan behavioral klasikal. Pendekatan behavioral memandang manusia atau kepribadian manusia hakikatnya adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman dari interaksi individu dengan lingkungannya. Perhatian behavioral terdapat pada perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku mendasarkan diri pada penerapan teknik dengan prosedur yang berakar pada teori belajar yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih adaptif.

Menurut Wolpe (Natalia, 2008: 21) konseling behavioral merupakan suatu metode dengan mempelajari tingkah laku tidak adaptif melalui proses belajar yang normal. Tingkah laku tersusun dari respon kognitif, motorik, dan emosional yang dipandang sebagai respon terhadap stimulus eksternal dan internal dengan tujuan untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode stimulus respon sedapat mungkin. Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu konseli membuang respon-respon yang lama merusak diri dan mempelajari respon-respon baru yang lebih sehat (Sofyan Willis, 2004: 70).

Teknik desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Teknik desensitisasi sitematis


(47)

32

digunakan untuk menghapus tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan tersebut. Teknik desensitisasi sistematis diarahkan kepada mengajar konseli untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan. Teknik desensitisasi sistematis adalah teknik untuk menurunkan respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan tersebut (Sofyan Willis, 2004: 96).

Menurut Gantina Komalasari (2011: 193) desensitisasi sistematis digunakan untuk mengahapus rasa cemas dan tingkah laku menghindar. Desensitisasi sistematis dilakukan dengan menerapkan pengkondisian klasik yaitu dengan melemahkan kekuatan stimulus penghasil kecemasan, gejala kecemasan dapat dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus. Melibatkan teknik relaksasi, melatih konseli untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi. Wolpe (1999: 213) mengatakan bahwa dalam desensitisasi sistematis penerapan relaksasi lebih ditekankan pada latihan yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun diteruskan pada pengenduran otot-otot yang berbeda sampai terjadi keadaan santai penuh.

Berdasarkan pendapat ahli yang telah dikemukakan dapat disimpulkan teknik desensitisasi sistematis adalah teknik yang menekankan penggunaan teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk


(48)

33

mengubah tingkah laku atau respon negatif yang tidak adaptif dengan respon yang lebih adaptif. Individu dalam teknik desensitisasi sistematis ini, dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan. Situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Hal ini terus diulang hingga terjadi penurunan secara bertahap dari respon cemas ke respon yang lebih adaptif. Teknik desensitisasi sistematis akan membantu siswa dalam memperbaiki pola tingkah lakunya dengan melakukan relaksasi yang menenangkan sehingga gambaran Ujian Semester yang membuat kondisi psikis siswa mengalami kecemasan secara bertahap akan menurun.

2. Tujuan dan Manfaat Teknik Desensitisasi Sistematis

Tujuan dari teknik desensitisasi sistematis(Lutfi Fauzan, 2008: 57)adalah:

a. Mengajar konseli untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami.

b. Menurunkan sensitivitas emosional yang berkaitan dengan kecemasan, kelainan pribadi atau masalah sosial.

Menurut Sofyan Willis (2004: 71) teknik desensitisasi sistematis bertujuan mengajarkan konseli untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami konseli. Teknik ini mengajarkan konseli untuk santai dan menghubungkan keadaan santai itu


(49)

34

dengan membayangkan pengalaman yang mencemaskan, menggusarkan, atau mengecewakan. Situasi yang dihadirkan disusun secara sistematis dari yang kurang mencemaskan hingga yang paling mencemaskan.

Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan disertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik, respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Menurut Lutfi Fauzan (2008: 66) manfaat desensitisasi sistematis antara lain:

a. Untuk menurunkan maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewat conditioning (seperti fobia) tetapi juga dapat diterapkan pada masalah lain, misalnya kecemasan dalam menghadapi tes.

b. Untuk melemahkan atau menurunkan perilaku negatif tanpa menghilangkannya.

Menyimak pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat teknik desensitisasi sistematis terhadap siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester adalah untuk menurunkan sensitivitas emosional yang berkaitan dengan kecemasan pada diri siswa, dimulai dengan memberikan respon yang berlawanan dengan penyebab kecemasan yang dialami oleh siswa melalui relaksasi secara bertahap dari kondisi penyebab kecemasan yang rendah hingga penyebab kondisi kecemasan yang tinggi dan dilakukan berulang-ulang, sehingga siswa perlahan akan lebih tenang dalam menghadapi konflik


(50)

35

psikis yang menyebabkan kecemasan. Jadi, penggunaan teknik desensitisasi sistematis ini nantinya akan membuat siswa yang pada awalnya teridentifikasi mengalami respon tidak adaptif berupa kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester perlahan akan menurun tingkatan kecemasannya dan berubah menjadi respon yang lebih adaptif.

3. Tahapan Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis

Gantina Komalasari (2011: 193) mengurutkan tahapan pelaksanaan teknik desensitisasi sitematis adalah sebagai berikut:

a. Analisis tingkah laku yang membangkitkan kecemasan. b. Menyusun tingkat kecemasan.

c. Membuat daftar situasi yang memunculkan atau meningkatkan taraf kecemasan mulai dari yang paling rendah ke yang paling tinggi.

d. Melatih relaksasi, yaitu dengan berlatih pengenduran otot dan bagian tubuh dengan titik berat wajah, tangan, kepala, leher, pundak, punggung, perut, dada, dan anggota badan bagian bawah. e. Konseli mempraktikan 30 menit setiap hari, hingga terbiasa untuk

santai dengan cepat.

f. Pelaksanaan desensitisasi sistematis konseli dalam keadaan atau kondisi santai dan mata tertutup.

g. Meminta konseli membayangkan dirinya berada pada satu situasi yang netral, menyenangkan, santai, nyaman, tenang. Saat konseli


(51)

36

santai diminta membayangkan situasi yang menimbulkan kecemasan pada tingkat yang paling rendah.

h. Dilakukan terus secara bertahap sampai tingkat yang memunculkan rasa cemas dan dihentikan.

i. Kemudian dilakukan relaksasi lagi sampai konseli santai dan diminta membayangkan lagi pada situasi dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi dari sebelumnya.

j. Terapi selesai apabila konseli mampu tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan mencemaskan.

Mubarok (dalam Sri Reski, 2013) menjelaskan,terdapat empat tahap utama dalam teknik desensitisasi sistematis yaitu; pertama, konselor dan konseli mendaftar situasi apa saja yang menyebabkan konseli diserang perasaan cemas dan kemudian menyusunnya secara hirarki mulai dari yang paling ringan (diatas) sampai yang paling berat (dibawah). Kedua, konselor melatih konseli untuk mencapai keadaan relaks atau santai, hal ini dilakukan melalui prosedur khusus yang disebut relaksasi. Ketiga, konselor melatih konseli untuk membuat respon-respon antagonistik yang dapat menghambat perasaan cemas, hal ini dapat dilakukan melalui prosedur imageri yaitu melatih konseli untuk membayangkan situasi lain yang menyenangkan, pada saat konselor menyaapabilan situasi yang menimbulkan kecemasan. Keempat, pelaksanaan intervensi pada tahap ini konselor mula-mula mengarahkan konseli agar dapat mencapai keadaan


(52)

37

relaks, setelah konseli mencapai keadaan relaks, konselor memverbalisasikan (menyajikan) secara beruntun dari atas ke bawah situasi yang menimbulkan perasaan cemas, sebagaimana tersusun dalam hirarki dan meminta konseli membayangkannya. Apabila konseli dapat membayangkan situasi tersebut tanpa mengalami kecemasan, konselor menyaapabilan situasi berikutnya dan ini terus dilakukan dengan cara yang sama, sehingga seluruh situasi dalam hirarki yang telah disaapabilan dan kecemasan dapat dihilangkan.

Berdasarkan uraian pendapat tersebut dapat disimpulkan inti dari tahapan pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis terdapat tiga tahapan utama, yaitu:

a. Mendaftar dan mengurutkan kondisi atau masalah yang membuat konseli mengalami kecemasan, yaitu tahapan konselor menyuruh konseli untuk menulis daftar situasi atau kondisi yang menyebabkan kecemasan terjadi, dalam penulisannya konseli harus mengurutkan dari situasi atau kondisi yang paling rendah hingga kondisi atau masalah yang paling tinggi.

b. Latihan relaksasi dan atau membayangkan, yaitu tahapan konselor memulai dengan melatih konseli untuk santai. Latihan ini harus berlangsung dalam ruangan yang tenang, cukup pencahayaan, tidak ada kebisingan di luar ruangan, dalam latihan ini konselor mengarahkan konseli untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan sehingga konseli berada pada keadaan yang relaks.


(53)

38

c. Pelaksanaan teknik desensitsasi sistematis, yaitu tahapan konselor melakukan konseling, yang pertama konselor mengarahkan konseli ke dalam keadaan relaks seperti yang sudah dilatih sebelumnya, setelah konseli dalam keadaan yang relaks konselor menyajikan secara berurutan situasi atau kondisi yang sudah didaftar konseli sebelumnya dan meminta konseli membayangkan situasi atau kondisi yang ditulis. Hal ini dilakukan sampai situasi atau kondisi yang ditulis dan dibayangkan konseli tidak menyebabkan kecemasan lagi.

4. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Desensitisasi Sistematis a. Kelebihan teknik desensitisasi sistematis

Teknik desensitisasi sistematis dalam pelaksanaannya tidak dapat atau harus menggunakan bantuan teknik lain yaitu, teknik relaksasi (Wolpe, 1999: 213). Stimulus yang menimbulkan kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai. Pemasangan secara berulang-ulang, sehingga stimulus yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur. Menurut Wolpe (dalam Corey, 2009: 210) desensitisasi sistematis umumnya digunakan pada konseli yang mengalami gangguan kecemasan, akan tetapi sebenarnya dapat juga digunakan untuk menurunkan kemarahan, mengatasi situasi sedih, dan berbagai rasa takut serta masalah-masalah sosial.


(54)

39

b. Kekurangan teknik desensitisasi sistematis

Kekurangan dari teknik desensitisasi sistematis yang dikemukakan oleh Gantina Komalasari (2011: 194) adalah banyaknya konselor yang mengalami kegagalan dalam pelaksanaanya yaitu sebagai berikut:

1) Konseli kesulitan untuk melakukan tahapan relaksasi dengan baik.

2) Tingkatan kecemasan yang tidak relevan atau tidak tepat saat disusun bersama konseli.

3) Ketidakmampuan atau kesulitan konseli dalam membayangkan situasi.

Dari uraian pendapat tersebut dapat dikatakan tidak semua konselor mampu berperan dalam penerapan teknik desensitisasi sistematis. Dalam teknik desensitisasi sistematis perlu melibatkan teknik-teknik lain untuk membantu konseli contohnya adalah relaksasi. Konselor banyak mengalami kesulitan dalam proses relaksasi, salah satunya karena ketidakseriusan konseli dalam membayangkan suatu situasi selama proses konseling.

C. Teknik Desensitisasi Sistematisuntuk Menurunkan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Semseter

Berawal dari teori atau pendekatan konseling behavioral, fokus perubahan tingkah laku terdiri dari tiga kategori antara lain memperkuat


(55)

40

tingkah laku dan melemahkan tingkah laku. Dikarenakan teknik desensitisasi sistematisberawal dari pendekatan behavioristik, maka prinsip perubahan tingkah laku menurut teknik ini termasuk didalam kategori melemahkan perilaku. Hal ini disebabkan, permasalahan yang dapat diatasi dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematisseperti fobia, kecemasan dan lain-lain tidak perlu untuk dihilangkan sepenuhnya dari diri individu. Setiap individu tetap perlu memiliki perasaan-perasaan seperti takut, cemas asal dalam batasan yang wajar atau normal. Apabila individu tidak memiliki perasaan-perasaan seperti yang disebutkan di atas maka justru individu akan bermasalah.

Wolpe (dalam Corey, 2009: 208) mengatakan desensitisasi sistematismerupakan teknik yang digunakan untuk mengahapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan disertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik, respon-respon yang tidak dikehandaki dapat dihilangkan secara bertahap. Teknik ini dipilih karena merupakan perpaduan dari teknik memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan membayangkan sesuatu dengan memanfaatkan ketenangan jasmaniah individu untuk melawan ketegangan jasmaniah individu yang mana apabila individu berada dalam situasi yang menakutkan atau menegangkan, sehingga sangat tepat untuk mengatasi gangguan kecemasan atau yang berhubungan dengan kalainan pribadi maupun masalah sosial. Studi penelitian yang dilakukan oleh I Gede Tresna (2011: 97) mengemukakan, adapun yang memperkuat dalam


(56)

41

penggunaan teknik desensitisasi sistematis dalam menurunkan kecemasan menghadapi Ujian Semester adalah karena teknik tersebut sudah banyak digunakan dalam suatu penelitian yang berupaya menurunkan kecemasan yang dialami oleh siswa, baik kecemasan belajar, ujian serta ketika tampil dihadapan umum.

Mengacu pada teori yang telah dikemukakan, maka yang dimaksud dengan teknik desensitisasi sistematis dalam penelitian ini adalah teknik yang diterapkan untuk membantu siswa guna memperbaiki pola tingkah lakunya dengan melakukan gerak-gerak relaksasi yang menyenangkan untuk menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester. Desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dalam situasi menghadapi Ujian Semester, dan menyertakan pemunculan tingkah laku yang berlawanan dengan kondisi kecemasan menghadapi Ujian Semester yang hendak diturunkan tersebut.

Studi penelitian yang dilakukan oleh Ayu Kurnia Sari (2012: 9) mengemukakan bahwa teknik desensitisasi sistematisefektif untuk menurunkan tingkat kecemasan dalam proses pembelajaran. Kecemasan menurun secara signifikan setelah diberikan teknik desensitisasi sistematis. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa setelah diberikan intervensi teknik tersebut, kecemasan siswa dalam proses pembelajaran menurun. I Gede Tresna (2011: 103) membuktikan lewat penelitiannya, bahwa teknik desensitisasi sistematisefektif dalam menurunkan tingkat kecemasan


(57)

42

menghadapi ujian pada siswa Sekolah Menengah Atas di Singaraja, sehingga dianjurkan terapi ini cocok digunakan dalam menurunkan kecemasan.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, maka teknik desensitisasi sistematis diprediksikan efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester karena pada dasarnya kecemasan terjadi karena siswa kurang mampu memposisikan diri dalam situasi menghadapi Ujian Semester, sehingga memunculkan ketegangan dan pikiran yang kurang rasional.

D. Kerangka Pikir

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap kelas X.1 di SMA N 1 Pleret, diperoleh hasil bahwa permasalahan yang dihadapi siswa yang berhubungan dengan Ujian Semester semakin komplek. Hal ini disebabkan, saat ini siswa mengerjakan dan atau melaksanakan Ujian Semester tidak hanya digunakan sebagai salah satu penentu naik atau tidaknya siswa ke tingkatan kelas yang selanjutnya, namun Ujian Semester juga dijadikan sebagai salah satu bagian dari penilaian untuk menentukan lulus atau tidaknya siswa.

Fenomena ini menimbulkan masalah kecemasan baru pada diri siswa, karena saat ini siswa tidak hanya cemas tidak naik kelas namun juga cemas tidak lulus sekolah, apabila siswa tidak dapat mengendalikan kecemasannya maka akan berdampak pada beberapa aspek gejala misalnya mengalami gangguan tidur, sakit kepala, merasa lemas, panas dingin, mudah marah dan


(58)

43

lain sebagainya (Jeffrey, Rathus, & Greene, 2005: 163). Masalah kecemasan ini juga dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, menurunnya prestasi belajar siswa, dan lain sebagainya. Jadi, apabila kecemasan tidak segera ditangani, maka siswa yang mengalami kecemasan akan menjadi semakin parah sehingga dapat menyebabkan masalah-masalah baik fisik maupun psikis yang berakibat negatif pada dirinya. Menanggapi masalah tersebut, untuk mengatasinya peneliti mencoba memberi bantuan melalui teknik desensitisasi sistematis.

Pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang sudah banyak digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan, salah satu contohnya yaitu kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi Ujian Semester. Sofyan Willis (2004: 96) menyatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis ini digunakan untuk menurunkan respon emosional yang menakutkan, mencemaskan, atau tidak menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan tersebut. Wolpe (1999: 213) menambahkan untuk teknik desensitisasi sistematis penerapan relaksasi lebih ditekankan agar terjadi keadaan santai penuh.

Kaitannya dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester, pemberian teknik desensitisasi sistematis ini sangat diperlukan dalam rangka menurunkan tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa dalam menghadapi Ujian Semester. Berpedoman dari pendapat ahli, dalam penggunaan teknik ini menekankan teknik relaksasi yang akan membantu siswa untuk berada pada kondisi relaks. Dalam kondisi relaks siswa diminta untuk membayangkan


(59)

44

kondisi atau keadaan yang menimbulkan kecemasan agar terjadi asosiasi antara kondisi psikis siswa yang tenang dengan Ujian Semester yang mencemaskan, sehingga secara bertahap respon yang mencemaskan akan menurun dan berubah menjadi respon yang lebih adaptif. Hal ini akan membuat siswa lebih tenang dalam melaksanakannya, lebih percaya diri dalam mengerjakannya dan juga akan berpengaruh positif pada hasil atau nilai dari Ujian Semester.

Pemberian teknik yang sesuai dengan kebutuhan siswa akan sangat membantu mengatasi masalah kecemasan yang dihadapinya. Siswa yang tenang dalam menghadapi Ujian Semester tidak akan menemui masalah dalam pengerjaan atau pelaksanaanya. Dengan kata lain, pemberian teknik desensitisasi sistematis yang baik dan benar ini, akan dapat menurunkan tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa dalam menghadapi Ujian Semester, sehingga dalam penelitian ini peneliti akan mengujicobakan teknik desensitisasi sistematis untuk menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester pada siswa kelas X.1 di SMA N 1 Pleret.

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka dapat diajukan hipotesis penelitian tindakan ini adalah penurunan kecemasan menghadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis pada siswa kelas X.1 di SMA N 1 Pleret.


(60)

45 F. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir yang telah diuraikan maka dapat diajukan pertanyaan penelitian tindakan ini adalah proses penurunan kecemasan menghadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis.


(61)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan (action research). Creswwel (dalam Sugiyono, 2013: 484) menjelaskan bahwa penelitian tindakan merupakan penelitian terapan yang fokus pada tindakan tertentu. Penelitian tindakan dapat menggunakan teknik pengumpulan data kuantitatif, kualitatif atau kombinasi keduanya. Burns (dalam Suwarsih Madya, 2011: 9) menambahkan bahwa yang dimaksud dengan penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta dan pemecahan masalah dalam situasi sosial untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan didalamnya, dengan melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang awam.

Suwarsih Madya (2011: 250) menyatakan bahwa tujuan utama penelitian tindakan ini adalah untuk mengubah perilaku penelitinya, perilaku orang lain, dan untuk mengubah kerangka kerja organisasi atau struktur lain yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku peneliti-penelitinya dan orang lain. Penelitian tindakan lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung.

Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan prosedur sistematis yang dilakukan peneliti sebagai upaya penemuan fakta dan pemecahan suatu masalah yang


(62)

47

fokus pada tindakan tertentu dengan tujuan dapat mengubah perilaku yang lebih baik dari sebelumnya.

Fokus penelitian ini terletak pada tindakan-tindakan alternatif yang dibuat oleh peneliti, kemudian diberikan atau dilaksanakan untuk menghasilkan pemecahan masalah yang dihadapi oleh siswa. Asumsi yang digunakan dalam pemilihan jenis penelitian tindakan adalah penelitian ini bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan mengahadapi Ujian Semester melalui teknik desensitisasi sistematis, sehingga sesuai dengan menggunakan pendekatan penelitian tindakan. Pada penelitian ini, peneliti bekerjasama dengan guru bimbingan dan konseling serta rekan mahasiswa jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

B. Subjek Penelitian

Saifuddin Azwar (2013: 34-35) menjelaskan subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti. Subjek mempunyai posisi yang sangat penting dalam penelitian karena terdapat data tentang variabel yang akan diteliti. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X. 1 di SMA N 1 Pleret Bantul yang berjumlah 28 (dua puluh delapan) siswa. Pemilihan dan penentuan subjek dikelas tersebut berdasarkan pada assessment yang dilakukan peneliti sebelumnya dengan pengamatan secara langsung dan berdasarkan saran dari guru bimbingan dan konseling.


(63)

48

Pada penelitian ini, peneliti memilih subjek dengan pertimbangan-pertimbangan khusus yaitu siswa yang memiliki tingkat kecemasan dalam menghadapi Ujian Semester dengan kategori tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti memilih 5 (lima) siswa dari kelas X. 1 yang terdiri dari 2 orang siswa laki-laki dan 3 orang siswa perempuan yang memiliki tingkat kecemasan menghadapi Ujian Semester dengan kategori tinggi.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 61). Ahli lain menyatakan, variabel adalah suatu atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif maupun kualitatif (Saifuddin Azwar, 2013: 59). Jadi, variabel adalah sebuah objek ataupun masalah yang akan diteliti yang di dalamnya memiliki variasi jenis dan tingkatan yang akan menjadi sasaran pada suatu penelitian.

Saifuddin Azwar (2013: 62) membedakan variabel menjadi dua jenis yaitu:

1. Variabel bebas (X), yaitu suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain atau dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain.


(64)

49

2. Variabel terikat (Y), yaitu variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain.

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas (X) yaitu penggunaan teknik desensitisasi sistematis dan variabel terikat (Y) yaitu penurunan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester. Hubungan antara variabel bebas dan terikat dalam penelitian ini adalah asimetris, yaitu X mempengaruhi Y. Skema hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Pengaruh Desensitisasi Sistematis Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan

D. Tempat, Waktu dan Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Pleret Bantul yang beralamat lengkap di Jl. Kedaton Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari yang dimulai dengan penyusunan proposal dan revisinya, pertengahan bulan Juli mengadakan survei awal, akhir bulan Juli mengadakan pre-test, serta awal bulan Agustus pelaksanaan tindakan dan proses pengukuran pasca tindakan(post-test), kemudianbulan September untuk penyusunan skripsi.

Penurunan Tingkat Kecemasan (Y) Desensitisasi Sistematis


(65)

50

Waktu penelitian mengambil waktu di jam pelajaran yang telah mendapatkan kesepakatan izin dari guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, serta siswa yang menjadi subjek penelitian. Hal-hal yang dilakukan yaitu pengambilan data dan pemberian tindakan dengan teknik desensitisasi sistematis.

Setting yang digunakan selama kegiatan tindakan yakni setting kelompok kecil yang dilaksanakan di ruangan Bimbingan dan Konseling. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa apabila tindakandilakukan di dalam ruangan Bimbingan dan Konseling, maka proses pelaksanaan tindakanakan lebih terfokus.

E. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Menurut Kemmis dan McTaggart (Suwarsih Madya, 2011: 59) proses dasar pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan meliputi empat alur (langkah): (1) penyusunan rencana; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi; dan (4) refleksi. Alur (langkah) pelaksanaan tindakan yang dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut:


(66)

51

Gambar 2. Proses Dasar Penelitian Tindakan dimodifikasi dari Burns (Suwarsih Madya: 2011: 67)

Keterangan:

A : Siklus I 5 : Proses lanjutan B : Siklus II

1 : Refleksi awal 6 : Tindakan/Observasi II

2 : Perencanaan 7 : Refleksi

3 : Tindakan/Observasi I 4 : Refleksi

Penelitian ini menggunakan siklus yang di dalamnya membuat perencanaan, tindakan dan pengamatan yang dilakukan disaat bersamaan dan diakhiri dengan refleksi untuk mengetahui hasil tindakan yang telah dilakukan. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila hasilnya sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu apabila siswa mencapai kategori sedang sampai dengan rendah tingkatan kecemasannya atau skor pada skala kecemasan menghadapi Ujian Semester yang diperoleh sudah mencapai skor dengan hasil ≤ 101,25. Proses menurunnya kecemasan dalam


(67)

52

tindakanmenggunakan teknik desensitisasi sistematis dapat dilihat pada skema tindakan berikut:

Gambar 3. Skema Penurunan Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian Semester

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ialah suatu cara untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Terdapat beberapa cara untuk mengumpulkan data, diantaranya menggunakan teknik wawancara, angket kuesioner, observasi, studi dokumentasi, dan face group discussion. Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan ialah kuesioner dan observasi.

1. Kuesioner

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2007: 199). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien jika peneliti tahu dengan pasti variabel

Tingginya kecemasan siswa dalam menghadapi UjianSemester

Pemberian tindakan dengan teknik desensitisasi sistematis

Menurunnya kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester


(68)

53

yang akan diukur dan tahu apa yang dapat diharapkan dari responden. Suwarsih Madya (2011: 82) membagi pernyataan dalam kuesioner yaitu berupa pernyataan tertutup dan terbuka yang diberikan kepada responden secara langsung maupun tidak langsung (melalui surat atau e-mail).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisikan pernyataan-pernyataan tertutup yang diberikan kepada subjek penelitian secara langsung.

2. Observasi

Observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan dan setelah pelaksanaan tindakan. Observasi pada saat pelaksanaan digunakan untuk mengetahui pemahaman proses siswa dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis tersebut, sedangkan observasi setelah tindakan digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh teknik desensitisasi sistematis terhadap penurunan kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Semester.

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terstruktur yangdengan pedoman sebagai instrumen peneltian.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti (Sugiyono, 2011: 133). Penyusunan instrumen dimulai dengan membuat definisi operasional dari variabel penelitian dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diatur. Indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk


(69)

54

memudahkan penyusunan, maka perlu digunakan kisi-kisi instrumen. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala kecemasan dengan modifikasi dari model Likertdan pedoman observasi.

1. Skala Kecemasan

Menurut Saifudin Azwar (2008: 32) menjelaskan bahwa model Likert adalah alat ukur yang berisi pernyataan yang jawabannya memperlihatkan tingkat kesesuaian. Kesesuaian jawaban dapat berupa: sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alternatif jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).

Penggunaan skala kecemasan tersebut mempermudah peneliti untuk mendapatkan data mengenai tingkat kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi Ujian Semester. Skala kecemasan disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan. Langkah-langkah untuk membuat skala kecemasan menghadapi Ujian Semester adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah teknik desensitisasi sistematis dan kecemasan menghadapi Ujian Semester. Namun, dalam penelitian ini hanya kecemasan menghadapi Ujian Semester yang dapat dijadikan skala. Teknik desensitisasi sistematis merupakan variabel bebas.


(1)

147

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 nM N KATEGORI 1 AD Laki-laki 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 109 45 SEDANG

2 DR Perempuan 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 97 45 RENDAH

3 IB Laki-laki 2 2 2 2 2 3 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 1 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 1 96 45 RENDAH

4 IO Perempuan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 100 45 RENDAH

5 UI Perempuan 2 2 1 2 3 3 1 2 2 2 4 2 3 2 4 2 2 1 1 2 2 2 1 2 3 3 3 2 1 2 1 1 1 3 1 2 1 2 2 3 3 1 2 4 3 94 45 RENDAH

10 11 10 9 12 14 8 9 9 10 14 11 12 11 13 10 12 10 10 11 11 11 8 11 11 13 14 11 9 13 11 11 10 13 10 14 10 12 12 12 11 10 10 12 10 NO NAMA JENIS

KELAMIN

DATA KECEMASAN PESERTA DIDIK


(2)

148


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011

9 77 58

UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011

2 7 9

KONTROL DIRI DAN KECEMASAN SISWA SMA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Kontrol Diri Dan Kecemasan Siswa Sma Dalam Menghadapi Ujian Nasional.

0 2 15

KONTROL DIRI DAN KECEMASAN SISWA SMA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Kontrol Diri Dan Kecemasan Siswa Sma Dalam Menghadapi Ujian Nasional.

0 2 17

UPAYA MENGURANGI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN MELALUI KONSELING TEKNIK SISTEMATIC DESENSITIZATION PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 BAHOROK TAHUN AJARAN 2014/2015.

2 7 101

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA SISWA KELAS X YANG MENGIKUTI DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Siswa Kelas X Yang Mengikuti Dengan Yang Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar Dalam Menghadapi Ujian Semester Di SMA N 1 Gubug.

0 1 14

PENDAHULUAN Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Siswa Kelas X Yang Mengikuti Dengan Yang Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar Dalam Menghadapi Ujian Semester Di SMA N 1 Gubug.

0 2 5

EFEKTIVITAS KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN: Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja Tahun Ajaran 2010/2011.

4 12 65

KEEFEKTIFAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK TEKNIK KOGNITIF RESTRUKTURING DAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 9 PALEMBANG -

0 0 29

MENGURANGI KECEMASAN MENGHADAPI ULANGAN SEMESTER SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 KALIWUNGU MELALUI DESENSITISASI SISTEMATIK

0 0 18