Laporan QC mandiri

(1)

I. PENDAHULUAN A. Judul

Kunjungan Home Industri Gudeg Kaleng Mbak Yayah B. Latar Belakang

Gudeg merupakan salah satu makanan khas Yogyakarta yang terkenal dengan keragaman rasanya ini. Makanan yang berbahan baku gori (nangka muda), krecek, dan beberapa tambahan lauk seperti ayam, telur, tempe dan lainnya. Bahan baku tersebut mudah di dapat di pasar menjadikan produsen Gudeg tidak mendapatkan banyak kendala untuk memproduksi Gudeg. Namun terdapat beberapa kendala yang ditemukan antara lain Gudeg tidak memiliki ketahanan yang lama dalam segi pengkonsumsian (mudah basi) ditambah dengan pengolahannya yang menggunakan santan. Hal ini tentu berlawanan dengan keinginan wisatawan maupun warga yang ingin membawa dan menikmati Gudeg kapanpun dan dimanapun tanpa terikat tempat dan waktu.

Dari permasalahan tersebut muncul sebuah ide untuk menciptakan “Gudeg Kaleng”. Proses pengalengan ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada produk yang dihasilkan. Melalui inovasi ini diharapkan pengalengan Gudeg Kaleng menjadi lebih fleksibel untuk dibawa kemanapun dan kapanpun, memiliki daya tahan yang lebih lama (masa kadaluarsa 2 tahun), tanpa bahan pengawet, komposisi dalam kaleng lengkap, dan dapat langsung dikonsumsi. Proses pengalengan merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan mutu serta keamanan pangan yakni dengan memperpanjang umur simpan Gudeg sehingga tetap aman dikonsumsi dalam kurun waktu yang lebih lama dibandingkan dengan Gudeg tanpa proses pengalengan.

Keamanan pangan merupakan hal yang penting dan perlu perhatian khusus, oleh karena itu digunakan suatu sistem jaminan keamanan pangan yang disebut Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point /HACCP) yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan


(2)

pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, serta menilai risiko-risiko yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan bermanfaat dan dapat menjamin keamanan makanan. C. Tujuan

1. Mengetahui proses produksi dan distribusi Gudeg Kaleng Mbak Yayah. 2. Menganalisis proses produksi dan distribusi Gudeg Kaleng dengan


(3)

II. PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum dan Kegiatan Home Industri Gudeg Kaleng Mbak Yayah

Gudeg Kaleng Mbak Yayah merupakan suatu home industri yang bergerak di bidang makanan yaitu Gudeg, makanan khas Yogyakarta. Usaha ini didirikan pada tanggal 6 September 2010 oleh tiga orang mahasiswa yang terdiri dari Muhammad Luthfi, Mohammad Fandy Abdillah dan Chumairo’ Ibnatul ‘Arobiyah. Gudeg Kaleng tersebut diproduksi di Jalan Monjali no 20 Nandan Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Sedangkan tempat pengalengannya, Gudeg Joyo bekerjasama dengan tempat pengalengan LIPI yang bertempat di Wonosari.

Ada dua macam gudeg, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Yang membedakan terletak pada kandungan kuahnya. Gudeg basah terdapat banyak kuah, sedangkan dalam gudeg kering tidak dijumpai adanya kuah (Sudaryanto, dkk., 2004). Selain itu rasa gudeg kering lebih manis dan berwarna lebih coklat karena kandungan airnya lebih sedikit sehingga bumbu lebih meresap karena proses penghilangan air tersebut. Jenis Gudeg yang digunakan pada usaha ini adalah jenis Gudeg basah. Hal ini dikarenakan untuk rasa pada Gudeg basah tidak terlalu manis sehingga digemari oleh para wisatawan.

Hal menarik dari usaha ini adalah memanfaatkan adanya peluang menarik terhadap kesukaan wisatawan dengan Gudeg. Pada umumnya Gudeg hanya bisa dinikmati di daerah Yogyakarta saja dan sulit untuk membuatnya menjadi oleh-oleh para wisatawan jauh karena melihat daya simpan dari gudeg ini sendiri. Maka muncul inovasi mengalengkan gudeg basah dengan metode vakum sehingga daya simpan gudeg itu sendiri lebih lama. Selain karena tidak adanya udara yang dapat memicu masuknya dan tumbuhnya mikrobia, gudeg ini memiliki pengawet alami dari bumbu-bumbu rempah, garam, dan gula jawa yang menjadi ciri khas rasa unik dari gudeg itu sendiri.

Gudeg kaleng Mbak Yayah terdiri dari gori (nangka muda), telur bebek, ayam kampung, krecek, kacang tholo, pete, cabai, tempe, blondho (areh).


(4)

Gudeg Kaleng Mbak Yayah diproduksi setiap 2 minggu sekali dengan setiap produksi membuat 1000 kaleng Gudeg. Pada usaha pembuatan Gudeg ini membutuhkan 6-8 tenaga kerja dari mulai proses produksi sampai pada distribusinya. Gudeg kaleng ini lebih difokuskan untuk dijual ke luar daerah dan memanfaatkan sistem reseller dengan memberikan harga beli lebih rendah dari harga normal yaitu Rp 19.500,00 – Rp 20.000,00. Sedangkan harga normalnya yaitu Rp 22.500,00 per kaleng dengan berat 210 gram. B. Proses Produksi

Proses produksi gudeng kaleng meliputi 3 hal yakni; pencarian bahan, proses memasak dan proses penyajian. Aktivitas yang dilakukan meliputi proses mencari bahan baku makanan antara lain gori (ngka muda), krecek, dan beberapa tambahan lauk seperti ayam, telur, tempe dan lainnya serta pencarian bahan pelengkap seperti petai, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, merica, kemiri, serai, garam, gula merah, gula pasir dan lain-lain. Bahan baku dan bahan pelengkap diperoleh dari pemasok yang sudah merupakan langganan mbak Yayah untuk sumber perolehan bahan untuk produksi Gudeg, dimana mbak Yayah telah memesan berapa jumlah bahan-bahan yang akan dipesan 3 hari sebelum proses produksi.

Adanya sistem langganan utama pemasok bahan baku dan bahan pelengkap dapat menyebabkan kendala, dimana jika jumlah bahan-bahan yang tersedia di pemasok tidak sesuai (kurang) dari yang diperlukan untuk proses produksi. Kekurangan bahan baku atau bahan pelengkap tersebut menyebabkan mbak Yayah harus membeli bahan-bahan tersebut dari langganan pemasok yang lain, dimana mbak Yayah telah berlangganan dengan beberapa pemasok bahan baku dan pelengkap. Namun, dengan bergantinya sumber bahan baku dan pelengkap akan sangat berpengaruh pada kualitas dan rasa Gudeg yang akan diproduksi. Hal ini mempengaruhi mutu pangan Gudeg yang kemungkinan besar akan mengalami penurunan mutu karena faktor rasa yang merupakan salah satu aspek utama konsumen dalam memilik produk pangan.


(5)

Bahan baku yang digunakan tiap proses produksi juga tidak diperhatikan, dimana tidak dilakukan pengujian kandungan dan keamanan secara mikrobiologis secara berkala, sebelum melaksanakan proses produksi. Proses pengujian mikrobiologis hanya dilakukan di awal pertama kali mengembangkan usaha gudeg kaleng, padahal setiap bahan baku dan pelengkap memiliki kualitas bahan yang berbeda-beda tiap pemesanannya, meskipun diambil dari pemasok yang sama. Seharusnya, setiap kali pemesanan bahan baku dan pelengkap dilakukan uji mikrobiologis sehingga keamanan pangan dapat selalu dijaga karena adanya kemungkinan terdapat kandungan senyawa kimia dalam bahan baku atau pelengkap yang menyebabkan bahaya mikrobiologis.

Sebelum dilakukan proses pengolahan bahan baku dan pelengkap, gori sebagai bahan baku utama perlu dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dimasak. Gori perlu melalui beberapa tahap untuk diolah menjadi gudeg, yaitu tahap pengupasan kulit, pemotongan untuk memperkecil ukuran, dan perebusan yang memerlukan waktu selama 12-15 jam. Pada proses perendaman gori, kemungkinan terjadi kendala, dimana lamanya proses perendaman tergantung dari ukuran gori. Semakin besar ukuran gori maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk perendaman. Gori pada proses produksi ini dipotong secara manual sehingga ukurannya tidak selalu sama yang akan mempengaruhi berlangsungnya proses perendaman dan juga proses pemasakan. Maka, diperlukan kecermatan dalam proses pemotongan gori sehingga ukuran potongan gori dapat sama agar mendukung berlangsungnya proses perendaman. Setelah melalui tahap-tahap tersebut, gori telah siap dimasak menjadi gudeg yang nantinya siap untuk dikalengkan dengan bahan baku lainnya yang telah dimasak pula dengan bahan pelengkap. Setelah proses pemasakan selesai dilakukan, perlu dilakukan uji kandungan gizi yang terdapat dalam olahan pangan gudeg tersebut agar dapat diketahui berapa kadar kandungan gizi di dalamnya. Namun, pada gudeg mbak Yayah hanya dilakukan uji kandungan gizi saat pertama kali melakukan proses produksi. Padahal setiap proses pemasakan kemungkinan akan menghasilkan zat gizi yang berbeda. Maka, seharusnya dilakukan pemgujian


(6)

kandungan gizi setiap setelah proses produksi agar kandungan gizi yang dihasilkan dapat sesuai standar.

Proses pemasakan dalam produksi Gudeg kaleng ini juga hanya dilakukan oleh satu orang koki, tanpa adanya koki lain yang membantu. Hal ini menyebabkan terhambatnya kelangsungan proses produksi jika koki yang memasak tersebut sedang berhalangan seperti sakit, pergi ke luar kota, atau halangan lainnya. Maka, diperlukan adanya beberapa koki yang berkompeten dalam mengolah Gudeg, dimana sudah ada resep pembuatan Gudeg termasuk takaran-takaran tiap bahan yang diperlukan. Beberapa koki tersebut pun juga harus dilakukan pelatihan dan pengecekan hasil pemasakannya agar rasa Gudeg hasil masakan koki tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan sama antar koki.

Bahan-bahan baku Gudeg yang telah selesai diolah dan siap untuk dikalengkan disimpan di panci besar yang ditutup dengan aluminium foil untuk mencegah adanya kontaminan yang masuk. Panci-panci tersebut kemudian langsung dimasukkan dalam mobil box dan akan diantarkan langsung ke LIPI untuk dikalengkan. Produksi dilakukan satu kali dalam dua minggu, yaitu setiap hari Rabu dengan total jumlah produksi 1000 kaleng, dimana mbak Yayah telah membuat persetujuan dengan pihak LIPI untuk berapa kaleng yang diproduksi dan kapan proses pengalengan akan dilakukan.

Kondisi ruang produksi gudeg kurang diperhatikan karena ada sebagian dinding dan langit-langit yang sudah berjamur karena kondisinya lembab. Langit-langit ruang ada yang telah mengelupas. Kondisi dinding dan langit-langit ruang produksi akan mempengaruhi higienitas alat maupun bahan yang digunakan dalam proses produksi karena jamur pada dinding dan langit-langit akan menumbuhkan bakteri yang dapat menurunkan higienitas produk gudeg. Pada ruang produksi juga kurang ventilasi sehingga pertukaran udara tidak lancar, dimana proses pemasakan gudeg akan menghasilkan aroma yang kuat yang menyebabkan ruang produksi menjadi pengap.

Jenis Control Point (CP) Pencegahan


(7)

bahan pelengkap menyebabkan perbedaan kualitas dan rasa gudeg

yang sesuai dengan standar produksi

Pengujian mikrobiologis bahan baku tidak dilakukan secara berkala mempengaruhi mutu dan keamanan pangan produk gudeg

Dilakukan pengujian mikrobiologis bahan baku secara berkala sebelum dilakukan proses produksi

Pengujian kandungan gizi gudeg kaleng tidak dilakukan secara berkala setiap setelah proses produksi mempengaruhi mutu dan keamanan pangan produk gudeg

Dilakukan pengujian kandungan gizi gudeg kaleng secara berkala setiap setelah proses produksi Perbedaan lamanya waktu untuk

perendaman dan pemasakan gori menjadi olahan gudeg karena ukuran gori yang tidak sama

Lebih cermat dan teliti dalam proses pemotongan sehingga ukuran gori sama

Jumlah koki yang sangat terbatas mempengaruhi kelangsungan proses produksi gudeg

Jumlah koki lebih diperbanyak sehingga ada koki cadangan jika ada koki yang sedang berhalangan saat proses produksi.

Perlu dilakukan pelatihan dan pengecekan hasil pemasakan antar koki agar kekhasan rasa gudeg kaleng mbak Yayah tidak berubah. Dinding dan langit-langit ruang

produksi yang berjamur dan

mengelupas sehingga

mempengaruhi higienitas produk gudeg

Diperlukan renovasi ruang produksi secara berkala terutama bagian dinding dan langit-langit ruang produksi

Kurangnya ventilasi pada ruang produksi sehingga pertukaran udara tidak lancar

Diperlukan renovasi ruang produksi dengan kondisi ruang produksi yang sesuai standar

D. PROSES PENGALENGAN DAN LABELISASI

Teknologi pengalengan (canning) merupakan salah satu metode pengawetan dengan cara pemanasan pada suhu tinggi. Proses pengawetan disebabkan adanya pembunuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen terhadap panas. Pemanasan basah (uap) lebih efektif dibandingkan kering (Kim dan Foegeding, 1999). Syarat utama wadah yang dapat digunakan untuk pengalengan pangan yaitu tertutup rapat, tidak ada udara, uap air, atau pun mikroba.


(8)

Kaleng yang digunakan untuk gudeg ini berukuran kecil yaitu untuk 210 gram. Produk ini sempat memproduksi dengan kaleng yang lebi besar yaitu untuk 350 gram. Namun, setelah membandingkan kualitas dengan kaleng yang diproduksi oleh LIPI, maka Mbak Yayah memutuskan untuk menggunakan produk dari LIPI. Di sisi lain, keinginan untuk membuat berbagai macam kemasan kaleng berbeda berat ada namun kendala pada jumlah produksi dan anggaran dana untuk kaleng dimana ada suatu perusahaan di Surabaya yaitu PT. Cometa yang memproduksi kaleng yang berkualitas, namun pemesanan minimal 100.000 kaleng. Hal tersebut tidak diambil karena keterbatasan biaya dan kendala produksi yang tidak mencapai sebanyak itu.

Pada pengalengan gudeg Mbak Yayah ini digunakan proses pengalengan jenis sterilisasi dengan menggunakan autoklaf (pemanasan basah). Tahapan proses pengalengan di awali dengan persiapan bahan yaitu gudeg itu sendiri yang dilakukan di tempat produksi yaitu di Jalan Monjali no 20 Nandan Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Selanjutnya, ada beberapa tahap yang dilakukan dalam proses pengalengan gudeg yang dilakukan di LIPI, antara lain:

1. Pengisian bahan ke dalam kaleng. Pengisian bahan ke dalam kaleng dilakukan dengan steril karena kegiatan ini dilakukan oleh petugas dari LIPI dimana petugas ini semuanya menggunakan masker, sarung tangan, penutup kepala, serta memakai jas lab. Dengan demikian terjadinya kontaminasi atau masuknya bakteri di gudeg dapat diminimalisasi. Pengisian bahan ke dalam kaleng diawali dengan bahan ayam kampung, kemudian telur bebek, tempe, krecek, kacang tholo, pete dan terakhir adalah gori, cabai dan blondho (areh). Gori dan blondho berada pada lapisan paling atas agar tidak terjadi pengendapan di bawah dan bahan tersebut mudah untuk di mampatkan dan diratakan sehingga akan membantu dalam proses penimbangan dan pengepresan. Selain itu tekstur dari gori itu sendiri yang dapat dimampatkan sehingga akan membuat bagian dalam benar-benar vakum udara. Dalam satu kaleng gudeg ditimbang seberat 210 gram. Pengisian bahan ke dalam kaleng harus


(9)

memperhatikan sisa ruangan di bagian atas kaleng (headspace) 1-2 cm dari permukaan kaleng. Menurut Haryadi, dkk., (2006), isi kaleng yang terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi cembung sehingga mutunya dapat disangka buruk. Headspace berguna untuk merapatkan penutupan kaleng. Saat uap air mengembun dalam kaleng, tekanan dalam headspace turun dan tekanan atmosfir di luar akan menekan tutup kaleng sehingga penutupan menjadi kuat.

2. Ekshausting. Ekshausting adalah suatu proses penghampaan udara, yaitu pengeluaran udara dalam kemasan untuk mengurangi tekanan di dalamnya selama proses pemanasan (Lopez, 1981). Kondisi vakum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu. Suhu ruangan ekshausting 80-900C dam proses berlangsung selama 8-10 menit.

3. Pengepresan (penutupan kaleng) dilakukan setelah ekshausting, saat suhu masih relative tinggi. Proses ini dilakukan dengan menggabungkan badan kaleng dengan tutupnya (double seaming).

4. Sterilisasi. Proses ini dilakukan secepat mungkin setelah penutupan kaleng. Jika terlalu lama, jumlah mikroba awal sebelum sterilisasi akan terlalu banyak sehingga standar proses sterilisasi yang ditetapkan mungkin tidak dapat membunuh mikroba target. Sterilisasi dilakukan dengan autoclave yaitu pemanasan basah dengan menggunakan uap pada suhu 1210C selama kurang lebih 40 menit. Proses sterilisasi yang dilakukan pada Gudeg Mbak Yayah ini termasuk dalam sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode yang cukup lama sehingga tidak lagi terdapat mikroorganisme yang hidup (Hariyadi, dkk., 2006). Pemanasan ini dilakukan pada suhu di atas 1000C dalam waktu yang cukup lama untuk membunuh spora bakteri (Syarief, dkk., 1989). Dampaknya adalah pada nilai gizi dari bahan pangan yang di sterilisasi khususnya protein dan vitamin yang sangat rentan pada proses pemanasan. Hal ini dibuktikan bahwa kandungan gizi pada gudeg ini tidak ada vitaminnya. (tambahkan kandungan yg lain ya). Namun hal itu tidak


(10)

terlalu mempengaruhi konsumen karena tidak semua nilai gizi hilang, serta kebanyakan para konsumen melihat dari segi kesukaan dan nilai bahwa gudeg adalah makanan khas suatu daerah.

5. Cooling (pendinginan). Setelah sterilisasi dilakukan proses pendinginan dengan menggunakan air dingin. Pada umumnya pendinginan dilakukan sampai suhu air dalam retort mencapai 38-400C (Muchtadi, 1995). Pendinginan dilakukan secepat mungkin setelah proses sterilisasi untuk mencegah overcooking dan pertumbuhan kembali mikroba terutama bakteri termofilik. Pendinginan ini juga difungsikan untuk mengetahui kebocoran dari kaleng karena kaleng ditenggelamkan pada air dan apabila ada kebocoran akan timbul gelembung udara pada air sehingga dapat dikendalikan adanya penurunan kualitas produk karena kebocoran. Setelah tahap cooling, dilanjutkan dengan pengelapan produk untuk kemudian disimpan.

6. Penyimpanan. Penyimpanan dilakukan di ruang karantina pada suhu ruang selama 2 minggu.

Segala tahap-tahap yang dilakukan pada proses pengalengan di LIPI tetap dipantau oleh pihak Gudeg Mbak Yayah untuk menjaga kualitas, komposisi bahan, dan porsinya. Dengan tahap-tahap di atas yang mampu membuat gudeg Mbak Yayah ini mampu bertahan sampai setahun. Namun pada label hanya dihitung 8 bulan dari proses produksi untuk meminimalisasi adanya resiko terhadap hal di luar dugaan seperti kerusakan bahan pangan tersebut. Namun demikian, gudeg kaleng Mbak Yayah selalu habis sebelum masa kadaluwarsa. Selanjutnya adalah tahap labelisasi. Kaleng yang sudah siap dilabelisasi di bawa kembali ke tempat produksi karena labelisasi dilakukan secara manual oleh karyawan. Untuk label di design sendiri oleh pihak produsen. Label tersebut sedang dalam tahap perbaikan karena beberapa koreksi. Pihak BPOM tahun ini (2014) sudah mencanangkan bahwa tidak ada lagi produk pangan tanpa bahan pengawet apabila masih menggunakan gula dan garam atau bumbu lain yang dapat digunakan sebagai pengawet alami. Walaupun alami, namun tetap saja masuk dalam bahan pengawet. Label pada produk gudeg ini baik karena mencakup merk produk, perusahaan pemroduksi, netto, nilai gizi,


(11)

tanggal kadaluwarsa. Selain itu adanya label halal pada produk ini benar-benar dipertanggungjawabkan oleh pihak Gudeg Kaleng Mbak Yayah karena bahan yang digunakan diambil yang memiliki kualitas baik. Krecek yang digunakan merupakan krecek yang bersertifikasi halal yang tentunya harganya lebih mahal dari krecek pada umumnya. Krecek bersertifikasi halal ini diperoleh di daerah Bantul dimana pada daerah ini merupakan daerah penghasil krecek, namun menurut Mbak Yayah hanya ada 2 tempat bersertifikasi halal. Dengan demikian, tidak ada pemalsuan informasi yang ada pada label sehingga konsumen tidak merasa ditipu.

Hal yang perlu diperhatikan adalah pemasangan label harus hati-hati karena dilakukan secara manual. Dengan demikian diperlukan kecermatan untuk meminimalisasi adanya kesalahan dan ketidakrapian dalam penempelan label. Selain itu, pelabelan secara manual dianggap sebagai kendala karena waktu yang digunakan untuk pelabelan lama sehingga tidak efektif, apalagi untuk 1000 kaleng setiap produksi.

Tabel 4. Jenis Control Point, Critical Control Point dan Pencegahannya

Jenis Control Point (CP) Pencegahan

Ketidakcermatan dalam labelisasi dan kesalahan penempelan.

Bahan label rentan rusak terhadap air.

Lebih cermat dalam melakukan pelabelan.

Dilakukan pengecekan ulang setelah labelisasi.

Pengadaan dana untuk membeli alat pelabelan.

Pemakaian bahan label yang tidak rentan air.

Jenis Critical Control Point (CCP)

Penanganan Terjadi kesalahan dimana

komposisi gudeg tidak sesuai (tidak lengkap)

Lebih cermat dalam mengkomposisikan bahan karena tidak tidak bisa dilakukan pengecekan kembali.

Kebocoran pada kaleng dan penutupan kaleng yang tidak rapat

Produk bocor tidak dijual karena gudeg sudah tercampur dengan air.

E. DISTRIBUSI

Wilayah pendistribusian Gudeg Kaleng Mbak Yayah mencakup Yogyakarta dan luar daerah, bahkan luar pulau. Untuk daerah Yogya sendiri


(12)

sudah banyak gudeg yang dijual, serta kebanyakan wisatawan kalau mengkonsumsi lebih suka gudeg fresh. Gudeg kaleng hanya diminati untuk oleh-oleh. Namun demikian adanya kompetitor dari Gudeg Kaleng Mbak Yayah membuat fokus pemasaran ke luar daerah dengan adanya reseller dan toko online. Pada daerah Yogya sendiri Gudeg Kaleng Mbak Yayah mulai dijual ke toko-toko, namun tidak begitu banyak toko yang dimasuki karena masih memperhitungkan reseller sejauh ini. Untuk pemesanan di daerah Yogya dilayani dengan delivery service dan free ongkos kirim untuk daerah sekitar Ring Road.

Pendistribusian dengan menggunakan kardus untuk menghindari adanya kepenyokan pada kaleng. Untuk pemesanan dalam jumlah kecil dilakukan pengemasan dengan karton untuk menghindari hal yang sama. Pendistribusian menghindari jalur udara dengan pesawat karena sangat rentan dengan kepenyokan. Maka dari itu diambil jalur darat dengan menggunakan mobil box atau truk.

Pendistribusian dengan jalur udara pernah terjadi karena miscommunication. Dari 300 kaleng yang didistribusikan, sekitar 70 kaleng penyok dan tidak dapat dijual. Maka dari itu, sekitar 70 kaleng tersebut dibagikan secara gratis karena pada intinya isi dari kaleng tidak terkontaminasi karena penyok yang terjadi tidak parah. Saran untuk menjual setengah harga tidak dilakukan oleh mbak Yayah karena tidak ingin menjual barang yang rusak walaupun hanya dari segi kemasan saja.

Pada proses pendistribusian terdapat CP dan CCP yang dapat dianalisis, antara lain,

Tabel 4. Jenis Control Point, Critical Control Point dan Pencegahannya

Jenis Control Point (CP) Pencegahan

Miscommunication jumlah pesanan

Dapat dikendalikan dengan penyesuaian jumlah pesanan (ditambah atau dikurangi).

Dilakukan pengecekan ulang terhadap jumlah pesanan.

Jenis Critical Control Point

(CCP) Penanganan

Terjadi kepenyokan kaleng saat


(13)

Menghindari jalur pendistribusian yang rentan terhadap kerusakan kaleng. Terjadi kebocoran kaleng saat

distribusi

Penarikan kaleng tersebut dan membuangnya karena bisa jadi sudah terkontaminasi oleh udara dan mikroba. Pemesanan di luar daerah atau di

luar pulau terhambat pada proses pengiriman

Pembuatan perjanjian di awal pemesanan mengenai jasa pengiriman yang biasa digunakan (yang cepat) agar sampai tujuan dengan tepat dan diadakan perjanjian mengenai maksimal lama pengiriman.

Pengiriman lebih awal dari target agar bisa sampai tujuan tepat pada waktunya.

Hal di atas untuk memberikan kepuasan konsumen.

F. Diagram Alir Proses Produksi

Pembelian bahan baku

Pemotongan gori

Perendaman gori

CP CP


(14)

Pendistribusian ke LIPI

Pengalengan

Pemasukan gudeg ke kaleng dan

Ekshausting

Pengepresan

Sterilisasi Cooling

Penyimpanan Pemasakan bahan baku menjadi gudeg

CCP CCP

CP

Labelisasi

Distribusi Produk CCP

CCP CP CP


(15)

III. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan kunjungan mandiri di Gudeg Kaleng Mbak Yayah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut,

1. Proses produksi Gudeg Kaleng Mbak Yayah diawali dengan pembelian bahan baku, pemotongan gori (bahan baku), perendaman gori, pemasakan bahan baku untuk menjadi ke gudeg, pendistribusian ke LIPI, dan pengalengan. Pengalengan meliputi pemasukan gudeg, penimbangan, ekshausting, pengepresan, sterilisasi, cooling, penyimpanan, dan labelisasi. Pendistribusian tersebar di luar daerah dan di luar pulau dilakukan secara online, menggunakan reseller, di beberapa toko di Yogyakarta, dan di tempat produksi yaitu di Jalan Monjali no 20 Nandan Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta.

2. Control Point (CP) dan Critical Control Point (CCP) meliputi

a. Produksi. CP meliputi pembelian bahan baku, pemotongan bahan baku gori, perendaman gori, pendistribusian ke LIPI, labelisasi. CCP yaitu pemasukan gudeg ke kaleng, pengepresan, cooling.

b. Distribusi. CP meliputi miscommunication jumlah pesanan. CCP yaitu kepenyokan kaleng, kebocoran kaleng, dan terhambatnya jasa pengiriman.

B. Saran

Berikut saran yang dapat membantu untuk menjaga kualitas dari Gudeg Kaleng Mbak Yayah, antara lain,


(16)

1. Lebih diperhatikan sanitasi dan higienitas ruang produksi dengan pembersihan ruang produksi secara berkala.

2. Pengadaan anggaran untuk alat labelisasi.

3. Perlu adanya uji kandungan gizi dan mikrobiologi secara berkala, tidak di awal saja.

4. Jumlah koki dan pekerja lebih diperhatikan. 5. Jangkauan pemasaran lebih diperluas. 6. Lebih variatif dalam promosi produk. 7.

DAFTAR PUSTAKA

Hariyadi P., Kusnandar F., Wulandari, N. 2006. Teknologi Pengalengan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kim, J., Foegeding, P.M. 1999. Principles of Control. In : Hauschild AHW dan

Dodds KL (ed). Clostridium botulinum Ecology and Control in Foods. Marcel Dekker Inc, New York.

Lopez, A. 1981. A Complete Course in Canning. The Canning Trade Inc, Maryland.

Muchtadi D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sediaoetama A. 1993. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

Sudaryanto, Y., Lydia Felycia, Henry R., dan Yuliana. 2004. Pengaruh Waktu dan Jenis Wadah Pemasakan terhadap Komponen Makanan dalam Gudeg. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Syarief, R. , Santausa.S., dan St. Isyana, B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(17)

Gambar 1. Labelisasi Gudeg Kaleng

Mbak Yayah dilakukan secara Manual Gambar 2. Tempat Masak dan TempatCuci kurang Higienis

Gambar 3. Gudeg Kaleng Mbak Yayah Versi Lama 350 gram (kanan) dan Versi Baru 210 gram (kiri)

Gambar 4. Isi Gudeg Kaleng

Gambar 5. Isi Gudeg Kaleng Masih Fresh

Gambar 6. Foto Bersama Pemilik Gudeg Kaleng Mbak Yayah


(18)

Gambar 7. Kondisi Ruang Produksi Gudeg Kaleng Mbak Yayah

Gambar 8. Kondisi Rak Penyimpanan Alat Produksi

Gambar 9. Kondisi Rak Penyimpanan Alat Produksi

Gambar 10. Hasil Pengalengan Gudeg dari LIPI

Gambar 11. Kondisi Tempat Pemasakan Gudeg

Gambar 12. Kondisi Tempat Pemasakan Gudeg


(19)

Gambar 14. Kemasan Anyaman Gudeg Kaleng Mbak Yayah

Gambar 15. Kemasan Anyaman Gudeg Kaleng Mbak Yayah

Gambar 16. Kondisi Atap dan Dinding Ruang Produksi

Gambar 17. Kondisi Tempat Pencucian


(20)

Gambar 20. Kondisi Rak Alat Produksi Gambar 21. Kondisi Ruang Labelisasi dan Penyimpanan


(1)

III. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan kunjungan mandiri di Gudeg Kaleng Mbak Yayah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut,

1. Proses produksi Gudeg Kaleng Mbak Yayah diawali dengan pembelian bahan baku, pemotongan gori (bahan baku), perendaman gori, pemasakan bahan baku untuk menjadi ke gudeg, pendistribusian ke LIPI, dan pengalengan. Pengalengan meliputi pemasukan gudeg, penimbangan, ekshausting, pengepresan, sterilisasi, cooling, penyimpanan, dan labelisasi. Pendistribusian tersebar di luar daerah dan di luar pulau dilakukan secara online, menggunakan reseller, di beberapa toko di Yogyakarta, dan di tempat produksi yaitu di Jalan Monjali no 20 Nandan Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta.

2. Control Point (CP) dan Critical Control Point (CCP) meliputi

a. Produksi. CP meliputi pembelian bahan baku, pemotongan bahan baku gori, perendaman gori, pendistribusian ke LIPI, labelisasi. CCP yaitu pemasukan gudeg ke kaleng, pengepresan, cooling.

b. Distribusi. CP meliputi miscommunication jumlah pesanan. CCP yaitu kepenyokan kaleng, kebocoran kaleng, dan terhambatnya jasa pengiriman.

B. Saran

Berikut saran yang dapat membantu untuk menjaga kualitas dari Gudeg Kaleng Mbak Yayah, antara lain,


(2)

1. Lebih diperhatikan sanitasi dan higienitas ruang produksi dengan pembersihan ruang produksi secara berkala.

2. Pengadaan anggaran untuk alat labelisasi.

3. Perlu adanya uji kandungan gizi dan mikrobiologi secara berkala, tidak di awal saja.

4. Jumlah koki dan pekerja lebih diperhatikan. 5. Jangkauan pemasaran lebih diperluas. 6. Lebih variatif dalam promosi produk. 7.

DAFTAR PUSTAKA

Hariyadi P., Kusnandar F., Wulandari, N. 2006. Teknologi Pengalengan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kim, J., Foegeding, P.M. 1999. Principles of Control. In : Hauschild AHW dan

Dodds KL (ed). Clostridium botulinum Ecology and Control in Foods. Marcel Dekker Inc, New York.

Lopez, A. 1981. A Complete Course in Canning. The Canning Trade Inc, Maryland.

Muchtadi D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sediaoetama A. 1993. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

Sudaryanto, Y., Lydia Felycia, Henry R., dan Yuliana. 2004. Pengaruh Waktu dan Jenis Wadah Pemasakan terhadap Komponen Makanan dalam Gudeg. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Syarief, R. , Santausa.S., dan St. Isyana, B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(3)

Gambar 1. Labelisasi Gudeg Kaleng

Mbak Yayah dilakukan secara Manual Gambar 2. Tempat Masak dan TempatCuci kurang Higienis

Gambar 3. Gudeg Kaleng Mbak Yayah Versi Lama 350 gram (kanan) dan Versi Baru 210 gram (kiri)

Gambar 4. Isi Gudeg Kaleng

Gambar 5. Isi Gudeg Kaleng Masih Fresh

Gambar 6. Foto Bersama Pemilik Gudeg Kaleng Mbak Yayah


(4)

Gambar 7. Kondisi Ruang Produksi Gudeg Kaleng Mbak Yayah

Gambar 8. Kondisi Rak Penyimpanan Alat Produksi

Gambar 9. Kondisi Rak Penyimpanan Alat Produksi

Gambar 10. Hasil Pengalengan Gudeg dari LIPI

Gambar 11. Kondisi Tempat Pemasakan Gudeg

Gambar 12. Kondisi Tempat Pemasakan Gudeg


(5)

Gambar 14. Kemasan Anyaman Gudeg Kaleng Mbak Yayah

Gambar 15. Kemasan Anyaman Gudeg Kaleng Mbak Yayah

Gambar 16. Kondisi Atap dan Dinding Ruang Produksi

Gambar 17. Kondisi Tempat Pencucian


(6)

Gambar 20. Kondisi Rak Alat Produksi Gambar 21. Kondisi Ruang Labelisasi dan Penyimpanan