Prevalensi HIVAIDS di lembaga pemasyarakatan Program perawatan dan pengobatan HIVAIDS

berkualitas sama dengan layanan klinis yang diberikan kepada masyarakat diluar LapasRutan Jenderal Pemasyarakatan, 2007.

2.2.1 Prevalensi HIVAIDS di lembaga pemasyarakatan

Berdasarkan penelitian prevalensi HIV dan Sifilis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI pada Narapidana di LapasRutan di 13 Propinsi di Indonesia tahun 2010, menyebutkan bahwa dari 18 LapasRutan, prevalensi HIV pada Warga Binaan Laki-laki yaitu 1,1 dan pada Warga Binaan Perempuan yaitu 6. Pada tahun 2010, hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan KabupatenKota Jakarta dan Jawa Barat menyebutkan bahwa, Prevalensi HIV pada WBP selama 2 tahun terakhir menunjukkan hasil yang sangat bervariasi, yakni 1 hingga 32 di Lapas Narkotika Cipinang dan 30 LapasRutan lainnya. Menurut laporan estimasi dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2009, memperkirakan bahwa terdapat 140.000 WBP di Indonesia dimana sekitar 5000 WBP atau 3,6 WBP telah terinfeksi HIV. Estimasi prevalensi tersebut 24 kali lebih tinggi dari estimasi prevalensi HIV pada populasi umum di Indonesia. Prevalensi HIV yang relatif tinggi pada WBP di beberapa LapasRutan menyebabkan populasi tersebut sudah harus diperhitungkan dalam estimasi jumlah populasi dewasa rawan tertular HIV. Berdasarkan penelitian tersebut, juga diketahui bahwa faktor risiko yang memiliki hubungan yang bermakna dengan infeksi HIV pada narapidana laki ‐laki adalah riwayat pemakaian napza suntik dan pada narapidana perempuan adalah hasil tes antibodi sifilis positif dan riwayat penyalahgunaan napza. Prevalensi HIV pada narapidana perempuan yang pernah menggunakan napza suntik yaitu sebesar 12, yang berarti hampir 2 kali lebih tinggi dibandingkan narapidana laki ‐laki yaitu sebesar 6,7.

2.2.2 Program perawatan dan pengobatan HIVAIDS

Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penularan HIVAIDS di LapasRutan di Indonesia, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menetapkan Strategi Nasional Penanggulangan HIVAIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di LapasRutan di Indonesia. Strategi nasional tersebut memiliki tiga pilar utama yaitu Jenderal Pemasyarakatan, 2007 : 1. Penegakan hukum dan bimbingan hukum Penegakan dan bimbingan hukum dilakukan agar jumlah pengguna narkoba baru di LapasRutan tidak bermunculan lagi. 2. Rehabilitasi dan pelayanan sosial Pelaksanaan tindakan rehabilitasi bagi narapidana dan tahanan untuk mencegah perluasan kasus narkoba baru dan penularan HIVAIDS. 3. Pencegahan dan perawatan Kegiatan pencegahan dan perawatan dilakukan dengan memperbaiki dan memberikan layanan kesehatan yang layak dan berkualitas bagi narapidana dan tahanan secara umum dan khususnya bagi warga binaan yang terinfeksi HIVAIDS. Pemenuhan kebutuhan layanan klinis yang berkualitas di LapasRutan diawali dengan pelaksanaan konseling dan tes HIV VCT yang bertujuan untuk meningkatkan penemuan dini HIV. Setelah dilakukan VCT kepada seluruh warga binaan selanjutnya dilaksanakan perawatan, dukungan dan pengobatan CST bagi warga binaan yang terbukti terinfeksi HIV. Adapun komponen perawatan berkesinambungan yang diselenggarakan di LapasRutan yaitu sebagai berikut : a. Konseling dan Test HIV VCT b. Manajemen Kasus HIVAIDS c. Perawatan dan Pengobatan d. PMTCT Prevention of Mother to Child Transmission e. Diagnosis dan Terapi IMS Infeksi Menular Seksual

2.3 Cascade of CareTreatment Cascade