bertugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberi pelayanan administrasi kepada Lurah.
Sedangkan kepala urusan bertugas menjalankan kegiatan skretariat desa sesuai bidang tugasnya masing-masing. Kepala lingkungan bertugas membantu
pelaksanaan pemerintahan kelurahan di lingkungan masing-masing. Ada pun skema struktur organisasi pemerintahan Kelurahan Gedung Johor dapat dilihat
pada bagan 4.1 berikut ini :
Bagan 4.1 Struktur Pemerintahan Kelurahan Gedung Johor
Sumber : Kecamatan Medan Johor Agustus 2014
4.3. Analisis Tabel Tunggal
Analisis tabel tunggal merupakan analisa yang peneliti lakukan dengan membagi variabel ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi.
Analisis data frekuensi dalam tabel tunggal terdiri dari kolom frekuensi, dan persentase dari masing-masing jawaban di dalam kuesioner penelitian.
Data yang disajikan dan dibahas dalam tabel tunggal penelitian ini masing- masing sebagai berikut:
Lurah
Kelompok Jabatan Fungsional
Kaur Umum Kaur Pemerintahan
Sekretaris Lurah
Kaur Kesra Kaur
Trantib Kaur
Pembangunan
Kepala Lingkungan I sampai dengan XIII
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik responden disajikan untuk mengetahui latar belakang responden meliputi usia responden, jenis kelamin responden, agama responden,
suku etnis responden, dan pendidikan responden. Data secara lengkap yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat di dalam tabel adalah sebagai berikut di
bawah ini:
Tabel 4.3 Usia Responden
Sumber : P1 FC1 Berdasarkan tabel 4.3 diatas adapun analisis mengenai karakteristik
responden dari jumlah sampel N=60 orang dapat diuraikan sebagai berikut: diketahui pada Gambar 4.3 mengenai usia responden yang berusia 21 tahun
sebanyak 6 10,00 , usia 21-30 tahun sebanyak 7 11,67 , yang berusia 31-40 tahun sebanyak 34 56,67 , yang berusia 41-50 tahun sebanyak 10 16,67 ,
dan yang berusia 51-60 tahun sebanyak 35,00 . Komplek Puri Katelia Indah merupakan pemukiman yang cukup heterogen
ini dapat dilihat dari jumlah suku yang cukup beragam. Selain itu, di daerah
21 6
10,00 21-30
7 11,67
31-40 34
56,67 41-50
10 16,67
51-60 3
5,00
Universitas Sumatera Utara
komplek ini tidak hanya dihuni para keluarga. Pada beberapa rumah, penghuni komplek merupakan anak – anak muda dari luar kota Medan yang berkuliah di
universitas Kota Medan. Hal ini memungkinkan dalam satu rumah terdapat kepala keluarga di bawah 21 tahun. Kepala keluarga didominasi berusia 31 – 40 tahun
sebanyak 56,67.
Tabel 4.4 Jenis Kelamin Responden
Sumber : P2 FC2 Berdasarkan tabel 4.4 diatas adapun analisis mengenai karakteristik
responden dari jumlah sampel N=60 orang. Dapat diuraikan bahwa yang berjenis kelamin perempuan 30 50,00 dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 30
50,00 . Pada penarikan sampel peneliti sudah menjelaskan terlebih dahulu alasan membagi responden berdasarkan jenis kelamin. Peneliti menggunakan
teknik kuota sampel yang memungkinkan peneliti untuk membagi responden berdasarkan jenis kelamin. Pembagian ini dikarenakan untuk menghindari
responden didominasi oleh laki – laki, karena penarikan sampel dilakukan
berdasarkan kepala keluarga.
Laki-laki 50,00
Perempuan 50,00
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Agama Responden
Sumber : P3 FC3 Berdasarkan tabel 4.5 diatas adapun analisis mengenai karakteristik
responden dari jumlah sampel N=60 orang dapat diuraikan bahwa yang beragama islam sebanyak 40 responden 67, yang beragama protestan 10 responden 17
, yang beragama budha sebanyak 5 responden 8, yang beragama katolik 3 responden 5, dan masing masing yang beragama hindu dan konghucu
sebanyak 1 responden 2. Keberagaman agama responden berbanding lurus dengan penyebaran sukuetnis komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan
Johor. Warga penghuni komplek hidup secara harmonis, walaupun sebagai mayoritas, warga beragama Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap agama
lain. Fasilitas ibadah agama dalam komplek ini hanya memiliki satu buah musolla. Sedangkan untuk agama di luar agama islam, pelaksanaan ibadah
Hindu 1
Budha 8
Katolik 5
Protestan 17
Islam 67
Konghucu 2
Agama Responden
Universitas Sumatera Utara
dilakukan di luar wilayah komplek namun masih dalam kawasan kecamatan Medan Johor.
Tabel 4.6 SukuEtnis Responden
Sumber : P4 FC4 Berdasarkan tabel 4.6 diatas adapun analisis mengenai karakteristik
responden dari jumlah sampel N=60 orang dapat diuraikan yang beretnis Jawa sebanyak 22 responden 36,67 , yang bersetnis Batak sebanyak 22 responden
36,67 , yang beretnis Tionghoa sebanyak 7 responden 11,67 , yang beretnis aceh sebanyak 4 responden 6,67, yang beretnis MinangPadang
sebanyak 3 5,00 dan yang beretnis Nias dan Tamil masing-masing sebanyak 1 1,67 .
Keberagaman suku dalam komplek ini sangat variatif. Pada beberapa keluarga bahkan terdapat anggota keluarga dari berbagai suku. Keberagaman ini
dimungkinkan karena komplek ini tidak hanya dihuni oleh keluarga yang berasal dari satu perkawinan. Pada beberapa rumah, anggota keluarga merupakan
12 2
2
36 36
5 7
Suku Responden
Tionghoa Nias
Tamil Jawa
Batak Minang
Aceh
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa yang sedang berkuliah di Kota Medan. Tidak jarang mahasiswa tersebut dari berbagai daerah. Hal ini cukup menarik untuk mengamati proses
komunikasi antarbudaya di komplek ini.
Tabel 4.7 Pendidikan Responden
Sumber : P5 FC5 Berdasarkan tabel 4.7 jenjang pendidikan setingkat SLTAsederajat
merupakan tingkat pendidikan dominan dari para responden. Ini terlihat dari 65 responden 39 orang memiliki tingkat pendidikan SLTA, sedangkan responden
dengan tingkat pendidikan Sarjana sebesar 26,67 responden 16 orang, AkademiDiploma sebesar 6,67 4 orang dan responden dengan latar belakang
S2 sebanyak 1 orang 1,67. Tingkat pendidikan responden di dominasi tamat SLTA. Pada sebagian
responden kelompok ini masih berstatus sebagai mahasiswa, beberapa diantara yang lain merupakan karyawan swasta dan bagian lain sebagai pengusaha.
Mahasiswa tersebar di berbagai perguruan tinggi di Kota Medan. Sedangkan
SLTA 39
65,00 AkademiDiplo
ma 4
6,67 Sarjana
16 26,67
S2 1
1,67
Universitas Sumatera Utara
karyawan swasta bekerja di perusahaan. Pengusaha dari responden bergerak di bidang perdagangan dan kontruksi.
Tabel 4.8 Komunikasi Mampu Menggambarkan Etnis
Sumber : P6 FC6 Berdasarkan tabel 4.8 mayoritas responden ternyata menilai komunikasi
mampu untuk mengambarkan etnis. Ini terlihat dari jawaban responden ketika ditanya apakah komunikasi mampu menggambarkan etnis dengan persentase
53,3 32 responden menjawab mampu dan 43,3 26 responden menjawab cukup mampu, dan responden dengan jawaban sangat mampu sebesar 3,3 2
responden. Penggambaran yang sangat mudah dikenali awalnya dari segi fisik.
Terutama bagi etnis Tionghoa dan etnis Tamil. Kedua etnis ini memiliki warna kulit yang berbeda dengan warga pribumi lainnya. Jumlah etnis Tamil yang tidak
menjadi fokus penelitian tidak dijelaskan dalam pembahasan ini. Sementara etnis
Cukup Mampu 26
43,33 Mampu
32 53,33
Sangat Mampu 2
3,33
Universitas Sumatera Utara
Tionghoa yang bermata sipit dan kulit putih sangat mudah untuk digambarkan oleh etnis pribumi.
Penggambaran lain yang mudah dikenali dari etnis tionghoa jika dibandingkan dengan etnis pribumi adalah dialek. Dialek atau biasa disebut logat
etnis Tionghoa sangat berbeda jika dibandingkan dengan etnis pribumi. Kebiasaan etnis Tionghoa menggunakan bahasa leluhur membuat intonasi berbahasa
Indonesia terdengar berbeda dan khas. Dialek etnis Tionghoa di Puri Katelia Indah tidak berbeda dengan mayoritas etnis Tionghoa di Kota Medan. Etnis
Tionghoa menggunakan dialek ‘Hokkien’ bahasa daerah di salah satu bagian negara Tionghoa yang berbeda dengan bahasa Mandarin.
Tabel 4.9 Komunikasi Mampu Menggambarkan Agama
Sumber : P7 FC7
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa mayoritas responden menilai bahwa komunikasi mampu menggambarkan agama. Hal ini dilihat dari jawaban
responden yang mengatakan cukup mampu dengan 48,3 29 responden,
Tidak Mampu
6 10,00
Cukup Mampu
29 48,33
Mampu 14
23,33 Sangat
Mampu 11
18,33
Universitas Sumatera Utara
Mampu 23,3 14 responden, dan sangat mampu 18,3 11 responden, walaupun terdapat 10 6 responden yang mengatakan tidak mampu.
Etnis Tionghoa di Kota Medan sangat identik dengan agama Budha. Agama Budha yang disebarkan Sidharta Gautama memang berasal dari tanah
Mandarin. Agama Budha juga masuk ke Indonesia berasal dari negara Tionghoa. Hal ini memudahkan etnis pribumi untuk menggambarkan agama etnis Tionghoa.
Apalagi pada rumah setiap warga etnis Tionghoa di Komplek Puri Katelia Indah ini dibagun tempat untuk sembahyang. Simbol –simbol ini yang merupakan
bagian dari komunikasi memudahkan etnis pribumi untuk menggambarkan etnis Tionghoa.
Tabel 4.10 Komunikasi Mengambarkan Tingkat Pendidikan
Sumber : P8 FC8
Berdasarkan Tabel 4.10 diatas dapat dianalis bahwa ternyata komunikasi mampu menggambarkan tingkat pendidikan. Terlihat dari 38,3 23 responden
menjawab “Mampu”, dan 48,3 29 responden lainnya menilai “Cukup Mampu”. Sedangkan hanya 13,3 responden yang menjawab “Tidak Mampu”.
Tidak Mampu 8
13,33
Cukup Mampu 29
48,33 Mampu
23 38,33
Universitas Sumatera Utara
Bahasa merupakan salah satu bagian dari komunikasi. Salah satu prinsip komunikasi antarbudaya juga membahas mengenai bahasa. Bahasa sebagai
cermin budaya. Bahasa mencerminkan budaya, makin besar perbedaan budaya, makin besar perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat–
isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antarbudaya makin sulit komunikasi dilakukan.
Penggunaan bahasa Tionghoa yang sering digunakan etnis Tionghoa dalam kehidupan sehari–hari hanya digunakan dalam kelompoknya. Menurut
responden, jika dalam komunikasi dengan warga komplek, etnis Tionghoa menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini juga dilakukan etnis lain seperti etnis
Batak dan etnis Aceh yang juga sering menggunakan bahasa daerah jika dalam komunitasnya. Fakta ini menunjukkan perbedaan budaya jika dipahami secara
baik oleh individu yang terlibat tidak menimbulkan konflik melainkan keselarasan.
Tabel 4.11 Frekuensi Berkomunikasi
Sumber : P9 FC9 Berdasarkan Tabel 4.11 di atas dapat kita lihat sebaran frekuensi
berkomunikasi responden. Dari data di atas terdapat 30,00 18 responden sering berkomunikasi satu sama lain, 30,00 18 responden mengatakan sangat
Sangat Jarang 11
18,33
Jarang 13
21,67 Sering
18 30,00
Sangat Sering 18
30,00
Universitas Sumatera Utara
sering berkomunikasi, sedangkan 18,33 11 responden dan 21,67 13 responden yang mengaku sangat jarang dan jarang untuk berkomunikasi.
Komunikasi antar warga komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor sering dilakukan pada malam hari dan akhir pekan. Hal ini dikarenakan
kesibukan masing – masing warga komplek. Pada beberapa saat, pengurus warga perumahan sering melakukan gotong royong. Gotong royong bertujuan untuk
memberi kesempatan warga untuk saling kenal mengenal. Hanya sebagian kecil dari responden yang sangat jarang melakukan
frekuensi komunikasi. Hal yang kemudian menjadi menarik adalah sebagian kecil responden yang sangat jarang melakukan komunikasi justru berasal dari etnis
Tionghoa. Etnis Tionghoa di daerah ini sangat jarang terlibat komunikasi dengan warga sekitar. Kebanyakan dari etnis Tionghoa ini sering melakukan aktifitas di
luar komplek.
Tabel 4.12 Frekuensi Pertemuan Anda Dengan Tetangga
Sumber : P10 FC10 Berdasarkan Tabel 4.12 di atas dapat kita lihat frekuensi pertemuan
responden dengan tetangga mereka. Terdapat 38,33 23 responden menjawab sering melakukan pertemuan dengan tetangganya dan 20 12 responden sangat
sering untuk melakukannya. Namun terdapat juga responden yang jarang bertemu
Sangat Jarang
11 18,33
Jarang 14
23,33 Sering
23 38,33
Sangat Sering
12 20,00
Universitas Sumatera Utara
dengan tetangganya dengan persentase 23,33 14 responden dan 18,33 11 responden menjawab sangat jarang.
Berbanding lurus dengan frekuensi komunikasi. Pertemuan etnis Tionghoa dengan para tetangga juga sangat jarang. Hal ini dikarenakan kesibukan responden
pada kegiatan bisnis di luar rumah. Akhir pekan sering digunakan untuk bertamasya ke luar kota atau luar negeri. Hanya pada beberapa kesempatan etnis
Tionghoa di komplek ini berpartisipasi dalam kegiatan komplek. Intensitas yang sedikit tidak banyak mempengaruhi komunikasi etnis
Tionghoa dan etnis pribumi terganggu. Menurut beberapa responden pribumi hal tersebut dipandang wajar karena kesibukan. Responden menyambut positif
kehadiran etnis Tionghoa karena pada beberapa kesempatan etnis Tionghoa sangat ramah dengan mengadakan open house. Acara ini biasa dilakukan pada perayaan
Imlek maupun tahun baru. Etnis Tionghoa sering mengadakan jamuan makan mengundang etnis pribumi.
Tabel 4.13 Hambatan Lingkungan Dalam Berkomunikasi
Sumber : P11 FC11
Sangat Jarang 29
48,33 Jarang
29 48,33
Sering 2
3,33
Universitas Sumatera Utara
Mayoritas responden menilai tidak ada atau jarang terjadi hambatan- hambatan dalam berkomunikasi satu dengan lainnya. Ini dapat kita lihat dari
Tabel 4.13 di atas yang menunjukkan 48,33 29 responden sama-sama menjawab jarang dan sangat jarang terjadi hambatan dalam berkomunikasi. Walau
terdapat juga sebagian kecil responden yang menilai sering terjadi hambatan dengan besaran persentase 3,33 2 responden.
Hambatan lingkungan dalam komunikasi antarbudaya termasuk dalam hambatan ekologis. Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan
lingkungan terhadap berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah suara riuh orang-orang ramai atau kebisingan lalu lintas, suara hujan atau petir, suara
pesawat terbang dan lain-lain saat sedang berkomunikasi Effendy, 1986 :16. Pada penelitian ini hambatan yang sering terjadi dalam proses komunikasi
adalah faktor waktu. Waktu merupakan bagian dari lingkungan. Waktu yang minim dalam beraktifitas antara etnis pribumi dan etnis Tionghoa sedikit banyak
mempengaruhi proses komunikasi. Kesibukan masing–masing pihak warga komplek Puri Katelia Indah ini membuat hambatan komunikasi antarbudaya
cukup besar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.14 Frekuensi Diadakannya Pertemuan antar Tetangga
Sumber : P12 FC12 Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat dianalisis bahwa ternyata responden
menilai sangat jarang dan jarang untuk diadakannya pertemuan antar tetangga. Hal ini dapat kita lihat dari 51,67 dan 31,67 responden yang mengatakan
jarang dan sangat jarang. Hanya 10 6 responden dan 6,67 4 responden yang menjawab sering dan sangat sering diadakannya pertemuan antar tetangga.
Frekuensi diadakan pertemuan antar tetangga berbanding lurus dengan frekuensi bertemu dengan tetangga. Pertemuan antar tetangga hanya dilakukan
pada momen tertentu seperti perayaan hari besar atau perayaan nasional. Di luar dua perayaan tadi, pertemuan antar tetangga dimungkinkan dengan adanya acara
seperti sunatan, pernikahan atau acara syukuran yang dilakukan salah satu anggota keluarga perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.
Frekuensi pertemuan antar tetangga yang dilakukan secara resmi oleh pengurus perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor biasanya
berkaitan dengan isu keamanan dan kebersihan dalam perumahan. Pada beberapa
Sangat Jarang 19
31,67 Jarang
31 51,67
Sering 6
10,00 Sangat Sering
4 6,67
Universitas Sumatera Utara
kejadian pertemuan dianggap penting jika kondisi lingkungan sudah kotor atau telah terjadi tindak pencurian yang dilakukan orang dari luar masuk ke dalam
lingkungan perumahan. Hal ini tentu saja menjadi fokus untuk diperbincangkan demi kenyamanan penghuni perumahan Puri Katelia Indah.
Tabel 4.15 Hambatan Kebutuhan Diri dalam Berkomunikasi
Sumber : P13 FC13 Berdasarkan Tabel 4.15 di atas bahwa ternyata responden sering bahkan
sangat sering mendapat hambatan kebutuhan diri dalam berkomunikasi. Hal ini bisa dilihat dari 41,67 atau 25 responden menjawab sering dan 26,63 16
responden menjawab sangat sering. Namun terdapat juga 13,33 8 responden menjawab jarang dan 18,33 11 responden menjawab sangat jarang.
Hambatan motivasi yang biasa kita sebut dengan kebutuhan merupakan salah satu dari hambatan komunikasi antarbudaya. Hambatan semacam ini
berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah
Sangat Jarang
11 18,33
Jarang 8
13,33 Sering
25 41,67
Sangat Sering 16
26,67
Universitas Sumatera Utara
pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
Pada penelitian ini mayoritas responden menyatakan sering menjadikan kebutuhan sebagai penghambat komunikasi. Pada masyarakat modern seperti di
perumahan Puri Katelia Indah, kebutuhan akan komunikasi di lingkungan perumahan sangat minim. Kebutuhan komunikasi dikalahkan dengan kebutuhan
akan kenyamanan atau kebutuhan istirahat. Kesibukan serta tenaga yang sudah terkuras di siang hari membuat kebutuhan akan istirahat lebih tinggi dibandingkan
dengan kebutuhan komunikasi pada malam hari. Hal ini sering menjadi penghambat komunikasi antar pribumi dan etnis Tionghoa di perumahan Puri
Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.
Tabel 4.16 Etnis yang Berbeda Sebagai Penghambat
Sumber : P14 FC 14
Sangat jarang 27
45,00 Jarang
29 48,33
Sering 4
6,67
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4.16 di atas dianalis bahwa ternyata etnis yang berbeda tidak menjadi penghambat dalam berkomunikasi. Hal ini dikarenakan bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa universal. Hal ini dapat dilihat dari 48,33 29 responden dan 45 27 responden menjawab jarang dan
sangat jarang etnis yang berbeda sebagai penghambat, walau masih ada sebagian kecil responden yang menilai hal tersebut sering menjadi penghambat dengan
persentase hanya 6,67. Berbeda dengan hambatan lain, di Kota Medan khususnya di Komplek
Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor, hambatan budaya tidak termasuk dalam hambatan komunikasi. Sebagian besar responden menyatakan hambatan
budaya tidak menjadi masalah dalam proses komunikasi. Hambatan ini berasal dari etnis yang berbeda, agama, dan juga perbedaan
sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya. Secara sederhana, etnis pribumi memandang hambatan etnis tidak menjadi kendala untuk melakukan
proses komunikasi. Sebaliknya, etnis Tionghoa juga memandang bahwa perbedaan etnis bukan merupakah hambatan komunikasi. Hal ini dikarenakan
keberagaman etnis yang ada di perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.17 Agama yang Berbeda Sebagai Penghambat Komunikasi
Sumber : P15 FC15 Bedasarkan Tabel 4.17 di atas dapat dianalisis ternyata agama yang
berbeda juga bukan merupakan penghambat dalam berkomunikasi. Hal ini disimpulkan dari jawaban mayoritas responden. Responden yang menjawab
jarang terdapat 48,33 29 responden dan sangat jarang sebesar 41,67 25 responden. Namun tidak menutup kemungkinan juga masih terdapat responden
yang menilai terdapat hambatan dalam berkomunikasi dengan adanya perbedaan agama. Hal ini terlihat dari 6,67 dan 3,33 responden yang menjawab sering
dan sangat sering faktor perbedaan agama ini menjadi salah satu hambatan dalam berkomunikasi.
Agama merupakan sistem nilai yang dipercaya oleh responden. Agama merupakan sistem nilai melekat mirip dengan etnis. Responden memandang
perbedaan agama bukan merupakan isu yang penting yang bisa menghambat proses komunikasi. Etnis Tionghoa tidak terganggu dengan keberadaan musholla
Sangat Jarang 25
41,67 Jarang
29 48,33
Sering 4
6,67 Sangat Sering
2 3,33
Universitas Sumatera Utara
di lokasi perumahan begitu juga dengan agama lain seperti protestan, katolik dan Hindu.
Etnis pribumi juga tidak terlalu mempersoalkan keberadaan tempat sembahyang di rumah etnis Tionghoa yang mayoritas beragama Budha.
Keselarasan ini belum pernah menimbulkan konflik di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor. Etnis Tionghoa juga tidak terganggu dengan
kegiatan agama lain yang dilakukan di daerah perumahan, seperti upacara kematian, dan lain –lain.
Tabel 4.18 Status Sosial yang Berbeda sebagai Penghambat Komunikasi
Sumber : P16 FC16 Mayoritas responden menilai bahwa faktor sosial bukan merupakan
masalahhambatan dalam berkomunikasi. Hal ini bisa kita lihat dari data di Tabel 4.18 di atas dengan persentase responden menjawab jarang sebesar 66,67 40
responden dan 16,67 10 responden menjawab sangat jarang. Sedangkan terdapat juga 16,67 10 responden lainnya menilai bahwa faktor sosial sering
menjadi hambatan dalam berkomunikasi.
Sangat Jarang 10
16,67
Jarang 40
66,67 Sering
10 16,67
Universitas Sumatera Utara
Pada beberapa kejadian di negara kita, perbedaan kelas sosial sering menimbulkan konflik antar masyarakat. Perbedaan kelas sering memicu
terjadinya konflik horizontal antar etnis terutama yang berkaitan dengan etnis pribumi dan etnis pendatang. Etnis Tionghoa masih sering dianggap sebagai etnis
pendatang di Indonesia ini. Tidak jarang etnis Tionghoa menjadi sasaran konflik di masyarakat.
Konflik ini masih bisa terjadi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor namun dengan peluang yang relative amat sangat kecil. Hal ini
dikarenakan potensi perbedaan kelas antara etnis pribumi dengan etnis Tionghoa juga relatif kecil. Tidak terdapat perbedaan jauh kelas sosial antara etnis pribumi
dan etnis Tionghoa di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor. Etnis pribumi dan etnis Tionghoa di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan
Johor masuk dalam kategori kelas menengah dan menengah atas. Peneliti memandang kelas sosial bukan menjadi permasalahan yang bisa menghambat
proses komunikasi antarbudaya etnis pribumi dan etnis Tionghoa di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.19 PersepsiPendapat yang berbeda sebagai penghambat komunikasi
Sumber : P17 FC17 Berdasarkan Tabel 4.19 di atas dapat kita analisis suatu hal yang menarik
dimana ternyata faktor perbedaan pendapatpersepsi dapat menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Walau memang sebagian responden lainnya mengatakan
sebaliknya. Terdapat 46,67 28 responden menilai sering terjadi hambatan dalam berkomunikasi dikarenakan perbedaan pendapatpersepsi ini, ditambah 5
responden lainnya mengatakan sangat sering. Sedangkan 43,33 dan 5 responden lainnya tidak menilai hal tersebut menjadi faktor penghambat
komunikasi. Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi
yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda. Persepsi lahir
karena adanya perbedaan nilai yang dianut dalam diri setiap individu. Pada beberapa konteks komunikasi khususnya komuniikasi antarbudaya,
perbedaan persepsi sering memunculkan hambatan. Hal ini juga yang dirasakan mayoritas responden penelitian ini. Pada beberapa konteks yang berkaitan dengan
pandangan politik masih menjadi perdebatan dalam masyarakat khususnya warga
Sangat Jarang 3
5,00 Jarang
26 43,33
Sering 28
46,67 Sangat Sering
3 5,00
Universitas Sumatera Utara
perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor. Isu ini jarang didiskusikan dalam proses komunikasi. Isu ini cukup sensitif yang dapat
menimbulkan ketidaknyamanan.
Tabel 4.20 Pengalaman Hidup yang Berbeda sebagai Penghambat Komunikasi
Sumber : P18 FC18
Berdasarkan Tabel 4.20 di atas dapat kita lihat bahwa terdapat variasi jawaban dari responden ketika ditanya apakah faktor pengalaman hidup yang
berbeda bisa menjadi penghambat dalam komunikasi. Terdapat responden yang menjawab jarang dengan persentase sebesar 31,67 19 responden dan 30 18
responden menjawab sangat jarang. Namun sebagian responden lainnya menjawab sebaliknya dengan 23,33 14 responden menilai hal tersebut menjadi
hal yang sering dan responden yang menjawab sangat sering sebesar 15 9 responden.
Pengalaman hidup bisa dihimpun dari pengalaman maupun referensi dari buku yang dibaca atau orang lain. Pada usia muda dan usia tua, perbedaan
pengalaman hidup cukup bisa menjadi sebab hambatan komunikasi. Pengalaman
Sangat jarang
18 30,00
Jarang 19
31,67 Sering
14 23,33
Sangat Sering
9 15,00
Universitas Sumatera Utara
hidup yang berbeda juga menjadi hambatan komunikasi antarbudaya etnis pribumi dan etnis Tionghoa kecamatan Medan Johor.
Tabel 4.21 Bahasa yang Berbeda Sebagai Penghambat Komunikasi
Berdasarkan Tabel 4.21 di atas dapat kita analisis bahwa bahasa yang berbeda di satu sisi menjadi faktor yang sering menjadi penghambat bagi
responden, namun bagi sebagian responden lainnya hal tersbut jarang menjadi penghambat. Data diatas memperlihatkan kepada kita bahwa terdapat 36,67 22
responden menilai faktor perbdaan bahasa menjadi faktor penghambat komunikasi, bahkan ada 2 responden 3,33 yang menilai hal ini sangat sering
menjadi faktor penghambat dalam komunikasi, Walau memang masih sebagian besar responden lainnya mengatakan hal ini bukanlah menjadi masalah. Ini
terlihat dengan adanya 50 30 responden dan 10 6 responden yang menjawab perbedaan bahasa jarang dan sangat jarang menjadi penghambat dalam
komunikasi.
Sangat Jarang 6
10,00
Jarang 30
50,00 Sering
22 36,67
Sangat Sering 2
3,33
Universitas Sumatera Utara
Bahasa universal yang wajib digunakan adalah bahasa Indonesia. Namun keberagaman etnis di perumahan Puri Katelia Indah Medan Johor memungkinkan
sebagian warga menggunakan bahasa etnis. Bagi beberapa responden hal ini cukup menjadi penghambat dalam komunikasi. Etnis pribumi berpendapat
penggunaan bahasa tionghoa di ruang sosial dapat menghambat komunikasi. Apalagi sebagian besar etnis Tionghoa masih menggunakan nama Tionghoa
sebagai ejaan nama.
4.4 . Pembahasan