BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Clubfoot
merupakan kelainan bawaan sejak lahir yang paling sering terjadi. Insidensinya 1-2 per 1000 kelahiran hidup. Kurang lebih 80
clubfoot muncul sebagai kelainan bawaan yang berdiri sendiri dan dianggap
sebagai idiopathic. Ignacio Ponseti, dari University of Iowa, Iowa, Amerika Serikat, pertama kali mempublikasikan metodenya mengenai terapi clubfoot
pada tahun 1963 tetapi belum mendapat sambutan secara luas. Setelah publikasi dua penelitian yang dilakukan oleh Laaveg dan Ponseti 1980 dan
Cooper Dietz 1995 maka keraguan para ahli orthopaedi terhadap metode Ponseti mulai hilang dan perlahan-lahan metode Ponseti menjadi terapi awal
penanganan clubfoot di seluruh dunia. Penelitian oleh Laaveg dan Ponseti 1980 melaporkan bahwa pada pengamatan terapi terhadap 70 penderita
clubfoot dengan metode Ponseti setelah 10
–27 tahun setelah tindakan. Hasilnya menunjukkan bahwa 88,5 kaki dengan fungsi yang memuaskan
dan 90 penderita menyatakan puas terhadap fungsi dan penampilan kakinya Avilucea, 2009; Goksan, 2006; Noam, 2006; Penny, 2005.
Semenjak itu metode nonoperative dengan metode Ponseti untuk penanganan clubfoot telah diterima sebagai terapi awal dan terbukti efektif
untuk penanganan clubfoot. Tujuan terapi clubfoot adalah untuk mencapai dan mempertahankan koreksi clubfoot sedemikian rupa sehingga pasien
commit to user
memiliki kaki yang fungsional, tidak nyeri, plantigrade, dengan mobilitas yang baik. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah
ketaatan pasien terhadap pemakaian bracing mempunyai peran meningkatnya tingkat rekurensi Avilucea, 2009; Kasser, 2006; Noam, 2006.
Proses terapi metode Ponseti tersebut meliputi serial manipulasi dan casting
setiap minggu untuk mengkoreksi deformitas clubfoot. Cavus merupakan deformitas yang pertama kali dikoreksi dalam metode Ponseti.
Sedangkan adduksi pada forefoot, dan varus pada hindfoot dikoreksi secara simultan. Untuk mempertahankan koreksi tersebut, kaki harus dipertahankan
dalam posisi abduksi 70 derajat. Untuk equinus dikoreksi terakhir kali dengan dorsofleksi
kaki setelah adduksi dan varus terkoreksi. Jika dorsofleksi kurang dari 15 derajat dilakukan tindakan operasi baik open atau percutaneus
Achilles tendo lengthening. Setelah itu, untuk mempertahankan koreksi
deformitas digunakan Foot Abduction Brace yang dipakai full time untuk 2 sampai 3 bulan pertama. Kemudian nap and night time sampai anak umur 2-4
tahun Ponseti, 1963; Salter, 1999. Tantangan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dari metode
Ponseti ini tidak hanya tergantung pada koreksi deformitasnya, tetapi juga bagaimana mencegah rekurensinya. Dari beberapa literatur disebutkan bahwa
faktor-faktor penyebab terjadinya rekurensi clubfoot setelah berhasil diterapi dengan metode Ponseti antara lain umur dan deformitas kaki pada initial
terapi, tingkat kepatuhan dalam periode bracing, tingkat ekonomi dan pendidikan orangtuacaregiver dan kemudahan akses ke rumah sakit.
commit to user
Penyebab paling sering terjadinya rekurensi adalah ketidaktaatan dalam periode bracing. Faktor-faktor sosial-ekonomi, kultural dan komunikasi
dokter-orangtua pasien mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan orangtua dalam periode bracing Avilucea, 2009. Problematika di negara-
negara miskin dan berkembang berupa kemiskinan, kurangnya pengetahuan dengan sarana kesehatan yang terbatas, kurangnya tenaga medis yang
memadai menyebabkan keterlambatan penanganan awal untuk penanganan clubfoot
. Kelainan bentuk kaki yang terjadi menjadi lebih berat pada saat anak mulai belajar berjalan, karena tumpuan beban berat badan terletak pada
sisi lateral dorsum pedis sehingga menambah berat deformitas yang terjadi Cooper, 1995; Laaveg, 1980.
Penelitian yang dilakukan oleh Dobbs MB 2007 menunjukkan bahwa ketidakpatuhan orangtua pasien dan tingkat pendidikan orangtua merupakan
faktor resiko yang signifikan terhadap tingkat rekurensi clubfoot setelah mendapat terapi metode Ponseti. Sedangkan Avilucea 2009 menyebutkan
jarak antara rumah pasien dengan rumah sakit dan tingkat pendidikan orangtua kurang dari sama dengan SMA mempunyai pengaruh yang
bermakna terhadap tingkat kegagalan metode Ponseti. Goksan 2006 juga menyebutkan bahwa kepatuhan orangtua terhadap Foot Abduction Brace
merupakan faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap rekurensi Avilucea, 2009; Dobbs, 2007; Goksan, 2006.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik penderita clubfoot
yang datang ke Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr. R. Soeharso perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
Surakarta serta mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya rekurensi predictive factors pada penderita clubfoot yang datang
ke Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta setelah berhasil diterapi dengan metode Ponseti yang dilakukan di Klinik Clubfoot RSO Prof.
Dr. dr. R. Soeharso Surakarta.
1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: Bagaimana hubungan faktor-faktor prediksi rekurensi penderita clubfoot
umur dan severity saat mulai terapi, kepatuhan orangtuacaregiver dalam periode bracing, tingkat ekonomi dan pendidikan orangtuacaregiver,
kemudahan akses ke Rumah Sakit yang datang ke Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta terhadap kejadian rekurensi penderita
clubfoot setelah berhasil ditangani dengan metode Ponseti di Klinik Clubfoot
RSO Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta?
1.3 TUJUAN PENELITIAN Mengetahui hubungan faktor-faktor prediksi rekurensi penderita
clubfoot umur dan severity saat mulai terapi, kepatuhan orangtuacaregiver
dalam periode bracing, tingkat ekonomi dan pendidikan orangtuacaregiver, kemudahan akses ke Rumah Sakit yang datang ke Klinik Clubfoot RSO
Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta terhadap kejadian rekurensi penderita perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
clubfoot setelah berhasil ditangani dengan metode Ponseti di Klinik Clubfoot
RSO Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta.
1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Penelitian ini akan memberikan informasi mengenai faktor-faktor
prediksi rekurensi penderita idiopathic clubfoot umur dan severity saat mulai terapi, kepatuhan orangtuacaregiver dalam periode
bracing , tingkat ekonomi dan pendidikan orangtuacaregiver,
kemudahan akses ke Rumah Sakit yang datang ke Klinik Clubfoot RS Orthopaedi Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta.
1.4.2 Penelitian ini dapat dipakai sebagai data awal untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai penanganan clubfoot di
RSO Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta serta di Indonesia pada umumnya.
1.4.3 Penelitian ini dapat dipakai sebagai data pembanding bagi penelitian-penelitian mengenai penanganan clubfoot di institusi
kesehatan lainnya di Indonesia. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
BAB II TINJAUAN PUSTAKA