PERANAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA (KPMD) DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI KECAMATAN WONOSOBO KABUPATEN TANGGAMUS

(1)

1

Student of Social and Economy Department of Faculty of Agriculture in Lampung University 2

Lecturer of Social and Economy Department of Faculty of Agriculture in Lampung University ABSTRACT

THE ROLES OF CADRE (KPMD) AND PUBLIC PARTICIPATION IN NATIONAL SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM (PNPM-MP)

IN WONOSOBO SUB DISTRICT OF TANGGAMUS REGENCY By

Andika Rismayanti Hadi1, Irwan Effendi2, Tubagus Hasanudin2

The objectives of this research were to find out: 1) the roles of Cadre (KPMD) in National Society Empowerment Program (PNPM-MP); 2) the public participation levels in National Society Empowerment Program; and 3) the correlation between the roles of Cadre and public participation in National Society Empowerment Program in Wonosobo sub district of Tanggamus regency.

This research was conducted in Wonosobo sub district in Tanggamus regency from July to August 2012. Respondents were 12 cadres of Village Society Empowerment and 60 poor families. Respondents were taken by disproportional random sampling based on their stratify. This it was a survey research. The correlations between variables were tested by Rank Spearman test.

The results showed that: 1) KPMD has a high level of role in facilitating deliberations village, spreading and disseminating the program, encourage and ensure the implementation of the principles and policies of the program, attend monthly meetings with the companion Field, and encourage people to participate in the implementation of activities, 2) The community has a high level of

participation in development planning and decision-making, providing

autonomous resources, conducting activities, monitoring, evaluating, and utilizing the results of development, 3) there was a significant correlation between the roles of KPMD and community participation level in PNPM-MP program in Wonosobo subdistrict of Tanggamus regency.


(2)

1.

Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2.

Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung ABSTRAK

PERANAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA (KPMD) DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)

DI KECAMATAN WONOSOBO KABUPATEN TANGGAMUS Oleh

Andika Rismayanti Hadi1, Irwan Effendi2, Tubagus Hasanuddin2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Tingkat peranan KPMD dalam program MP, 2) Tingkat partisipasi masyarakat dalam Program PNPM-MP, dan 3) Hubungan antara tingkat peranan KPMD dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM-MP di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2012. Responden dalam penelitian ini adalah 12 orang KMPD dan 60 orang rumah tangga miskin. Pengambilan responden dilakukan dengan menggunakan metode Sampel Acak Tidak Proporsional Menurut Stratifikasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji analisis Korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menujukkan bahwa : 1) KPMD memiliki tingkat peranan cukup tinggi dalam hal memfasilitasi musyawarah-musyawarah desa, menyebarluaskan dan mensosialisasikan program, mendorong dan memastikan terlaksananya

prinsip dan kebijakan program, mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lapang(PL), dan mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan, 2) Masyarakat memiliki tingkat partisipasi cukup tinggi dalam hal merencanakan pembangunan dan pengambilan keputusan, memberikan swadaya, melaksanakan kegiatan, memonitoring, mengevaluasi, dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat peranan KPMD dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM-MP di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.


(3)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk yang semakin bertambah dan tidak dibarengi dengan peningkatan aset (lahan, modal, dan keahlian) yang dibutuhkan dalam meningkatkan kesejahteraan akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).

Lebih lanjut Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2010) mengemukakan bahwa Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Upaya untuk menanggulanginya harus menggunakan pendekatan multi disiplin yang berdimensi pemberdayaan. Upaya penanggulangan kemiskinan telah

dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dengan pemerintah sebagai fasilitator.

Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan paradigma yang harus dikembangkan dalam menyiapkan kapasitas masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Pemberdayaan yang tepat harus memadukan aspek-aspek


(4)

penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayagunaan (Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).

Persoalan kemiskinan penduduk dapat disimak dari berbagai aspek yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, aspek psikologi dan aspek politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, dan lemah mengantisipasi peluang. Aspek psikologis terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir, sedangkan dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, deskriminatif, dan posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan (Fadliansyah, 2010).

Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki potensi-potensi dan kekayaan alam yang berlimpah, namun belum tergali secara optimal, salah satu potensi yang ada yaitu bahwa Provinsi Lampung terletak di pintu gerbang Pulau Sumatera yang seharusnya menjadi relatif berkembang dan maju di segala bidang, termasuk kesejahteraan masyarakatnya, namun kenyataannya Provinsi Lampung tergolong Provinsi miskin di pulau Sumatera. Adapun jumlah dan presentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.


(5)

Tabel 1. Jumlah dan presentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008-2010

Kabupaten/Kota

Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin (000)

2008 Presenta

se (%) 2009

Presenta

se (%) 2010

Presenta se (%)

Lampung Barat 86,1 21,74 79,5 19,13 71,8 17,12

Tanggamus 179,3 20,91 174,9 19,79 98,1 18,30 Lampung

Selatan

351,2 35,12 222,5 22,83 188,0 20,61

Lampung Timur 228,4 23,35 206,3 20,86 200.4 21,06

Lampung Tengah

242,0 19,89 230,7 18,67 197,8 16,88

Lampung Utara 182,9 31,24 171,0 28,96 164,8 28,19

Way Kanan 84,1 22,34 79,2 20,92 76,7 18,81

Tulang Bawang 90,9 11,17 86,8 10,48 43,1 10,80

Pesawaran - - 100,9 22,73 81,5 20,48

Pringsewu - - - - 45,5 12,45

Mesuji - - - - 16,2 8,65

Tulang Bawang Barat

- - - - 19,1 7,63

Bandar Lampung

130,9 15,41 123,9 14,79 128,6 14,58

Metro 22,1 15,91 21,2 15,07 20,1 13,77

Lampung 1.597,8 20,93 1.496,9 19,34 1.351,7 17,76

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, 2011 **Keterangan: (-) Data tidak tersedia

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah dan presentase penduduk miskin pada tahun 2008-2010 di Kabupaten Tanggamus mengalami penurunan yang signifikan yakni pada tahun 2008 Kabupaten Tanggamus memiliki

presentase penduduk miskin yang masih relatif tinggi yaitu sebesar 20,91 % dari jumlah penduduk di Kabupaten Tanggamus. Pada tahun 2009, angka tersebut mengalami penurunan yakni sebesar 19,79 %, sedangkan pada tahun 2010 presentase penduduk miskin di Kabupaten Tanggamus menjadi 17,76% dari jumlah penduduk di Kabupaten Tanggamus. Penurunan angka

kemiskinan tersebut merupakan prestasi bagi pemerintah dalam mengurangi jumlah angka kemiskinan.


(6)

Penanganan masalah kemiskinan selama ini telah dilakukan dengan berbagai program-program khusus penanggulangan kemiskinan. Upaya

penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dengan pemerintah sebagai fasilitator. Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan paradigma yang harus dikembangkan dalam menyiapkan kapasitas masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.

Pada tahun 2007 pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri sebagai upaya pemberdayaan masyarakat agar dapat mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan. Program ini digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program

penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen, khususnya yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. PNPM Mandiri terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) merupakan program pemerintah yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan adalah salah satu program pemberdayaan masyarakat yang mendukung PNPM Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya adalah masyarakat perdesaan (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Propinsi Lampung, 2010).


(7)

Lebih lanjut, PNPM-Mandiri Perdesaan merupakan program untuk

mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan yang memberdayakan masyarakat perdesaan melalui pinjaman modal, pembinaan kelompok masyarakat, dan menumbuhkan partisipasi masyarakat baik pada proses perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dalam program-program pembangunan sarana dan prasarana. Pelaksanaan program-program PNPM-Mandiri Perdesaan memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan.

Masyarakat perdesaan seringkali dipandang sebagai kelompok yang identik dengan kemiskinan. Sebagian besar masyarakat yang tergolong miskin merupakan masyarakat yang berada di perdesaan dan daerah tertinggal yang memiliki keterbatasan dari segi kepemilikan lahan, penguasaan teknologi, dan permodalan (Aquino, 2011).

Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2010), PNPM Mandiri secara nasional terdapat di 33 propinsi, 495 kabupaten/ kota dan 6.622 kecamatan di Indonesia dan dilaksanakan dalam 5 (lima) program utama, yaitu: PNPM Pedesaan, PNPM Perkotaan, PNPM daerah tertingal & khusus, PNPM Infrastruktur Pedesaan dan PNPM Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah. PNPM Mandiri di Propinsi Lampung terdapat di 14 kabupaten/kota dan 204 kecamatan yang tersebar di beberapa daerah yang ada di Propinsi Lampung. Rekapitulasi lokasi dan alokasi dana Bantuan


(8)

Langsung Masyarakat (BLM) PNPM-Mandiri Perdesaan per kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi lokasi dan alokasi dana BLM PNPM-MP per kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2007-2010

Kabupaten

Jumlah alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM-MP

(Rp. x juta)

2007 2008 2009 2010

Lampung Barat 1.400 14.750 28.300 45.250

Tanggamus 1.800 18.750 22.700 24.750

Lampung Selatan 2.300 20.750 41.000 44.000

Lampung Timur 2.200 11.750 21.600 34.250

Lampung Tengah 1.900 14.000 31.800 41.750

Lampung Utara 1.100 13.750 33.700 22.250

Way Kanan 1.050 11.000 18.000 21.500

Tulang Bawang 2.200 13.000 20.500 17.000

Tulang Bawang Barat - - - 6.250

Pesawaran - - 6.900 9.000

Bandar Lampung - - - -

Metro - - - -

Mesuji - - - 11.000

Pringsewu - - - 9.000

Lampung 13.950 117.750 224.500 277.000

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Lampung, 2011

**Keterangan: (-) Data tidak tersedia

Tabel 2 menunjukkan sebaran atau alokasi dana bantuan langsung mandiri (BLM) PNPM-Mandiri Perdesaan per kabupaten di Provinsi Lampung. Dana BLM PNPM-Mandiri Perdesaan yang diterima oleh Kabupaten Tanggamus dari tahun ke tahun meningkat. Alokasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM-Mandiri Perdesaan tersebut sesuai dengan usulan dari pemerintah daerah dan melihat kelayakan kegiatan yang ditawarkan serta mempertimbangkan hasil evaluasi realisasi program yang dijalankan di daerah tersebut. Dana tersebut di atas dialihkan ke beberapa kecamatan yang


(9)

ada di Provinsi Lampung. Jumlah kecamatan per kabupaten yang menerima bantuan PNPM-Mandiri Perdesaan di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah kecamatan per kabupaten di Provinsi Lampung yang menerima bantuan PNPM-MP di Propinsi Lampung tahun 2010

Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan yang menerima bantuan

PNPM-MP

Lampung Barat 17

Tanggamus 9

Lampung Selatan 15

Lampung Timur 13

Lampung Tengah 17

Lampung Utara 8

Way Kanan 8

Tulang Bawang 7

Tulang Bawang Barat 3

Pesawaran 3

Bandar Lampung -

Metro -

Mesuji 3

Pringsewu 4

Jumlah 107

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Propinsi

Lampung, 2011

**Keterangan: (-) Tidak mendapatkan bantuan program PNPM-Mandiri Perdesaan

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 12 Kabupaten yang menerima bantuan PNPM-Mandiri Perdesaan di Propinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten yang menerima Program PNPM-Mandiri Perdesaan. Program PNPM-Mandiri Perdesaan terdapat di 9 kecamatan dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus, sedangkan kecamatan yang lain mendapatkan bantuan program PNPM Mandiri yang lain yakni PNPM Infrastruktur Perdesaan. Data lokasi dan alokasi BLM program


(10)

PNPM Mandiri Perdesaan per kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data lokasi dan alokasi BLM PNPM-MP per kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun 2010

Kecamatan Jumlah

Desa

BLM (Rp. x juta)

APBD APBN Jumlah

Air Naningan 9 450,0 1.800,0 2.250,0

Bandar Negeri Semuong 10 600,0 2.400,0 3.000,0

Bulok 9 600,0 2.400,0 3.000,0

Cukuh Balak 18 600,0 2.400,0 3.000,0

Kelumbayan Barat 6 600,0 2.400,0 3.000,0

Pugung 25 600,0 2.400,0 3.000,0

Pulau Panggung 18 450,0 1.800,0 2.250,0

Talang Padang 19 450,0 1.800,0 2.250,0

Wonosobo 23 600,0 2.400,0 3.000,0

Jumlah 137 4.950,0 19.800,0 24.750,0

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Lampung, 2011

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 Kecamatan Wonosobo mendapatkan dana BLM sebesar Rp 3.000.000.000,- yang berasal dari APBD dan APBN. Dana tersebut digunakan untuk pelaksanaan kegiatan PNPM-Mandiri Perdesaan di 23 pekon yang ada di Kecamatan Wonosobo. Dana tersebut relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kecamatan yang lain mengingat kecamatan lain mendapatkan jumlah dana yang sama dengan jumlah pekon yang lebih sedikit.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah program pemerintah yang menggunakan konsep pemberdayaan. Visi PNPM-Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk


(11)

memobilisasi sumberdaya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).

Lebih lanjut, Strategi yang dikembangkan PNPM-Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan rumah tangga miskin (RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. PNPM-Mandiri Perdesaan lebih

menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan. Melalui PNPM-Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan.

Masyarakat adalah pelaku utama PNPM-Mandiri Perdesaan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Sedangkan pelaku-pelaku yang ada di desa dan berfungsi sebagai pelaksana, fasilitator, pembimbing, dan pembina yakni Kepala Desa, BPD, TPK, TPU, Tim Pemantau, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Pokmas.

Keberhasilan terlaksananya kegiatan-kegiatan yang ada pada program PNPM-Mandiri Perdesaan tidak lepas dari peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). KPMD dituntut mempunyai kemampuan teknis dalam rangka membantu memfasilitasi penulisan usulan dan/atau

pelaksanaan kegiatan prasarana infrastruktur yang diusulkan masyarakat. Jumlah KPMD disesuaikan dengan kebutuhan desa dengan


(12)

Rumah Tangga Miskin (RTM). Kecamatan Wonosobo memiliki dua orang KPMD per pekon. KPMD yang terpilih mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan dan mensosialisasikan PNPM-Mandiri Perdesaan kepada masyarakat desa serta memfasilitasi pertemuan-pertemuan musyawarah desa. Data jumlah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) per kabupaten di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data jumlah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010

Kabupaten Jumlah kecamatan

yang menerima PNPM-MP

Jumlah desa Jumlah KPMD

Lambar 17 201 402

Way Kanan 8 129 204

Tulang Bawang 7 62 124

Mesuji 3 25 50

Lampung Timur 13 162 324

Pesawaran 3 62 124

Lampung Selatan 15 221 442

Lampung Tengah 17 191 382

Lampung Utara 8 70 140

Tanggamus 9 137 274

Pringsewu 4 64 128

Tulang Bawang Barat 3 31 62

Jumlah 107 1.355 2.656

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Lampung, 2011

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang ada di Provinsi Lampung yakni sebanyak 2.656 orang yang tersebar di 12 Kabupaten yang ada di Lampung yang mendapatkan bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Salah satu dari kabupaten yang mendapatkan program PNPM-Mandiri Perdesaan tersebut yakni Kabupaten Tanggamus


(13)

yang memiliki 274 orang KPMD yang tersebar di 9 Kecamatan yang mendapat bantuan program PNPM-Mandiri Perdesaan.

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) bertugas memfasilitasi atau memandu seluruh anggota masyarakat untuk ikut terlibat dalam setiap

tahapan PNPM-Mandiri Perdesaan di desa secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan

pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan yang paling perioritas didesanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

Peranan KPMD merupakan mekanisme yang sangat penting dalam PNPM-Mandiri Perdesaan. KPMD tidak hanya dituntut mempunyai kemampuan teknis dalam penulisan usulan tetapi juga dituntut untuk dapat merangkul masyarakat ikut berpartisipasi dalam setiap tahapan kegiatan program. Kerjasama yang baik antar semua pelaku program PNPM-Mandiri Perdesaan akan mempercepat pembangunan desa-desa.

Kegiatan pembangunan yang ada pada program PNPM-Mandiri Perdesaan merupakan hasil keputusan dari musyawarah setiap pekon. Pelaksanaan kegiatan program PNPM-Mandiri Perdesaan tidak hanya berasal dari pemerintah, tetapi dibutuhkan partisipasi dari seluruh masyarakat.

Keberhasilan progaram PNPM-Mandiri Perdesaan bergantung pada besarnya tingkat partisipasi masyarakat dan seluruh pelaku PNPM-Mandiri Perdesaan. Tanpa adanya dukungan melalui partisipasi dari masyarakat maka program pemberdayaan tersebut tidak akan berhasil.


(14)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan, yaitu 1. Bagaimana tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa

(KPMD) dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten

Tanggamus?

2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus?

3. Apakah ada hubungan antara tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

(PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.

2. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.

3. Hubungan antara tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional


(15)

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.

C. Kegunaaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan dalam rangka melakukan program pengentasan kemiskinan masyarakat desa khususnya di Kabupaten Tanggamus. 2. Sumbangan pemikiran bagi penelitian sejenis dimasa mendatang.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Peranan

Pengertian mengenai peranan memiliki keterkaitan dengan suatu status tertentu, atau peranan akan nampak bila manusia melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan statusnya. Peranan (role) adalah tingkah laku yang diwujudkan sesuai dengan hak-hak dan kewajiban suatu kedudukan tertentu. Kedudukan (status) adalah kumpulan hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang dimiliki oleh seseorang dalam menghadapi atau berinteraksi dengan orang lain (Dellyana, 1988).

Konsep peranan merupakan satu dari seperangkat istilah yang digunakan dalam mempelajari perilaku individu. Peranan berasal dari kata peran dan mengandung arti seperangkat tingkah laku yang diharapkan akan

dilakukan oleh seseorang yang memiliki kedudukan di masyarakat. Peranan mencakup tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang yang menempati posisi tertentu dalam suatu sistem sosial.

Peranan adalah pola tingkah laku individu dan saling interaksi berdasarkan pada pengalaman terdahulu dan derajat persetujuan atas apa yang


(17)

dianggapnya sebagai jangkauan orang lain. Cara yang ditunjukan dengan nyata oleh individu-individu yang berinteraksi adalah semakin lama menjadi tersusun dalam satu keliling pola-pola interaksi dalam situasi sosial yang disebut peranan sosial. Peranan merupakan pola tingkah laku yang dilaksanakan oleh seorang individu dan saling interaksi sesuai ide dan posisi yang didudukinya dalam suatu sistem sosial sehingga akan melahirkan tanggung jawab yang berbeda pula (Roucek dan Warrant, 1984).

Soekanto (1992) mengatakan bahwa peranan atau peran merupakan pola tingkah laku yang dikaitkan dengan status atau kedudukan. Peranan melekat pada diri seseorang sesuai dengan status dan kedudukan di dalam masyarakat. Peranan merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban yang disesuaikan dengan kedudukan (status). Peranan adalah aspek dinamis dari status dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Peranan sebagai pola perikelakuan mempunyai beberapa unsur antara lain :

1. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri. Peranan ini yang merupakan hal yang oleh individu harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu. 2. Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan. Hal ini merupakan

peranan yang sesungguhnya dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya yang terwujud dalam pola perikelakuan yang nyata. Peranan ini senantiasa dipengaruhi oleh kepribadian yang


(18)

Peranan mencakup 3 hal, yaitu :

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Peranan melekat pada diri seseorang sesuai dengan status dan

kedudukannya di masyarakat. Peranan adalah aspek dinamis dari status yang dimiliki oleh seseorang, peranan dapat dibeda-bedakan dalam tiga jenis yaitu (a) peranan yang ditentukan oleh masyarakat secara normatif, (b) peranan yang merupakan orientasi bagi individu, dan (c) peranan sebagai kegiatan atau perilaku (Abdulkadir, 1994). Menurut Linton dalam Mardikanto (1991), peranan mencakup seluruh pola kebudayaan yang dihubungkan dengan kedudukan tertentu, mencakup sikap, nilai dan perilaku yang ditentukan oleh masyarakat terhadap anggotanya yang berada pada posisi tertentu. Berdasarkan pada konsep ini maka peranan KPMD dipengaruhi oleh faktor dalam (kepribadian KPMD itu sendiri dan keadaan keluargannya) dan faktor luar (lingkungan masyarakat dan tempat tinggal).

Robert Lawang dalam Mardikanto (1991) berpendapat bahwa peran adalah pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status atau posisi tertentu dalam organisasi, seperti perusahaan, keluarga, komunitas,


(19)

sekolah dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam setiap peran ada hak dan kewajiban, seperti halnya juga kita lihat dalam status.

Berdasarkan pada konsep ini, kewajiban Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) adalah menfasilitasi dan memandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM-MP di desanya.

2. Konsep Kader

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2009), kader adalah orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam pemerintahan, partai, dan sebagainya. Kader masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya, kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat (Anggraini, 2010).

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) adalah warga desa terpilih yang memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan di desa dan masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pelestarianh hasil kegiatan. Sebagai kader masyarakat, peran dan tugas membantu pengelolaan pembangunan didesa diharapkan tidak terikat oleh waktu. Jumlah KPMD disesuaikan dengan kebutuhan desa dengan

mempertimbangkan keterlibatan atau peran serta kaum perempuan dan RTM (Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).


(20)

Secara umum tugas dan tanggung jawab KPMD adalah:

a. Memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa. b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri

Perdesaan kepada masyarakat desa.

c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan di desa.

d. Mendorong dan memastikan penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan,

pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan.

e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL) yang di fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan.

f. Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan, termasuk dalam pengawasan. (Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).

Kriteria menjadi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) adalah sebagai berikut:

a. Warga desa setempat dan bertempat tinggal di desa yang bersangkutan. b. Bukan kepala desa atau perangkat desa maupun suami/istrinya.

c. Bukan anggota BPD maupun suami/istrinya.

d. Mempunyai waktu yang cukup dan sanggup melaksanakan tugas-tugasnya.

e. Jujur, bertanggung jawab dan bersedia bekerja secara sukarela. f. Bisa membaca dan menulis.


(21)

3. Konsep Kemiskinan

Menurut Suharto (2005), kemiskinan merupakan ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi dan memuaskan keperluan dasar materialnya seperti pangan, sandang, dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial ekonominya. Kemiskinan masyarakat pedesaan merupakan suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar kebutuhan hidup minimum yang diterapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan cukup hidup sehat yang diukur berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.

Lebih lanjut Suharto (2005) mengemukakan bahwa akar penyebab kemiskinan adalah segala sesuatu yang menyebabkan masyarakat perdesaan berada dalam kemiskinan yang disebabkan oleh penyebab natural, penyebab struktural dan penyebab kultural yang meliputi : 1) Penyebab Natural

Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh keterbatasan aset alam (natural asset) seperti : cuaca yang sulit ditebak dan musim yang tidak merata. Penyebab ini adalah penyebab yang tidak dapat dikendalikan oleh masyarakat karena sifatnya dari alam, tidak diketahui oleh manusia dan waktunya tidak terbatas oleh waktu dan ruang.

2) Penyebab Struktural

Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh stuktural sosial ekonomi yang sedemikian rupa sehingga golongan masyarakat tertentu lambat,


(22)

cenderung mengalami kemiskinan karena kondisi struktur ekonominya yang rendah sehingga menyebabkan keterbatasan aset sosial (social asset), aset manusia (human asset), aset finansial (financial asset) dan aset fisik (physical asset).

3) Penyebab Kultural

Penyebab kultural disebabkan oleh keterbatasan aset budaya. Aset budaya (cultural asset) adalah mekanisme control yang mengendalikan pola tingkah laku anggota masyarakat pendukung. Kebudayaan

sebagai sistem nilai, dan keyakinan yang mendominasi pola tingkah laku anggota masyarakat petani. Aset budaya sangat berfungsi dalam mekanisme control bagi pola tingkah laku masyarakat petani dimana dapat meningkatkan efektivitas masyarakat petani dalam menanggapi lingkungan.

Menurut Suharto (2005), Pengukuran penyebab-penyebab kemiskinan masyarakat pedesaan tersebut dilakukan berdasarkan indikator : a. Pola konsumsi.

b. Tingkat partisipasi sosial. c. Sikap fatalis dan malas. d. Tingkat kepercayaan sosial.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan buatan terjadi karena


(23)

lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin.

Menurut Fadliansyah (2010), Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum seperti : pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

4. Pemberdayaan Masyarakat

Sulistiyani (2004) mengemukakan bahwa secara etimologis pemberdayaan

berasal dari kata “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya atau kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya atau kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.


(24)

Winarni dalam Sulistiyani (2004) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya

kemandirian. Berdasarkan pendapat tersebut, pemberdayaan tidak saja terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, akan tetapi pada masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian.

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang mereka tidak

menyadari. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Pemberdayaan hendaknya tidak menjebak masyarakat dalam ketergantungan (charity), pemberdayaan sebaiknya mengantarkan masyarakat pada proses

kemandirian.

Menurut Gitosaputro (2005), pengertian pemberdayaan masyarakat adalah proses mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan secara bebas dan mandiri. Menurut Paul Freire dalam Keban dan Lele (1999, dalam Sulistiyani 2004),


(25)

conscientization yaitu merupakan proses belajar untuk melihat kontradiksi sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat. Paradigma ini mendorong masyarakat untuk mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur-struktur yang opresif.

Sulistiyani (2004)menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan

masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.

Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan sertamelakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

Effendi (2004, dalam Aquino, 2011) mengemukakan beberapa pengertian pemberdayaan dan upaya pemberdayaan sebagai berikut:

1) Pendekatan agar masyarakat memegang kekuasaan dan kontrol terhadap program, proyek atau kelembagaan berikut pengambilan keputusan dan kegiatan administrasi.

2) Partisipasi diraih melalui hati nurani, demokratisasi, dan kepemimpinan.

3) Partisipasi untuk pemberdayaan biasanya bercirikan terjadinya proses mandiri dalam perubahan tatanan kehidupan sosial politik.


(26)

Ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dari upaya

pemberdayaan adalah proses yang dilakukan dalam membantu masyarakat melalui pendidikan luar sekolah agar mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi mereka. Upaya pemberdayaan terdiri dari : (a) Alam, contohnya tanah, air, iklim, mineral, dan lain-lain.

(b) Manusia, contohnya masyarakat dengan sikapnya, ketrampilan dan bakatnya.

(c) Kelembagaannya, contohnya sekolah, tempat beribadah, pasar, instansi pemerintah, LSM, dan organisasi masyarakat lainya yang memenuhi kepentingan masyarakat.

Sumardjo (1999, dalam Alnev, 2012) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:

a) Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan).

b) Mampu mengarahkan dirinya sendiri. c) Memiliki kekuatan untuk berunding.

d) Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan.

e) Bertanggungjawab atas tindakannya.

Slamet (2003, dalam Alnev, 2012) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu


(27)

mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi, serta mampu bertindak sesuai dengan situasi.

5. Partisipasi Masyarakat

Menurut Ram P Yadop (1980, dalam Gitosaputro, 2005), partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan secara sukarela dan atas kemauannya sendiri, yang dapat digolongkan dalam empat bentuk :

1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan.

3. Partisipasi dalam menilai kemajuan-kemajuan program pembangunan. 4. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil-hasil pembangunan.

Menurut Madrie (1998, dalam Effendi, 2007), partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keikutsertaan warga atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses pembangunan, ikut memanfaatkan hasil pembangunan, ikut mendapat keuntungan dari proses dan hasil pembangunan baik pembangunan yang dilakukan oleh komunitas, organisasi atau pembangunan yang dilakukan pemerintah. Adanya keuntungan yang didapat dari hasil pembangunan itulah masyarakat dapat memenuhi kebutuhan, meningkatkan taraf hidup dan meningkatkan kesejahteraannya.

Selanjutnya Madrie (1998, dalam Effendi, 2007) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat tersebut dirinci oleh beliau


(28)

dalam bentuk partisipasi dalam: (1) merencanakan dan memutuskan sendiri, (2) menerima, memberi informasi pembengunan, (3) menyumbang material, (4) menyumbang tenaga, memanfaatkan fasilitas yang telah dibangun, (6) memelihara dan merawat hasil pembangunan.

Effendi (2007) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan

masyarakat yaitu sebagai tingkat keikutsertaan atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses (1) merencanakan pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan. Pada tahap perencanaan, masyarakat diajak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan yang mencakup pengelompokan masalah, potensi desa, dan pembangunan yang akan dilaksanakan, (2) swadaya masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam memikul beban pembangunan seperti memberikan sumbangan tenaga dan materi, (3) melaksanakan pembangunan yaitu ketelibatan masyarakat dalam aktivitas-aktivitas fisik yang merupakan perwujudan program, yakni masyarakat menjadi tenaga kerja yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan, (4) monitoring dan evaluasi yaitu keikutsertaan masyarakat dalam mengukur atau memberikan penilaian sampai seberapa jauh tujuan program dapat dicapai dan penilaian terhadap bidang pembangunan misalnya fasilitas umum dan lainnya, dan (5)

menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yaitu keterlibatan warga masyarakat dalam menerima hasil, menikmati keuntungan atau menggunakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun secara langsung dari kegiatan yang telah dilakukan.


(29)

6. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)

PNPM-MP merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang mendukung PNPM Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya adalah masyarakat perdesaan. PNPM-MP mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998-2007. Program pemberdayaan masyarakat dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Pelaksanaan PNPM-MP memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan. Seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

Pelaksanaan PNPM-MP berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari CSR

(Corporante Social Responcibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia. Tahun 2007 pemerintah Indonesia mencanangkan Program


(30)

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2010).

Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumberdaya yang ada di

lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah

kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah : (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) kelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran

pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Tujuan khususnya meliputi:


(31)

a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan

mendayagunakan sumberdaya lokal.

c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.

d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.

e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.

f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD).

g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan (Direktorat Jenderal

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri. 2010).

B. Kerangka Berfikir

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) merupakan salah satu program pemerintah yang menggunakan konsep

pemberdayaan masyarakat. Wilayah kerja dan target sasaran program PNPM Mandiri Perdesaan ini adalah masyarakat pedesaan. Pelaksanaan PNPM-MP memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengolahan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi


(32)

Kegiatan PNPM-MP adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan dan pelestariannya.

Menurut Effendi (2007), peranan diartikan sebagai suatu tindakan ataupun perilaku yang harus dilaksanakan seseorang yang menempati suatu posisi tertentu dalam sistem sosial. Wujud dari keberpihakan PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat miskin adalah memberi ruang yang lebih kepada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh PNPM-MP, termasuk para pelaku-pelaku yang dipilih dari wakil masyarakat. Salah satu pelaku yang mempunyai peranan penting sekali di dalam PNPM Mandiri Perdesaan ini adalah peran dari Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang akan menjadi ujung tombak untuk jauh lebih mengenalkan PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat di tingkat dusun dan desa.

Tingkat peranan Kader Pemberdayaan masyarakat yang digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini adalah tugas dari KPMD yang sesuai dengan petunjuk teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan ( PNPM-MP). Berdasarkan uraian di atas, maka variabel


(33)

bebas (X) dalam penelitian ini adalah tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Beberapa peranan yang arus dilakukan oleh KPMD sebagai variabel bebas (X) yaitu:

a. Memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa. b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri

Perdesaan kepada masyarakat desa.

c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan di desa.

d. Mendorong dan memastikan penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan.

e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL) yang di fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan.

f. Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan, termasuk dalam pengawasan.

Effendi (2007) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui program pemberdayaan masyarakat yaitu sebagai tingkat keikutsertaan atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses (1) perencanaan pembangunan, (2) swadaya masyarakat, (3)

pelaksanaan kegiatan pembangunan, (4) monitoring dan evaluasi, (5) menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Secara sistematis tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dengan


(34)

tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Paradigma Tingkat Peranan Kader Permberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus. C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga ada hubungan nyata antara tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dengan tingkat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.

Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) (Y) Indikator : 1. Perencanaan 2. Swadaya 3. Pelaksanaan Kegiatan 4. Monitoring dan Evaluasi 5. Menerima dan

Memanfaatkan Tingkat Peranan KPMD pada Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)

(X) Indikator :

a. Memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa.

b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat desa.

c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan di desa. d. Mendorong dan memastikan penerapan

prinsip-prinsip dan kebijakan program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan.

e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan

Pendamping Lokal (PL) yang di fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan.

f. Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan, termasuk dalam pengawasan.


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peubah atau variabel bebas (X) yang digunakan adalah tingkat peranan KPMD pada program PNPM-MP. Variabel-variabel tersebut akan berhubungan dengan variabel (Y) yaitu tingkat partisipasi masyarakat pada program PNPM-MP. Lebih rinci variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada klasifikasi berikut ini:

1. Variabel (X)

Batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. Variabel (X) adalah variabel tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Secara umum, peran KPMD dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) adalah membantu memfasilitasi kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pelestarian hasil kegiatan PNPM-MP di desa.


(36)

Indikator-indikator yang berhubungan dengan tingkat peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam Penelitian ini, yaitu : a. Tingkat peranan KPMD dalam memfasilitasi musyawarah-musyawarah

yang ada di dusun dan desa adalah memfasilitasi pelaksanaan musyawarah-musyawarah yang ada di dusun dan desa mulai dari pendataan RTM, mengumpulkan data untuk proses penggalian gagasan RTM, dan pelaksanaan musyawarah-musyawarah dusun dan desa. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 6 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam memfasilitasi musyawarah-musyawarah yang ada di dusun atau desa. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 6 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 18 dan skor terendah 6. b. Menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri

Perdesaan kepada masyarakat desa adalah memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi mengenai program dan pelaksanaan PNPM-MP kepada masyarakat. Upaya ini juga diharapkan menjadi media pembelajaran mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, tahapan pelaksanaan, dan hasil pelaksanaan PNPM-MP kepada masyarakat luas. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 4 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam menyebarluaskan dan mensosialisasikan program PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat desa. Setiap pertanyaan


(37)

memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 4 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 12 dan skor terendah 4.

c. Memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan di desa adalah memastikan terlaksananya kegiatan program PNPM-MP yakni perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeliharaan hasil kegiatan dapat berjalan dengan baik. Pengukuran indikator tersebut dengan menggunakan skor yang diperoleh

berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 4 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam memastikan terlaksananya tahap-tahap kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 4 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 12 dan skor terendah 4.

d. Mendorong dan memastikan penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan,

pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan adalah mendorong dan memastikan pelaksanaan kegiatan PNPM-MP di pekon tetap

menekankan prinsip-prinsip PNPM-MP yakni transparansi dan keterbukaan, keberpihakan pada Rumah Tangga Miskin (RTM), pelibatan masyarakat dalam setiap kegiatan PNPM-MP, akuntabilitas, dan keberlanjutan hasil kegiatan Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 2 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam mendorong dan memastikan


(38)

penerapan prinsip-prinsip dan kebijakan program PNPM Mandiri Perdesaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pelestarian hasil kegiatan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 2 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 6 dan skor terendah 2.

e. Mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL) yang di fasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan (FK) yakni selain mengikuti kegiatan di desanya, KPMD mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL) yang difasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan (FK) untuk membahas kendala dan permasalahan yang muncul di desa serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Pengukuran indikator tersebut dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 3 pertanyaan tertutup yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam mengikuti pertemuan bulanan dengan Pendamping Lokal (PL). Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3.

f. Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan

kegiatan, termasuk pengawasan adalah mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan termasuk dalam pengawasan kegiatan program PNPM-MP di desanya. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 4 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat peranan KPMD dalam mendorong


(39)

masyarakat untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan, termasuk dalam pengawasan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 4 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 12 dan skor terendah 4.

2. Variabel (Y)

Menurut Madrie (1998, dalam Effendi, 2007), partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keikutsertaan warga atau keterlibatan warga masyarakat dalam proses pembangunan, ikut memanfaatkan hasil pembangunan, ikut mendapat keuntungan dari proses dan hasil pembangunan baik pembangunan yang dilakukan oleh komunitas, organisasi atau pembangunan yang dilakukan pemerintah. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM-MP adalah tingkat

keterlibatan masyarakat rumah tangga miskin yang ikut serta atau terlibat dalam setiap tahapan kegiatan PNPM-MP. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dapat dilihat dari lima indikator. Indikator-indikator tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dapat dijelaskan di bawah ini: a. Merencanakan pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan

yaitu tingkat partisipasi yang tahapannya paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Pada tahap ini, masyarakat memilih Fasilitator Desa atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup gagasan,


(40)

tujuan, maksud dan target, diskusi. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 5 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam merencanakan

pembangunan dan ikut dalam pengambilan keputusan pada Program PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 5 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 15 dan skor terendah 5.

b. Memberikan swadaya masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam memikul beban pembangunan. Swadaya dapat diwujudkan dengan menyumbangkan tenaga,dana dan material pada saat pelaksanaan kegiatan. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 2 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka yang terkait dengan tingkat partisipasi

masyarakat dalam memberikan swadaya pada program pembangunan yang diadakan oleh PNPM Mandiri Perdesaan didesanya. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 2 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 6 dan skor terendah 2.

c. Melaksanakan kegiatan yaitu keterlibatan masyarakat dalam aktivitas-aktivitas riil yang merupakan perwujudan program dalam kegiatan fisik bentuk tenaga kerja yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 3 pertanyaan tertutup yang terkait dengan tingkat partisipasi


(41)

masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan di desanya. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3.

d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan yaitu keikutsertaan masyarakat dalam mengukur atau memberikan penilaian sampai seberapa jauh tujuan program dapat dicapai, dan penilaian terhadap bidang

pembangunan misalnya fasilitas umum dan lainnya. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 3 pertanyaan tertutup yang terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam memonitor dan mengevaluasi kegiatan program PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1 dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3.

e. Menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yaitu keterlibatan warga masyarakat dalam menerima hasil, menikmati keuntungan atau menggunakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun secara langsung dari kegiatan PNPM-MP yang telah dilakukan. Indikator tersebut diukur dengan menggunakan skor yang diperoleh berdasarkan daftar pertanyaan, dengan 3 pertanyaan tertutup yang terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Menerima dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan program PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 3 dan terendah 1


(42)

dari 3 pertanyaan, sehingga diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3.

Penentuan jarak antar kelas pada variabel menggunakan rumus Sturges (Dajan, 1986) sebagai berikut:

Keterangan :

Z = Interval kelas X = Nilai tertinggi

Y = Nilai terendah

k = Banyaknya kelas atau kategori

Banyaknya kelas dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja yakni sebanyak tiga kelas.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus dengan pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu kecamatan yang sedang mengembangkan salah satu program pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat yakni

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dengan jumlah pekon terbanyak di Kabupaten Tanggamus setelah Kecamatan Pugung, yakni sebanyak 23 pekon. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu staf di Badan Koordinator PNPM Provinsi Lampung menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat Kecamatan Wonosobo tergolong lebih aktif dibanding masyarakat Kecamatan Pugung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2012.

k Y X Z


(43)

C. Metode Penentuan Sampel

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang berada di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus yang berjumlah 12 orang KPMD dan 1.535 orang masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) yang menjadi sasaran dari program PNPM-MP. Penentuan sampel dilakukan secara sengaja

(Purposive) yakni 6 pekon dari 23 pekon yang ada di Kecamatan Wonosobo dengan pertimbangan bahwa keenam pekon tersebut mempunyai jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) terbanyak dan mendapatkan dana swadaya dari masyarakat di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus. Jumlah masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) dan jumlah swadaya masyarakat masing-masing pekon di Kecamatan Wonosobo dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) dan jumlah swadaya masyarakat per pekon di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2010

Pekon Rumah Tangga Miskin

(KK)

Jumlah Swadaya (Rp) Sridadi Way Panas Soponyono Banjarsari Kunyayan Dadisari 296 283 261 247 232 216 2.430.000 950.000 1.245.000 5.039.500 1.635.000 1.185.000

Jumlah 1.535 12.484.500

Sumber : Unit Pengelola Kegiatan (UPK), 2011

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari keenam pekon yang ada di Kecamatan Wonosobo terdapat 1.535 KK penduduk rumah tangga miskin. Namun, keenam pekon tersebut mendapatkan sumbangan swadaya masyarakat yang


(44)

cukup banyak yakni Rp. 12.484.500. Hal ini berarti masyarakat di

Kecamatan Wonosobo sudah ikut berperan dalam pembangunan desanya. Selanjutnya, karena populasi dari keenam pekon terpilih bersifat homogen atau sumber data memiliki sifat yang sama, maka ditetapkan jumlah sampel dari masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) yang diambil dengan teknik pengambilan Sampel Acak Tidak Proporsional menurut Stratifikasi yakni pengambilan sampel pada setiap pekon diambil dengan persentase yang berbeda. Menurut Rusmialdi (2007), untuk populasi yang homogen sempurna, jumlah sampel tidak mempengaruhi kualitas atau keadaan yang mewakili (representativeness). Jadi jumlah sampel yang diambil cukup kecil saja. Pengambilan sampel untuk KPMD dan masyarakat RTM dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah sampel Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus

Pekon Sampel KPMD Sampel RTM

Sridadi Way Panas Soponyono Banjarsari Kunyayan Dadisari 2 2 2 2 2 2 10 10 10 10 10 10

Jumlah 12 60

Tabel 7 Menunjukkan bahwa dari tiap pekon diambil 2 responden/sampel KPMd dan 10 sampel dari Rumah Tangga Miskin (RTM). Jumlah

keseluruhan sampel yakni 72 orang yang berasal dari 6 pekon di Kecamatan Wonosobo.


(45)

D. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi menggunakan kuesioner sebagai pengumpul data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar

pertanyaan (kuesioner). Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literatur, dinas, instansi dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan ini.

E. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis deskriptif, sedangkan pengujian hipotesis digunakan analisis statistik

nonparametrik dengan uji korelasi Rank Spearman (Siegel, 1997) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

n = Jumlah Responden di = Perbedaan setiap peringkat

Rumus rs ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa dalam penelitian ini akan dilihat korelasi (keeratan hubungan) antara dua variabel yakni variabel X dan variabel Y. Pengujian dilanjutkan untuk menjaga tingkat signifikansi pengujian bila terdapat rank kembar baik pada variabel X maupun pada variabel Y sehingga dibutuhkan faktor koreksi t (Siegel, 1997) dengan rumus sebagai berikut :

n n

di r

n

i

s 3

1 2 6 1


(46)

Keterangan: X2 = Jumlah kuadrat variabel X yang dikoreksi

Y2 = Jumlah kuadrat variabel Y yang dikoreksi

TX = Jumlah faktor koreksi variabel X

Ty = Jumlah faktor koreksi variabel Y

T = Faktor koreksi

t = Banyaknya observasi berangka sama pada peringkat tertentu

n = Jumlah sampel Kriteria pengambilan keputusan:

1. Jika t hitung ≤ t tabel, maka tolak H1 pada (α) = 0,05 atau (α) = 0,01 berarti

tidak terdapat hubungan antara kedua variabel yang diuji.

2. Jika t hitung > t tabel, maka terima H1 pada (α) = 0,05 atau (α) = 0,01

berarti terdapat hubungan antara kedua variabel yang diuji. 2

2

2 2

2

2 X Y

di Y X rs X T n n X 12 3 2 Y T n n Y 12 3 2 12 3 t t T


(47)

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Penelitian ini dilakukan di enam desa atau pekon di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus yaitu di Pekon Sridadi, Pekon Way Panas, Pekon Soponyono, Pekon Banjarsari, Pekon Kunyayan, Pekon Dadisari. Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung memiliki 23 pekon (desa).

Kecamatan Wonosobo adalah salah satu dari 20 (dua puluh) kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus. Luas wilayah Kecamatan Wonosobo 190,64 km² (190.640 ha). Pusat pemerintahan berjarak ± 5 km yang berada di desa Pekon Balak, jarak dari ibu kota kabupaten ± 15 km, serta jarak dari ibukota provinsi ± 105 km. Kecamatan Wonosobo terdiri atas 23 desa atau pekon dan 87 dusun atau lingkungan.

Batas-batas wilayah Kecamatan Wonosobo adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pulau Panggung. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Agung Barat. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar Negeri Semuong. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Semaka.


(48)

B. Topografi dan Iklim

Secara umum, kondisi topografi wilayah Kecamatan Wonosobo yaitu rata dan berbukit, memiliki potensi laut, pantai, lahan sawah dan lahan kering, dengan

kemiringan tanah antara 0 s/d 45˚ serta terletak pada ketinggian 0 s/d 250 di atas permukaan laut (dpl). Jenis tanah alifial coklat dan latosol dengan pH tanah rata-rata 5 s/d 6,5. Curah hujan rata-rata bulan basah 6 (enam) bulan yaitu dimulai dari bulan Oktober s/d Maret, bulan Kering selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan April s/d Juni, bulan lembab selama 3 (tiga) bulan yakni pada bulan Juli s/d September. Keadaan yang demikian membuat wilayah Kecamatan Wonosobo cukup baik untuk kegiatan berusahatani pada lahan basah (persawahan) dan berusahatani pada lahan kering (perkebunan) dan sebagainya.

C. Pola Penggunaan Lahan

Wilayah Kecamatan Wonosobo merupakan wilayah yang cukup baik untuk berusahatani. Hal ini didukung dengan keadaan topografi dan iklim di Kecamatan Wonosobo yang cukup baik. Ragam kegiatan usahatani memungkinkan adanya penggunaan tanah yang berbeda-beda. Tanah di Kecamatan Wonosobo digunakan sebagai persawahan, ladang atau tegalan, pekarangan, perkebunan rakyat, kolam atau empang, dan lain-lain.

Penggunaan tanah di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Tabel 8.


(49)

Tabel 8. Penggunaan tanah di Kecamatan Wonosobo tahun 2011

No Penggunaan tanah Luas (ha) Persentase

1. Persawahan 75,59 39,65

2. Ladang/Tegalan 5,05 2,65

3. Pekarangan 25,97 13,62

4. Perkebunan Rakyat 74,26 38,95

5. Kolam/Empang 1,70 0,89

6. Lain-lain 8,07 4,24

Jumlah 190,64 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011

Tabel 8 menunjukkan bahwa tanah atau lahan di Kecamatan Wonosobo digunakan sebagai lahan persawahan, ladang/tegalan, pekarangan,

perkebunan, kolam/empangdan lain-lain. Penggunaan lahan sebagai sawah dan perkebunan rakyat lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan lahan sebagai ladang atau tegalan yakni sebesar 149,85 ha atau 78,6 % dari luas Kecamatan Wonosobo. Penggunaan lahan yang termasuk lain-lain yaitu perumahan, kuburan, dan sarana umum lainnya.

D. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Penduduk di Kecamatan Wonosobo terdiri dari berbagai suku seperti suku Lampung, Sunda, Jawa, dan Semendo. Penduduk merupakan modal utama dalam pelaksanaan pembangunan khususnya dibidang pertanian. Penduduk di Kecamatan Wonosobo terdiri dari 7.568 KK yang tersebar di 23 pekon/desa. Jumlah penduduk Kecamatan Wonosobo berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 9.


(50)

Tabel 9. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Wonosobo tahun 2011

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase

1. Laki-laki 20.497 52,1

2. Perempuan 18.853 47,9

Jumlah 39.350 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011

Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Wonosobo yaitu sebanyak 39.350 jiwa. Penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan, yaitu sebanyak 20.497 jiwa atau 52,1 % dari jumlah keseluruhan penduduk di Kecamatan Wonosobo.

2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur

Berdasarkan data monografi tahun 2011, komposisi penduduk di

Kecamatan Wonosobo tidak hanya digolongkan berdasarkan jenis kelamin saja, namun dibedakan pula menurut golongan umur. Menurut golongan umur penduduk di Kecamatan Wonosobo dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah penduduk berdasarkan golongan umur di Kecamatan Wonosobo tahun 2011

No Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase

1. 0 – 5 1.548 4,0

2. 6 – 12 6.919 17,6

3. 13 – 20 5.324 13,5

4. 21 – 30 7.064 18,0

5. 31 – 40 6.072 15,4

6. 41 – 50 6.026 15,3

7. 51 – 60 3.551 9,0

8. > 61 2.846 7,2

Jumlah 39.350 100,0


(51)

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Wonosobo berada pada umur 21 – 30 tahun yaitu sebesar 7.064 jiwa (17,9%). Usia merupakan indikator penting yang digunakan sebagai batasan produktif atau tidaknya seseorang untuk bekerja. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia mulai dari 15 – 64 tahun, sedangkan usia non produktif ialah penduduk yang berusia 15 tahun kebawah dan 64 tahun keatas.

Berdasarkan data pada Tabel 10, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Wonosobo tergolong dalam usia produktif. Besarnya persentase penduduk yang masuk kedalam kategori usia

produktif menunjukkan tingginya ketersediaan tanaga kerja. Hal ini sangat menunjang pembangunan di pedesaan.

3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan formal, penduduk Kecamatan Wonosobo memiliki tingkat pendidikan yang beragam, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga Perguruan Tinggi (PT). Secara rinci jumlah penduduk Wonosobo berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11.


(52)

Tabel 11. Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Wonosobo tahun 2011

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase

Belum Sekolah 2.169 5,51

Tidak Pernah sekolah 7.609 19,33

Tidak Tamat SD 9.241 23,48

Tamat SD 11.124 28,26

Tamat SLTP 5.839 14,83

Tamat SMA 2.561 6,50

Perguruan Tinggi/Sarjana 307 0,78

Jumlah 39.350 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011

Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Wonosobo masih rendah. Tingkat pendidikan umum terbanyak berada pada tingkat SD yakni sebesar 11.124 jiwa atau sebesar 28,26%. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Kecamatan Wonosobo harus lebih ditingkatkan agar tercipta potensi sumber daya manusia yang berkualitas.

4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Kecamatan Wonosobo merupakan salah satu jalur lintas menuju kecamatan lain diantaranya Kecamatan Semaka dan Kecamatan Kota Agung Barat sehingga berpengaruh pada tingkat perekonomian masyarakat di Kecamatan Wonosobo seperti pekerjaan penduduk. Keragaman pekerjaan masyarakat di Kecamatan Wonosobo dapat dilihat pada Tabel 12.


(53)

Tabel 12. Jumlah penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Wonosobo tahun 2011

No Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase

1. Belum Bekerja 8.958 22,76

2. Tani 14.777 37,55

3. PNS 393 0,99

4. TNI/POLRI 183 0,46

5. Pedagang 2.554 6,49

6. Swasta 3.498 8,89

7. Lain-lain 8.987 22,84

Jumlah 39.350 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011

Tabel 12 menunjukkan bahwa menurut pekerjaan penduduk berprofesi sebagai petani di Kecamatan Wonosobo sebesar 37,55 % atau sebanyak 14.777 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Wonosobo cukup banyak dan perlu mendapatkan perhatian. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Wonosobo lainnya yaitu 24,78% atau sebanyak 6.987 jiwa merupakan penduduk yang berprofesi lain-lain seperti buruh, tukang bengkel, tukang las, supir angkutan umum, tukang ojek, dan sebagainya.

5. Keadaan penduduk berdasarkan agama

Keadaan penduduk Kecamatan Wonosobo berdasarkan agama, sebagian besar penduduk memeluk agama Islam dengan jumlah 39.204jiwa, dan 75 jiwa merupakan pemeluk agama Kristen Khatolik dan Protestan. Secara rinci sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Wonosobo berdasarkan agama dapat dilihat pada Tabel 13.


(54)

Tabel 13. Sebaran penduduk berdasarkan agama di Kecamatan Wonosobo tahun 2011

Agama Jumlah (Jiwa)

Islam 39.204

Khatolik 31

Protestan 44

Hindu 66

Budha 5

Jumlah 39.350

Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011

Tabel 13 menunjukkan bahwa penduduk Kecamatan Wonosobo sebagian besar merupakan pemeluk agama Islam, meskipun demikian sikap saling tenggang rasa dan saling menghormati terhadap pemeluk agama yang lain tetap terjaga, sehingga tercipta suatu kerukunan antar umat beragama.

E. Keadaan Sarana dan Prasarana Sosial

Kelengkapan sarana dan prasarana pemerintahan akan sangat mendukung kelancaran pelayanan umum khususnya pelayanan terhadap warga di suatu wilayah tertentu. Selain itu, kelengkapan sarana dan prasarana pemerintahan termasuk Kecamatan Wonosobo akan sangat menunjang proses identifikasi data keadaan sosial ekonomi penduduk yang tentunya akan sangat berguna baik bagi kepentingan pengembangan kecamatan itu sendiri maupun bagi pihak luar yang membutuhkannya.

Kaitannya dengan peningkatan pengetahuan penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan memegang peranan yang penting. Setiap wilayah termasuk Kecamatan Wonosobo diupayakan dapat melengkapi sarana dan prasarana TK dan SD/MI/Sederajat. Untuk menunjang peningkatan


(55)

kecerdasan warga, di Kecamatan Wonosobo telah terdapat prasarana

pendidikan berupa 6 buah TK, 29 buah SD/MI/Sederajat, 5 buah SMP/MTsN/Sederajat, dan 3 buah SMU/MAN/Sederajat.

Ketersediaan sarana kesehatan di Kecamatan Wonosobo sudah memadai karena di desa ini sudah mempunyai 2 unit Puskesmas dan 23 unit Posyandu. Sarana dan prasarana transportasi akan sangat menunjang mobilitas warga. Sarana dan prasarana transportasi berupa ketersediaan jalan yang layak dilalui dan ketersediaan angkutan umum sangatlah dibutuhkan warga untuk

kelancaran kegiatan sehari-hari seperti berusahatani, berdagang, sekolah, dan pergi ke kantor.

Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi akan sangat melancarkan hubungan penduduk pedesaan termasuk Kecamatan Wonosobo dengan pihak luar khususnya yang berhubungan dengan pengembangan desa dan

kecamatan. Sarana dan prasarana transportasi di Kecamatan Wonosobo sudah dapat dikatakan memadai. Hal ini karena di Kecamatan Wonosobo telah terdapat jalan desa yang beraspal sepanjang 39 Km, dan jalan beraspal kondisi rusak sepanjang 8 Km yang menghubungkan Kecamatan Wonosobo dengan kecamatan lainnya. Kecamatan Wonosobo mempunyai 10 buah jembatan. Secara umum sarana pengangkutan yang biasa digunakan penduduk Kecamatan Wonosobo berupa ojek, yang telah memiliki 6 buah pangkalan ojek.


(56)

Sarana dan prasarana ekonomi juga sangat berperan penting bagi kesejahteraan masyarakat termasuk Kecamatan Wonosobo. Wilayah

Kecamatan Wonosobo sudah memiliki 3 buah pasar, di pasar tersebut sudah memiliki banyak kios dan warung klontongan.

Sarana dan prasarana ibadah sangat penting keberadaannya dalam suatu wilayah termasuk Kecamatan Wonosobo. Kecamatan Wonosobo sendiri penduduknya mayoritas beragama Islam memiliki sarana peribadatan berupa Masjid sebanyak 50 buah dan Mushola sebanyak 76 buah. Selain Masjid dan Musola, ada pula 4 buah Gereja Protestan dan 3 buah Pura. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Wonosobo sangat menunjang

keberhasilan dalam pembangunan perekonomian di desa tersebut. Keadaan sarana dan prasarana di Kecamatan Wonosobo dapat dilihat pada Tabel 14.

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Wonosobo sudah cukup memadai walaupun masih terdapat beberapa sarana dan prasarana yang kurang lengkap. Ketersediaan sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Wonosobo sangat diperlukan untuk mendukung perekonomian dan pembangunan khususnya dalam bidang pertanian. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk di Kecamatan Wonosobo bermata pencaharian sebagai petani.


(57)

Tabel 14. Keadaan sarana dan prasarana di Kecamatan Wonosobo tahun 2011

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Pendidikan

a. TK 6 Buah

b. SD/MI/Sederajat 29 Buah

c. SMP/MTsN/Sederajat 5 Buah

d. SMU/MAN/Sederajat 3 Buah

2 Kesehatan

a. Puskesmas 2 Buah

b. Posyandu 23 Buah

3 Perhubungan

a. Jalan aspal 39Km

b. Jalan aspal kondisi rusak 8 Km

c. Jembatan 10 Buah

4 Transportasi darat

Pangkalan Ojek 6 Buah

Ekonomi

Pasar 3 Buah

5 Peribadatan

a. Masjid 50 Buah

b. Mushola 76 Buah

c. Gereja 4 Buah

d. Pura 3 Buah

6 Pemerintahan

a. Telepon Otomatis/Non Otomatis 1 Buah

b. Mesin Ketik 1 Buah

c. Meja Kerja 7 Buah

d. Kursi Kerja 9 Buah

e. Almari Arsip 4 Buah

f. Papan Profil 1 Buah

g. Ruang Rapat 1 Buah

h. Ruang Data 1 Buah

i. Gedung Serbaguna 1 Buah

j. Balai Pertemuan 1 Buah

k. Kendaraan Dinas Roda 2 5 Buah

l. Kendaraan Dinas Roda 4 2 Buah

Sumber : Monografi Kecamatan Wonosobo, 2011

F. Struktur Organisasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus

Masyarakat desa terutama dari rumah tangga miskin merupakan sasaran dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) sekaligus juga sebagai pelaku utama dari setiap tahapan


(58)

pelaksanaan PNPM-MP, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pelestarian, sedangkan pelaku-pelaku lainnya dari aparat dan konsultan ditingkat desa, kecamatan, kabupaten dan seterusnya lebih berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan pembina agar tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme PNPM-Mandiri Perdesaan dapat tercapai dan dilaksanakan secara benar dan konsisten.

Struktur organisasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) yang berada di kabupaten yakni terdapat Fasilitator Kabupaten (Faskab) yang terdiri dari fasilitator kabupaten bidang pelaksana pembangunan, fasilitator kabupaten bidang teknik, dan fasilitator kabupaten bidang keuangan, sedangkan di tiap-tiap kecamatan terdapat Badan

Kerjasama Antar Desa (BKAD), Badan Pengawas UPK (BP-UPK), Fasilitator Kecamatan (FK) dan Fasilitator Teknik (FT), Pengurus Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara, serta TIM Verifikasi (TV). Di desa terdapat pelaku PNPM-Mandiri Perdesaan yakni Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang masing-masing desa terdapat dua orang KPMD yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pelaku lainnya yakni Tim pelaksana Kegiatan (TPK) yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara di masing-masing desa, serta kepala desa dan perangkat desa. Pelaku PNPM-Mandiri Perdesaan mulai dari tingkat

kabupaten, tingkat Kecamatan, sampai tingkat desa yang terangkum dalam struktur organisasi PNPM-Mandiri Perdesaan dapat dilihat pada Gambar 2.


(59)

Kabupaten/Kota

Kecamatan

Desa/Kelurahan Gambar 2. Struktur Organisasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus

Berdasarkan Gambar 2 Pelaku PNPM-Mandiri Perdesaan mulai dari tingkat kabupaten, tingkat Kecamatan, sampai tingkat desa yakni sebagai berikut :

Penangung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Fasilitator

F-Kec (Ikada R.M) dan FT-Kec (Puji Widiantoro)

TIM Verifikasi

(TV)

Pendamping Lokal (PL) Sophan

Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD)

1. Sopyan

2. M. Basri

3. Daud

Konsultan Kabupaten/Kota Fas-Kab (Zulkarnaen) dan FT-Kab

(Yulius)

Unit Pelaksana Kegiatan (UPK)

Ketua : Budi Laksono Sekretaris : M.Suswanto.R Bendahara : Dian Novita

Badan Pengawas UPK (BP-UPK)

1. Soetaryo

2. M. Ja’i

3. Widodo Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) PJO-Kab Masyarakat


(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro pada tanggal 9 April 1988. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hadi Suroso dan Ibu Suwarti. Jenjang pendidikan yang ditempuh adalah pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Cempaka di Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 1993, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Banjarsari Kecamatan Wonosobo sampai kelas 4, kemudian melanjutkan di SDN 1 Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 5 Metro yang diselesaikan pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Wonosobo yang diselesaikan pada tahun 2005. Selama menjadi pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) penulis pernah mengikuti Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Kecamatan Wonosobo pada tahun 2002, 2003, dan 2004.

Tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti organisasi Himpunan


(2)

Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (HIMASEPERTA) Universitas Lampung sebagai anggota (2006/2007).

Penulis sering mengikuti berbagai seminar ataupun pelatihan baik yang bersifat akademis maupun non akademis. Tahun 2008 penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapang (KKL) ke Malang, Yogyakarta dan Bali. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Badan Pelatihan Pertanian (BPP) Provinsi Lampung dan pada tahun 2011 penulis menjadi tenaga honorer di Madrasah Aliyah (MA) Al-Ma’mur Banjarsari Kecamatan Wonosobo.


(3)

SANWACANA

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin. Puji syukur penulis panjatkan Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan Partisipasi Masyarakat Pada Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus ” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung. Salawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan

sahabat-sahabatnya.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Effendi, M.S.,selaku pembimbing pertama dan pembimbing akademik atas kesabaran dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, motivasi, serta masukan berupa saran dan kritik kepada penulis selama menjadi mahasiswa bimbingannya dalam proses menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Tubagus Hasanudin, M.S., selaku pembimbing kedua atas kesabaran

dan kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan berupa saran dan kritik kepada penulis selama menjadi mahasiswa bimbingannya dalam proses menyelesaikan skripsi ini.


(4)

3. Dr. Ir. Sumaryo Gitosaputro, M.Si., selaku pembahas atas kritik, saran, dan bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Dr. Ir. Hanung Ismono, M.P., selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah di kampus tercinta Universitas Lampung.

7. Staf administrasi Fakultas Pertanian dan Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Mba Iin, Mas Boim, Mas Kardi, Mas Buchori, Pak Margono) terimakasih atas bantuannya.

8. Bapak Edi Siswoyo selaku Fasilitator Kecamatan (FK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Kecamatan Wonosobo, Bapak Sophan selaku Pendamping Lapang (PL), Bapak dan Ibu Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPMD) di Kecamatan Wonosobo, seluruh masyarakat khususnya masyarakat Pekon Dadisari, Sridadi, Soponyono, Banjarsari, Kunyayan, dan Way Panas yang tidak bisa di sebutkan satu per satu, atas bantuannya kepada penulis selama melakukan penelitian.

9. Teristimewa keluargaku tersayang, Bapak Hadi Suroso dan Ibu Suwarti yang tidak pernah lupa menyisipkan doa di setiap sujudnya serta terima kasih yang tak terbatas atas segalanya. Kakek dan nenekku tersayang, Bapak Sayuti (Alm.) dan Ibu Tugiyatun (Alm.) terimakasih atas bimbingan dan kasih sayang yang tak terbatas hingga akhir hayatnya, adik-adikku Dicky Prasetya


(5)

Hadi, Tegar Dinno Sasongko Hadi, dan Danar Putiet Abimanyu Hadi atas dukungan, keceriaan, dan kesabaran menanti keberhasilanku.

10.Romliyuddin terimakasih atas segala penantian, perhatian, doa, kasih sayang, motivasi dan materi yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah selalu membukakan pintu keberkahan bagimu dan semoga nikmat-Nya senantiasa tercurah atasmu. 11.Temanku Sulamiah, A.Md terimakasih untuk bantuan-bantuan yang diberikan

kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

12.Sahabat seperjuanganku dalam skripsi Nurjanah,S.P., Candra

Firmansyah,S.P., Diwita Rizki Amalia,S.P., Oksa Priatmiasih,S.P., Irene Agustina Pasaribu, Evi Nurjannah, dan Mutakin terima kasih atas

kebersamaannya dalam suka dan duka senantiasa memberikan dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan kemudahan dalam langkah kita.

13.Sahabatku Hovany Martha,S.P., terimakasih untuk nasihat-nasihat serta yang tidak pernah bosan mendengarkan keluh kesah penulis.

14.Teman-teman dan saudaraku PKP’05 Adi Susilo, S.P., Ahmad Ansyor, S.P., Aptiar Rahman, S.P., Auliani Syafutri, S.P., Denny Afriansyah, S.P., Dewi Rahmayani, S.P., Dewi Amelia RNH, S.P., Dora Heryani, S.P., Erwin Syaid,S.P., Hengki Saputra, S.P., Helian Aquino, S.P., Ike Novitasari, Maya Suci Rahmadania, M. Aprian Arizaldi, S.P., Maya Dwi Lestari, S.P., Mela Kartikasari, S.P., Muhammad Aan Marga S.P., Naufal Pratama, S.P., Novitasari, S.P., Naris Suddini, S.P., Nurul Laili Muflihah, Resha Defrika, S.P., Riezka Seftrian, S.P., Selvia Fitri, S.P., Taofiq Martha Rusyana S.P., Tria


(6)

Sukmarini, S.P., Vera Camelia Irawan,S.P., Vidi Okta Deli, S.P., Wana Silviasari, S.P., Wayan Andri Purnami, S.P., Yevi Hastuti, S.P., Yurhanis Fatullah, S.P atas kebersamaannya.

15.Adik-adik Sosek 2007, 2008 dan 2009 atas kebersamaannya dalam menuntut ilmu.

16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang senantiasa membantu penulis menyelesaikan perjuangan di bangku kuliah, rasa terimakasih paling tulus dari dalam hati yang tak terhingga untuk kalian semua.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis, semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, Desember 2012

Penulis,


Dokumen yang terkait

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Kampung Bilah Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu

0 57 124

Respon Masyarakat Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir

2 40 130

Respon Masyarakat Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir

4 59 100

Respon Masyarakat Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

4 65 98

Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir

0 50 160

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Desa Pulo Dogom Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara

1 39 106

Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Deskriftif di Kelurahan Aek Simotung, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara)

0 62 148

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

4 84 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) (Studi Kasus di Desa Sitio II Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 46 125

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76