Respon Masyarakat Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir
RESPON MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN DI KECAMATAN PANGURURAN
KABUPATEN SAMOSIR
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
ROMAULI SITANGGANG
070902057
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan kasihNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini
adalah: “RESPON MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM NASIONAL
PEMBERDAYAAN MASYAKAT MANDIRI PERDESAAN DI KECAMATAN
PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR”.
Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana
Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan
kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk menerima saran dan kritik yang dapat
membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Skripsi ini penulis persembahkan khususnya kepada orang tuakuTercinta, Ayahanda A.
Sitanggang dan Ibunda T. Naibaho, yang sudah mendidik dan membesarkan penulis, dan
memenuhi semua keperluan penulis sampai dengan menyelesaikan skripsi ini, serta semua
keluarga yang telah mendukung dan mendoakan penulis selama peulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan secara khusu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
(3)
2.
Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si sebagai Dosen Pembinbing Penulis, yang selama proses
penulisan skripsi ini dengan sabar membimbing penulis hingga skripsi ini selesai dengan
baik.
3.
Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4.
Ibu Zuraida Hanum, selaku bagian Administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5.
Kepada Keluarga tercinta Uda Parulian Sitanngang, kakak Q A.Sitanggang/R.Silalahi,
T.Sitanggang/P.Sagala, N.Sitanggang and K’lina(lin2), Tuk Abang Q
E.Sitanggang/NC.Silalahi, B’Joko, dan tuk ponakan-ponakan Q tercinta: Intan, Indah,
Emi, Juank, Samuel, Syahsyah, Irvan, Icha, Jojo jelex.
6.
Kepada Sahabat-sahabat penulis terkhusus tuk KEPOMPONG ada Lisna, Morlina, Lisna
N, Osta, Asna (Mak Rava), Rini, Anita, Ruth, Julita, Siska, Fiten, Well, Chandra, Jefri,
Andre Pranata, tanggu raja siboro, masdon, and terkhusus buat “Ewin Q”
7.
Kepada teman-teman stambuk 2007 Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah menjadi teman
yang baik , Putri Yuna, Risma, Ladiana, Cristy, Lydia, Fran, Yohana, Novanta, Critina,
Dwita, Pipin, Sunario, Alex, Malida, Wirda, Aink, Lucas, Castri, Tri Angelina, Maya,
serta semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan oleh penulis.
8.
Kepada Senior 2005,2006 dan Junior 2008 serta semua Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan
Sosial yang ikut serta memberikan masukan dan motivasi kepada penulis dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini.
(4)
ix
9.
Kepada semua orang-orang yang telah memberikan dukungan kepada penulis dimana
dikarenakan keterbatasan penulis dalam mencantumkan nama satu persatu, maka penulis
mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya.
10.
Kepada semua dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan semua dosen Fakultas Ilmu sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut serta memberikan
bantuan dan sumbangan pemikiran selama penulis mengikuti perkuliahan. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa memberikan RahmatNya atas kebaikan dan kemurahan hati bapak/ ibu, saudara/
saudari sekalian.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi
dunia pendidikan.
Medan, Februari 2010
Penulis
Romauli Sitanggang
(5)
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRAK ...
i
KATA PENGANTAR ...
iii
DAFTAR ISI...
vi
DAFTAR TABEL ...
ix
DAFTAR GAMBAR ...
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah ...
1
1.2
Perumusan Masalah ...
10
1.3
Pembahasan Masalah ...
10
1.4
Tujuan dan Manfaat Peneitian ...
10
1.5
Sistematika Penulisan ...
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Respon...
13
2.2
Masyarakat ...
18
2.3
Kemiskinan ...
20
2.4
Kesejahteraan Sosial ...
21
2.5
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM MP)
26
2.6
Kerangka Pemikiran...
40
(6)
xi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tipe Penelitian ...
46
3.2
Lokasi Penelitian ...
46
3.3
Populasi dan Sampel ...
47
3.4
Tehnik Pengambilan Data ...
49
3.5
Tehnik Analisis Data...
50
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1
Lokasi Penelitian ...
51
4.2
Sejarah dan Asal Usul Lokasi Penelitian ...
51
4.3
Batas Demografi ...
54
4.3.1
Batas Wilayah ...
54
4.3.2
Pemerintahan...
54
4.3.3
Struktur Organisasi ...
55
4.3.4
Kependudukan ...
56
BAB V ANALISIS DATA
5.1
Analisis Identitas Responden ...
61
5.2
Respon Masyarakat Terhadapa Pelaksanaan ...
67
5.2.1
Persepsi Masyarakat Pelaksanaan PNPM MP ...
54
5.2.2
Sikap Masyarakat Pelaksanaan PNPM MP ...
74
5.2.3
Persepsi Masyarakat Pelaksanaan PNPM MP ...
82
(7)
BAB VI PENUTUP
6.1
Kesimpulan ...
94
6.2
Saran ...
95
DAFTAR PUSTAKA
KUESIONER
(8)
xiii BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan, defenisi Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermanfaat (RI, 2004-2009; 131).
Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1999 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47% manjadi 23,43% pada periode yang sama.
Periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14% pada tahun 2000, menjadi 15,97% pada tahun 2005.
Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97%) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75%) pada bulan Maret 2006. penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang. Peningkatan jumlah dan persentase penduduk makin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga-harga kebutuhan pokok selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95%. Akibatnya penduduk
(9)
yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.
Terjadi penurun jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan pada periode Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta (16,58%) pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta (15,42%) pada tahun 2008 (BPS, 2009).
Data BPS menginformasikan jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah garis kemiskinan-red) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen dari total penduduk). Jumlah sebesar itu turun 1,51 juta jiwa dibanding Maret 2009 yang tercatat sebanyak
32,53 juta jiwa (14,15 persen). Pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin menurut BPS tercatat sebanyak 32,5 juta jiwa (14,15 persen),
turun sebanyak 2,43 juta jiwa dibandingkan jumlah penduduk miskin di 2008 yang tercatat sebesar 34,96 juta. “Dengan data ini bisa dilihat ada perlambatan penurunan tingkat kemiskinan dari 2,43 juta jiwa di 2009 menjadi hanya 1,51 juta jiwa di 2010. Harus diakui hasil ini tak sesuai dengan harapan pemerintah yang menargetkan tingkat kemiskinan di level 11 persen. Faktor pengurang penduduk miskin tahun 2010 ini juga lebih karena didorong oleh rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan yang naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama periode 2009-2010. Kemudian, lantaran sebagian besar penduduk miskin bekerja di sektor pertanian, nilai tukar petani (NTP) yang naik 2,45 persen menjadi faktor pengurang jumlah penduduk miskin yang signifika
Pada dasarnya pembangunan adalah proses perubahan yang terus menerus menuju kemajuan yang lebih baik. Pembangunan tanpa mengikutsertakan faktor sosial kemasyarakatan akan menjadi faktor penarik dan pendorong. Kedua faktor tersebut akan menghambat perkembangan. Keberlanjutan dan keberlangsungan pembangunan akan terganggu akibat faktor kemasyarakatan yang kurang serius mendapatkan perhatian. Akibat yang ditimbulkan akan terjadi gejolak sosial dan pelbagai gerakan atau perubahan struktur masyarakat serta mobilitas sosial yang bergerak berubah mengikuti perubahan zaman.
(10)
xv
Didalam teori perubahan sosial, bahwa perubahan itu mengarah kepada kemunduran dan kemajuan. Apapun arah perubahan sosial tersebut, fungsi waktu sangat menentukan apakah perubahan sosial tersebut mengarah pada perubahan yang sangat cepat, bahkan sangat lambat. Disamping itu perubahan dapat juga mencakup aspek yang sangat luas maupun aspek yang sangat sempit, dan perubahan tergantung dari cakupan ruang lingkungan serta ruang perubahannya.
Kemiskinan dan pengangguran merupakan salah bentuk persoalan masyarakat yang disebabkan akibat terjadinya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk, keterbatasan ketersediaan lapangan kerja, kebutuhan akan cara kerja yang professional serta pelbagai tekanan yang ditimbulkan. Disamping itu faktor keterbatasan terhadap akses informasi, akses perbankan, akses mendapatkan sumber-sumber pendapatan juga menjadi penyebab utama kemiskinan (depdagri.go.id/ 09/10/2010).
Penanggulangan kemiskinan sebenarnya sudah dilakukan sejak awal kemerdekaan, Bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana dimuat dalam Alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan, karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan
Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut Presiden RI telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M), Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008 dilakukan secara terintegrasidengan program PNPM-M. Untuk pelaksanaan PUAP di Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007. Peningkatan kesejahteraan umum tidak hanya diterjemahkan sebagai perhatian penuh kepada pembangunan perkotaan, tetapi juga pemerataan
(11)
kesejahteraan kepada seluruh warga bangsa dengan cara meningkatkan pembangunan di desa-desa. Terkait dengan upaya ini pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang koordinasi penanggulangan kemiskinan merupakan upaya dari Undang-Undang No.17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang dan kesepakan dalam MDGs. Berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan terutama dipedesaan, telah dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan sebagai penyempurnaan lebih lanjut dari program pengembangan Kecamatan.
PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Untuk mencapai tujuan PUAP, yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan, PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan Departemen Pertanian maupun Kementerian/Lembaga lain di bawah payung program PNPM MP.
Disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999 menjadi tonggak pelaksana otonomi daerah dengan paradigma baru. Pemberlakuan UU tidaklah dimaksudkan sebagai upaya resentralisasi dengan membuka peluang luas bagi daerah untu merencanakan dan melaksanakan pembangunan dengan cara yang lebih baik, lebih mandiri dan lebih terkordinasi.
Sejalan dengan disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004, Program Pembangunan Kecamatan (PKK) yang mulai pelaksanaannya sejak tahun 1998, semakin dewasa belajar dari pengalaman untuk melakukan transisi pengelolaan program perberdayaan secara bertahap kepada pemerintah daerah. Sebagai sebuah program pemberdayaan, PKK telah menjadi sarana belajar bagi setiap stakeholder di daerah, khususnya pemerintah daerah dan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan yang bertumpu
(12)
xvii
pada perencanaan dari bawah bukan lagi perencanaan dari atas (Departeman dalam Negeri. 2007. PTO PNPM-PKK. Jakarta: Tim Koordinasi PNPM-PKK).
Sebelum masuk PPK yang selanjutnya bermutasi menjadi PNPM MP, ketersediaan lapangan pekerjaan bagi orang miskin sangat terbatas, sehingga perolehan pendapatan sangat amat terbatas. Memang diakui ada program pengentasan kemiskinan lainnya yang mirip PNPM MP seperti gerdu taskin (gerakan terpadu mengatasi kemiskinan) yang berasal dari Propinsi Jawa Timur, program raskin, Bantuan langsung tunai (BLT), namun hasilnya belum optimal menyentuh langsung kepada masyarakat. Kemudian muncul PNPM MP yang pada saat ini menjadi tumpuan masyarakat (Index.com/15/09/2010).
Melaui PNPM MP dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan
yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga
pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan
kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dapat ditumbuhkembangkan
sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Pelaksanaan PNPM MP tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta
program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan;
dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan
daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik.
Mulai tahun 2008 PNPM M diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan
Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM M diperkuat dengan berbagai program
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah
(13)
daerah. Pelaksanaan PNPM M 2008 juga akan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal yaitu
dengan memunculkan PNPM MP.
Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka
kebijakan PNPM MP, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke
daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering
berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan
pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM MP akan dilaksanakan
sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan
pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM MP
yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia
mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut (pedum-final.com/18/09/2010).
PNPM
MP menjadi harapan masyarakat, karena masyarakat sangat merasakan sendiri bagaimana
mewujudkan keinginan bersama dan membangun sendiri keinginannya secara gotong royong.
Hasil yang diharapkan ternyata sesuai dengan keinginan masyarakat. PNPM itu program yang
sangat sesuai dengan aspirasi masyarakat, dibandingkan dengan usulan program masyarakat ke
musrenbang yang jarang sekali terealisasi, PNPM memang diakui memberikan kepada
masyarakat miskin lapangan pekerjaan, PNPM MP sudah memulai mendorong keswadayaan
masyarakat, meskipun dibeberapa tempat perbandingan antara nilai PNPM MP dan swadaya
masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Namun, bagaimanapun juga keswadayaan
masyarakat menjadi pilar keberhasilan masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Persoalan
sosial muncul manakala PNPM yang menjadi tumpuan harapan masyarakat terhenti programnya
setelah tahun 2014. Memang kemandirian masyarakat diharapkan akan tumbuh dan berkembang
sendiri ke depan tanpa perlu ada program stimullan dari pemerintah. Persoalannya adalah pada
(14)
xix
waktu sampai kapan munculnya kemandirian seperti yang diharapkan. Nampaknya kita perlu
membuat rencana strategis berkaitan dengan pengelolaan waktu kedepan setelah tidak ada lagi
PNPM MP (depdagri.go.id/ 09/10/2010).
Pemerintah akan melanjutkan PNPM M hingga tahun 2014. Saat ini PNPM sudah menjangkau masyarakat di 78.000 desa di seluruh Indonesia. Tahun lalu, jumlah desa di seluruh Indonesia yang terjangkau program PNPM M baru mencapai 58.000 desa. Aneka usaha kecil yang terbentuk melalui PNPM M berkembang baik di berbagai daerah sasaran program. Karena itu, pemerintah akan melanjutkan pelaksanaan program ini sampai 2014. Alokasi dana untuk tiap kecamatan antara Rp 280 juta sampai Rp 3 miliar dengan jumlah kecamatan sasaran program sebanyak 6.513 kecamatan
(Blogspot.com/20/09/2010).
Pendekatan PNPM M merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PKK) yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PKK) adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil membutuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
Sasaran program ini adalah kecamatan-kecamatan yang dinilai paling miskin di Indonesia diantaranya Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir termasuk salah satu yang masuk dalam Program PNPM M karena lapisan masyarakatnya yang beragam mulai dari petanipedagang, pejabat ataupun supir yang kesemuanya itu mempunyai kebutuhan hidup, akan tetapi lahan pertanian dalam desa tersebut tidak begitu dapat memberikan hasil sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat memberikan hasil sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sekian banyak profesi diatas maka pekerjaan yang paling dominant untuk usaha mereka adalah berdagang sehingga untuk usaha tersebut mereka meminjam pada bank sehingga modal awal dan juga untuk memajukan usaha kecil mereka demi meningkatkan taraf ekonomi untuk hidup yang lebih baik.
(15)
Kecamatan Pangururan merupakan salah satu kecamatan yang menjalankan PNPM MP yang ada di Kabupaten samosir. Dimana Posisi geografis dari kabupaten Samosia berada pada 2 7’ – 2 45’ LS dan 99 15’ - 99 30’ BT.
Luas wilayah daratan Kabupaten Samosir yaitu 1.444,25 Km, tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Samosir 131.116 jiwa, dengan jumlah rumah tangga (RT) 27.215 RT. Kabupaten Samosir terdiri atas 9 (sembilan) Kecamatan, yaitu Kecamatan Simanindo, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Palipi, Kecamatan Sitio-tio, Kecamatan Harian, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kecamatan Ronggur Nihuta, dan Kecamatan Pangururan.
Kecamatan Pangururan yang merupakan ibukota kabupaten, pusat perdagangan dan pusat pemerintahan adalah kecamatan dengan tingkat kepadatan yang tertinggi, yaitu sebesar 235,14 jiwa/km2, Kecamatan Pangururan merupakan ibukota kabupaten terbagi atas 28 Desa/ Kelurahan (Depkominfo.go.id/24/09/2010).
Program PNPM MP yang ada di Kecamatan Pangururan yaitu SPP, Embung Air, Pompa Irigasi, Pipanisasi AB, Perk Jalan, Jembatan, Guru Honor, MCK. Selain PNPM mandiri, masih terdapat sejumlah kegiatan pemberdayaan yang dibiayai APBN dan APBD sebagai pendampingan untuk membantu pengentasan kemiskinan. Kegiatan tersebut meliputi Perogram Pengentasan Kemiskinan di perkotaan (P2KP), TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), alokasi dana desa (ADD), serta bedah rumah.
(Blogspot.com/2010/09/2010)
Dengan adanya PNPM MP di Kecamatan Pangururan yaitu sejak tahun 2007 maka peneliti ingin mengetahui bagaimana respon masyarakat Kecamatan Pangururan terhadap PNPM Mandiri Perdesaan. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat di kecamatan pangururan dengan adanya PNPM M yang sudah dilaksanakan mulai tahun 2007. untuk itu peneliti melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi
(16)
xxi
berjudul “Respon Masyarakat terhadap program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri pedesaan Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir”
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah ini menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian (Soehartno, 2008:23).
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana respon masyarakat terhadap program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir”?
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup permasalah yang terlalu luas, maka peneliti membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan dibuat dalam PNPM MP tahun anggaran 2008-2009 di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon masyarakat terhadap program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
(17)
1.4.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi instansi terkait dan sumber informasi bagi pemerintah guna peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi tingkat kemiskinan lewat program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan khususnya masyarakat di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
1.5 Sisematis Penulisan
Adapun Sistematis Penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka penelitian, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, tekhik pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objekyang akan diteliti.
(18)
xxiii
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon
Respon merupakan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh, penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena. Selain itu menurut Diryl Beum respon diartikan sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku atau adu kuat (Adi, 1994: 105).
Respon juga diartikan sebagai suatu proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan prosimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan-rangsangan proksimal tertentu (Adi, 1994; 105).
Respon pada prosesnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi bicara mengenai respon tidak terlepas pembahasan dengan sikap. Dengan melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut.
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif disertai dengan adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tertentu untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.
(20)
xxv
a. Sikap selalu menggambarkan hubungan antara subjek dengan objek, tidak ada sikap yang tanpa objek, dimana objek ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai sosial, lembaga masyarakat.
b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan.
c. Karena sikap dapat dipelajari maka sikap dapat berubah-ubah walaupun relatif sulit. d. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan yang diingini sudah terpenuhi.
e. Sikap tidak hanya satu macam saja melainkan sangat beragam sesuai dengan objek yang menjadi pusat perhatiannya.
f. Dalam sikap tersangkut juga motivasi dan perasaan, hal inilah yang membedakannya dari pengetahuan (Adi, 1994: 179).
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana repon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Dimana sikap yang muncul mungkin positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindari atau membenci objek tertentu.
Menurut Allport, pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen. Komponen tersebut ada 3, yakni :
1.
Kompoen kognitif
Komponen kognitif yakni komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau
informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan ini
kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek sikap tersebut.
(21)
2.
Komponen afektif
Komponen afektif yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang.
Komponen ini bersifat evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai- nilai kebudayaan atau
sistem nilai yang dimilki.
3.
Komponen konatif
Komponen konatif adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan
dengan objek sikap
(Adi, 1994: 179).Menurut Hunt (dalam Adi,1994; 129) orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk mengenai representasi fenomenal dari kejadian di luar yang ada dalam individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar, proses yang berlangsung secara rutin inilah yang disebut dengan respon.
Bila berbicara dengan respon tidak lepas juga dari persepsi. Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterpresentasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensori information). Sedangkan menurut Morgan, King dan Robinson menunjukkan bagian kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar kita, dengan kata lain perspsi dapat juga didefenisikan sebagai gejala suatu yang dialami manusia. Berdasarkan uraian di atas, William James menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita, serta sebagian yang lainnya. Doperolehnya dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki (Adi, 1994: 179).
Jadi yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses kognitif yang yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat pengihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penerimaan. Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan suatu pencatatan yang benar.
(22)
xxvii
Fenomena lain yang terkait dengan penginderaan adalah ilusi. Ilusi muncul akibat keterbatasan kemampuan indera kita, dan ilusi bukanlah suatu tipuan ataupun persepsi yang salah.
Fenomena lain yang terpenting dengan persepsi adalah atensi. Atensi adalah suatu proses penyeleksian input yang diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Oleh karena itu atensi ini menjadi yang terpenting dalam proses persepsi. Sedangkan atensi itu banyak mendasarkan diri pada proses yang disebut filtering atau proses untuk menyaring informasi yang ada pada lingkungan.
Hal-hal yang mempengaruhi atensi seseorang dapat dilihat dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi atensi adalah:
1. Motif dan Kebutuhan.
2. Prepator set, yaitu kesiapan seseorang untuk merespon terhadap suatu input sensori tertentu
tetapi tidak pada input yang lain. 3. Minat (interest)
Sedangkan faktor eksternal yang memepengaruhi atensi adalah:
1. Intensitas dan ukuran, misalnya makin keras suatu bunyi maka akan semakin menarik perhatian banyak orang.
2. Kontras dengan hal-hal yang baru. 3. Pengulangan.
4. Pergerakan (Adi, 1994: 107).
Selain Sikap dan Persepsi, partisipasi menjadi hal yang sangat penting, bahkan mutlak diperlukan untuk mengukur respon. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif berperan serta (ikut serta) dalam proses pembangunan secara menyeluruh.
(23)
Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran, minat dan kepentingan yang sama. Strategi yang biasa diterapkan adalah melalui strategi penyadaran. Untuk berhasilnya program pembangunan desa tersebut, warga masyarakat dituntun untuk ikut serta terlibat tidak hanya pada aspek kognitif dan praktis tetapi juga ada keterlibatan emosional terhadap program tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberikan kekuatan dan perasaan unutk ikut serta dalam gerakan perubahan yang mencakup seluruh bangsa.
Partisipasi saja tidak cukup sebagai strategi dalam program pengembangan masyarakat, tetapi juga hasil yang diharapkan dari program pembangunan masyarakat, kita juga dapat memperoleh keuntungan-keuntungan yang lain, yaitu:
1. Mampu merangsang timbulnya swadaya masyarakat, yang merupakan dukungan penting bagi pembangunan.
2. Dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan masyrakat dalam membangun. pelaksanaan pembangunan semakin sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
3. Jangkauan pembangunan menjadi lebih luas, meskipun dengan dana yang terbatas. 4. Tidak menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah (Adi, 1994: 107).
2.2 Masyarakat
2.2.1 Pengertian Masyarakat
Masyarakat berasal dari akar kata arab yaitu syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi” dimana masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Sunarto, 2000: 56).
(24)
xxix
Menurut Talcott Parsons Masyarakat adalah Suatu sistem sosial yang swasembada melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya (Sunarto, 2000: 56).
Dari defenisi di atas dapat dikemukakan empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat:
1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu. 2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi. 3. Kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama”.
4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat “swasembada” (Sunarto, 2000: 56). 2.2.2 Asal Masyarakat
Bermacam-macam penyelidikan dijalankan, untuk mendapatkan jawaban tentang asal masyarakat, tetapi tidak satu pun yang dapat ditegaskan benar semua pendapat hanya merupakan kira-kira dan pandangan saja. Antara lain orang berkesimpulan bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri, hidup dalam gua di pulau sunyi umpamanya selalu ia akan tertarik kepada hidup bersama dalam masyarakat, karena:
a. Hasrat yang berdasarkan naluri (kehendak di luar pengawasan akal) untuk memelihara keturunan, untuk mempunyai anak, kehendak akan memaksa ia mencari istri hingga masyarakat keluarga terbentuk.
b. Kelemahan manusia selalu terdesak untuk mencari kekuatan bersama, yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain, sehingga terlindung bersama-sama dan dapat pula mengejar kebutuhan sehari-hari dengan tenaga bersama.
c. Aristoteles berpendapat, bahwa manusia ini adalah zoon politikon, yaitu mahkluk sosial yang hanya menyukai hidup berkelompok atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama lebih suka dari pada hidup sendiri.
(25)
d. Bergson berpendapat bahwa manusia ini hidup bersama bukan karena oleh persamaan melainkan oleh karena perbedaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan sebagainya (Sunarto, 2000: 56).
2.3 Kemiskinan
2.3.1 Pengertian Kemiskinan
Menurut Jhon Friedman (dalam Sismudjito, 136:2004) kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuasaan sosial yang dimaksud meliputi (tidak terbatas pada) modal yang produktif atau asset (misalnya tanah, perumahan, peralatan dan kesehatan) sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, koperasi, jaringan kerja untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan).
Apabila pendapat yang dikemukakan oleh Jhon Friedmann dirujuk dengan pendapat lain dalam derajat yang minimal, akan terdapat titik temu yang signifikan. Oleh karena itu Andre Bayo Ala (dalam Sismudjito, 136:2004) mengemukakan bahwa kemiskinan itu adalah jurang pemisah antara nilai-nilai utama yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak.
2.3.2 Jenis-jenis Kemiskinan
a. Kemiskinan absolut, yaitu keadaan miskin yang diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Biasanya diukur dengan garis kemiskinan, baik yang berupa indikator tunggal maupun pendapatan dan pengeluaran atau kebutuhan dasar.
(26)
xxxi
b. Kemiskinan relatif: keadaan miskin yang dialami individu atau kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat. Seseorang yang memiliki pendapatan rendah akan dihitung perkapita.
c. Kemiskinan kultural: yaitu kemiskinan yang mengaju pada sikap, gaya hidup, nilai dan orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang masi sejalan dengan etos kemajuan (modernisasi). Sikap malas atau tidak memiliki prestasi, berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jiwa wirausaha adalah beberapa karakteristik yang menandai kemiskinan cultural.
d. kemiskinan struktural: kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menjangkau sumber-sumber kehidupan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Suharto, 1997: 74-75)
2.4 Kesejahteraan Sosial
2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial
Menurut Segel dan Bruzy, “Kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat, atau suatu keadaan sejahtera secara sosial tersusun dari tiga unsur sebagai berikut. Pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan; Kedua, seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi dan; Ketiga, setinggi apa kesempatan-kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu, keluarga-keluarga, komunitas-komunitas, dan bahkan seluruh masyarakat.
Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan kualitas hidup itu meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu dan
(27)
keluarga-keluarga juga usaha-usaha untuk memperkuat atau memperbaiki lembaga-lembaga (blogs.unpad.ac.id/ 06/10/1020).
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi yang dapat dari rumusan Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasusilaan, bencana alam dan bencana sosial. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1), (2) dan (3) perubahan kedua dan pasal 34 ayat (1)dan (2) perubahan keempat UUD 1945. Menurut catatan Departemen Sosial, pada tahun 2003 jumlah anak terlantar sekitar 4,12 juta jiwa dan jumlah oenyandang cacat tercatat 1.66 juta jiwa, serta jumlah fakir miskin yang ditangani berjumlah sekitar 14,53 juta jiwa. Penenganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) khususnya fakir miskin apabila dilakukan tidak tepat akan berakibat pada kesenjangna sosial yang semakin meluas, dan berdampak pada lemahnya ketahanan sosial masyarakat, serta dapat mendorong terjadinya konflik sosial, terutama bagi kelompok masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan perbatasan (Republik Indonesia).
2.4.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggulangi Kemiskinan
Kebijakan menyangkut pada segala sisi dan aspek dari pemerintahan, baik bidang ekonomi, politik, hukum, pembangunan, dan lain-lain. Adanya kebijakan ini tak lain adalah agar dapat memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara.
Kebijakan sosial adalah suatu aspek dan objek kajian yang memiliki ruang lingkup luas dan global. Peran pekerja sosial dalam menghadapi fenomena perkembangan suatu negara sangat diperlukan dan peran serta aktif pula dalam bekerjasama dengan instansi pemerintah yang memang memiliki otoritas dan peranan dalam melakukan suatu kebijakan.
(28)
xxxiii
Seperti yang terdapat dalam definisi di atas, kebijakan sosial berfungsi melakukan suatu kesejahteraan bagi penduduk di suatu negara. Pekerja sosial sebagai tenaga yang sangat dibutuhkan kontribusinya dapat pula berfungsi dengan berperan serta aktif ikut menentukan dan membuat perancangan kebijakan sosial strategis tidak hanya dalam lingkup lokal melainkan dalam matra global.
Pekerja sosial haruslah aktif dalam merespon situasi perubahan dan perkembangan kondisi global, sehingga dapat bersama dengan pemerintah melakukan rancangan yang efektif dalam mensejahterakan masyarakat.
Pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan yang telah disuun dan diterapkan, Ketiga langkah tersebut adalah :
1. Mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh: pemerintah mungkin saja mencoba memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru.
2. Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi, lingkungan, atau kebijakan lainnya. Walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi perdagangan atau mengundang investor dari negara lain lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan, dan lain-lain.
3. Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang lain (Wordpress.com/2007/12/12).
(29)
2.4.3 Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi-intervensi terhadap kasus yang muncul dan dilaksanaan secara langsung dan terorganisasi serta memiliki tujuan untuk membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai penyesuaian dan keberfungsian yang baik dalam segala bidang kehidupan di masyarakat, yang terkandung dalam pelayanan dapat dikatakan adanya kegiatan-kegiatan yang memberikan jasa kepada klien dan membantu mewujudkan tujuan-tujuan mereka. Pelayanan sosial itu sendiri merupakan suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang pada akhirnya mereka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada melalui tindakan-tindakan kerjasama ataupun melalui pemanfaatan sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.
Pelayanan Sosial dibedakan dalam dua golongan, yakni :
1. Pelayanan–pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif sehingga sulit ditentukan identitasnya. Pelayanan ini antara lain pendidikan, bantuan sosial dalam bentuk uang oleh pemerintah, perawatan medis dan perumahan rakyat.
2. Pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya dan pelayanan-pelayanannya walaupun selalu mengalami perubahan. Pelayanan ini dapat berdiri sendiri, misalnya kesejahteraan anak dan kesejahteraan keluarga, tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-lembaga lainnya, misalnya pekerjaan sosial di sekolah, pekerjaan sosial medis, pekerjaan sosial dalam perumahan rakyat dan pekerjaan sosial.
Pelayanan sosial dalam arti luas adalah setiap pelayanan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial manusia. Sedangkan dalam arti sempit ialah pelayanan yang diberikan kepada sebagian masyarakat yang kurang atau tidak beruntung (blogs.unpad.ac.id/1/10/2010).
(30)
xxxv
Pelayanan sosial dalam arti sempit disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak yang terlantar, keluarga miskin, cacat dan sebagainya.
Beberapa tujuan dari pelayanan sosial adalah :
a. Melindungi dan memulihkan kehidupan keluarga
b. Membantu individu untuk mengatasi masalah-masalah yang doakibatkan oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dinya maupun dari dalam dirinya.
c. Meningkatkan proses perkembangan, yaitu membantu individu atau kelompok untuk mengembangkan atau memanfaatkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya.
d. Mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan mengusahakan pelayanan yang dibutuhkan (ripmolt078. blog/ 20/10/2009).
Selain itu, pelayanan sosial memiliki fungsi mengembangkan kemampuan untuk menjangkau dan mengusahakan pelayanan yang dibutuhkan atau kemampuan untuk memahami pelayanan sosial manakah yang sesuai dengan permasalahan. Di sini terlihat keterlibatan pekerja sosial sebagai pemberi pertolongan untuk meningkatkan kemampuan penyandang masalah kesejahteraan sosial sehingga mereka mampu mengatasi masalah sendiri (ripmolt078. blog/ 20/10/2009).
2.5 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
2.5.1 Pengertian Program
Program adalah unsur pertama yang harus ada demi tercapainya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai:
a. Tujuan kegiatan yang akan dicapai
(31)
c. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui d. Perkiraan anggaran yang akan dibutuhkan
e. Strategi pelaksanaan.
Selanjutnya program dapat diartikan serangkaian tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di masa mendatang, dimana kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memecahkan satu atau beberapa masalah ayau mencapai satu atau beberapa tujuan. Program juga sering dimaksudkan sebagai tindakan antisipasif atas suatu keadaan yang ada ayau diperkirakan ada, sehingga keadaan tersebut tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kehidupan manusia (Gittinger, 2005;195).
Apa yang dikemukakan Gittinger merujuk pada proses manajemen pembangunan. Pengertian yang dirumuskan menunjukkan bahwa program tersebut memiliki sifat mengikat, dalam arti wajib dilakukan. Program tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang dianggap tepat dalam memecahkan suatu masalah atau mencapai tujuan. Dengan demikian program merupakan suatu keputusan yang diambil dalam rangka memecahkan suatu masalah atau mencapai suatu tujuan.
Lebih lanjut Gittinger mengemukakan bahwa menetapkan suatu program merupakan suatu alternatif terbaik untuk lebih mudah mencapai suatu tujuan atau melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, dalam merumuskan program setidaknya terkandung beberapa komponen berikut:
a. Dipahami bagaimana kondisi yang sedang berlangsung. b. Dipahami masalah-masalah yang sedang ada dan mengancam.
c. Dipahami kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan, keinginan-keinginan dan tujuan-tujuan dari kelompok sasar program.
d. Tersedia data mengenai potensi, kelemahan, peluang dan tantangan internal dan eksternal. e. Ditetapkan kondisi yang diinginkan.
(32)
xxxvii
Apa yang ditemukan oleh Gittinger menunjukkan bahwa merumuskan suatu program merupakan keputusan dan jalan terbaik dalam mencapai sesuatu dan memecahkan suatu masalah. Dengan adanya program diharapkan kegiatan yang akan dilaksanakan akan lebih terarah, lebih terkonsentrasi, dan akan lebih efisien dan efektif. Adanya program menjadikan suatu kegiatan itu dapat dilaksanakan secara lebih sistematis. Sebaliknya, tanpa program maka setiap kegiatan tidak akan terorganisir, sehingga akan menghabiskan lebih banyak sumber daya.
Kadariah mengemukakan bahwa program adalah seperangkat proyek-proyek yang terkoordinir. Sehingga proyek adalah unit terkecil dari suatu kegiatan. Dengan demikian proyek adalah bagian dari program. Dalam program berbagai kegiatan diatur dari berbagai sudut, seperti kapan dilaksankan kegiatan itu, dimana tempat kegiatan itu dilaksanakan, dan bagaimana hubungan atau kordinasi dari kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek itu (Kadariah, 2007:23).
2.5.2 Latar Belakang PNPM-Mandiri Perdesaan
PNPM-MP merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang
digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM-MP mengadopsi sepenuhnya
mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan
sejak 1998. PNPM Mandiri sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden RI pada 30 April
2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan
masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi
masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan. Program ini menyediakan fasilitasi
pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan
(33)
Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Besaran dana BLM
yang dialokasikan sebesar Rp750 juta sampai Rp3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah
penduduk.
Dalam PNPM-MP, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan
kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam
penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada
pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.
Pelaksanaan PNPM-MP berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang
berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana hibah dari sejumlah lembaga pemberi bantuan
dibawah koordinasi Bank Dunia.
2.5.3 Prinsip Pokok PNPM-MP
Dalam pelaksanaannya, PNPM-MP menekankan prinsip-prinsip pokok SiKOMPAK,
yang terdiri dari:
a. Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan, baik secara moral, teknis, legalitas maupun administratif
b. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya
(34)
xxxix
c. Keberpihakan pada Orang/Masyarakat Miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung
d. Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola
e. Partisipasi/ Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan f. Prioritas Usulan. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk
pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas
g. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut
h. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar-pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan
i. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan (blogcategory.id/20/09/2010).
PNPM-MP juga memiliki prinsip lainnya, yakni:
a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Setiap kegiatan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya
(35)
b. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin (blogcategory.id/20/09/2010).
2.5.4 Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah :
1. Tujuan UmumMeningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan
akuntabel.
c. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor)
d. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
e. Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
f. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.
(36)
xli
g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat (blogcategory.id/20/09/2010).
2.5.5 Cara Kerja PNPM-MP
PNPM-MP dilaksanakan melalui upaya-upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat
di wilayah perdesaan melalui tahapan-tahapan kegiatan berikut:
a. Sosialisasi dan penyebaran informasi program. Baik secara langsung melalui fórum-forum pertemuan maupun dengan mengembangkan/ memanfaatkan media/saluran informasi masyarakat di berbagai tingkat pemerintahan
b. Proses Partisipatif Pemetaan Rumahtangga Miskin (RTM) dan Pemetaan Sosial. Masyarakat diajak untuk bersama-sama menentukan kriteria kurang mampu dan bersama-sama pula menentukan rumahtangga yang termasuk kategori miskin/ sangat miskin (RTM).
c. Perencanaan Partisipatif di Tingkat Dusun, Desa dan Kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) --satu laki–laki, satu perempuan-- untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. KPMD ini kemudian mendapat peningkatan kapasitas untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan, untuk melakukan penggalian gagasan berdasarkan potensi sumber daya alam dan manusia di desa masing-masing, untuk menggagas masa depan desa. Masyarakat kemudian bersama-sama membahas kebutuhan dan prioritas pembangunan di desa dan bermusyawarah untuk menentukan pilihan jenis kegiatan pembangunan yang prioritas untuk didanai. PNPM-MP sendiri menyediakan tenaga konsultan pemberdayaan dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten guna memfasilitasi/ membantu upaya sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Usulan/ gagasan dari masayarakat akan menjadi bahan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
(37)
d. Seleksi/Prioritas Kegiatan di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan kecamatan untuk memutuskan usulan kegiatan prioritas yang akan didanai. Musyawarah ini terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan yang paling prioritas/ mendesak. Keputusan akhir mengenai kegiatan yang akan didanai, diambil dalam forum musyawarah antar-desa (MAD) di tingkat kecamatan, yang dihadiri oleh wakil–wakil dari setiap desa dalam kecamatan yang bersangkutan. Pilihan kegiatan adalah
open menu untuk semua investasi produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan
(negative list). Dalam hal terdapat usulan masyarakat yang belum terdanai, maka usulan tersebut akan menjadi bahan kajian dalam Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
e. Masyarakat Melaksanakan Kegiatan Mereka. Dalam forum musyawarah, masyarakat memilih anggotanya sendiri untuk menjadi Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di setiap desa untuk mengelola kegiatan yang diusulkan desa yang bersangkutan dan mendapat prioritas pendanaan program. Fasilitator Teknis PNPM Mandiri Perdesaan akan mendampingi TPK dalam mendisain sarana/ prasarana (bila usulan yang didanai berupa pembangunan infrastruktur perdesaan), penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja yang terlibat dalam pembangunan sarana/ prasarana tersebut berasal dari warga desa penerima manfaat
f. Akuntabilitas dan Laporan Perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan minimal dua kali dalam pertemuan terbuka desa, yakni sebelum program mencairkan dana tahap berikutnya dan pada pertemuan akhir, dimana TPK akan melakukan serah terima kegiatan kepada desa, serta badan operasional dan pemeliharaan kegiatan atau Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3) (blogcategory.id/20/09/2010)
2.5.6 Sasaran PNPM – MP
(38)
xliii
Pada tahun 2009, lokasi sasaran PNPM – MP meliputi seluruh kecamatan pedesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Untuk tahun 2008, ketentuan pemilihan lokasi sasaran berdasarkan ketentuan:
a. Kecamatan-kecamatan yang tidak termasuk kategori “kecamatan bermasalah dalam PKK”
b. Kecamatan – kecamatan yang diusulkan oleh pemerintah daerah dalam skema kontribusi pendanaan.
2. Kelompok Sasaran
a. Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan b. Kelembagaan masyarakat di perdesaan c. Kelembagaan pemerintah lokal.
2.5.7 Peranan Pekerja Sosial dalam pelaksanaan PNPM MD
Pekerja sosial merupakan salah satu profesi yang diakui, walaupun pengembangannya
cukup lambat menuju pelaksaan tugas secara professional dibandingkan dengan profesi lain,
seperti dokter. Profesi di bidang pekerjaan sosial terfokus pada upaya peningkatan kesejahteraan
manusia, baik secara individual, kelompok maupun masyarakat. Dalam upaya penyelenggaraan
kesejahteraan sosial sebagaimana dimuat dalam pasal 32 UU No.11 Tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial diperlukan tiga sumber daya, yaitu:
1.
Sumber daya manusia
2.
Sarana dan prasarana
3.
Sumber pendanaan
Selanjutnya sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam penyelanggaraan
kesejahteraan sosial terdiri dari:
(39)
1.
Tenaga kesejahteraan sosial
2.
Pekerja sosial professional
3.
Relawan sosial
4.
Penyuluh sosial
Dalam ketentuan umum UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial ditegaskan
pengertian pekerja sosial professional, yaitu seorang yang bekerja baik dilembaga pemerintah
maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerja sisoal, dan kepedulian dalam
pekerja sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman praktek pekerja
sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penangnan masalah sosial.
Defenisi pekerja sosial yang lebih praktis dikembangkan oleh skidmore dan
kawan-kawan (dalam Thackeray. Et.All, 2001) yang mengemukakan, bahwa pekerja sosial adalah suatu
seni, ilmu dan profesi yang menolong masyarakat untuk memecahkan masalah pribadi,
kelompok, dan masyarakat melalui praktek pekerja soaial, termasuk di dalamnya bimbingan
perseorangan, bimbingan kelompok, pengorganisasian dan pemgembangan masyarakat, aksi
sasial dan penelitian.
Dalam kaitanya dalam pelaksanaan PNPM-MP, maka tugas pekerja sosial yang
diperankan oleh pekerja sosial dalam hal ini pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui
pelaksanaan P PNPM-MP. Peranan pekerja sosial dalam hal ini adalah saat mana ada desa yang
tidak mendapatkan atau beum pernah merasakan PNPM-MP, dengan jumlah masyarakat miskin
dalam kecamatan tersebut. Dengan demikian sasaran pertolongan pekerja sosial adalah
masyarakat yang berada di daerah kawasan PNPM-MP dilaksanakan.
(40)
xlv
Dalam rangka menjalankan tugas-tugas demi pencapaian tujuan, organisasi
pekerja-pekerja sosial nasional Amerika menetapkan sepuluh kemahiran atau ketampilan yang harus
dilakukan oleh pkerja sosial yang bekerja pada masyarakat, yaitu:
1.
Mahir dalam mendengar orang lain dan paham akan tujuan mereka,
2.
Mahir dalam pengumpulan data yang sesuai sehingga mengetahui kondisi masyarakat
secara keseluruhan,
3.
Mahir membentuk program bantuan yang profesinya dengan membentuk hubungan
dengan semua pihak,
4.
Mahir dalam observasi dan membuat pemaknaan yang tepat atas perilaku masyrakat,
5.
Mahir menjalin hubungan masyarakat dengan sistem sumberr,
6.
Mahir dalam berdiskusi dengan pengendalian perasaan yang tinggi,
7.
Mahir membentuk cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan memenuhi keperluan
masyarakat.
8.
Mahir dalam penetapan waktu mengakhiri ubungan kerjanya dengan masyarakat
setempat dengan sebagaimana berbuat demikian,
9.
Mahir dalam menggunakan hasil kajian dan penelitian yang sesuai dengan profesinya,
10.
Mahir penyediakan pelayanan hubungan organisasi-organisasi, memaknai dan
menghubungkan keperluan sosial dengan sumber-sumber anggaran, dengan pemerintah
atau dengan anggota parlemen(Siagian dan Suriadi, 2010:86-90).
Dennis Seleebey mengemukakan pendapat beberapa strategi dalam pembangunan
masyarakat. Strategi tersebut disesuaikan dengan peranan pekerja sosial dalam melakukan
pengembangan masyarakat yang dapat dikelompokkan kedalan lima kelompok peran, meliputi:
(41)
1.
Fasilatator, yaitu sebagai pemungkin. Strategi-strategi khusus untuk mencapai
tujuan tersebut meliputi; pemberian harapan, pengurangan penolakan dan rasa pro kontra
dalam diri sendiri, pengakuan dan pengeturan perasaan-perasaan, pemahaman dan
motivasi kekuatan-kekuatan pribadi dan modal-modal sosial, pengetahuan masalah dan
membagikan menjadi berbagai bagian agar lebih mudah dipecahkan, dan pemeiliharaan
sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaian.
2.
Broker, yaitu pengenalan kualitas pemanfatan sosial di lingkungan klien dalam
memenuhi keinginan klien memperoleh keuntungan maksimal. Untuk itu, pekerja sosial
harus mahir dalam mengetahui sumber-sumber sosial yang tepat, menghubungkan klien
dengan sumber secara selaras, dan mahir dalam menilai efektifitas sumber dalam
kaitannya dalam memenuhi keperluan pelanggan.
3.
Sebagai perantara, yang perlu pada saat terjadi perbedaan yang kontras dan mengarah
berbagai konfik antara berbagai pihak. Pekerja sosial mampu berperan sebagai kekuatan
ketiga untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang
menghambatnya. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam menjalankan peran sebagai
perantara meliputi kontrak perilaku, konverensi, pendamai pihak ketiga serta berbagai
macam pemecahan konflik. Dalam penengahan, upaya-upaya dapat dilakukan diarahkan
unutk mencapai pemecahan masalah yang menguntungkan dan memenangkan semua
pihak. Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela, dimana kontribusi pekerjaan sosial
diarahkan untuk memenangkan perkara klien atau menolong klien atau memenangkan
diri sendiri.
4.
Sebagai pembela, dimana dalam praktek pekerjaan sosial dengan masyarakat kerakali
pekerjasosial harus berhadapan dengan sistem politik yang menjamin bagi keperluan dan
(42)
xlvii
sumber yang diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan
pengembangna masyarakat. Manakala pemanpaatan dan sumber-sumber sulit diakui oleh
klien, pekerja sosial harus menjalankan perannya sebagai pembela. Peran pembelaan
adalah salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan aktivitas politik.
5.
Pendukung, dalam hal ini tangguang jawab pekerja sosial terhadap karyawan didukung
oleh hukum. Hukum tersebut memberikan kesahan pada pekerja sosial unutk menjadi
pelindung teerhadap orang-orang yang lemah. Dalam melakukan peran sebagai
pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan
pihak-pihak lainyang mungkin juga menghadapi resiko akibat perilaku orang lain
(Siagian dan Suriadi, 2010:86-90).
2.6 Kerangka Pemikiran
Kemiskinan merupakan permasalahan yang cukup kompleks dan sangat membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Dalam hal ini, PNPM-MP berprinsip bahwa pendekatan yang lebih efektif dalam mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan memberdayaan masyarakat dan penguatan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasikan dan mendukung kemandirian masyarakat.
PNPM-MP merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang
digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaaan. Dalam PNPM-MP, seluruh anggota
(43)
masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses
perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan
paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.
Respon masyarakat adalah tingkah laku balasan tindakan masyarakat yang berupa wujud dari persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat , dimana persepsi itu meliputi pengetahuan masyarakat tentang program nasional pemberdayaan masyarakat dan apa tujuan, manfaat program dan atensi. Sikap meliputi tentang penilaian masyarakat terhadapa PNPM, penolakana atau penerimaan, dan mengharapkan atau menghindari dari program pelayanan sosial. Partisipasi meliputi tentang, menikmati melaksanakan, memelihara, menilai, frekwensi dan kualitas. Masyarakat dapat memahami akan nilai positif dan negative yang telah dilaksanakan oleh PNPM-MP dalam kehidupan bermasyarakat dan bekerja sama di dalam pelaksanaannya.
Tujuan umum PNPM adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi
masyarakat miskin secara mandiri. Dengan demikian tujuan khusus PNPM-MP adalah
meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok
perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering
terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan dan
meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel
serta meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada
masyarakat miskin (pro-poor) dan juga meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah,
swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan
kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
(44)
xlix
Gambar I
Bagan Alur Pemikiran
Kemiskinan
Pemerintah/ Dinas BPMPOD
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandri Persedaan PNPM MP
Respon Masyarakat Kecamatan Pangururan
Persepsi, meliputi: 1. Pengetahuan masyarakat terhadap PNPM MP 2. Pengetahuan masyarakat terhadap tujuan dan manfaat PNPM 3. Atensi
Sikap, meliputi: 1. Penilaian masyarakat tentang PNPM 2. Penolakan atau penerimaan program 3. Mengharapkan atau menghindari PNPM Partisipasi, meliputi: 1. Melaksanakan 2. Memelihara 3. Menikmati 4. Menilai 5. Frekwensi 6. Kualitas
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.7.1 Defenisi Konsep
Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena sosial, yang harus dipahami untuk memahami kerangka acuan dalam sebuah peneliatian (Bungin, 2005: 57). Dalam penelitian ini, defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar tentang apa yang akan diteliti serta menghindari pemahaman yang salah yang dapat mengaburkan tujuan dari penelitian.
(45)
Adapun yang menjadi konsep yang diangkat dalam penelitian ini dapat didefinikan sebagai berikut:
1. Respon adalah suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengeruh, penolakan, suka atau tidak serta oemanfaatan pada suatu fenomena.
2. Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang swasembada melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.
3. PNPM-MP adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM-MP dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
4. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
5. Kesejahteraan sosial adalah sebagai tata kehidupan dan penghidupan yang diliputi oleh rasa aman dari berbagai ancaman, tentram lahir dan batin serta mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan.
(46)
li 2.7.2 Defenisi Operasional
Agar variabel panalitian dapat diukur, maka variabel penelitian harus dijelaskan ke dalam konsep operasional variabel yang sering disebut sebagai defenisi operasional (Bungin, 2005:60). Untuk memahami operasionalisasi konsep penelitian, penulia menegaskan bahwa penelitian ini melakukan satu variabel.
Respon masyarakat terhadap PNPM-MP dapat diukur dari:
1. Sikap masyarakat terhadap Program pelayanan sosial diukur melalui:
a. Penilaian adalah pengetahuan atau informasi yang dimiliki masyarakat tentang PNPM-MP
b. Penolakan atau penerimaan adalah hubungan dengan rasa senang atau tidak senangnya masyarakat terhadap program PNPM-MP. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa masyarakat tersebut menolak atau menerima program tersebut.
c. Mengharap atau menghindari adalah kesiapan masyarakatuntuk bertingkah laku yang berhubungan dengan PNPM-MP, dalam hal ini dapat diketahui apakah masyarakat mengharapkan atau menghindari program tersebut.
2. Persepsi atau pemahaman masyarakat tentang program pelayanan sosial: a. Pengetahuan masyarakat tentang PNPM-MP.
b. Pengetahuan masyarakat bagaimana pelaksanaan PNPM-MP c. Pengetahuan masyarakat tentang tujuan dan manfaat PNPM-MP d. Atensi suatu proses penyeleksian masyarakat terhadap PNPM-MP. 3. Partisipasi masyarakat terhadap program pelayanan sosial:
(47)
a. Melaksanakan adalah masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan PNPM-MP dengan penuh persiapan, perencanaan, pemahaman dan evaluasi agar pelaksanaan program tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar.
b. Memelihara adalah masyarakat berperan serta dalam memelihara hasil PNPM-MP agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
c. Menikmati adalah masyarakat berperan serta dalam menikmati hasil PNPM-MP dimana masyarakat tinggal menerima dan merasakan manfaat dari PNPM-MP.
(48)
liii BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Adapun penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memberi gambaran atau melukiskan kenyataan yang ada tentang masyarakat atau sekelompok orang tertentu di lapangan secara analisis yang prosesnya meliputi penguraian hasil observasi dari suatu gejala yang diteliti atau lebih (Bungin, 2005;35).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu membuat gambaran seluruh tentang bagaimana respon masyarakat terhadap program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Alasan peneliti memilih Kecamatan Samosir sebagai lokasi penelitian adalah karena Kecamatan ini termasuk salah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang ikut aktif dalam pelaksanaan PNPM MP. Pertimbangan lainnya adalah Kecamatan Pangururan yang merupakan ibukota kabupaten, pusat perdagangan dan pusat pemerintahan adalah kecamatan dengan tingkat kepadatan yang tertinggi dari 8 Kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Samosir.
(49)
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek yang diteliti dari manusia, benda, hewan dan tumbuh-tumbuhan, gejala peristiwa, nilai-nilai atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakter dalam suatu peristiwa (Bungin, 2005;35).
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh semua desa yang ada di Kecamatan Pangururan dan seluruh masyarakat di Kecamatan Pangururan yang terdiri dari 28 desa yang berjumlah 27880 jiwa dan terdiri dari 6224 rumah tangga. Karena jumlah populasi lebih dari 1000 orang, maka dalam penelitian ini akan diambil sampel dengan teknik pengambilan sampel Taro Yamane yang menggunakan rumus sebagai berikut:
n =
1
.
d
2+
N
N
Keterangan:
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
D : Presisi (tingkat penarikan sampel ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
Berdasarkan rumus diatas dapat diperoleh sampel sebagai berikut:
n =
1
01
,
0
.
6224
6224
+
(50)
lv n =
24
,
63
6224
n = 98,4
n = 99
3.3.2 Sampel
Penarikan sample dalam penelitian adalah proses pemilihan sejumlah individu untuk sejumlah penelitian sedemikian rupa sehingga individu-individu tersebut merupakan perwakilan kelompok yang lebih besar pada mana orang itu dipilih. (Sumanto, 1990: 23). Memperhatikan lokasi penelitian yang cukup luas, yakni meliputi satu kecamatan, maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 94 orang. Teknik penarikan sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah cluster randaom sampling atau teknik pengambilan sampel secara random atas dasar himpunan.
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 28 desa yang berjumlah 27880 jiwa dan terdiri dari 6224 rumah tangga, sampel akan diambil 5 desa yaitu Desa Parbaba Dolok, Desa Tanjung Bunga, Desa Huta Tinggi, Desa Huta Namora dan Kelurahan siogung-ogung dengan perincian sebagai berikut:
1. Desa Parbaba Dolok : 168 rumah tangga
2. Desa Tanjung Bunga : 323 rumah tangga
3. Desa Huta Tinggi : 179 rumah tangga
4. Desa Huta Namora : 445 rumah tangga
(51)
Jumlah : 1391 rumah tangga
Dari jumlah rumah tangga diatas maka penarikan sampel dilakukan sebagai berikut:
1. Desa Parbaba Dolok :
301
94
168x
= 11,9 = 12 rumah tangga
2. Desa Tanjung Bunga :
1391
99
323x
= 22,9 = 23 rumah tangga
3. Desa Huta Tinggi :
1391
99
179x
= 12,7 = 13 rumah tangga
4. Desa Huta Namora :
1391
99
445x
= 31,6 = 32rumah tangga
5. Kelurahan Siogung-ogung :
1391
99
276x
= 19,4 = 19 rumah tangga
Berdasarkan penarikan sampel diatas maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Desa Parbaba Dolok 12 rumah tangga, Desa Tanjung Bunga 23 rumah tangga, Desa Huta Tinggi 13 rumah tangga, Desa Huta Namora 32 rumah tangga dan Kelurahan Huta Namora 19 rumah tangga.
3.4 Tehnik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(52)
lvii
Yaitu dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang ada yang mengangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajari dan mengelolah buku-buku, surat kabar, majalah dan media lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang akan diteliti.
2. Studi Lapangan
Pengumpulan data yang diperoleh melalui kegitan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari faktor yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
a. Quisioner, sebagai cara utama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan cara menyebarkan suatu pertanyaan tertulis untuk dijawab oleh responden.
b. Wawancara, sebagai cara pelengkap yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu mengumpulkan data dengan cara memberikan pertanyaan langsung kepada responden guna memperoleh keterangan untuk menyimpulkan data yang terkumpul.
c. Observasi, sebagai cara pelengkap yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu mengumpulkan data tentang gejala-gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati mendengar dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.
3. Data sekunder
Data yang bersumber dari instansi atau pemerintahan terkait.
3.5 Tehnik Analisis Data.
Dalam penelitian ini tehnik analisis data yang digunakan adalah tipe penelitian dengan pendekatan kualitatif, sehingga nantinya peneliti dapat mendeskripsikan informasi dan data yang diperoleh dalam penelitian, dimana pengelolahan data dilakukan secara manual data dilakukan dari hasil Quisioner, Wawancara kemudian ditabulasi dalam bentuk distribusi frekwensi dan kemudian di Analisa.
(53)
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian (PNPM-MP) adalah karena program yang dirancang oleh pemerintah dan sedang berlangsung di setiap daerah. Berdasarkan latar belakangnya dapati ketahui bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
4.2 Sejarah Kabupaten Samosir
Sejarah Kabupaten Samosir, diawali dari sejarah terbentuknya Kabupaten Tapanuli Utara selaku induk dari beberapa kabupaten pemekaran di Wilayah Tapanuli Utara yakni sebagai berikut :
1. Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Utara, yang pada awalnya terdiri dari lima distrik atau kewedanaan, yaitu Kewedanaan Silindung, Toba Holbung, Humbang, Samosir, dan Kewedanaan Dairi. Mengingat demikian luasnya Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara, maka pada Tahun 1964 dilakukan pemekaran dengan Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang ibukotanya berkedudukan di Sidikalang. Selanjutnya pada Tahun 1968, Pemerintah Daerah Tingkat II Tapanuli Utara bersama masyarakat dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara mengusulkan pemekaran dengan Pembentukan Daerah Tingkat II
(54)
lix
Samosir, namun usul tersebut tidak membuahkan hasil dalam arti Pemerintah tidak menindaklanjuti Pembentukan Daerah Tingkat II Samosir.
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, guna mempercepat laju pertumbuhan pembangunan serta mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, maka pada Tahun 1985 Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara dibagi menjadi 5 (lima) Wilayah Pembangunan yang bersifat Administratif yakni, Wilayah Pembangunan I (Silindung) berpusat di Tarutung, Wilayah Pembangunan II (Humbang Timur) berpusat di Siborong-borong, Wilayah Pembangunan III (Humbang Barat) berpusat di Dolok Sanggul, Wilayah Pembangunan IV (Toba) berpusat di Balige dan Wilayah Pembangunan V (Samosir) berpusat di Pangururan yang masing-masing wilayah pembangunan dipimpin oleh seorang Pembantu Bupati.
3. Pada tanggal 29 Juni 2002, Tim Komisi II DPR RI di bawah Pimpinan Bapak Prof. DR. Manasse Malo bersama Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara mengadakan kunjungan ke Samosir yang disambut Bupati Toba Samosir dan Unsur DPRD Kabupaten Toba Samosir serta masyarakat. Tujuan kunjungan ini adalah dalam rangka verifikasi permohonan pemekaran Kabupaten Toba Samosir menjadi dua kabupaten, yakni Kabupaten Toba Samosir (kabupaten induk) dan Kabupaten Samosir.
Sebagai perwujudan dari permohonan pemekaran ini, maka dibentuk dan disahkanlah Kabupaten Samosir berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir. Kedua kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal 7 Januari 2004. pada bulan Juni 2004 untuk pertama kalinya di Kabupaten Samosir diadakan Pemilihan Legislatif untuk memilih Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten yang dilanjutkan dengan Pemilihan Langsung Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Kabupaten Samosir sesuai amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(1)
Tabel 5.26
Persepsi Masyarakat Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
No Jawaban Responden Frekwensi Persentase
1 2 3 Positif Netral Negatif 59 11 29 59,59 11,11 29,29
Jumlah 99 100,00
Sumber: Kuisioner, 2010
Tabel 5.26 menunjukkan bahwa 59 0rang atau sebesar (59,59%) memiliki partisipasi yang positif terhadap PNPM MP di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, hal ini dikarenakan bahwa responden ikut serta berpartisipasi dalam pelaksanaan PNPM MP sedangkan responden yang netral sebanyak 11 orang atau (11,11%) sedangkan responden yang bersikap negatif sebanyak 29 orang atau (29,29%) hal ini dapat kita lihat karena banyak juga masyarakat yang tidak mau tau dengan apa yang ada didesa mereka.
Partisipasi masyarakat termasuk respon positif atau negatif dapat dianalisis dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total responden. Hasil akhir kemudian dikelompokkan apakah termasuk sikap positif atau negatif dengan adanya batasan nilai pada skala likert.
Persepsi positif : 59 x 1 = 59
Persepsi netral : 11 x 0 = 0
(2)
= 30/99
(3)
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil data, maka dapat disimpulkan bahwa respon masyarakat Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
dapat dilihat dari tiga variable berikut:
1.
Persepsi
Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa responden memiliki persepsi yang
positif terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan
Pangururan Kabupaten Samosir dengan nilai 0,72
2.
Sikap
Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa responden memiliki sikap yang
positif terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan
Pangururan Kabupaten Samosir dengan nilai 0,69
3.
Partisipasi
Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa responden memiliki partisipasi
yang netral terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dengan nilai 0,30
4.
Maka dapat dilihat secara rata-rata responden masyaakat adalah positif dengan nilai (0,72
+ 0,69 + 0,30) / 3 = 0,57
(4)
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan, saran yang dapat diberikan penulis sebagai masukan bagi
pembaca yaitu:
1)
Diharapkan bagi lembaga tetap mempertahankan, memelihara dan lebih meningkatkan
kualitas pelayanan lembaga terhadap program yang telah ada dan memaksimalkan
seluruh sumber-sumber yang ada demi tercapainya tujuan program, adapun yang menjadi
alas an saran ini karena respon dari warga masyarakat terhadap program ini juga
kebutuhan untuk meningkatkan social ekonomi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan
warga masyarakat secara keseluruhan.
2)
Disarankan agar pihak lembaga lebih giat lagi menggalang kerja sama yang baik dengan
pihak pemerintah maupun swasta agar penanganan keluarga miskin yang sudah menjadi
penomena social dan membutuhkan perhatian yang lebih pada masa sekarang ini dapat
lebih teratasi.
3)
Kepada masyarakat agar ikut serta berpartisipasi pada program-program yang ditawarkan
oleh pemerintah sebagai innovator PNPM MP, karena partisipasi warga masyarakat
adalah untuk meningkatkan wawasan masing-masing anggota warga binaan.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Suryanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Soaial: Berbagai Alternatif Pendekatan.
Prenada Media: Jakarta.
Gittinger, J, Price. 2005. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pembangunan. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Kadariah. 2007. Ekonomi Perencanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian sosial, Bumi Aksara, Jakarta.
Sumanto, 1990, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Perpustakaan.Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Yogyakarta.
Adi, Isbandi Rukminto, 1994, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran. PT Raja Grafindo Pesada: Jakarta.
Sismuddjito. 2004, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Pemberdayaan Komunitas. Vol 3, No 3. Hlm 134. RPJMN. 2004-2009. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004- 2009. Snar
Grafika: Jakarta.
Siagian, Matias: Suriadi, Agus. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Persfektif Pekerjaan Sosial. FISIP USU Press: Medan
Sumber-sumber lain:
diakses tanggal 29 September 2010 Pukul 15:25Wib
September 2010 Pukul 11:00)
(6)
wib
tanggal 15 September 2010 Pukul 15: 15 WIB
2010 Pukul: 13.15wib
September 2010 pukul 1:00 WIB
diakses tanggal
15 September 2010 Pukul: 22:00 WIB
Diakses
tanggal 24 September 2010 Pukul: 21:13 WIB