4. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
air pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit. 5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah
menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang dengan DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang
penting pada biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit
degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner, katarak dan penyakit degeneratif lainnya Silalahi, 2006. Radikal bebas dapat masuk dan terbentuk
dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat dan makanan berlemak Kumalaningsih, 2006.
Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam
makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil OH
-
, superoksida O
- 2
, nitrogen monooksida NO, peroksidal RO
- 2
, peroksinitrit ONOO
-
, asam hipoklorit HOCl dan hidrogen peroksida H
2
O
2
Silalahi, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus
reaksi berantai dari radikal bebas Kumalaningsih, 2006. Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa
yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron Silalahi, 2006.
Menurut Kumalaningsih 2006, antioksidan dapat dikelompokkan
menjadi 5 yakni:
a. Antioksidan primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang
berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim superoksida dismutase SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya
sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas. b.
Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap
radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C dan
betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan. c.
Antioksidan tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-
sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan
Universitas Sumatera Utara
reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.
d. Oxygen scavanger
Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau sequesstrants
Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino. Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai
penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dari berbagai jenis
daripada menggunakan antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi
Silalahi, 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah-buahan, sayuran dan biji-bijian
adalah sumber antioksidan yang baik dan bisa meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan proses penuaan dini
Kosasih, 2004.
2.4.1 Antioksidan alami
Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi vitamin, mineral, serat pangan serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat
bioaktif ini bekerja secara sinergis, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi, peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis
kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan, antibakteri serta efek antivirus Silalahi, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,
kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa
antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas,
pengkelat logam
dan peredam
terbentuknya singlet
oksigen
Kumalaningsih, 2006. 2.4.2 Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C
6
H
8
O
6
. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0 C
6
H
8
O
6.
Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan
kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190
o
. Kelarutan vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen Ditjen
POM, 1995. Vitamin C merupakan salah satu senyawa kimia yang mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen dari gugus
hidroksilnya kepada radikal bebas, selain itu juga berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh terhadap infeksi dan virus serta dalam regenerasi vitamin E Silalahi, 2006. Rumus bangun Vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C Silalahi, 2006.
2.4.3 Betakaroten
Betakaroten merupakan salah satu provitamin A yang berperan sebagai antioksidan dan dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan kanker.
Betakaroten terdapat pada aprikot, wortel dan mangga dan dengan mengkonsumsi 50 mg betakaroten tiap hari dalam menu makanan dapat mengurangi risiko
terkena penyakit jantung Kosasih, 2004.
Betakaroten bekerja sebagai antioksidan dengan cara memperlambat fase inisiasi. Pemberian vitamin A dalam dosis tinggi dapat bersifat toksis. Akan
tetapi, betakaroten dalam jumlah banyak mampu memenuhi kebutuhan vitamin A dan selebihnya tetap sebagai betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan
Silalahi, 2006. Rumus bangun betakaroten dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Rumus bangun betakaroten Silalahi, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Vitamin E
Vitamin E terdiri dari struktur tokoferol, bersifat tidak larut dalam air tapi
larut dalam lemak atau minyak.
Gambar 2.3 Rumus bangun vitamin E Silalahi, 2006.
Struktur molekul vitamin E di atas menunjukkan bahwa vitamin E merupakan suatu antioksidan yang efektif, yang dengan mudah menyumbangkan
atom hidrogen pada gugus hidroksil OH dari struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi tidak reaktif. Dengan menyumbangkan hidrogen,
vitamin E sendiri menjadi suatu radikal, tetapi lebih stabil karena elektron yang tidak berpasangan pada atom oksigen mengalami delokalisasi ke dalam struktur
cincin aromatik Silalahi, 2006.
2.4.5 Polifenol
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut
yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan
elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Polifenol merupakan komponen yang
Universitas Sumatera Utara
bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dalam buah dan sayuran Hattenschwiler, 2000. Struktur dasar polifenol dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Struktur dasar polifenol Hattenschwiler, 2000.
2.5 Spektrofotometri UV-Visible