Kesimpulan Menggali simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai ungkapan dalam perkawinan Gereja Katolik di Kec. Linggang Bigung, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur.

BAB V PENUTUP

Pada bagian ini penulis akan menyampaikan kesimpulan dan saran berkaitan dengan usaha “Menggali Simbol-simbol Perkawinan Adat Suku Dayak Tunjung sebagai Ungkapan Nilai Kesetiaan Dalam Perkawinan Katolik Di Kecamatan Linggang Bigung, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur.” Bagian ini akan dibagi menjadi dua bagian utama yakni bagian kesimpulan yang berisi kesimpulan dari Bab I sampai Bab IV dan bagian saran yang berisi saran untuk katekis dan orang-orang yang terlibat dalam menyiapkan Kursus Persiapan Perkawinan bagi calon pasutri.

A. Kesimpulan

Pada bagian ini penulis akan menyampaikan beberapa pokok pikiran dari uraian sebelumnya serta menegaskan hal-hal penting sehubungan dengan usaha menggali simbol-simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai ungkapan nilai kesetiaan dalam perkawinan Katolik di Kec. Linggang Bigung, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur dan usaha pasangan suami istri untuk membangun keutuhan ikatan perkawinan. Dewasa ini pasangan suami istri mengalami kesulitan untuk memaknai dan menghayati nilai kesetiaan dalam perkawinannya. Keluarga-keluarga Katolik suku Dayak Tunjung, sebagai bagian dari anggota masyarakat pada umumnya, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 juga menghadapi situasi yang serupa. Skripsi ini ditulis dengan tujuan mengetahui permasalahan hidup keluarga Katolik suku Dayak Tunjung sehubungan dengan nilai kesetiaan, serta memberikan sumbangan pemikiran bagi suami istri Katolik dalam usaha mereka untuk membangun keutuhan ikatan perkawinan. Di atas telah ditegaskan mengenai kesulitan suami istri dalam memaknai dan menghayati nilai kesetiaan. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa faktor yang dapat penulis simpulkan mengenai penyebab menurunnya pemaknaan dan penghayatan nilai kesetiaan tersebut. Pertama, menurunnya penghargaan terhadap martabat seseorang dalam konteks perkawinan tentunya akan berdampak pada perkawinan itu sendiri. Suami istri yang mengikat diri dalam perkawinan tidak lagi menghormati martabat pasangannya sebagai pribadi. Kondisi seperti itu tentu membawa perjalanan perkawinan suami istri ke ambang disintegrasi atau perpecahan. Kedua, faktor-faktor lain seperti faktor internal keluarga menyangkut relasi personal antara suami, istri, dan anak-anak, faktor sosial, ekonomi, faktor budaya, faktor beda imanagama, dan faktor kepribadian juga turut membawa dampak terhadap keutuhan sebuah perkawinan. Faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan krisis yang mendalam dalam kehidupan suami istri. Kenyataan ini tak dapat dihindari, bahwa pasangan-pasangan suami istri saat ini tengah menghadapi badai krisis yang mengancam kesetiaan mereka. Di tengah situasi seperti itu, penulis berusaha untuk mencari titik pijak dan sumber inspirasi yang dapat membantu suami istri untuk terus memaknai dan menghayati 92 hidup perkawinannya. Titik pijak dan sumber inspirasi itu dapat ditemukan dalam ajaran Gereja tentang kesetiaan dalam perkawinan dan makna kesetiaan yang terdapat dalam simbol-simbol perkawinana adat. Hal ini menjadi khas bagi masyarakat Dayak Tunjung karena praktek perkawinan tidak hanya dilihat dari satu sisi melainkan dari dua sisi yaitu perkawinan Gereja dan perkawinan adat. Selain menurunnya pemaknaan dan penghayatan akan nilai kesetian, pemahaman tentang perkawinan itu sendiri masih kabur, baik perkawinan adat maupun perkawinan Gereja. Menanggapi hal tersebut, penulis mengusulkan kegiatan rekoleksi sebagai upaya membangun kembali keutuhan hidup keluarga Katolik. Melalui kegiatan ini, para pasutri dapat meluangkan waktu untuk merenungkan dan melihat kembali pengalaman selama hidup terlebih ketika menjalani hidup bersama. Para pasutri dapat mengolah dirinya melalui berbagai sesi yang telah disiapkan dan refleksi diri. Dengan harapan, semakin banyak pasangan suami istri yang berani menjalani jalan salib kesetiaan dan ikatan tak terputuskannya perkawinan. Dengan demikian, makin banyak pasangan suami istri Katolik terbantu untuk menyadari bahwa perkawinannya mengandung harta dan mutiara berharga bagi mereka berdua, bagi kesejahteraan anak, bagi kebaikan Gereja dan seluruh bangsa manusia.

B. Saran