Hubungan Sosial Tidak Terhambat oleh Status Lajang Status Lajang Subjek Tidak Mempengaruhi Pertemanan
34
memutuskan untuk melajang namun terakhir kali ia berhubungan dengan seorang perempuan ketika berumur 33 tahun, setelah itu subjek hanya
menikmati dan menjalani hidupnya. Adik-adik subjek tidak peduli pada hidupnya dan tidak pernah berusaha untuk mengenalkan seorang
perempuan pada subjek. Subjek 1 GSS dan subjek 2 HK menyebutkan bahwa keuntungan
dari melajang adalah kebebasan. Subjek bebas untuk melakukan apa saja tanpa ada yang melarang dan tidak terikat. Selain itu, subjek merasa tidak
ada beban pikiran. Melakukan sesuatu tanpa harus malu karena tidak ada istri maupun anak. Meskipun demikian, subjek 1 merasa ada penyesalan
ketika menghadapi hari tuanya karena tidak ada yang merawat dan diminta bantuan pada saat sakit. Subjek 2 hampir tidak pernah merasakan sepi
karena subjek lebih banyak bekerja atau berkumpul dengan teman- temannya. Dengan demikian, subjek tidak merasa kesepian.
Bagi subjek 1 GSS, pernikahan akan memiliki banyak masalah ketika belum ada persiapan yang matang. Meskipun demikian, pernikahan
memiliki sesuatu yang membahagiakan yaitu anak-anak. Subjek ingin merasakan kebahagiaan dari menikah namun karena umur dan teringat
masa lalu maka subjek memutuskan melajang. Jika subjek memaksa untuk menikah, subjek takut tidak dapat membahagiakan keluarganya.
Pernikahan bagi subjek HK adalah masalah, membuat beban pikiran dan mencari masalah. Jika subjek membayangkan menikah pasti hidupnya
akan penuh masalah belum lagi jika ada anak pasti akan bertambah lagi.
35
Subjek mendapatkan gambaran tentang pernikahan dari pengalaman temannya yang bertengkar dengan istrinya.
Bagi subjek 1 GSS, hidupnya sekarang tidak sedih dan tidak juga merasa menyesal. Subjek merasa tidak menyesal karena apa yang subjek
jalani sekarang merupakan keputusannya sendiri. Subjek tidak merasa sedih karena subjek selalu terhibur dengan memancing, bermain burung
ataupun berkumpul dengan teman-temannya. Selain itu, subjek merasa senang karena bebas namun tidak puas. Subjek tidak dapat menjelaskan
dimana letak ketidakpuasannya tersebut. Pada subjek 2 HK, hidup subjek belum memuaskan karena keinginan subjek untuk mencari uang yang
banyak belum terpenuhi. Subjek mencari uang hanya untuk dirinya sendiri dan hidup subjek hanya untuk dirinya sendiri. Subjek melakukan hobinya
atau berkumpul dengan temannya sehingga tidak merasa sepi. Berdasarkan dari hasil wawancara, diketahui bahwa subjek 1 GSS
lebih dapat menyadari apa yang menjadi pilihan hidupnya. Ia menerima dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Meskipun terkadang subjek
merasa ada penyesalan tentang keputusannya namun subjek berusaha untuk selalu optimis dan melawan rasa penyesalan itu. Menurut Ryff
1989, perasaan individu terhadap penerimaan diri merupakan kriteria paling utama dalam wellbeing. Subjek 1 GSS memiliki kedewasaan
dalam pengambilan keputusan tentang hidupnya yang melajang. Walaupun subjek masih merasa bersalah terhadap masa lalunya. Subjek 2 HK
kurang begitu menyadari perasaannya dan hanya memikirkan dirinya
36
sendiri. Selain itu, subjek 2 HK tidak pernah merasakan kesepian karena waktunya dihabiskan untuk bekerja dan kesibukannya. Subjek 2 HK
menerima dirinya yang melajang karena ia tidak merasakan kesepian. Subjek 1 GSS mampu beradaptasi dengan baik tanpa melihat
statusnya yang melajang. Ia selalu percaya diri dan masih peka terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam berhubungan dengan orang lain, subjek
sangat dewasa dan tidak membuat dirinya dikucilkan dari lingkungan tempat tinggalnya. Ryff 1989 menyebutkan bahwa hubungan yang
hangat dengan orang lain sebagai kriteria kedewasaan, empati, memiliki perasaan terhadap orang lain dan hubungan pertemanan yang dalam.
Hubungan positif dengan orang lain sangat penting dalam konsep psychological wellbeing. Berdasarkan pengertian tersebut dan jawaban
subjek maka dapat dikatakan subjek 1 GSS memiliki hubungan relasi sosial yang baik dengan orang lain. Sedangkan pada subjek 2 HK kurang
begitu peka pada sekitarnya karena subjek lebih memikirkan dirinya sendiri. Meskipun demikian, subjek mampu berhubungan positif dengan
orang lain. Subjek percaya diri dengan statusnya yang lajang dan tidak merasa terkucilkan.
Dalam pengambilan keputusan atau pemecahan masalah, kedua subjek cukup percaya pada dirinya sendiri walaupun terkadang bantuan
orang lain dibutuhkan hanya untuk pertimbangan. Ryff 1989 menjelaskan bahwa seseorang dikatakan mandiri jika mampu mengambil
keputusan sendiri, bebas dan tidak terikat pada orang lain. Kedua subjek