Kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing) pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan.

(1)

i

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELLBEING) PADA ORANG TUA YANG HIDUP DALAM KEMISKINAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Program Studi Psikologi

Oleh:

RARA PISCA DEWI NIM : 079114133

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Jika ingin memperoleh kesuksesan janganlah hanya menjadi seorang pemimpi tapi jadilah pribadi penuh aksi.

Seseorang dinyatakan gagal ketika seseorang itu menyerah. Ketika seseorang masih terus berusaha meskipun terasa berat, tetap berjalan walaupun terseok, bangkit kembali

setelah terjatuh seseorang tersebut dapat diakatakan sukses dalam kehidupan. Kesuksesan bukan hanya terletak pada kekayaan materi tetapi juga kekayaan hati dan kemauan untuk


(5)

v

Karya kecil ini kupersembahkan untuk orang-orang yang dengan tulus mencintaiku

Kedua orang tuaku Bapak Yohanes Jumbidi dan Ibu Fransisca Surami yang selalu menjadi cahaya dalam hidupku dan selalu menerangi jiwaku sehingga aku tidak pernah tersesat dan terjatuh dalam gelap.

Kedua saudaraku Veronica Isnawati dan Mikael Mario Putra Prapaska yang telah membakar semangatku untuk menjadi yang terbaik. Kalian adalah obor bagiku, tak hanya menyala memberi terang tetapi juga menghangatkan jiwaku.

Penguasa Hatiku Yusup Agung Joko Nugroho yang hadir dalam hidupku untuk menjadi pelangi jiwaku, memberikan berbagai macam warna indah yang tak pernah kulihat sebelumnya.

Sahabat-sahabatku yang telah meninggalkan jejak-jejak indah dalam perjalanan kita bersama.


(6)

(7)

vii

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELLBEING)

PADA ORANG TUA YANG HIDUP DALAM KEMISKINAN

Rara Pisca Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dan bertujuan untuk mendeskripsikan kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan. Subjek dalam penelitian ini adalah suami maupun istri yang belum maupun sudah memiliki anak. Kesehatan mental sangat diperlukan sejak awal hidup berkeluarga agar dapat membangun keluarga yang sejahtera dan sehat mental terlebih pada orang tua yang sudah memiliki anak karena orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan mental anak. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 6 orang dan berusia antara 24-40 tahun yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 3 orang laki-laki. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian teridentifikasi memiliki kesejahteraan psikologis. Hal tersebut ditunjukkan subjek dengan memenuhi kriteria orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang meliputi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, hubungan positif, tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, dan otonomi. Adanya kesejahteraan psikologis pada subjek penelitian diharapkan dapat membuat subjek memiliki kesehatan mental yang baik. Kesehatan mental perlu ditingkatkan agar subjek menjadi lebih produktif, sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup.


(8)

viii

PSYCHOLOGICAL WELLBEING ON PARENTS WHO LIVE IN POVERTY

Rara Pisca Dewi

ABSTRACT

This research has a qualitative descriptive design which meant to describe the psychological wellbeing on parents who live in poverty. Subject in this research are husband or wife who has or has no children. Mental health is extreamly needed from the first time they start the family life so that it can help on building a good mentally healthy family and have well being, especially to the parents because parents have an important role in children mental development. The research involving six subject that consist of three subject female and three subject men which has average rate in between 24-40 years old. The data were collected using interview methods. The result shows that subject in this research have psychological well-being. It is shown by subject by fulfilment the criteria of a person who has psychological well being which contains self acceptance, enviromental mastery, positive relations, purpose in life, personal growth, and autonomy. The existance of psychological well-being is expected to make the subject owns a good mental health. Mental health need to be promoted to make subject more productive, so that it expected to increase the life level.


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang Maha Kuasa karena berkat karunia dan cinta kasihNya, sehingga skripsi yang berjudul “Kesejahteraan Psikologis (Psychological Wellbeing) Pada Orang Tua Yang Hidup Dalam Kemiskinan” ini dapat terselesaikan.

Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari kerjasama, bantuan, gagasan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi atas kesempatan yang telah diberikan selama proses studi.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Psi., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Aquillina Tanti Arini, S.Psi, M.si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktunya, dorongan, bimbingan, saran dan kesabaran selama proses penulisan skripsi ini.

4. Bapak Y. Heri Widodo, Ibu A. Tanti Arini, S. Psi, M.si, Ibu M.M Nimas Eki S.Psi., M.Si dan Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S. Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis menempuh kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.


(11)

xi

5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan, ilmu, dan pengalamannya kepada penulis. 6. Mas Gandung, Pak Gi, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Doni yang telah

memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

7. Kedua orang tuaku, Bapak Yohanes Jumbidi dan Ibu Fransisca Surami, kedua saudaraku, mbak Veronica Isnawati dan adik Mikael Mario Putra Prapaska untuk segala cinta kasih, perhatian, dorongan, doa, bantuan, fasilitas, kesabaran, harapan, dan kebahagiaan yang diberikan kepada penulis.

8. Belahan jiwaku Yusup Agung Joko Nugroho untuk segala cinta, ketulusan, perhatian, kepedulian, kepercayaan, dukungan, doa, fasilitas, kesabaran dan harapan yang tak henti selalu diberikan kepada penulis. 9. Pelipur laraku, Felisitas Saskara Padma Kirana yang selalu ada

memberikan keceriaan dan tawa ketika penulis merasa jenuh dan kesepian. 10.Sahabat-sahabatku, Elisabeth Talita, Elisabeth Mila, Maria Yesia, Regina Pinasthika, Yosephin Febrina, dan Florentina Mutia yang telah memberikan warna dalam hidupku, berbagi kisah dalam perjalanan hidup kita.

11.Para subjek penelitian ini, SM, MY, EL, AH, GM, HR yang rela menyediakan waktu dan bersedia membagikan pengalamannya dalam proses wawancara demi keberhasilan penelitian ini.


(12)

xii

12.Transletor Ibu Mustika., S.Pd dan Elisabeth Milaningrum., S.Pd yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mentranslate skala penelitian. Transletor Wisnu Panuntun yang telah bersedia membantu mentranslate abstrak.

13.Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma yang telah mengisi hari-hari dan memberi pengalaman yang berharga bagi penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk doa, dukungan dan kerjasamanya selama ini.

Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Penulis


(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR SKEMA ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8


(14)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A.Kemiskinan ... 10

1. Pengertian Kemiskinan ... 10

2. Kategori Kemiskinan... 11

3. Kriteria Kemiskinan ... 14

4. Efek Kemiskinan bagi Kesehatan Mental Keluarga ... 19

B.Keluarga ... 19

1. Pengertian Keluarga ... 19

2. Fungsi Keluarga ... 20

3. Batasan Orang Tua dalam Penelitian ... 23

C.Kesejahteraan Psikologis ... 24

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ... 24

2. Nilai Penting Kesejahteraan Psikologis ... 25

3. Aspek Kesejahteraan Psikologis ... 25

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ... 29

D.Dinamika Kesejahteraan Psikologis pada Orang Tua yang Hidup dalam Kemiskinan ... 31

E.Skema Penelitian ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A.Jenis Penelitian ... 37


(15)

xv

C.Metode Pengambilan Data ... 38

D.Analisis Data ... 41

1. Organisasi Data ... 42

2. Koding ... 42

3. Interpretasi ... 44

E.Kredibilitas Penelitian ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A.Pelaksanaan Penelitian ... 46

B.Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Subjek ... 47

C.Karakteristik Subjek Penelitian ... 52

D.Hasil Penelitian ... 54

E.Pembahasan ... 64

1. Penerimaan Diri... 64

2. Penguasaan Lingkungan ... 67

3. Hubungan Positif ... 69

4. Tujuan Hidup... 73

5. Pertumbuhan Pribadi ... 75

6. Otonomi ... 78

F. Diskusi Umum ... 80

BAB V PENUTUP ... 87

A.Kesimpulan ... 87


(16)

xvi

C.Saran ... 88

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 88

2. Bagi Praktisi Kesehatan Mental ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pedoman Wawancara ... 40

Tabel 2. Contoh Hasil Koding ... 44

Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data dan Analisis pada Subjek... 45

Tabel 4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ... 46

Tabel 5. Karakteristik Subjek Penelitian ... 52

Tabel 6. Kategori Hasil Penelitian ... 54


(18)

xviii DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 1. Dasar Penelitian... 35 Skema 2. Pentingnya Penelitian ... 36


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah yang dialami oleh bangsa Indonesia. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup (Badan Pusat Statistik, 2011). Kemiskinan diukur dengan dengan dua jenis ukuran, yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non-pendapatan. Ukuran pendapatan melihat kemiskinan dari tingkat pendapatan/pengeluaran individu untuk memenuhi konsumsi/kebutuhan pokok, sedangkan ukuran non-pendapatan melihat kemiskinan dari rendahnya tingkat konsumsi/akses masyarakat kepada pelayanan dasar, seperti: perumahan, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas sanitasi dan layanan air bersih/minum, keterbatasan terhadap akses pendanaan dan kapasitas usaha minimum masyarakat (Bappenas,2010)

Sebuah majalah bisnis ternama di Amerika Serikat, Global Finance, pada tahun 2010 yang lalu telah merilis peringkat dari 182 negara di dunia berdasarkan tingkat produk domestik bruto (PDB) per kapita. Dimulai dari negara yang dengan tingkat produk domestik bruto (PDB) per kapita yang tinggi hingga negara dengan tingkat produk domestik bruto (PDB) per kapita yang rendah. Berdasarkan data ranking 182 negara tersebut, Indonesia berada di urutan ke 122 dengan PDB per kapita US$4.380 atau Rp39,4 juta per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara miskin dengan PDB per kapita yang rendah.


(20)

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin di Indonesia ditentukan oleh Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan standar kehidupan minimun per orang per kapita perbulan dan dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan per kapita. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Kemiskinan membuat orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar dengan baik sehingga hanya dapat mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum sehingga memberi dampak yang negatif dalam kehidupan.

Kemiskinan dan himpitan ekonomi menjadi penyebab tingginya jumlah orang yang mengakhiri hidup. Menurut Prayitno (2010), faktor penyebab orang nekat bunuh diri karena kemiskinan yang terus bertambah, mahalnya biaya sekolah dan kesehatan, serta penggusuran. Semua itu berpotensi meningkatkan depresi akibat bertambahnya beban hidup. Menurut Prayitno, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization yang dihimpun tahun 2005-2007 sedikitnya 50 ribu orang Indonesia bunuh diri akibat kesulitan ekonomi.

Kasus-kasus bunuh diri akibat depresi menghadapi himpitan ekonomi di Indonesia banyak terjadi. Misalnya saja di Kalimantan Selatan pada Desember 2008, Mardiana (30) seorang ibu yang tega mengajak anak perempuannya Aisyah (7) bunuh diri dengan cara menenggak racun. Keduanya meninggal tidak lama setelah menenggak racun. Suami Mardiana, Udin (37) yang kesehariannya bekerja sebagai tukang becak hanya bisa pasrah. Mardiana nekat bunuh diri diduga karena himpitan ekonomi. Mardiana menginginkan Udin memperoleh


(21)

penghasilan lebih agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka namun, Udin yang bekerja sebagai tukang becak hanya memiliki penghasilan sebesar Rp.5000 – Rp.20.000 per hari.(www.kompas.com). Di Indonesia, tidak hanya Mardiana yang memutuskan untuk mengakhiri hidup hanya karena himpitan ekonomi. Pada Oktober 2010 lalu, di Situbondo Jawa Timur, Abdul Bahar (43) nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri karena tidak mampu membiayai pengobatan istrinya, Suariya (35) yang dirawat di salah satu rumah sakit di Malang karena menderita kanker rahim stadium tiga. (www.tempointeraktif.com).

Kasus tersebut memperlihatkan bahwa di Indonesia, kemiskinan dapat mengakibatkan orang mengalami depresi dan akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Bunuh diri dilakukan karena mereka merasa bahwa menjalani kehidupan yang serba kekurangan adalah beban yang sangat berat sehingga menganggap bahwa kematian merupakan cara yang tepat untuk melepaskan diri dari beban tersebut. Di Indonesia, masih banyak orang yang hidup dalam kemiskinan sehingga mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Bunuh diri karena himpitan ekonomi merupakan salah satu potret kemiskinan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang dengan finansial yang buruk seringkali dinilai memiliki kehidupan yang tidak berkualitas karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

Kualitas kehidupan seseseorang seringkali dilihat dari tingkat kebahagiaannya. Seseorang memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi akan puas terhadap kehidupannya dan memiliki kualitas kehidupan yang baik karena karakteristik dari kehidupan yang baik adalah adanya perasaan bahagia (Bentham,


(22)

1789 dalam Diener, Lucas, Oishi, 2003). Sedangkan orang yang memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah, kualitas kehidupannya tidak baik dan menjadi tidak puas akan kehidupannya.

Kebahagiaan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Orang percaya bahwa kebahagiaan merupakan tujuan pokok dalam kehidupan sehingga setiap orang akan berusaha untuk mencapai kebahagiaannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) kebahagiaan berasal dari kata bahagia yang berarti keadaan atau perasaan senang dan tentram atau bebas dari segala yang menyusahkan. Kebahagiaan sendiri memiliki arti kesenangan dan ketentraman hidup atau lahir batin, keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir batin.

Kebahagiaan dapat diperoleh apabila seseorang tidak mendapatkan ketegangan sehingga merasa aman dan mendapatkan kepuasan biologis maupun memenuhi kebutuhan psikologis serta dapat mencapai tujuannya (Higgins 1997, dalam Diener, Lucas, Oishi, 2003). Dengan demikian, untuk dapat memperoleh kebahagiaan orang harus memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar dapat dipenuhi apabila seseorang memiliki finansial yang cukup baik. Apabila seseorang mengalami masalah finansial, maka orang tersebut akan kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya dan dapat mengalami depresi karena masalah finansial merupakan prediktor kuat dalam DSM depresi (Wheaton, 1994 dalam Diener dan Diener, 2001).

Namun, kemiskinan belum tentu membuat orang tidak mendapatkan kebahagiaan karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa kekayaan memiliki sedikit atau bahkan tidak memberikan efek tehadap kebahagiaan (Steel & Ones,


(23)

2002). Easterlin (1995) dalam dalam studinya di beberapa negara seperti Jepang, Eropa, dan Amerika menemukan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, namun kebahagiaan dilaporkan tidak meningkat, selain itu, pendapatan yang meningkat tidak dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang. Penelitian Easterlin menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh faktor kekayaan. Hal ini membuktikan bahwa kekayaan tidak dapat menjelaskan secara lengkap mengenai kebahagiaan. Hal itu berarti bahwa belum tentu orang yang hidup dalam kemiskinan di Indonesia tidak mendapatkan kebahagiaan karena orang miskin belum tentu lebih tidak bahagia dari orang kaya. Hal itu berarti bahwa ada kemungkinan orang yang hidup dalam kemiskinan dapat memperoleh kebahagiaan.

Penelitian Easterlin didukung oleh pengalaman yang dialami oleh Dahlan Iskan dalam wawacara dengan Andy F. Noya (Kick Andy,2012). Dahlan merupakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dahlan berasal dari keluarga miskin yang tinggal di pelosok pedesaan di daerah Magetan Jawa Timur. Kemiskinan membuat Dahlan harus berjalan tanpa menggunakan alas kaki sejauh 6 km dari rumah menuju sekolahnya. Ayah Dahlan adalah seorang buruh tani dan ibunya sudah meninggal sejak Dahlan kelas 6 Sekolah Dasar. Hal tersebut membuat Dahlan dan saudara-saudaranya harus mencari uang untuk membiayai kehidupannya. Dahlan memiliki prinsip bahwa hidup bagi orang miskin harus dijalani dan disyukuri apa adanya, tidak perlu menyesali keadaan dan terpenting adalah berusaha dan bekerja keras.


(24)

Hidup dalam kemiskinan tidak membuat Dahlan kehilangan semangat. Dahlan memiliki kemampuan untuk mensyukuri dan menjalani hidup apa adanya. Hal itu menunjukkan bahwa dahlan memiliki penerimaan diri. Dahlan juga memiliki kemauan untuk berusaha dan bekerja keras. Dahlan memiliki kemampuan dalam penguasaan lingkungan dan menyadari ada kualitas mental dalam dirinya yang dapat digunakan untuk berkembang. Kemampuan Dahlan merupakan bagian dari dimensi kesejahteraan psikologis. Kemampuan tersebut mampu menghantarkan Dahlan pada kesuksesan.

Kesejahteraan psikologis perlu diketahui untuk mencegah timbulnya gangguan terlebih gangguan depresi. Tekanan ekonomi yang dialami oleh orang yang hidup dalam kemiskinan, menjadi salah satu risiko berkembangnya gangguan depresi. Orang dengan gangguan depresi memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya, lingkungan, dan masa depan (Beck, dalam Rathus, dan Grene, 2005). Hal tersebut mengakibatkan orang dengan gangguan depresi dapat memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Berkebalikan dengan pandangan orang yang mengalami depresi, orang yang bahagia memiliki pandangan yang positif dalam kehidupannya sehingga dapat berusaha untuk menggali dan merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya. Hal ini membuat orang yang bahagia memiliki keyakinan dalam menghadapi distress yang dialaminya.

Meskipun hidup dalam kemiskinan, individu yang sehat mental ketika membangun keluarga diharapkan dapat membangun kesejahteraan psikologis dalam keluarganya, terlebih pada orang yang telah memiliki anak. Orang tua yang


(25)

terdiri dari ayah dan ibu memiliki peran penting dalam membangun kesehatan mental keluarga. Orang tua memberikan pengaruh terhadap perkembangan, pertumbuhan dan pendidikan anak-anaknya. Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan juga memiliki risiko dalam perkembangan kesehatan mentalnya. Anak-anak sebagai generasi penerus dengan masa depan yang masih panjang seharusnya terhindar dari risiko yang negatif. Risiko tersebut dapat diatasi dengan memiliki orang tua yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap anak-anaknya (Dalton, Elias, dan Wondersman, 2005).

Orang yang hidup dalam kemiskinan rentan dengan resiko gangguan depresi. Sebuah penelitian di Kanada menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki kaitan yang erat salah satunya dengan tingkat depresi yang tinggi pada orang tua (Beiser, Fou, Hyman, dan Tousignant, 2002). Gangguan depresi tersebut perlu dicegah agar tidak mengakibatkan terjadinya disfungsi keluarga. Upaya awal dalam pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui adanya faktor protektif yang dapat digunakan sebagai perisai diri terhadap gangguan depresi. Menurut Wood dan Joseph (2010), Kesejahteraan Psikologis yang tinggi merupakan faktor protektif dari depresi. Identifikasi mengenai dimensi kesejahteraan psikologis perlu dilakukan sebagai informasi awal mengenai adanya faktor protektif yang dimiliki oleh individu. Informasi mengenai hasil identifikasi dimensi kesejahteraan psikologis pada individu tersebut dapat digunakan berbagai pihak sebagai dasar untuk mengembangkan suatu program promosi kesehatan mental untuk mencegah gangguan depresi. Adanya kesehatan mental yang baik


(26)

pada individu dapat menciptakan keluarga yang sehat mental sehingga dapat menbentuk keluarga yang sejahtera.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kajian di bidang kesehatan mental pada komunitas, khususnya mengenai kesejahteraan psikologis bagi kesehatan orang tua yang hidup dalam kemiskinan.

2. Manfaat Praktis

Kesejahteraan psikologis pada orang tuayang hidup dalam kemiskinan perlu diketahui untuk mencegah timbulnya gangguan terlebih gangguan depresi karena kesejahteraan psikologis merupakan faktor proteksi


(27)

terhadap gangguan depresi. Oleh karena itu, penelitian ini bermanfaat sebagai identifikasi agar dapat membantu berbagai pihak dalam pencegahan gangguan tersebut sehingga dapat menjadi faktor promotif kesehatan mental dan terbentuk keluarga yang sejahtera.


(28)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kemiskinan

1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan dapat digambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuhan akan hidup sehat, dan kebutuhan akan pendidikan. Penduduk miskin tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya, dikarenakan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber pendapatan, juga karena struktur sosial ekonomi tidak membuka peluang orang miskin keluar dari lingkungan kemiskinan (Mubyarto, dalam Andayani Listyowati, 2003).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2011), kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan pangan maupun non pangan yang diukur dari sisi pengeluaran. Badan Pusat Statistik mengukur kemiskinan dengan membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Konsep yang dipakai BPS adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Kemiskinan merupakan kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi


(29)

hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki (Bappenas, 2010).

Kemiskinan dari beberapa uraian di atas, dapat diartikan sebagai kondisi hidup baik pada laki-laki maupun perempuan yang serba kekurangan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Kemiskinan juga mengakibatkan seseorang tidak mampu untuk memenuhi hak-hak dasarnya. Hak-hak tersebut antara lain terpenuhinya rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial-politik. Hak-hak tersebut dapat bermanfaat untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

2. Kategori Kemiskinan

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2011), pada dasarnya kemiskinan dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu: a. Kemiskinan absolut

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti


(30)

pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.

b. Kemiskinan relatif

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk.

Kategori lain selain kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif juga pernah dikemukakan sebagai wacana, yaitu: kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural.


(31)

a. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural merupakan situasi miskin yang disebabkan oleh kondisi struktur atau tatanan yang tidak menguntungkan atau menjadikan penduduk tidak sejahtera.

b. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan.

Kemiskinan dikategorikan menjadi empat macam, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Kemiskinan absolut yaitu bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif yang didasarkan pada kondisi hidup suatu wilayah dan bergantung pada pendapatan maupun pengeluaran penduduk. Kemiskinan struktural berdasar kondisi stuktural kehidupan yang tidak mendukung. Kemiskinan kultural diakaibatkan karena faktor adat dan budaya.

Penelitian ini menggunakan kategori kemiskinan absolut karena berdasarkan data dari BPS (2011), yang menghitung kemiskinan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang


(32)

diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.

3. Kriteria Kemiskinan

Badan Pusat Statistik mengungkapkan bahwa tingkat kesejahteraan rakyat pada umumnya digambarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan kehidupan lainnya. Untuk dapat memenuhi kesejahteraan tersebut, maka dicari variabel atau jenis kebutuhan yang harus dipenuhi dan ukurannya untuk menunjukkan tingkat pemenuhannya. Seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan yang cukup apabila terpenuhi kebutuhannya pada tingkat tertentu dan kurang atau sering disebut miskin apabila pemenuhan kebutuhannya tidak mencapai tingkat minimum yang dinilai mencukupi.

Dalam sejarah pembangunan Indonesia, kemiskinan atau tidak sejahteranya seseorang diukur dengan dua jenis ukuran, yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non pendapatan (Bappenas, 2008).

a. Ukuran Pendapatan

Kemiskinan dilihat dari tingkat pendapatan/ pengeluaran individu untuk memenuhi konsumsi/kebutuhan pokok minimum masyarakat.


(33)

b. Ukuran Non-Pendapatan

Rendahnya tingkat konsumsi/akses masyarakat kepada pelayanan dasar, seperti: (i) Perumahan; (ii) Pendidikan; (iii) Pelayanan kesehatan; (iv) Fasilitas sanitasi dan layanan air bersih/minum; dan (v) Keterbatasan terhadap akses pendanaan dan kapasitas usaha, dll.

Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS menyediakan 2 jenis data yaitu data kemiskinan makro dan mikro.

a. Data kemiskinan makro

Salah satu konsep penghitungan kemiskinan yang diaplikasikan di banyak negara termasuk Indonesia adalah konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan konsep ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. Dalam aplikasinya dihitung garis kemiskinan absolut. Garis kemiskinan merupakan standar kehidupan minimun per orang per kapita perbulan dan dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan per kapita yaitu sebesar Rp. 248.700,00. Penduduk yang memiliki rata‐rata pendapatan per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan disebut penduduk miskin.


(34)

b. Data kemiskinan mikro

Data mikro kemiskinan diperoleh melalui Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk Tahun 2005 (PSE-05) dan terdapat 14 kriteria kemisikinan yaitu ;

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 M2 per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa di plester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di


(35)

12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: Petani dengan luas lahan 0.5 ha; buruh tani; nelayan; buruh bangunan; buruh perkebunan; atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.

13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14.Tidak memiliki tabungan/barang yang dengan mudah di jual dengan nilai minimal Rp.500.000, seperi motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Pada Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2008 (PPLS-08), 14 kriteria yang diperoleh melalui Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk Tahun 2005 (PSE-05) diperbaharui. Pembaharuan dilakukan dengan menggunakan kriteria akses terhadap kebutuhan dasar yang tercermin dalam 14 kriteria. Kriteria yang dihilangkan adalah kriteria nomor 8,9,10, dan 11 karena tidak dapat dilihat secara nyata, sehingga sulit diketahui kejujuran responden. Kriteria tersebut diperbaharui menjadi ;

1. Jenis atap bangunan tempat tinggal terluas adalah sirap/genteng/seng/asbes dengan kondisi jelek/kualitas rendah atau ijuk/rumbia/lainnya.

2. Sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari


(36)

Secara umum penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). a. Miskin kronis (chronic poor) adalah penduduk miskin yang

berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi.

b. Miskin sementara (transient poor) adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.

Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kemiskinan atau tidak sejahteranya seseorang diukur dengan dua jenis ukuran, yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non pendapatan. BPS menyediakan 2 jenis data untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, yaitu data kemiskinan makro dan mikro. Dari data tersebut, penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor).

Subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti berasal dari data penduduk miskin yang telah disusun oleh kelurahan. Data kemiskinan tersebut diambil berdasarkan data kemiskinan makro dan data kemiskinan mikro. Data kemiskinan makro menggunakan standar garis kemiskinan untuk menentukan penduduk miskin yaitu Rp. 248.700,00. Sedangkan data


(37)

kemiskinan makro menggunakan ukuran yang telah disusun oleh BPS melalui Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk Tahun 2005 (PSE-05) dan yang telah diperbaharui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2008 (PPLS-08).

4. Efek Kemiskinan bagi Kesehatan Mental Keluarga

Kemiskinan dapat membuat orang tidak bahagia. Ketidakbahagiaan dapat mengakibatkan orang mengalami depresi. Depresi merupakan gangguan mental yang dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang yang sudah tua. Orang yang mengalami depresi memiliki perasaan sedih, kesepian, marah, tidak berharga, putus asa, gelisah, dan rasa bersalah yang mungkin disertai dengan gejala fisik (Sharp dan Lipsky, 2002). Masalah ini dapat menjadi kronis dan mengarah pada ketidakmampuan individu menjalankan kehidupan sehari-harinya sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup seseorang dan keluarga. Depresi yang terjadi pada orang tua dapat mengakibatkan sejumlah anak akan terpengaruh dalam perkembangannya dan adanya penyesuaian diri yang buruk pada anak (Santrock, 2002).

B. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut Departemen Kesehatan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang


(38)

yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiawati, dalam Setyaningrum, Fitria, dan Hernawaty, tanpa tahun). Pada awal penikahan, keluarga terdiri dari suami dan istri. Ketika memiliki anak, suami dan istri akan menjadi orang tua.

Orang tua merupakan pemegang peranan penting dalam membangun kesejahteraan keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pengasuhan anak dan memiliki peranan yang sangat penting dalam, pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan anak. Orang tua yang sehat secara mental diharapkan mampu untuk membangun kesehatan mental keluarga.

2. Fungsi Keluarga

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2012) terdapat 8 fungsi keluarga yang dijalankan oleh orang tua sebagai tugas pokok mereka sebagai pemegang peranan penting dalam membangun kesehatan mental keluarga.

a. Fungsi Keagamaan

Keluarga adalah wahana pembinaaan kehidupan ber Agama yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Setiap langkah yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga hendaknya selalu berpijak pada tuntunan agama yang dianutnya.


(39)

b. Fungsi Sosial Budaya

Keluarga menjadi wahana pembinaan dan persemaian nilai-nilai luhur budaya yang selama ini menjadi panutan dalam tata kehidupan sehingga nilai luhur yang selama ini sudah menjadi panutan dalam kehidupan bangsa tetap dapat dipertahankan dan dipelihara.

c. Fungsi Cinta Kasih

Keluarga harus menjadi tempat untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan keluarga cinta kasih dan kasih sayang antara anggota keluarga akan dapat menumbuhkan rasa bertanggung jawab yang besarterhadap keharmonisan keluarga.

d. Fungsi Perlindungan

Keluarga merupakan wahana terciptanya suasana aman, nyaman, damai dan adil bagi seluruh anggota keluarganya sehingga setiap anggota keluarga akan selalu merasa bahwa tempat yang paling baik dan pantas adalah didalam lingkungan keluarganya sendiri.

e. Fungsi Reproduksi

Keluarga tempat diterapkannya cara hidup sehat, khususnya dalam kehidupan reproduksi. Diharapkan setiap anggota keluarga harus memahami cara hidup sehat dan mengerti tentang kesehatan reproduksinya.


(40)

f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Keluarga adalah wahana terbaik dalam proses sosialisasi dan pendidikan bagi anak-anaknya. Pendidikan dalam keluarga ini sebetulnya adalah pendidikan inti yang menjadi fondasi untuk perkembangan anak.

g. Fungsi Ekonomi

Kelurga tempat membina kualitas kehidupan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga. Setiap anggota keluarga punya kewajiban yang sama untuk melakukan kegiatan yang akan menambah kesejahteraan keluarga. Hal ini bermakna bahwa seluruh anggota keluarga dapat bersikap ekonomis, relistis dan mau berjuang untuk peningkatan kesejahteraan keluarga.

h. Fungsi Pembinaan Lingkungan

Keluarga adalah wahana untuk menciptakan warganya agar mampu hidup harmonis dengan lingkungan masyarakat sekitar dan alam, dalam bentuk keharmonisan antar anggota keluarga, keharmonisan dengan tetangga serta keharmonisan terhadap alam sekitarnya.

Fungsi keluarga yang harus dilaksanakan dan dibina orang tua menunjukkan bahwa orang tua dalam keluarga memegang peranan yang penting dalam membangun kesehatan mental keluarga dengan cara memantau perkembangan mental anak dan keluarga sehingga orang tua yang memiliki kesehatan mental yang baik dinilai lebih mampu untuk


(41)

menjalankan peran dalam keluarga. Sehingga terbentuk keluarga yang sejahtera.

Orang tua yang memiliki kesehatan mental yang buruk dan cenderung mengalami depresi akan berdampak buruk bagi kesehatan mental anak dan keluarga. Hal tersebut dapat mengakibatkan sejumlah anak akan terpengaruh dalam perkembangannya dan adanya penyesuaian diri yang buruk pada anak (Santrock, 2002). Penting bagi orang tua untuk sehat secara mental agar dapat menjalankan fungsi keluarga secara penuh dan membentuk keluarga sejahtera.

3. Batasan Orang Tua dalam Penelitian

Orang tua yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah perempuan maupun laki-laki yang telah menikah baik yang sudah memiliki anak maupun yang belum memiliki anak. Baik perempuan maupun laki-laki yang telah menikah perlu memiliki kesiapan secara fisik dan mental untuk memiliki anak. Kesehatan mental sangat diperlukan tidak hanya setelah memiliki anak, namun kesehatan mental juga sangat diperlukan sejak awal untuk membangun keluarga yang sejahtera dan sehat mental. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya fokus dengan orang tua yang telah memiliki anak, namun juga orang tua yang belum memiliki anak.


(42)

C. Kesejahteraan Psikologis

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis.

Kebahagiaan merupakan komponen yang penting dalam dalam konsep seseorang untuk hidup yang baik dan menjadi bagian dari masyarakat yang baik (Ed Diener, Richard E.Lucas, dan Shigehiro Oishi,2008). Setiap orang memiliki tujuan untuk dapat mencapai kebahagiaan karena menurut Richard Layard, 2003, kebahagiaan dapat membuat seseorang merasa dalam keadaan yang baik, menikmati hidup dan merasa segala sesuatunya luar biasa.

Kebahagiaan Eudamonic atau yang biasa disebut dengan

Psychological Wellbeing merupakan kesejahteraan psikologis jangka

panjang dihasilkan dari keterlibatan pengembangan individu dan tantangan eksistensial dalam makna kehidupan dan refleksi diri. (Keyes et al., 2002; Ryan and Deci, 2001; Waterman, 1993 dalam John Maltby, Liza Day and Louise Barber, 2005).

Kesejahteraan psikologis melihat kebahagiaan sebagai

self-realization (realisasi diri) dengan cara merealisasikan potensi yang ada

dalam diri. Kesejahteraan psikologis memiliki kesamaan dengan psikologi humanistik yang memiliki konsep aktualisasi diri dan orang yang berfungsi penuh sebagai kriteria perkembangan yang sehat dan fungsi yang optimal (Maslow dan Roger dalam Ryff dan Keyes, 1995)

Orang yang sehat secara mental merupakan individu yang berfungsi secara penuh. Hal tersebut berarti bahwa individu tersebut


(43)

adalah orang yang bahagia menurut teori Euadamonic atau kesejahteraan psikologis.

2. Nilai Penting Kesejahteraan Psikologis.

Orang dengan Kesejahteraan psikologis yang tinggi akan terhindar dari kemungkinan depresi. Kesejahteraan psikologis yang rendah dapat meningkatkan faktor risiko untuk penyakit jiwa. Kesejahteraan psikologis sangat berkorelasi dengan depresi. Kesejahteraan psikologis yang rendah dapat mengakibatkan munculnya depresi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa Kesejahteraan psikologis yang tinggi dapat menjadi faktor protektif dari depresi ( Joseph dan Wood, 2010).

3. Aspek Kesejahteraan Psikologis

Ryff membuat enam dimensi dari Kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995), yaitu:

a. Penerimaan Diri

Evaluasi positif pada diri dan diri masa lalu.

Orang dinyatakan dapat menerima diri dengan baik apabila ; 1. Memiliki sikap positif terhadap diri

2. Menerima kualitas diri yang buruk


(44)

b. Penguasaan Lingkungan

Memiliki kompetensi dalam mengatur hidup dan lingkungannya. Orang dinyatakan memiliki kemampuan dalam menguasai lingkungannya apabila ;

1. Memiliki pemahaman dalam penguasaan dan kompetensi mengatur lingkungan.

2. Dapat mengontrol aktfitas eksternal

3. Dapat mengefektifkan kesempatan yang ada di sekelilingnya 4. Dapat menciptakan ataupun memilih konteks yang sesuai

dengan kebutuhan dan nilai dalam dirinya

c. Hubungan Positif

Memiliki hubungan yang berkualitas dengan orang lain Orang dapat memiliki relasi yang positif apabila ;

1. Memiliki kehangatan dan dapta dipercaya dalam hubungannya dengan orang lain

2. Berkonsentrasi terhadap kesejahteraannya dan orang lain 3. Memiliki empati yang kuat, afeksi dan intimasi


(45)

d. Tujuan dalam Hidup

Memiliki pengertian terhadap makna dan tujuan hidup Orang yang memiliki tujuan hidup adalah orang;

1. Memiliki cita-cita dalam kehidupan dan pemahaman tentang keberlangsungannya

2. Memahami pengertian masa depan dan masa lampau 3. Mempunyai keyakinan terhadap tujuan hidup

4. Memiliki tujuan dan objektif untuk kehidupan

e. Pertumbuhan Pribadi

Memahami keberlanjutan pertumbuhan dan perkembangan sebagai individu

Orang yang memiliki pertumbuhan pribadi adalah orang yang ; 1. Memiliki pemikiran mengenai keberlanjutan perkembangan 2. Melihat dirinya sebagai pribadi yang bertumbuh dan

berkembang

3. Terbuka pada pengalaman baru

4. Memilki pehamaman mengenai potensi yang dimiliki diri 5. Melihat kemajuan dalam diri dan tingkah laku sepanjang


(46)

f. Otonomi

Memahami diri sebagai keberlangsungan dan penentuan aksi maupun pilihan.

1. Dapat menentukan dirinya sendiri dan mandiri 2. Dapat menghadapi tekanan sosial

3. Dapat meregulasi diri dari dalam

4. Dapat mengevaluasi diri dengan standar personal.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menurut perspektif kesejahteraan psikologis, kesejahteraan merupakan konsep untuk memenuhi potensi seseorang dalam suatu proses realisasi diri yang memperlihatkan keberberfungsian penuh seseorang, kebermaknaan, aktualisasi diri dan vitalitas. Kesejahteraan psikologis memiliki fokus yang menyangkut potensi manusia dan kekuatan pribadi (Ryff & Singer, 1996) sehingga kesejahteraan psikologis yang tinggi dapat menjadi faktor protektif dari depresi. Ryff membuat enam dimensi kesejahteraan psikologis meliputi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, hubungan positif, tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, dan otonomi (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995).


(47)

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis. a. Status Sosial Ekonomi

Ryff dkk., (dalam Ryan & Decci, 2001) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Banyak efek negatif dari status sosial ekonomi yang rendah pada dimensi ini. Hal tersebut tampaknya hasil dari proses perbandingan sosial, di mana individu miskin merasa dirinya kurang beruntung dibandingkan dengan orang lain dan individu tersebut merasa tidak mampu untuk mendapatkan sumber daya yang bisa menyesuaikan kesenjangan yang dirasakan.

b. Usia

Ryff (1989) menemukan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis pada orang dari berbagai kelompok usia. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, individu tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya.

Individu yang berada dalam usia dewasa akhir memiliki skor kesejahteraan psikologis yang lebih rendah dalam dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan diri; individu yang berada dalam usia dewasa madya


(48)

memiliki skor kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan; individu yang berada dalam usia dewasa awal memiliki skor yang lebih rendah dalam dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki skor kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dalam dimensi pertumbuhan diri. Dimensi penerimaan diri dan dimensi hubungan positif dengan orang lain tidak memperlihatkan adanya perbedaan seiring dengan pertambahan usia (Ryff dalam Ryan & Deci, 2001).

c. Budaya

Christopher (1999) mengatakan bahwa sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap kesejahteraan psikologis yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya yang menganut sistem nilai individualisme memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain.

d. Jenis Kelamin

Ryff (1989) mengemukakan bahwa pada dimensi kesejahteraan psikologis, perempuan memiliki hubungan positif dengan orang lain dan memiliki kecenderungan skor yang lebih tinggi pada pertumbuhan


(49)

pribadi. Perempuan menunjukkan kekuatan pada dimensi interpersonal, sebagai pusat perkembangan konsepsi perempuan.

e. Agama

Agama diasosiasikan dengan kesehatan mental. Pengalaman hidup keagamaan dapat memberikan makna dalam kehidupan sehari-hari. Ritcher (2006) mengungkapkan bahwa tingkat kegamaan yang tinggi pada individu berasosiasi dengan karakteristik kepribadian yang sehat ditunjukkan dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi.

D. Dinamika Kesejahteraan Psikologis pada Orang Tua yang Hidup dalam Kemiskinan

Kemiskinan dapat diartikan sebagai kondisi hidup baik pada laki-laki maupun perempuan yang serba kekurangan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan seseorang menjadi tidak bahagia. Orang yang tidak bahagia memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya, lingkungan, dan masa depan. Ketidakbahagiaan tampak pada rendahnya kesejahteraan psikologis pada diri seseorang sehingga dapat meningkatkan faktor risiko untuk penyakit jiwa. Kebahagiaan

eudamonic atau kesejahteraan psikologis sangat berkorelasi dengan depresi.

Kesejahteraan psikologis yang rendah dapat mengakibatkan munculnya depresi (Joseph dan Wood, 2010).


(50)

Depresi merupakan gangguan mental yang dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang yang sudah tua. Orang yang mengalami depresi memiliki perasaan sedih, kesepian, marah, tidak berharga, putus asa, agitasi, dan rasa bersalah yang mungkin disertai dengan gejala fisik yang ditandai dengan kesehatan yang memburuk (Sharp, dan Lipsky, 2002). Masalah ini dapat menjadi kronis dan mengarah pada ketidakmampuan individu menjalankan kehidupan sehari-harinya sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup seseorang dan keluarga. Depresi yang terjadi pada orang tua dapat mengakibatkan sejumlah anak akan terpengaruh dalam perkembangannya dan adanya penyesuaian diri yang buruk pada anak (Santrock, 2002). Penting bagi orang tua untuk sehat secara mental agar dapat menjalankan fungsi keluarga secara penuh sehingga keluarga menjadi sejahtera.

Depresi dapat diantisipasi dengan adanya faktor protektif. kesejahteraan psikologis yang tinggi merupakan faktor protektif dari depresi (Joseph dan Wood, 2010). Kesejahteraan psikologis merupakan kesejahteraan psikologis jangka panjang dihasilkan dari keterlibatan pengembangan individu dan tantangan eksistensial dalam makna kehidupan dan refleksi diri. (Keyes et al., 2002; Ryan and Deci, 2001; Waterman, 1993 dalam Maltby, Day and Barber, 2005). Kesejahteraan psikologis melihat kebahagiaan sebagai self-realization (realisasi diri) dengan cara merealisasikan potensi yang ada dalam diri. Ryff (1989) membuat enam dimensi dari kesejahteraan


(51)

psikologis meliputi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, hubungan positif, tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, dan otonomi.

Kondisi ekonomi yang buruk dapat berpengaruh pada kesejahteraan psikologis pada orang yang hidup dalam kemiskinan. Orang yang hidup dalam kemiskinan memiliki kondisi hidup yang serba kekurangan dari segi ekonomi menyebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehingga orang yang hidup dalam kemiskinan tersebut mengalami keterbatasan dalam kehidupannya dan dapat mengakibatkan rendahnya penerimaan diri, tidak adanya tujuan hidup, penguasaan lingkungan yang kurang dan pertumbuhan diri yang terhambat. Meskipun demikian, pada orang yang hidup dalam kemiskinan yang menganut budaya kolektivisme, kemiskinan belum tentu mengakibatkan kesejahteraan psikologis yang rendah karena budaya yang menganut nilai kolektivisme memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain (Ryff, 1995). Selain itu, orang yang hidup dalam kemiskinan juga dapat memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi karena ada faktor usia yang mempengaruhinya dimana semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya (Ryff, 1989). Hal tersebut dikuatkan juga oleh faktor agama (spiritualitas). Orang yang hidup dalam kemiskinan dengan tingkat spiritualitas yang tingi akan membuat pribadi yang sehat mental karena agama membantu seseorang untuk menemukan makna kehidupan sehari-hari sehingga akan menemukan kebermaknaan hidup.


(52)

Uraian diatas menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis seseorang dapat berbeda satu sama lain tergantung pada bagaimana individu tersebut dapat mengembangkan diri dan menghadapi tantangan eksistensial dalam mencapai makna kehidupan dan refleksi diri sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh. Maka penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan. Apakah orang tua yang hidup dalam kemiskinan dengan segala keterbatasannya dapat memiliki kesejahteraan psikologis.


(53)

E. Skema Penelitian

Skema 1. Dasar Penelitian

Kemiskinan

Kondisi hidup baik pada laki-laki maupun perempuan yang serba kekurangan dari segi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar

Kesejahteraan Psikologis

- Penerimaan Diri

- Penguasaan Lingkungan

- Hubungan Positif

- Tujuan Dalam Hidup

- Pertumbuhan Pribadi

- Otonomi. Faktor lain yang

mempengaruhi

Kesejahteraan Psikologis:

- Dukungan sosial

- Usia

- Jenis kelamin

- Agama (spiritualitas)

- Budaya

Bagaimana Kesejahteraan Psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan?

Orang yang hidup dalam kemiskinan belum tentu memiliki Kesejahteraan Psikologis yang buruk


(54)

Skema 2. Pentingnya Penelitian

Kesejahteraan Psikologis positif

Faktor Risiko: Gangguan depresi

Keluarga berkualitas dan sejahtera

Kesejahteraan Psikologis negatif

Faktor proteksi: gangguan mental

Faktor promotif: kesehatan mental

Penurunan kualitas dan kesejahteraan keluarga Orang Tua yang Hidup dalam


(55)

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Metodologi Penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk melaksanakan penelitian, yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis hingga menyusun laporan, berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala ilmiah, sehingga sampai pada sebuah pemahaman yang dapat dipercaya kebenarannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (Narbuko & Achmadi, 2007).

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kulitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya (Poerwandari, 1998). Penelitian kualitatif digunakan karena dapat memungkinkan peneliti untuk dapat mempelajari isu-isu tertentu secara mendalam dan mendetail, karena pengumpulan data tidak dibatasi pada kategori-kategori tertentu.

Penelitian kualitatif digunakan untuk penelitian ini karena tujuan penelitian ini ingin melihat gambaran yang lebih jelas mengenai konsep Kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan.


(56)

B.Subjek Penelitian

Peneliti mengambil sampel penelitian dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah suami maupun istri yang belum maupun sudah memiliki anak dan merupakan penduduk miskin dan telah tercatat dalam data keluarga miskin di Kelurahan Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Penelitian menggunakan subjek dari Kelurahan Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang karena kondisi fisik desa yang berada diaeral perbukitan sehingga membuat desa belum maju dan perekonomian masyarakat yang kurang, selain itu terdapat 9 warga desa yang mengalami cacat mental, 6 diantaranya mengalami gangguan depresi dan sisanya mengalami cacat mental bawaan. Berdasakan dari informasi tersebut, maka peneliti akan mencoba melihat bagaimana konsep Kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan yang berada di Kelurahan Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.

C.Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Metode wawancara merupakan metode utama dalam penggambilan data. Wawancara dilakukan dengan subjek yang telah ditentukan sebelumnya dan proses wawancara yang dilakukan akan direkam menggunakan tape recorder.


(57)

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjekif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud untuk melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut (Banister dkk, 1994 dalam Poerwandari 2005). Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau dipertanyakan (Patton, 1990 dalam Poerwandari,2005).

Pedoman wawancara di susun berdasarkan Ryff’s Scales of

Psychological Wellbeing (RPWB) yang telah diuji dan digunakan oleh Springer

dan Hauser (2006) dalam penelitiannya untuk mengukur kesejahteraan psikologis pada National Survey of Families and House Holds II (NFSH II). Ryff’s Scales of Psychological Wellbeing (RPWB) tersebut kemudian peneliti kembangkan dalam bentuk pertanyaan terbuka untuk mengidentifikasi bagaimana kesejahteraan psikologis pada subjek penelitian.


(58)

Tabel 1. Pedoman Wawancara No. Aspek yang

diungkap Penjelasan Pertanyaan

1. Penerimaan Diri

Evaluasi positif pada diri dan diri masa lalu.

1. Bagaimana Anda mensyukuri keadaan hidup Anda?

2. Apakah ada penyesalan terhadap keadaan hidup Anda?

2. Penguasaan Lingkungan

Memiliki

kompetensi dalam mengatur hidup dan lingkungannya.

1. Apakah Anda merasa kesulitan dengan hidup Anda dan merasa tidak berdaya dalam menghadapi kesulitan hidup?

2. Apa yang membuat Anda merasa kesulitan?

3. Dalam keterbatasan Anda, apakah Anda dapat mengatasi kesulitan? 4. Bagaimana cara Anda mengatasi

kesulitan hidup?

3. Hubungan Positif

Memiliki hubungan yang berkualitas dengan orang lain

1. Apakah Anda memiliki hubungan yang baik dengan orang lain?

2. Bagaimana cara Anda menjalin hubungan baik? Apakah Anda merasa kesulitan?

3. Bagaimana Anda mengatasi kesulitan tersebut?

4. Ketika hubungan baik sudah terjalin, apakah Anda merasa kesulitan menjaga hubungan baik tersebut? 5. Bagaimana cara Anda menjaga


(59)

No. Aspek yang

diungkap Penjelasan Pertanyaan

4. Tujuan Dalam Hidup

Memiliki pengertian terhadap makna dan tujuan hidup

1. Apa tujuan hidup Anda?

2. Bagaimana cara Anda berusaha untuk mencapai tujuan?

3. Apakah Anda menyerah untuk mencapai tujuan hidup?

5. Pertumbuhan Pribadi

Memahami keberlanjutan

pertumbuhan dan perkembangan sebagai individu.

1. apakah Anda merasakan pertumbuhan dan perkembangan diri dalam kehidupan Anda?

2. Apakah Anda menyadari potensi yang ada pada diri Anda untuk dapat tumbuh dan berkembang?

6. Otonomi

Memahami diri sebagai

keberlangsungan dan penentuan aksi maupun pilihan.

1. Apakah Anda dapat mengambil keputusan hidup anda sendiri atau Anda tergantung orang lain?

2. Apakah Anda yakin dengan keputusan yang Anda ambil?

D. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal diantara atau dgabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal dapat menginterpretasikan fenomena tersebut (Poerwandari,2005). Suatu tema dapat diidentifikasi pada


(60)

dua tingkat yaitu, tingkat termanifestasi (manifest level), yakni yang dapat secara langsung terlihat dan juga tingkat latent (latent level), yang secara eksplisit tidak dapat terlihat namun mendasari atau membayangi (underlying

the phenomenon) ( Boyatzis, 1998 dalam Poerwandari, 2005)

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara (Poerwandari, 2005) adalah :

1. Organisasi data

Pengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data. Data yang telah didapat diorganisasikan dengan rapi, sistematis, dan selengkap mungkin (Poerwandari, 2005). Organisasi data yang sistematis akan memungkinkan peneliti untuk mendapatkan kualitas data yang baik, dapat mendokumentasikan analisis yang diperlukan dan dapat menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesiana penelitian (Highlen dan Finley, 1996 dalam Poerwandari 2005).

2. Koding

Menurut Poerwandari (2005). Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan ganmbaran tentang topik yang dipelajari.


(61)

Koding dilakukan melalui:

a. Peneliti menyusun transkripsi verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangan sehingga ada kolom kosong yang cukup besar disebelah kiri dan kanan transkrip. Hal ini akan memudahkan untuk memberikan kode-kode atau catatan tertentu pada transkrip tersebut.

b. Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip dan atau catatan lapangan tersebut.

c. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Kode yang dipilih adalah kode yang mudah diingat dan dianggap paling tepat untuk mewakili data tersebut.

d. Kode dibuat berdasarkan aspek yang akan digali, yang kemudian aspek tersebut dikategorikan kedalam tema yang didapat dari pedoman wawancara dan yang muncul pada hasil wawancara. Tema-tema tersebut memunculkan sub-tema yang didapat dari hasil jawaban subjek penelitian. e. Setelah didapatkan aspek,tema, dan sub-tema, maka kode

dibuat berdasarkan penomoran pada tiap-tiap aspek, tema, dan sub tema yang sesuai.


(62)

Tabel 2. Contoh Hasil Koding

No Aspek Tema Sub Tema Kode

1. F. Otonomi

1. pengambilan keputusan

a. Mengambil keputusan sendiri F.1.a b. Orang lain sebagai bahan

pertimbangan dan dibutuhkan bila keputusan berat/sulit

F.1.b

c. Yakin dengan keputusan F.1.c

2. pandangan terhadap keputusan

a. setiap keputusan ada resiko yang

harus ditanggung sendiri F.2.a b. keputusan yang diambil tanpa

memikirkannya terlebih dahulu akan membuat menyesal

F.2.b

c. Pertimbangan orang lain dibutuhkan karena keputusan diri sendiri sering tidak sesuai

F.2.c

3. penyesalan dalam pengambilan keputusan

a. pernah menyesali keputusan yang

diambil F.3.a

3. Interpretasi

Interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam (Kvale, 1996 dalam Poerwandari, 2005)

E. Kredibilitas Penelitian.

Kredibilitas digunakan untuk mengganti konsep validitas dan dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai


(63)

maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2005).

Kredibilitas dalam penelitian ini dicapai melalui Validitas Komunikatif yang dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisisnya pada responden penelitian.

Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data dan Analisis pada Subjek

Subjek Tempat Hari/Tanggal Waktu

SM Ruang tamu rumah SM Kamis, 27 September 2012 16.15-16.35 WIB MY Ruang tamu rumah MY Minggu, 23 September 2012 09.30-10.00 WIB EL Teras rumah EL Sabtu, 9 Oktober 2012 16.45-17.07 WIB AH Ruang tamu rumah AH Senin, 24 September 2012 18.40-19.05 WIB GM Ruang tamu rumah GM Minggu, 7 Oktober 2012 10.05-10.25 WIB HR Ruang tamu rumah HR Sabtu, 13 Oktober 2012 17.10-17.35 WIB


(64)

46 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitan

Tabel 4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Subjek Tempat Hari/Tanggal Waktu

SM

Ruang tamu rumah SM Minggu, 20 Mei 2012 11.10- 12.00 WIB Ruang tamu rumah SM Kamis, 27 September 2012 16.15-16.35 WIB

MY

Ruang tamu rumah MY Selasa, 27 Juni 2012 17.20-17.55 WIB Ruang tamu rumah MY Minggu, 23 September 2012 09.30-10.00 WIB

EL

Ruang tamu rumah EL Sabtu, 21 Juli 2012 17.05-17.50 WIB Teras rumah EL Sabtu, 9 Oktober 2012 16.45-17.07 WIB

AH

Teras rumah AH Kamis, 6 September 2012 18.35- 19.10 WIB Ruang tamu rumah AH Senin, 24 September 2012 18.40-19.05 WIB

GM

Ruang tamu rumah GM Rabu, 26 September 2012 17.25- 18.05 WIB Ruang tamu rumah GM Minggu, 7 Oktober 2012 10.05-10.25 WIB

HR

Ruang tamu rumah HR Jumat, 5 Oktober 2012 18.35- 19.15 WIB Ruang tamu rumah HR Sabtu, 13 Oktober 2012 17.10-17.35 WIB


(65)

B. Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Subjek

1. Subjek 1: SM

SM tinggal di dusun Bogelan. Untuk menuju dusun tempat tinggal SM, harus melewati dusun lain karena letak dusun Bogelan berada paling atas, sekitar 10 menit dari jalan utama dengan mengendarai sepeda motor dan sekitar 30 menit bila berjalan kaki. Jalan menuju dusun Bogelan sudah berupa corblok, yaitu jalan yang dibuat dari cor-coran semen. Rumah SM berada di ujung desa. Bangunan fisik rumah SM sempit dan dindingnya masih berupa dinding bambu, berlantai tanah, atapnya sudah berupa genting dan untuk mandi, SM mandi di tempat mandi umum karena dirumahnya tidak ada fasilitas kamar mandi. SM tinggal bersama mertuanya. Rumah tersebut dihuni oleh 6 orang yang terdiri dari ibu dan ayah mertua,adik ipar, suami SM, SM, dan anak SM. Rumah SM terdiri dari 5 ruangan yaitu 1 ruang tamu, 3 kamar tidur dengan ruangan yang kecil, 1 dapur yang berfungsi sebagai tempat memasak, tempat makan, sekaligus tempat berkumpul keluarga.

2. Subjek 2: MY

MY menetap di dusun Sembungan sejak 4 tahun lalu semenjak menikah. Dusun Sembungan berada dekat dengan jalan utama, masuk ke dalam gang sekitar 200 meter langsung terdapat pemukiman penduduk. Akses jalan di dusun sembungan sebagian sudah di corblok, sebagian


(66)

masih berupa jalan tanah. Jalan corblok hanya menghubungkan antar dusun. Rumah MY berada di tengah-tengah dusun, dari jalan corblok masih masuk gang melewai jalan-jalan dari tanah. Rumah MY berdekatan dengan rumah tetangganya. Rumah MY tidaklah bagus. Rumah tersebut bangunan fisiknya masih berupa rumah dengan dinding bambu dan kayu, lantainya sudah di cor dengan semen dan atapnya dari genting. Rumah MY sudah terdapat kamar mandi meski sederhana. MY dan anaknya tinggal di rumah mertuanya meski suaminya tidak dirumah karena bekerja di Malaysia sejak beberapa tahun yang lalu dan untuk beberapa tahun kedepan. Meski demikian, MY tetap tinggal dirumah mertuanya dan hanya sesekali pulang ke rumah orang tuanya karena tidak tega meninggalkan mertuanya yang tinggal di rumah tanpa ada anak yang merawat.

3. Subjek 3: EL

Sama halnya dengan SM, EL juga tinggal di dusun Bogelan. Namun, rumah EL berada di tengah-tengah dusun. Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain saling berdekatan. Rumah EL berada di tepi jalan corblok. EL dan suaminya tinggal bersama dirumah orang tua EL. Selain EL dan suaminya, dirumah orang tua EL juga tinggal kakak, kakak ipar, 2 orang ponakan EL yang masih kecil dan adik EL. Rumah EL sudah berupa bangunan dengan dinding dari bata dan sudah di cat, lantai berupa cor semen, dan atap yang sudah berbentuk genting. Namun untuk dapur, masih berdinding bambu dan berlantai tanah. Selain itu, untuk urusan MCK,


(67)

keluarga EL meggunakan kamar mandi umum atau menumpang di tempat tetangga karena di rumah EL tidak ada tempat MCK. Rumah EL tidak besar, hanya terdiri dari 1 ruang tamu yang disekat dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur dan 1 dapur di belakang rumah. Bahkan orang tua EL hanya tidur di dapur dan adik EL tidur di ruang keluarga yang sempit.

4. Subjek 4: AH

AH tinggal di dusun Ngasinan. Dusun Ngasinan berada tepat di pinggir jalan utama. Namun untuk menuju rumah AH harus melewati gang dan jalan menanjak, sekitar 300 meter dari jalan utama. Rumah AH dekat dengan sungai irigasi dan berada di bawah tebing, sehingga ada ancaman tanah longsor. Jalan dekat dengan rumah AH belum di corblok dan masih berupa tanah, sehingga licin ketika turun hujan dan jalan menjadi basah. AH baru 9 tahun tinggal di dusun Ngasinan. AH tinggal di rumah mertuanya bersama istri dan anaknya. Rumah tersebut tidaklah besar meski bangunan fisiknya sudah cukup baik. Rumah AH terdiri dari beberapa ruang yaitu 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Meski dihuni 5 orang anggota keluarga, yang terdiri dari ayah dan ibu mertua AH, AH, istri dan anaknya, namun rumah tidak terasa sempit.


(68)

5. Subjek 5: GM

GM merupakan penduduk asli desa Kembanglimus. GM menetap di dusun Wonotigo. Untuk menuju desa Wonotigo, harus melewati desa Sembungan terlebih dahulu atau bisa melewati dusun Gombong. Sekitar 15 menit dari jalan utama dengan mengendarai kendaraan bermotor. Jalan menuju dusun Wonotigo menanjak, namun jalanan sudah baik karena sudah di corblok, sehingga perjalanan terasa lebih mudah. Rumah GM berada di tengah desa, rumahnya tepat di pinggir jalan tanjakan. Di sekitar rumah GM terdapat rumah penduduk lainnya karena antara rumah yang satu dengan yang lainnya saling berdekatan. Rumah GM hanyalah gubuk kecil berdinding anyaman bambu, berlantai tanah, dan beratap genting. Rumah tersebut terdiri dari 1 ruang tamu sekaligus ruang keluarga, 2 kamar tidur, dapur dan kamar mandi sederhana. Rumah tersebut merupakan rumah milik GM sendiri. GM tinggal bersama dengan istri dan anaknya.

6. Subjek 6: HR

HR tinggal di dusun Bumen. HR merupakan penduduk asli desa Kembanglimus. Dusun Bumen berada tepat di pinggir jalan utama, namun untuk menuju rumah HR harus melewati beberapa gang. Gang pertama tepat di pinggir jalan raya dan sudah diaspal, sekitar 200 meter, masuk ke dalam gang kecil dengan jalan corblok, perjalanan sekitar 200 meter. Rumah HR tepat berada di pinggir jalan corblok sehingga tidak ada


(69)

halaman di depan rumah HR, namun di samping rumah HR terdapat lapangan badminton yang sering digunakan warga dusun. Rumah HR berada di tengah dusun dan berdampingan dengan rumah orangtuanya. Bangunan fisik rumah HR sudah cukup baik, rumah HR sudah berdinding bata dan di cat, lantainya masih di cor semen tapi ditutup dengan karpet plastik khusus lantai dan beratap genteng, di dalam rumah HR terdapat beberapa ruang yaitu 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah tersebut adalah rumah yang dibangun HR dan istrinya. Rumah tersebut dibangun HR sedikit demi sedikit sambil mengumpulkan biaya. Rumah tersebut hanya ditinggali HR dan istrinya karena mereka belum memiliki anak meskipun sudah lama membina rumah tangga.


(70)

Tabel 5. Karakteristik Subjek Penelitian

Nama SM MY EL AH GM HR

Usia 27 tahun 25 tahun 24 tahun 33 tahun 40 tahun 33 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki

Pendidikan Terakhir SMK SMK SMP SMA SMP SMP

Pekerjaan Buruh Pabrik Baby Sitter Asisten Rumah

Tangga (ART) Karyawan Toko Operator Mesin Office Boy Penghasilan Rp. 650.000

Per bulan

Rp. 350.000 Per bulan

Rp. 400.000 Per bulan

Rp. 800.000 Per bulan

Rp. 800.000 Per bulan

Rp. 750.000 Per bulan

Pengeluaran Rp. 750.000 Per bulan

Rp. 700.000 Per bulan

Rp. 600.000 Per bulan

Rp. 950.000 Per bulan

Rp. 850.000 Per bulan

Rp. 850.000 Per bulan

Jumlah Anggota


(71)

Penyakit yang diderita

Ada anggota keluarga yang sakit

dengan usia kandungan 4 bulan)

Tekanan darah rendah

Gejala serangan jantung

Lama menetap 4 tahun 4 tahun Sejak lahir 9 tahun Sejak lahir Sejak lahir

Kegiatan sosial

Kerja bakti, kegiatan di lingkungan, pernikahan, kematian.

Kerja bakti, kegiatan di lingkungan, pernikahan, kematian.

Kegiatan sosial di tempak kerja dan aktif dalam kegiatan

kepemudaan

Keagiatan keagamaan Mujadahan,

pengajian.

Mujadahan, pengajian.

yasinan, pengajian.


(72)

Tabel 6. Kategori Hasil Penelitian

No Aspek Tema Sub Tema Kode

Subyek

Perempuan Laki-laki

SM MY EL AH GM HR

1. Penerimaan Diri

Syukur Bisa bersyukur A.1.a V V V V V V

Alasan syukur Hidup tidak selamanya enak, pasti ada susahnya A.2.a V

Bisa bekerja dan makan sudah cukup A.2.b V

Cara bersyukur

Ucap syukur kepada Tuhan A.3.a V

Tidak mengeluh A.3.b V

Jalani hidup apa adanya A.3.c V

Tetap senang dan tidak bersedih A.3.d V

Menerima keadaan

Tidak sepenuhnya menerima: ada upaya untuk

keluar dari keadaan A.4.a V

Harus bisa menerima A.4.b V V V


(73)

No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki

SM MY EL AH GM HR

sulit mencari pekerjaan

Kepasrahan kepada Tuhan: hidup berjalan sesuai

keadaan, Rejeki ditentukan Tuhan A.5.b V V

Sesal Tidak menyesal A.6.a V V V V V

Alasan tidak sesal

Sesal hanya menyakiti hati A.7.a V

Tuhan telah mengatur kehidupannya A.7.b V

Manusia sebaiknya berusaha dan berdoa A.7.c V

Cara pandang terhadap penerimaan keadaan hidup

Penerimaan terhadap keadaan hidup tergantung dengan cara pandang dan pola pikir masing-masing.

A.8.a V

masalah cukup atau tidak cukup itu relatif. Bila

bersyukur pasti cukup. A.8.b V


(74)

No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki

SM MY EL AH GM HR

2. Penguasaan Lingkungan

Kesulitan hidup

Ada kesulitan hidup B.1.a V V V V V V

Masalah ekonomi: Sulit mencari uang, sulit

mencukupi kebutuhan B.1.b V V V V V

Sebab kesulitan hidup Masih karyawan kontrak sehingga dapat

diberhentikan kerja B.2.a V

Dampak kesulitan hidup

Makan seadanya B.3.a V

keharmonisan dalam keluarga terganggu B.3.b V

Kemampuan mengatasi

kesulitan hidup Dapat mengatasi B.4.a V V V V

Cara mengatasi kesulitan hidup

Bekerja B.5.a V V V V

Mengandalkan hasil panen B.5.b V

Pengendalian diri: Menekan keinginan membeli,


(75)

No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki

SM MY EL AH GM HR

3. Hubungan Positif

Hubungan baik dengan orang

lain Punya hubungan baik C.1.a V V V V V V

Alasan hubungan baik Tetangga juga baik-baik C.2.a V

Cara menjalin hubungan baik

Menentukan sikap: gotong royong, tidak ada iri

dan dengki dengan orang lain C.3.a V V

Berinteraksi dengan orang lain C.3.b V

Mengikuti kegiatan yang ada: Kerja bakti,

Mendapat undangan bersedia datang C.3.c V

Kesulitan dalam menjalin hubungan baik

Ada kesulitan C.4.a V V V

Tidak ada kesulitan C.4.b V V V

Sebab kesulitan menjalin hubungan baik

Waktu yang terbatas karena bekerja C.5.a V

orang bermacam-macam: ada yang suka dan ada

yang tidak suka dengan kita C.5.b V

Cara mengatasi kesulitan dalam menjalin hubungan baik

Mendiamkan saja C.6.a V


(1)

aah ra ono..

35. P : Merasa ada potensi dan

kelebihan nggak?

36. HR : Nek saya kie biasa-biasa

saja. Ra tau duwe

kelebihan.hahaha.. Aku arep muni duwe kelebihan tapi nek ora malah..

37. P : Yakin nggak punya kelebihan?

38. HR : ra ono je mbak

39. P : Nek hubungan dengan

orang lain, gimana hubungan’e

dengan orang lain?

40. HR : Nek saya biasa-biasa aja. Terutama untuk tetangga, sebelah, rekan kerja itu teko

Hubungan HR dengan orang lain terutama dengan tetangga maupun rekan kerja dirasa biasa-biasa saja dan HR menikmatinya

HP. Hubungan baik dengan orang lain  memiliki hubungan yang baik dan dapat menikmatinya


(2)

Refleksi Hasil wawancara Interpretasi Analisis Kode enjoy-enjoy aja. Nggak ada

masalah.

Tidak ada masalah dalam menjalin ataupun menjaga hubungan baik dengan orang lain.

41. P : Nggak ada kesulitan dalam

menjaga ataupun menjalin hubungan baik?

42. HR : Nggak tuw. Itu tergantung kita.

Tidak ada kesulitan dalam menjalin ataupun menjaga hubungan baik.

Hubungan dapat terjalin ataupun terjaga tergantung dengan diri sendiri

HP. Kesulitan dalam menjalin hubungan baik

 tidak ada

HP. Cara pandang terhadap suatu hubungan baik  Hubungan dapat terjalin ataupun terjaga tergantung dengan diri sendiri

C.4.b C.12.b

43. P : Nek ada kesulitan, bisa

nggak le mengatasi?

44. HR : Insyaallah bisa.

Apabila ada kesulitan, HR dapat mengatasi.

HP. Kesulitan dalam menjalin hubungan baik


(3)

45. P : Biasane kesulitannya itu

apa?

46. HR : Yow kadang yow gimana ya.. antara temen tuw kadang-kadang ada selisih ada yang nggak kebeneran ada yang kebeneran gitu lho..

Apabila ada kesulitan, biasanya dikarenakan adanya selisih dan ketidakcocokan.

HP. Sebab kesulitan dalam menjaga hubungan baik  adanya selisih dan ketidakcocokan.

C.9.b

47. P : Terus nek ada yang nggak

kebeneran gitu le ngatasi gimana mas?

48. HR : Yow dari sedikit-sedikit kan nanti.. ya komunikasi terus.. insyaallah bisa.

Kalau ada ketidakcocokan,

diatasi dengan

komunikasi.

HP. Cara mengatasi kesulitan dalam menjaga hubungan baik

 ketidakcocokan diatasi dengan komunikasi

C.10.a

49. P : Nek dalam pengambilan

keputusan hidup, biasanya dalam pengambilan keputusan itu mas mengambil keputusan sendiri

Keputusan hidup diambil berdasarkan pertimbangan orang lain dan tidak diputuskan sendiri.

O. pengambilan keputusan

 tidak mengambil keputusan sendiri.


(4)

Refleksi Hasil wawancara Interpretasi Analisis Kode

atau tergantung orang lain?

50. HR : Ya itu biasane,, saya tetep minta pertimbangan sama temen atau apa yang lebih tua. Nggak harus diputuskan sendiri tha. Kadang-kadang keputusannya sendiri nggak kebeneran

Terkadang keputusan diri sendiri sering tidak sesuai.

 keputusan

berdasarkan

pertimbangan orang lain

O. alasan pengambilan keputusan  keputusan diri sendiri sering tidak sesuai

F.1.b

F.2.c

51. P : Yakin nggak dengan keputusan itu?

52. HR : Asalkan saya cocok.. yow yakin.

HR yakin dengan keputusan tersebut apabila sesuai dengan dirinya.

O. keyakinan dalam pengambilan keputusan

 yakin terhadap keputusan yang sesuai dengan diri


(5)

vii

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELLBEING)

PADA ORANG TUA YANG HIDUP DALAM KEMISKINAN

Rara Pisca Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dan bertujuan untuk mendeskripsikan kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan. Subjek dalam penelitian ini adalah suami maupun istri yang belum maupun sudah memiliki anak. Kesehatan mental sangat diperlukan sejak awal hidup berkeluarga agar dapat membangun keluarga yang sejahtera dan sehat mental terlebih pada orang tua yang sudah memiliki anak karena orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan mental anak. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 6 orang dan berusia antara 24-40 tahun yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 3 orang laki-laki. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian teridentifikasi memiliki kesejahteraan psikologis. Hal tersebut ditunjukkan subjek dengan memenuhi kriteria orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang meliputi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, hubungan positif, tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, dan otonomi. Adanya kesejahteraan psikologis pada subjek penelitian diharapkan dapat membuat subjek memiliki kesehatan mental yang baik. Kesehatan mental perlu ditingkatkan agar subjek menjadi lebih produktif, sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup.


(6)

viii

PSYCHOLOGICAL WELLBEING ON PARENTS WHO LIVE IN POVERTY

Rara Pisca Dewi

ABSTRACT

This research has a qualitative descriptive design which meant to describe the psychological wellbeing on parents who live in poverty. Subject in this research are husband or wife who has or has no children. Mental health is extreamly needed from the first time they start the family life so that it can help on building a good mentally healthy family and have well being, especially to the parents because parents have an important role in children mental development. The research involving six subject that consist of three subject female and three subject men which has average rate in between 24-40 years old. The data were collected using interview methods. The result shows that subject in this research have psychological well-being. It is shown by subject by fulfilment the criteria of a person who has psychological well being which contains self acceptance, enviromental mastery, positive relations, purpose in life, personal growth, and autonomy. The existance of psychological well-being is expected to make the subject owns a good mental health. Mental health need to be promoted to make subject more productive, so that it expected to increase the life level.