Penerapan Well-Being Therapy untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara

(1)

PENERAPAN WELL-BEING THERAPY

UNTUK MENINGKATKAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

(Application Well-Being Therapy To Improve Psychological Well-Being In

Breast Cancer Survivors)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara

OLEH

MAQHFIRAH DR

NIM. 107029006

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji hanya milik Allah yang telah berkenan memberikan penulis kesehatan, kesempatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Tidak ada yang dapat mengubah takdir jika tidak berusaha dan tidak ada usaha yang tidak berhasil jika tidak dengan do‟a sebab do‟a merupakan kekuatan yang luar biasa dari seorang hamba. Teriring shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang menjadi teladan bagi setiap umatnya.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Kedua orangtuaku Darwin, SH dan Rahmiyaty, SH yang dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang memberi semangat, nasehat, dan do‟a tiada henti kepada penulis. Tiada kata yang dapat mewakili rasa syukur dan bangga menjadi putri kalian.

2. Arliza Juairiani Lubis, M.Si. psikolog selaku Pembimbing dan Penguji I yang telah bersedia dengan sabar membimbing penulis. Terima kasih atas waktu, saran, dukungan, canda dan pengertian dan juga nasehat yang kakak berikan. Semoga Allah membalas ketulusan dan kebaikan hati kakak. Amin.

3. Rodiatul Hasanah Siregar, M.Si, psikolog selaku Penguji II dan Ketua Kekhususan

Klinis Dewasa Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia menjadi penguji dalam Tesis ini. Terima kasih juga kepada ibu atas keluangan waktu yang diberikan, kesempatan, saran, nasehat dan dukungan, serta tawanya dalam membimbing perbaikan Tesis penulis. Semoga Allah membalas ketulusan dan kebaikan hati ibu. Amin.

4. Josetta M.R. Tuapattinaja, M.Si, psikolog, Juliana Irma Saragih, M.Psi, psikolog, dan Rahma Fauzia, M.Psi, psikolog selaku dosen di Kekhususan Klinis Dewasa dan seluruh dosen di program pendidikan Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan memberikan ilmu kepada penulis selama ini. 5. Seluruh staf tata usaha program pendidikan Magister Psikologi Profesi Universitas

Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dan memperlancar urusan akademik yang dibutuhkan penulis.


(5)

v

6. Terima kasih untuk abang sulungku dr. Zakirin DR yang menjadi panutan dan tiada

lelah menjadi sandaran keluh kesah penulis, untuk kedua adikku Maulida Fitry DR dan Muhammad Rusydy DR yang tiada lelah berdo‟a dan memberi dukungan kepada penulis. Semoga kita berempat menjadi kebanggaan bagi orang tua.

7. Untuk Ama Zuhri, Bunda Ami, Encu Ani, dan Pakcik Mufti, terima kasih untuk do‟a dan semangat yang diberikan kepada penulis.

8. Terima kasih untuk canda tawa dan do‟a dari adik-adik kecilku, Ihya, Himam, Ihza, Alfin, Salsabila Azzura, Ifta, dan Almh.Wardatina.

9. Untuk Fahri, terima kasih atas keluangan waktu, dukungan, dan do‟a yang diberikan kepada penulis.

10.Keluarga istimewaku di tanah rantau, bunda Farida, ayah Bambang, Aci, Lira, Jehan, kak Reni, Lia, Icha, Laisa, Shinta, Linda, Risma, Amel, Ade, Ami, dan Ela. Terima kasih untuk kebaikan hati kalian

11.Untuk Aulia dan Rheina yang menjadi partisipan dalam penelitian ini. Terima kasih untuk kebaikan hati kalian untuk berbagi dengan penulis.

12.Kelima sahabatku Sry, Titin, Rahmi, Vrista dan Sisca, terima kasih atas persahabatannya selama ini. Tiada persahabatan yang lebih indah dan seistimewa persahabatan kita.

13.Untuk do‟a dan dukungan dari Ibunda Suryani Hardjo, S.Psi, MA, Kiki, Ayu, Hafiz, Ali, Dila, Fitri, dan teman-teman yang ada di Lembaga Psikologi Terapan Prima Personality yang selalu menanyakan kabar Tesis penulis.

14.Untuk Ernida, Elna, Kak Mayke, dan seluruh teman-teman angkatan V Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang selalu berbagi ilmu, kisah suka dan duka di tengah perkuliahan yang akan selalu penulis ingat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam proses penulisan Tesis ini yang tidak dapat penulis sertakan namanya satu persatu. Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Amin.

Medan, April 2013 Penulis


(6)

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Penyakit kanker payudara berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Salah satu bentuk penurunan kualitas hidup yang banyak dialami penderita kanker payudara adalah penurunan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Psychological well-being merupakan gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan enam dimensi dari kriteria fungsi psikologis positif, yakni penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan

pertumbuhan pribadi. Untuk meningkatkan level psychological well-being pada

penderita kanker payudara, dilakukan well being therapy. Partisipan penelitian terdiri dari dua orang wanita penderita kanker payudara post mastectomy, mengalami metastase setahun terakhir, dan sedang menjalani pengobatan medis berupa kemoterapi. Well-being therapy dilakukan selama satu bulan, dengan lima kali sesi pertemuan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa well-being therapy dapat meningkatkan

psychological well-being pada kedua partisipan. Penerapan well-being therapy telah mengubah psychological well-being mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mereka sudah lebih bisa menerima kondisi kesehatan mereka dan sudah lebih baik dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar mereka. Keberhasilan well-being therapy dalam penelitian ini dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki oleh kedua partisipan, dukungan dari orang-orang terdekat selama proses terapi dan pemanfaatan aspek religiusitas sebagai salah satu cara dalam pendekatan eudomanic pada well-being therapy. Selain itu, rapport yang terjalin antara peneliti dan kedua partisipan tergolong baik sehingga menunjung keberhasilan terapi.


(7)

vii ABSTRACT Faculty of Psychology University of North Sumatera

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Application Well-Being Therapy To Improve Psychological Well-Being In Breast Cancer Survivors

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Breast cancer related quality of life of sufferers. One form of decreased quality of life experienced by many survivors with breast cancer is decreased psychological well-being. Psychological well-being is a picture of the psychological health of individuals based on the fulfillment of the six dimensions of positive psychological functioning criteria, ie, self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life and personal growth. To increase the level of psychological well-being in survivors with breast cancer, was well being therapy. Study participants consisted of two women with post-mastectomy breast cancer, metastases experienced last year, and is undergoing medical treatment such as chemotherapy. Well-being therapy performed during the month, with five sessions. Results of this study indicate that well-being therapy can improve psychological well-being in both participants. Application of being therapy has changed their psychological well-being to be better than ever. They were more accepting of their health condition and have better relationships with the people around them. The success of well-being therapy in this study is influenced by motivation owned by both participants, the support from the people closest to during the process of therapy and the utilization of aspects of religiosity as one way in eudomanic approach to well-being therapy. In addition, the rapport that exists between researchers and participants both quite good to supported therapeutic efficacy.


(8)

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

ABSTRAK... vi

ABSTRACT………. vii

DAFTAR ISI………. viii

DAFTRA TABEL………... xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xiii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Identifikasi Masalah………. 8

C. Tujuan Penelitian………... 8

D. Manfaat Penelitian……… 8

1. Manfaat Teoritis………. 9

2. Manfaat Praktis………. 9

E. Sistematika Penulisan……….. 10

BAB II. TINJAUAN TEORITIS……… 12

A. Kanker Payudara……….. 12

1. Definisi Kanker Payudara……….. 12

2. Penyebab Kanker Payudara……… 13

3. Gejala dan Stadium Kanker Payudara……… 15

4. Penanganan dan Pengobatan Kanker Payudara………. 17

5. Dampak Psikologis Individu dengan Kanker Payudara……… 24

B. Psychological Well-Being……...………... 26

1. Definisi Psychological Well-Being……….. 26

2. Dimensi Psychological Well-Being………. 27

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being….. 29

C. Well-Being Therapy………………. 30

1. Definisi Well-Being Therapy………… 30

2. Struktur Well-Being Therapy……….. 31


(9)

ix

4. Teknik-teknik Well Being Therapy……… 37

5. Penerapan. Well-Being Therapy Terhadap Individu dengan Kanker Payudara……… 39

D. Paradigma Penelitian……… 41

BAB III. METODE PENELITIAN……… 42

A. Pendekatan Penelitian………..………. 42

B. Partisipan Penelitian………... 43

C. Metode Pengimpulan Data……… 44

D. Instrumen Penelitian……….. 45

E. Prosedur Penelitian………. 46

1. Tahap Persiapan Penelitian………. 46

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian……… 49

3. Tahap Evaluasi Data Penelitian……….……… 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 52

A. Hasil ……….……… 52

1. Partisipan I………... 52

a. Identitas Diri……….. 52

b. Fase Baseline………. 52

c. Fase Pelaksanaan WBT……… 56

d. Follow-Up………. 83

e. Kredibilitas Data………. 85

f. Analisa dan Interpretasi Data Hasil Pelaksanaan WBT…… 86

2. Partisipan II……… 87

a. Identitas Diri……….. 87

b. Fase Baseline………. 88

c. Fase Pelaksanaan WBT……… 92

d. Follow-Up……… 119

e. Kredibilitas Data……….. 121

f. Analisa dan Interpretasi Data Hasil Pelaksanaan WBT…… 123

3. Analisa dan Interpretasi Data Hasil Pelaksanaan WBT pada Partisipan I dan II……….. 125


(10)

B. Saran………. 133


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Self Observation of Episodes of Well-Being... 32

Tabel 2.2 Modifikasi Enam Dimensi dari Psychological Well-Being……. 37

Tabel 3.1 Modul/Rancangan Pelaksanaan Well-Being Therapy…………. 48

Tabel 3.2 Waktu Pelaksanaan Well Being Therapy………. 50

Tabel 4.1 Identitas Diri Partisipan I………. 52

Tabel 4.2 Contoh Episodes of Well Being Partisipan I……… 59

Tabel 4.3 Hasil Observasi Diri Partisipan I………. 62

Tabel 4.4 Contoh Isian Lembar Potensiku Partisipan I……… 65

Tabel 4.5 Hasil Lembar Potensiku Partisipan I……… 67

Tabel 4.6 Contoh Isian Lembar Caraku Bersyukur Partisipan I………….. 69

Tabel 4.7 Hasil Lembar Caraku Bersyukur Partisipan I………... 71

Tabel 4.8 Contoh Isian Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan I………….……….. 74

Tabel 4.9 Hasil Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan I…….. 76

Tabel 4.10 Hasil Evaluasi Diri Partisipan I……… 77

Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan WBT Partisipan I……….. 79

Tabel 4.12 Hasi Follow-up I Partisipan I………. 83

Tabel 4.13 Analisis dan Interpretasi Data Penerapan WBT Partisipan I…… 86

Tabel 4.14 Identitas Diri Partisipan II……… 87

Tabel 4.15 Contoh Episodes of Well Being Partisipan II……… 95

Tabel 4.16 Hasil Observasi Diri Partisipan II………. 98

Tabel 4.17 Contoh Isian Lembar Potensiku Partisipan II………... 100

Tabel 4.18 Hasil Lembar Potensiku Partisipan II………... 103

Tabel 4.19 Contoh Isian Lembar Caraku Bersyukur Partisipan II………….. 105

Tabel 4.20 Hasil Lembar Caraku Bersyukur Partisipan II………... 108

Tabel 4.21 Contoh Isian Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan II………….……….. 110

Tabel 4.22 Hasil Lembar Saling Memberi dan Menerima Partisipan II…….. 112

Tabel 4.23 Hasil Evaluasi Diri Partisipan II……… 114


(12)

Tabel 4.26 Analisis dan Interpretasi Data Hasil Penerapan Partisipan II…… 123


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Data Resume Partisipan I... 135

Lampiran II Data Resume Partisipan II……… 142

Lampiran III Modul/Rancangan Well-Being Therapy………. 150

Lampiran IV Pedoman Wawancara………... 158

Lampiran V Informed Consent Partisipan I………. 160


(14)

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Penerapan Well-Being Therapy Untuk Meningkatkan Psychological Well-Being pada Penderita Kanker Payudara

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Penyakit kanker payudara berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Salah satu bentuk penurunan kualitas hidup yang banyak dialami penderita kanker payudara adalah penurunan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Psychological well-being merupakan gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan enam dimensi dari kriteria fungsi psikologis positif, yakni penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan

pertumbuhan pribadi. Untuk meningkatkan level psychological well-being pada

penderita kanker payudara, dilakukan well being therapy. Partisipan penelitian terdiri dari dua orang wanita penderita kanker payudara post mastectomy, mengalami metastase setahun terakhir, dan sedang menjalani pengobatan medis berupa kemoterapi. Well-being therapy dilakukan selama satu bulan, dengan lima kali sesi pertemuan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa well-being therapy dapat meningkatkan

psychological well-being pada kedua partisipan. Penerapan well-being therapy telah mengubah psychological well-being mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mereka sudah lebih bisa menerima kondisi kesehatan mereka dan sudah lebih baik dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar mereka. Keberhasilan well-being therapy dalam penelitian ini dipengaruhi oleh motivasi yang dimiliki oleh kedua partisipan, dukungan dari orang-orang terdekat selama proses terapi dan pemanfaatan aspek religiusitas sebagai salah satu cara dalam pendekatan eudomanic pada well-being therapy. Selain itu, rapport yang terjalin antara peneliti dan kedua partisipan tergolong baik sehingga menunjung keberhasilan terapi.


(15)

vii ABSTRACT Faculty of Psychology University of North Sumatera

2013

Maqhfirah DR : 107029006

Application Well-Being Therapy To Improve Psychological Well-Being In Breast Cancer Survivors

(xvii + 163 halaman + 31 tabel + 6 lampiran) Daftar bacaan : 48 (1989-2011)

Breast cancer related quality of life of sufferers. One form of decreased quality of life experienced by many survivors with breast cancer is decreased psychological well-being. Psychological well-being is a picture of the psychological health of individuals based on the fulfillment of the six dimensions of positive psychological functioning criteria, ie, self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life and personal growth. To increase the level of psychological well-being in survivors with breast cancer, was well being therapy. Study participants consisted of two women with post-mastectomy breast cancer, metastases experienced last year, and is undergoing medical treatment such as chemotherapy. Well-being therapy performed during the month, with five sessions. Results of this study indicate that well-being therapy can improve psychological well-being in both participants. Application of being therapy has changed their psychological well-being to be better than ever. They were more accepting of their health condition and have better relationships with the people around them. The success of well-being therapy in this study is influenced by motivation owned by both participants, the support from the people closest to during the process of therapy and the utilization of aspects of religiosity as one way in eudomanic approach to well-being therapy. In addition, the rapport that exists between researchers and participants both quite good to supported therapeutic efficacy.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit kronis yang cukup sering terjadi pada saat ini adalah kanker. Menurut WHO (World Health Organization), kanker merupakan masalah penyakit utama di dunia (WHO, 2008). Ada banyak jenis kanker yang diderita orang-orang di seluruh belahan dunia, salah satunya adalah kanker payudara. Kanker payudara dapat ditemukan baik pada wanita maupun pria, frekuensi bertambah terutama pada usia 30-35 tahun dan meningkat pada usia 30-50 tahun (dalam Cancer Statistics, 2003). Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena mortalitas dan morbiditasnya yang tinggi. Insidensi berdasarkan Age Standardized Ratio (ASR) tahun 2000 kanker payudara sebesar 20,6 (20,6/100.000 penduduk) dan mortality (ASR) tahun 2000 akibat kanker payudara di Indonesia sebesar 10,1 (10,1/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebesar 10.753 orang. Tahun 2005 diperkirakan mortality (ASR) sebesar 10,9/100.000 penduduk dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebanyak 12.352 orang. Jumlah kasus kanker payudara di dunia menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks, disamping itu kanker payudara menjadi salah satu pembunuh utama wanita di dunia dan adanya kecenderungan peningkatan kasus baik di dunia maupun di Indonesia (Ramli, 2003).

Kanker payudara sebagai penyakit yang kecenderungan kasusnya meningkat, menimbulkan kesadaran bagi profesional khususnya di bidang kesehatan untuk terus mengembangkan prosedur pengobatan terutama di bidang diagnosis maupun terapi. Umumnya, pengobatan kanker payudara terbagi menjadi dua golongan besar, yakni pengobatan untuk kanker tahap awal, dan pengobatan untuk kanker tahap lanjut dan kambuh. Secara garis besar, pengobatan medis kanker payudara dibagi menjadi dua, yakni


(17)

2

terapi lokal diantaranya bedah konservatif, mastektomi radikal yang dimodifikasi, dan mastektomi radikal yang direkonstruksi, serta terapi sistemik diantaranya kemoterapi, terapi hormonal dan penggantian sumsum tulang (Smeltzer & Bare, 2002). Beberapa alternatif cara yang dapat dilakukan diantaranya mastektomi saja, mastektomi dengan radioterapi, kemoterapi atau terapi hormon, mastektomi dengan kombinasi dari radioterapi, kemoterapi dan terapi hormone, dan radioterapi atau kemoterapi tanpa mastektomi. Kanker payudara beserta pengobatannya, memiliki dampak fisik maupun psikologis. Dampak fisik berupa mual, kerontokan rambut akibat kemoterapi, kerusakan jaringan lain akibat terapi radiasi, limfedema dan nyeri pada bahu dan lengan setelah operasi. Sedangkan dampak psikologis berupa ancaman dan gangguan terhadap body image, seksualitas, intimasi dari hubungan, konflik dalam pengambilan keputusan terkait pilihan pengobatan yang dipilih, ketakutan pada kematian, cemas dan depresi (Osborn, Kathleen, Wraa, & Watson, 2010; Reich, Lesur, & Chevallier, 2008).

Penyakit kanker payudara juga berkaitan dengan kualitas hidup penderitanya. Kualitas hidup terdiri atas empat dimensi, yaitu kesejahteraan fisik, psikologis, fungsional, dan sosial. Salah satu bentuk penurunan kualitas hidup yang banyak dialami pasien kanker payudara adalah terjadinya penurunan kesejahteraan psikologis (psychological well-being) (Halim, 2003). Menurut Ryff (1989), psychological well-being adalah gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif individu tersebut (positive psychological functioning). Fungsi psikologis positif yang dimaksud adalah enam kriteria dasar yang didasari oleh teori-teori psikologi kepribadian, kesehatan mental, maupun psikologi perkembangan. Adapun kriterianya adalah penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.


(18)

Penerimaan diri merupakan ciri utama dari konsep psychological well-being, yang ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya dari segi positif maupun negatif dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995 dalam Keyes, Smothkin dan Ryff, 2002). Pada penderita kanker payudara yang diketahui sejak dini, maka pembedahan (mastectomy) adalah tindakan yang tepat. Dokter akan mengangkat benjolan serta area kecil sekitarnya yang lalu menggantikannya dengan jaringan otot lain. Pembedahan dilakukan berdasarkan ukuran kanker, letak kanker dan penyebarannya (Ogden, 2004). Masalah yang sering dihadapi setelah proses pembedahan adalah perubahan cara berpikir tentang tubuh dan efeknya terhadap perasaan dan aktivitas seksual. Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari feminitas dan identitas seksual (Ogden, 2004). Apalagi di kebanyakan budaya, terdapat stereotip seksual yang kuat dimana payudara dianggap secara simbolik berkaitan dengan kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Jika bagian tubuh terpenting yang tampak diamputasi atau dimutilasi, hal ini kemudian menjadi sebuah alasan bahwa body image akan ikut terpengaruh. Oleh karena itu, sulit bagi wanita untuk menerima bahwa pengobatan diartikan sebagai mutilasi atau kehilangan sesuatu yang sangat terkait dengan seksualitas mereka. Kehilangan dari satu atau keduanya akan menambah beban akan fakta bahwa mereka terkena kanker (Ogden, 2004).

Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) menekankan pentingnya menjalin hubungan positif dengan orang lain, yang meliputi kemampuan untuk mencintai orang lain, membina hubungan interpersonal yang hangat dan saling percaya, mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain. Pada wanita penderita kanker payudara, perubahan body image yang dialami akan berdampak pada fungsi psikologis dan seksual mereka. Mereka dapat mengalami distress karena hal tersebut sehingga biasanya mereka akan mulai memakai baju yang sangat longgar untuk menyamarkan bentuk payudara mereka


(19)

4

atau menjadi phobia sosial dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (Tavistock & Routledge, 2002). Kehilangan payudara pada akhirnya dapat menciptakan disfungsi seksual yang parah sebagai bentuk hilangnya self-image, rendahnya self-esteem, hilangnya perceived atrractiveness, rasa malu, dan kehilangan gairah (Tavistock & Routledge, 2002).

Selanjutnya Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) juga menjelaskan mengenai kemandirian sebagai penentuan diri (self-determination), pengendalian perilaku dalam diri, dan pengunaan locus of control yang bersifat internal dalam mengevaluasi diri. Pada sejumlah pasien kanker payudara melaporkan masalah-masalah yang timbul setelah dilakukannya pembedahan. Mulai dari rasa ketidaknyamanan segera setelah pembedahan sampai dengan masalah-masalah kronik seperti kaku, mati rasa, bengkak, dan lelah yang dapat dirasakan selama berminggu-minggu sampai bertahun-tahun. Efek samping lainnya yang juga muncul dari pembedahan lumpectomy ataupun mastectomy adalah terjadinya infeksi dan munculnya sejumlah cairan pada luka bekas pembedahan (Ricks, 2005). Dalam jangka panjang, terdapat risiko komplikasi yang besar, kondisi ini dinamakan lymphedema dimana lengan akan membengkak yang meskipun dapat diatasi namun tidak dapat disembuhkan (Ogden, 2004). Selain itu, permasalahan mendasar lainnya adalah tingkat kekambuhan walaupun telah dioperasi. Bahkan sekitar 90% penderita yang sembuh setelah dioperasi ternyata masih memiliki resiko kekambuhan. Individu yang pernah menderita kanker payudara beresiko tinggi terkena lagi karena faktor DNA (Jemal, 2003). Kondisi ini tentu saja mengganggu dan menghambat kemandirian mereka dalam menjalankan peran dan aktivitas sehari-hari.

Penguasaan lingkungan melihat kemampuan individu dalam menghadapi berbagai kejadian di luar dirinya dan mengatur sesuai keadaan dirinya sendiri. Individu dapat memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri (Ryff,


(20)

dkk, 1989; 1995; 2002 ). Pada penderita kanker payudara, vonis dan segala tindakan medis yang dilakukan membuat mereka tidak nyaman di lingkungan, yang muncul dari respon psikologis terkait dengan persepsi mereka tentang ancaman dan stres yang disebabkan oleh penyakit yang diderita meliputi cemas, depresi, menurunnya harga diri, permusuhan dan mudah marah. Hal ini juga termasuk dalam efek sosiologis, yaitu berkurangnya interaksi dengan keluarga dan teman-teman, serta dapat mengurangi partisipasi mereka dalam kegiatan sehari-hari (Baradero, 2007).

Menurut Ryff, dkk (1989; 1995; 2002), individu harus memiliki tujuan dan arah dalam hidupnya, ia juga merasa bahwa kehidupan di masa lalu dan masa sekarang dapat memberikan makna dalam hidupnya, memiliki keyakinan yang dapat memberikan tujuan dalam hidupnya, dan memiliki target yang ingin dicapai dalam menjalani hidupnya. Selanjutnya Ryff, dkk (1989; 1995; 2002) mengatakan bahwa salah satu yang penting dalam pertumbuhan pribadi adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, memiliki keinginan untuk terus berkembang, merealisasikan potensinya, serta dapat melihat kemajuan baik dalam diri maupun perilakunya. Dalam hal ini, para penderita kanker payudara sering menganggap bahwa penyakit yang mereka derita kanker merupakan penyakit seumur hidup. Transisi dari wanita yang sehat, aktif, dan bahagia menjadi seseorang yang menderita kanker payudara serta segala diagnosa dan treatment dapat terjadi dengan sangat cepat yang memungkinkan terjadinya beberapa kesulitan penyesuaian diri (Tavistock & Routledge, 2002). Seperti penyakit kronis lainnya, kanker payudara menimbulkan sejumlah ancaman yang seringkali semakin parah dari waktu ke waktu. Mereka mengenali penyakitnya sebagai “real killer”, yang dapat mengakibatkan rasa sakit, cacat, dan pengrusakan. Pengobatan yang panjang dan melelahkan akibat penyakit tersebut merupakan stresor traumatik tersendiri bagi diri mereka, sebagaimana adanya kebutuhan yang berkelanjutan untuk melakukan pemeriksaan setelah perawatan


(21)

6

berakhir, dan kemungkinan dari kambuhnya penyakit tersebut (Bargai, 2009). Pengobatan yang dijalani bukan hanya tidak menyenangkan, akan tetapi juga kompleks dan mengandung tuntutan.

Adanya pengaruh faktor psikologis terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara menunjukkan perlunya suatu penanganan yang komprehensif antara medis dan psikologis. Peranan bidang psikologi lebih ditekankan dalam upaya membantu penderita kanker payudara dalam strategi penanganan stres yang dialaminya, untuk membantunya meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Strategi penanganan stres (stress coping) adalah kemampuan individu untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang menekan (Smet, 1994). Dalam hal ini wanita tidak harus selalu memandang suatu penyakit sebagai sebuah masalah yang harus diubah atau diselesaikan. Dalam Drageset, Lindstrom dan Underlid (2010), disebutkan bahwa pengalihan pikiran melalui berbagai aktivitas seperti melakukan hobi, melakukan kegiatan sehari-hari dan menikmati hidup dapat membangun emosi yang positif.

Tidak semua orang yang mengidap suatu penyakit menemukan hikmah dalam pengalaman sakit yang mereka rasa begitu halnya juga orang yang menderita kanker payudara. Akan tetapi pada kenyataannya tidak sedikit penderita kanker payudara yang bertahan dengan kepasrahan dan keikhlasannya, sehingga diperoleh hikmah yang terkandung di dalam penyakit, yaitu pengalaman perubahan positif yang timbul dari perjuangan dari krisis kehidupan yang besar (Ade & Erlina 2011). Kondisi ini dikenal dengan optimalnya fungsi individu sebagai perwujudan segala potensinya. Individu yang berada dalam kondisi berfungsi secara optimal, memungkinkannya untuk mencapai psychological well-being yang juga optimal. Psychological well-being yang optimal


(22)

adalah ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya.

Salah satu terapi yang bertujuan untuk mengoptimalkan psychological well-being ini adalah well-being therapy (Linley & Joseph, 2004). Terapi ini berupa meningkatkan enam dimensi dari psychological well-being yang dikemukakan Ryff (1989), yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Terapi well-being memiliki dua sudut pandang, yaitu hedonic dan eudomanic (Ryan & Deci, 2001). Pendekatan hedonic memandang well-being dalam konteks kebahagiaan (happiness) yang dialami oleh individu. Pendekatan ini mendefinisikan well-being therapy sebagai suatu pencapaian kesenangan (pleasure) dan terhindar dari penderitaan (pain). Sementara itu pendekatan eudomanic berfokus pada makna hidup dan realisasi diri (self-realization). Defenisi well-being menurut pendekatan ini adalah derajat seberapa jauh individu dapat berfungsi secara optimal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada sebagian penderita kanker payudara yang dalam kondisi setelah mastectomy dan munculnya kembali kanker payudara di tubuh mereka, memicu masalah emosi yang muncul dari tidak optimalnya dimensi-dimensi psychological well being yang terganggu berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka. Nuansa emosi yang mereka miliki cenderung negatif, sehingga perlu upaya untuk membantu mereka memiliki emosi yang positif dengan meningkatkan emosi-emosi positif dan meminimalkan emosi-emosi-emosi-emosi negatif dalam diri mereka. Emosi-emosi-emosi positif nantinya akan membuat mereka lebih mudah untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka. Untuk itu, peneliti tertarik untuk menerapkan well-being therapy kepada wanita penderita kanker payudara dengan menggunakan sudut


(23)

8

pandang eudomanic, yaitu agar mereka memiliki pemaknaan diri berkaitan dengan kondisi kesehatan mereka dengan membantu mereka untuk memiliki emosi-emosi yang lebih positif dalam diri mereka. Dengan menggunakan sudut pandang eudomanic, diharapkan wanita penderita kanker payudara dapat fokus pada makna dan realisasi diri untuk kemudian dapat berfungsi secara optimal dalam kondisi sakit mereka.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah mengetahui bagaimana well-being therapy dapat digunakan untuk meningkatkan psychological well-being pada wanita yang menderita kanker payudara. Dalam hal ini well-being therapy yang diterapkan menggunakan sudut pandang eudomanic, yaitu agar wanita penderita kanker payudara memiliki emosi-emosi yang lebih positif untuk dapat berfungsi secara optimal dalam kondisi sakit mereka dengan fokus terhadap makna dan realisasi diri yang mereka miliki.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses penerapan well-being therapy untuk meningkatkan psychological well-being pada wanita penderita kanker payudara.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis seperti yang diuraikan di bawah ini.


(24)

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai wujud nyata hasil pembelajaran selama perkuliahan yang telah diikuti oleh peneliti di Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, untuk meningkatkan pengetahuan yang telah diterima dalam pelaksanaan secara nyata.

b. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur, menambah dan memperluas wawasan dalam pengetahuan dan pengembangan aplikasi psikologi khususnya psikologi klinis dewasa, tentang penggunaan well-being therapy pada wanita penderita kanker payudara untuk meningkatkan psychological well-being mereka.

2. Manfaat Praktis

a. Pada partisipan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan psychological well-being para partisipan.

b. Pada terapis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi para terapis yang akan menangani masalah yang berkaitan dengan wanita penderita kanker payudara.

c. Pada profesi lain di bidang kesehatan

Diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi profesi dan praktisi di bidang kesehatan yang menangani masalah berkaitan dengan wanita penderita kanker payudara untuk diberikan intervensi yang tepat sehingga mencegah gangguan yang lebih berat.


(25)

10

d. Pada masyarakat dan penderita lain yang memiliki masalah yang sama dengan partisipan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para penderita dan juga anggota keluarga wanita penderita kanker payudara serta masyarakat luas tentang penerapan well-being therapy sebagai salah satu intervensi yang dapat meningkatkan psychological well-being pada wanita penderita kanker payudara.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan teoritis

Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian. Diantaranya adalah teori mengenai kanker payudara, termasuk di dalamnya definisi kanker payudara, penyebab kanker payudara, gejala dan stadium kanker payudara, penanganan serta pengobatan medis kanker payudara, dan juga dampak psikologis individu dengan kanker payudara. Selain itu akan dibahas juga teori mengenai psychological well-being, termasuk di dalamnya defenisi psychological well-being, dimensi psychological being, dan faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being. Selanjutnya akan dibahas juga teori mengenai well-being therapy


(26)

termasuk di dalamnya definisi well-being therapy, struktur well-being therapy, konsep utama well-being therapy, teknik-teknik well-being therapy, dan penerapan well-being therapy terhadap individu dengan kanker payudara. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang hipotesa penelitian.

Bab III : Metode penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode eksperimen yang digunakan menyangkut identifikasi variabel dalam penelitian, partisipan penelitian, instrumen penelitian, rancangan yang digunakan dalam penelitian validitas serta prosedur penelitian.

Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan

Bab ini berisi mengenai data hasil penelitian dan pembahasan data hasil penelitian dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

Bab V : Kesimpulan, diskusi, dan saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari apa yang diperoleh di lapangan, diskusi yang merupakan pembahasan, dan pembandingan hasil penelitian dengan teori-teori atau hasil penelitian sebelumnya serta saran untuk penyempurnaan penelitian berikutnya.


(27)

12 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kanker Payudara

1. Definisi Kanker Payudara

Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal yaitu tumbuh sangat cepat dan tidak terkontrol yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (dalam Diananda, 2009). Kanker adalah kelompok penyakit, dimana sel tubuh berkembang, berubah, dan menduplikasikan diri diluar kendali. Biasanya, nama kanker diberikan berdasarkan bagian tubuh dimana kanker pertama kali tumbuh. Jadi, kanker payudara adalah tumor ganas yang telah berkembang dari sel-sel yang ada di dalam payudara. Kanker payudara merujuk pada pertumbuhan serta perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara (dalam Chyntia, 2009). Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (dalam Rahayu, 1991).

Payudara dianggap sebagai simbol kewanitaan dan kesuburan bagi kaum wanita. Selain berfungsi sebagai penghasil air susu. Payudara juga mempunyai fungsi sebagai simbol kewanitaan (body image) dan fungsi erotik atau seksual terhadap lawan jenis. Oleh karena itu adanya penyakit atau pembelahan pada payudara menimbulkan ketakutan bagi setiap wanita. Kanker payudara biasa menyerang wanita yang berusia antara 35-45. Sel-sel yang tidak normal (sel kanker) tumbuh dan membelah membentuk semacam tumor. Jika tidak cepat diatasi kanker ini akan menyebar bagian tubuh lainnya sehiuggga dapat menimbulkan kematian.


(28)

2. Penyebab Kanker Payudara

Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi menurut Moningkey dan Kodim (dalam Chyntia, 2009) terdapat banyak faktor risiko yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara, diantaranya: a. Faktor reproduksi

Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.

b. Penggunaan hormon

Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.

c. Obesitas

Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Penelitian di negara-negara Barat dan bukan Barat juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.


(29)

14

d. Konsumsi lemak

Studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun, ditemukan bahwa konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara.

e. Radiasi

Eksposur radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker dan radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.

f. Riwayat keluarga dan faktor genetik

Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan screening untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.

Sementara beberapa faktor lain yang menunjukkan kemungkinan seorang wanita dapat menderita kanker payudara adalah sebagai berikut (dalam Dixon & Leonard, 2002):

a. Menunda kehamilan

Wanita yang belum hamil sampai melebihi usia 30 tahun, atau yang belum pernah melahirkan, memiliki risiko lebih besar daripada mereka yang hamil pertama kali di usia belasan tahun.


(30)

b. Menyusui

Seorang wanita yang telah menyusui satu anak atau lebih memiliki risiko lebih rendah daripada wanita yang tidak pernah menyusui.

c. Sel-sel payudara yang abnormal

Beberapa wanita yang pada kondisi non-kanker ditemukan menderita ketidaknormalan pada sel-sel payudara tertentu nantinya bisa menjadi kanker. Seorang wanita dengan masalah ini, dikenal sebagai hyperplasia tidak normal, membutuhkan check-up teratur.

d. Minum alkohol dan merokok

Beberapa studi menunjukkan wanita yang minum banyak alkohol memiliki risiko lebih tinggi daripada mereka yang tidak minum alkohol. Merokok tidak dihubungkan secara langsung dengan risiko kanker payudara, tetapi berhubungan dengan penyakit lain dan kesehatan secara menyeluruh.

e. Mengkonsumsi pil KB

Ada sedikit peningkatkan risiko pada wanita yang mengkonsumsi pil KB. Risiko ini bersifat sementara dan hilang setelah 10 tahun berhenti mengkonsumsi pil KB. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor risiko kanker payudara adalah faktor reproduksi, penggunaan hormon, obesitas, konsumsi lemak, radiasi, riwayat keluarga dan faktor genetik, penundaan kehamilan, tidak menyusui, sel-sel payudara yang abnormal, minum alkohol dan merokok, serta mengkonsumsi pil KB.

3. Gejala dan Stadium Kanker Payudara

Menurut Luwia (2003), gejala kanker payudara pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak nyeri dan tidak terganggu aktivitas sehari-hari. Satu-satunya gejala yang mungkin dirasakan pada stadium dini adalah adanya benjolan kecil di payudara. Keluhan baru timbul bila penyakit sudah memasuki stadium lanjut. Keluhan yang dirasakan diantaranya seperti:


(31)

16

a. Ada benjolan pada payudara bila diraba dengan tangan

b. Bentuk dan ukuran payudara berubah, berbeda dari sebelumnya

c. Luka pada payudara yang sudah lama, dan tidak sembuh dengan pengobatan

d. Eksim pada puting susu dan sekitarnya yang sudah lama, dan tidak sembuh dengan pengobatan

e. Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu atau keluar air susu pada wanita yang sedang tidak hamil atau tidak sedang menyusui

f. Puting susu tertarik ke dalam

g. Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (Peaud de orange)

Menurut Djindarbumi (dalam Ramli, 2003), pembagian stadium kanker payudara yang disesuaikan dengan aplikasi klinis dibagi ke dalam 4 stadium berikut:

Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot). Besar tumor 1-2 cm, dan kelenjar getah bening regional belum teraba.

Stadium II : Sama seperti stadium I, hanya saja besar tumor 2,5-5 cm, dan sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm.

Stadium III, dibagi dalam:

Stadium IIIA : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, dan kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain.

Stadium IIIB (local advanced) : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm), fiksasi pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada oedema (lebih dari 1/3 permukaan kulit payudara), ulserasi dan atau nodul satelit, kelenjar getah


(32)

bening aksila melekat satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5 cm, belum ada metastase jauh.

Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III), tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavkula dan metastase jauh lainnya.

4. Penanganan dan Pengobatan Medis Kanker Payudara

Penanganan dan pengobatan penyakit kanker payudara tergantung dari tipe dan stadium yang dialami penderita. Umumnya seseorang baru diketahui menderita penyakit kanker payudara setelah menginjak stadiun lanjut yang cukup parah. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan atau rasa malu sehingga terlambat untuk diperiksakan ke dokter atas kelainan yang dihadapinya. Pengobatan kanker payudara dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengobatan lokal dan sistemik. Pembedahan dan radioterapi (terapi radiasi) merupakan pengobatan lokal yang digunakan untuk mengangkat, merusak, atau mengontrol sel kanker pada area spesifik. Sedangkan kemoterapi merupakan pengobatan sistemik yang digunakan untuk merusak atau mengontrol sel kanker melalui seluruh tubuh (Odgen, 2004). Pembedahan merupakan pengobatan primer kanker payudara. Selain pembedahan, terdapat pengobatan yang dinamakan adjuvant therapy yaitu pengobatan yang diberikan untuk melengkapi pengobatan primer agar meningkatkan kesempatan penyembuhan yang terdiri dari kemoterapi dan radiasi (Odgen, 2004). Di bawah ini merupakan penjelasan tiga tipe dasar dari pengobatan kanker, yaitu pembedahan, radiasi, dan kemoterapi, beserta dampaknya.

a. Pembedahan

Pada kanker payudara yang diketahui sejak dini maka pembedahan adalah tindakan yang tepat. Dokter akan mengangkat benjolan serta area kecil sekitarnya yang lalu menggantikannya dengan jaringan otot lain (lumpectomy). Pembedahan dilakukan


(33)

18

berdasarkan ukuran kanker, letak kanker dan penyebarannya (dalam Odgen, 2004). Secara garis besar, ada 3 tindakan pembedahan atau operasi kanker payudara diantaranya:

1) Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara (lumpectomy). Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada penderita yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.

2) Total Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.

3) Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.

Sejumlah pasien kanker payudara melaporkan masalah-masalah yang timbul setelah dilakukannya pembedahan. Mulai dari rasa ketidaknyamanan segera setelah pembedahan sampai dengan masalah-masalah kronik seperti kaku, mati rasa, bengkak, dan lelah yang dapat dirasakan selama berminggu-minggu sampai bertahun-tahun (dalam Ricks, 2005). Pembedahan juga dapat mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran payudara (dalam Odgen, 2004). Perubahan-perubahan penampilan fisik akibat pembedahan tersebut dapat terjadi secara permanen (dalam Feuerstein, 2007). Masalah lainnya yang sering dihadapi setelah proses pembedahan adalah perubahan cara berpikir tentang tubuh mereka dan efeknya terhadap perasaan dan aktivitas seksual. Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari feminitas dan identitas seksual (dalam Odgen, 2004). Apalagi di kebanyakan budaya, terdapat stereotip seksual yang kuat dimana payudara dianggap secara simbolik berkaitan dengan kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Jika bagian tubuh terpenting yang tampak diamputasi atau


(34)

dimutilasi, hal ini kemudian menjadi sebuah alasan bahwa body image akan ikut terpengaruh.

Perubahan body image ini akan berdampak pada fungsi psikologis dan seksual pada seorang wanita. Wanita tersebut dapat mengalami distress karena hal tersebut sehingga biasanya mereka akan mulai memakai baju yang sangat longgar untuk menyamarkan bentuk payudara mereka atau menjadi pobia sosial dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (dalam Tavistock dan Routledge, 2002). Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk menerima bahwa pengobatan diartikan sebagai mutilasi atau kehilangan sesuatu yang sangat terkait dengan seksualitas mereka. Kehilangan dari satu atau keduanya akan menambah beban akan fakta bahwa mereka terkena kanker (dalam Odgen, 2004). Kehilangan payudara pada akhirnya dapat menciptakan disfungsi seksual yang parah sebagai bentuk hilangnya self-image, rendahnya self-esteem, hilangnya perceived atrractiveness, rasa malu, dan kehilangan gairah (dalam Tavistock dan Routledge, 2002).

Efek samping yang juga muncul dari pembedahan lumpectomy ataupun

mastectomy adalah terjadinya infeksi dan munculnya sejumlah cairan pada luka bekas pembedahan (dalam Ricks, 2005). Dalam jangka panjang, terdapat risiko komplikasi yang

besar, kondisi ini dimanakan lymphedema dimana lengan akan membengkak yang

meskipun dapat diatasi namun tidak dapat disembuhkan (dalam Odgen, 2004). Beberapa wanita menginginkan agar payudaranya tetap utuh dengan banyak cara, sementara wanita lainnya merasa bahwa mereka hanya dapat menyelamatkan payudaranya jika keduanya diangkat sekaligus. Beberapa wanita, yang menganggap bahwa mastectomy membuat mereka merasa sakit secara emosional, mungkin menginginkan rekonstruksi payudara dengan segera, sementara wanita yang lainnya cenderung untuk menghindari pembedahan


(35)

20

dan puas hanya dengan memakai prosthesis (benda berbentuk seperti payudara) di dalam bra mereka (dalam Odgen, 2004).

b. Radiasi

Terapi radiasi merupakan pengobatan kanker yang menggunakan X-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker atau menahannya agar tidak berkembang. Keputusan tentang seberapa banyak kadar dan seberapa lama radiasi diberikan tergantung dari kadar, tipe, dan tahap kanker. Terdapat dua tipe dari terapi radiasi yaitu terapi radiasi internal dan terapi radiasi eksternal. Terapi radiasi internal menggunakan substansi radioaktif melalui suntik, kawat atau pipa yang ditempatkan langsung di dalam atau di dekat kanker. Sedangkan terapi radiasi eksternal menggunakan mesin di luar tubuh untuk mengirimkan radiasi ke arah kanker. Cara terapi radiasi diberikan tergantung pada tipe dan tahap kanker yang sedang diobati (dalam Bellenir, 2009).

Terapi radiasi sering diberikan bersama pengobatan kanker yang lain. Radiasi dapat diberikan bersama dengan pembedahan. Radiasi mungkin akan diberikan sebelum, sesudah atau selama pembedahan. Dokter mungkin akan melakukan radiasi sebelum pembedahan, untuk mengurangi ukuran kanker, atau dilakukan setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang masih tersisa. Terkadang, terapi radiasi diberikan selama proses pembedahan sehingga dapat langsung menuju ke kanker tanpa harus menyentuh kulit. Model terapi radiasi ini dinamakan intraoperative radiation (dalam Feuerstein, 2007). Radiasi juga dapat diberikan bersama dengan kemoterapi. Radiasi mungkin akan diberikan pada saat sebelum, selama, dan sesudah kemoterapi. Pada saat sebelum ataupun selama kemoterapi, terapi radiasi berfungsi untuk mengurangi kanker sehingga kemoterapi dapat bekerja dengan lebih baik. Sedangkan setelah kemoterapi, terapi radiasi dapat digunakan untuk membunuh sel kanker yang tersisa (dalam Feuerstein, 2007).


(36)

Efek samping radiasi yang dapat dirasakan adalah mual dan muntah, penurunan jumlah sel darah putih, infeksi/peradangan, reaksi pada kulit seperti terbakar sinar matahari, rasa lelah, sakit pada mulut dan tenggorokan, diare dan kebotakan (dalam Chyntia, 2009). Terapi radiasi dapat menyebabkan luka kecil pada paru-paru, sehingga mengakibatkan iritasi dan batuk, atau terkadang sulit bernapas (dalam Dixon dan Leonard, 2002). Beberapa pasien kehilangan selera makannya dan mengalami kesulitan pada sistem pencernaan mereka selama pengobatan (Odgen, 2004).

Efek samping tersebut bersifat kumulatif, beberapa pasien semakin merasa buruk pada akhir rangkaian pengobatan daripada awal pengobatan. Pada sebuah studi, hampir sepertiga dari pasien masih mengeluh akan rasa lelah yang berlebihan setelah terapi radiasi dan masih dirasakan setahun setelah pengobatan berakhir (Fallowfield, dalam Tavistock & Routledge, 2002). Lucas (dalam Tavistock & Routledge, 2002) menemukan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara jumlah terapi radiasi yang diberikan, reaksi yang tidak menyenangkan, dan berikutnya psychiatric morbidity, akan tetapi terkadang pikiran-pikiran akan pengobatan saja pun cukup untuk menciptakan kecemasan. Tidak disangkal bahwa beberapa kecemasan dan depresi tersebut berkaitan dengan adanya diagnosa kanker payudara, sehingga penyakit ini membuat wanita khawatir bahkan meskipun mereka memulai terapi radiasi dengan pikiran positif dan optimis.

c. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker (dalam Chyntia, 2009). Jadwal pengobatan kemoterapi sangat bervariasi. Seberapa sering dan seberapa lama pasien mendapatkan kemoterapi tergantung pada tipe dan stadium kanker, tujuan pengobatan (apakah kemoterapi digunakan untuk mengobati kanker, mengontrol


(37)

22

perkembangannya, atau mengurangi gejala-gejala), tipe kemoterapi, dan bagaimana tubuh bereaksi terhadap kemoterapi (dalam Bellenir, 2009).

Kemoterapi dibagi atas dua jenis yaitu kemoterapi sistemik dan kemoterapi regional. Kemoterapi sistemik adalah kemoterapi yang diberikan melalui mulut atau disuntik melalui pembuluh darah vena atau otot, sehingga obat-obatan masuk ke aliran arah dan dapat mencapai sel kanker melalui tubuh. Sedangkan kemoterapi regional adalah kemoterapi yang ditempatkan langsung ke dalam lajur spinal, organ, atau rongga tubuh, seperti daerah perut, sehingga obat-obatan akan mempengaruhi sel kanker di area tersebut. Prinsip kerja pengobatan ini adalah dengan meracuni atau membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya agar tidak menyebar atau untuk mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker (dalam Chyntia, 2009). Sayangnya, obat-obatan anti kanker tidak dapat mengenali sel-sel kanker secara spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang membelah secara aktif seperti sel-sel darah atau sumsum tulang (dan rambut) (dalam Dixon dan Leonard, 2002).

Kemoterapi mempengaruhi orang dengan cara yang berbeda. Bagaimana efek fisik yang dirasakan tergantung dari seberapa sehat seseorang sebelum pengobatan, tipe kanker, seberapa parah kanker tersebut, jenis kemoterapi yang didapatkan, dan dosisnya. Beberapa efek samping yang umum terjadi akibat kemoterapi adalah rasa sakit, nyeri dan luka pada mulut (dalam Bellenir, 2009). Pasien yang menerima kemoterapi akan mengalami peningkatan risiko terkena infeksi, dimana hal ini menandakan bahwa mereka membutuhkan perawatan ekstra untuk menghindari situasi yang berisiko. Depresi dan rasa lelah akan membuat keadaan tersebut semakin memburuk (dalam Odgen, 2004).

Kebanyakan pasien yang diberikan kemoterapi juga mengalami mual, muntah, dan kerontokan rambut (dalam Tavistock & Routledge, 2002). Banyak orang yang memandang bahwa rambut mereka merupakan bagian yang sangat penting dari


(38)

penampilan. Pada beberapa budaya, rambut juga merupakan lambang dari kesuburan atau status, sehingga kerontokan rambut dapat menjadi pengalaman yang begitu sulit (dalam Odgen, 2004). Kebanyakan efek samping mereda setelah kemoterapi berakhir. Tetapi terkadang efek tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kemoterapi juga dapat menyebabkan efek samping jangka panjang yang tidak kunjung reda seperti kerusakan hati, paru-paru, ginjal, saraf, atau organ reproduksi. Beberapa tipe kemoterapi bahkan dapat menyebabkan kanker tambahan beberapa tahun kemudian (dalam Bellenir, 2009).

Pada wanita yang telah mengalami banyak penderitaan secara fisik dan emosional akibat kanker payudara yang mereka derita, kabar bahwa sekarang mereka harus menjalani beberapa rangkaian kemoterapi selama periode lebih dari 6 bulan, sering menciptakan rasa takut sekaligus curiga. Seperti ketika kebutuhan akan terapi radiasi yang membuat ketakutan karena kanker yang tidak dapat disembuhkan secara efektif dengan pembedahan, kebutuhan akan kemoterapi juga akan menciptakan kecemasan yang serupa (dalam Tavistock dan Routledge, 2002). Dengan tidak melibatkan efek fisik yang muncul, terdapat banyak efek samping psikologis berkaitan dengan kemoterapi. Maguire (dalam Tavistock dan Routledge, 2002), mempelajari psychiatric morbidity pada wanita-wanita yang sedang menjalani mastectomy disertai dengan pemberian kemoterapi dengan yang menjalani mastectomy saja. Secara signifikan, wanita-wanita yang juga menerima kemoterapi lebih mengalami kecemasan dan/atau depresi. Dan semakin mereka mengalami efek samping yang buruk, maka semakin parah kecemasan dan/atau depresi yang dialami.


(39)

24

5. Dampak Psikologis Individu dengan Kanker Payudara

Bellenir (2009) mengatakan ada beberapa dampak pada penderita kanker payudara atas penyakitnya yaitu:

a. Perilaku dan emosi penderita

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda, tergantung pada sumber penyakit reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya, dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti: anxiety, shock, penolakan, marah, dan menarik diri.

b. Peran keluarga.

Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan. Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama.

c. Citra tubuh.

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya danpenderita atau keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut. Reaksi penderita atau keluarga terhadap perubahan gambaran tubuh tersebut tergantung pada: jenis perubahan (misalnya organ tertentu), kapasitas adaptasi, kecepatan perubahan, dan dukungan yang tersedia (misalnya keluarga, teman, dan lainnya). Ogden (2007) juga mengemukakan bahwa wanita yang mengalami penyakit kanker payudara sering melaporkan adanya perubahan pada rasa kewanitaan, daya tarik, dan citra tubuh.


(40)

d. Konsep diri.

Konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahan pada seluruh aspek kepribadiannya. Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya, tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri. Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya, anggota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien. Sutherland dan Orbach (Hawari, 2004) juga mengemukakan bahwa setiap organ mempunyai arti psikologis tersendiri bagi masing-masing individu, oleh karena itu suatu tindakan operatif yang radikal yang mengakibatkan hilangnya bagian tubuh, mempunyai nilai psikologis, sehingga tidak dapat dihindarkan terjadi pula perubahan-perubahan terhadap citra tubuh dan konsep diri pada individu yang bersangkutan.

e. Dinamika keluarga.

Dinamika keluarga merupakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan coping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari. Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga dapat menimbulkan stres emosional.

Unsur psikologis terkait dengan persepsi penderita tentang ancaman dan stres yang disebabkan oleh penyakit itu sendiri, persepsi ini akan berbeda pada setiap individu. Menurut Baradero (2007), ada tiga kategori stresor yang disebabkan oleh kanker (dalam hal ini kanker payudara), yakni ancaman dari penyakit itu sendiri, hilangnya bagian tubuh atau ancaman akan hilangnya bagian dari tubuhnya, dan frustasi dalam memenuhi


(41)

26

dorongan biologis karena ketidakmampuan yang diakibatkan penyakit kanker payudara, atau efek-efek dari pengobatan kanker payudara. Respon penderita terhadap ketiga hal tersebut meliputi cemas, depresi, menurunnya harga diri, permusuhan dan mudah marah. Termasuk dalam efek sosiologis, yaitu berkurangnya interaksi dengan keluarga dan teman-teman, serta dapat mengurangi partisipasi dalam kegiatan sehari-hari.

B. Psychological Well-Being

1. Definisi Psychological Well-Being

Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan fungsi psikologi positif (Ryff, dalam Papalia, Old, & Feldman 2001). Psychological well-being seringkali dimaknai sebagai bagaimana seorang individu mengevaluasi dirinya. Adapun evaluasi tersebut memiliki dua bentuk, yaitu:

a. Evaluasi yang bersifat kognitif seperti: penilaian umum (kepuasan hidupnya/life satisfaction), dan kepuasan spesifik/domain specifik (kepuasan kerja, kepuasan perkawinan)

b. Evaluasi yang bersifat afektif, berupa frekuensi dalam mengalami emosi yang menyenangkan (misalnya: menikmati) dan mengalami emosi yang tidak menyenangkan (misalnya: depresi)

Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fully functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri ( self-actualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erickson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. Individu dengan psychological well-being yang positif tidak


(42)

sekedar terbebas dari rasa cemas melainkan lebih menekankan pada keberfungsian positif serta bagaimana pandangan individu terhadap potensi-potensi positif dalam dirinya.

Menurut Ryff (1989), yang dimaksud dengan psychological well-being adalah kondisi optimalnya fungsi individu sebagai perwujudan segala potensinya. Individu dikatakan sejahtera jika ia tidak mengalami disfungsi psikologis seperti kecemasan, depresi, dan bentuk-bentuk gejala psikologis lainnya. Individu yang berada dalam kondisi psychological well-being yang optimal adalah individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya.

2. Dimensi Psychological Well-Being

Konsep psychological well-being memiliki enam dimensi pendukung, yang

masing-masingnya menjelaskan tantangan-tantangan yang berbeda yang dihadapi oleh individu untuk berfungsi secara penuh dan positif (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995 dalam Keyes, Smothkin dan Ryff, 2002). Enam dimensi tersebut diantaranya adalah: a. Penerimaan diri (self acceptance)

Penerimaan diri merupakan ciri utama dari konsep psychological well-being dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri seperti apa adanya dari segi positif maupun negatif dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu.

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Ryff menekankan pentingnya menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Kualitas yang dihubungkan dengan kemampuan membina hubungan yang positif dengan orang lain meliputi kemampuan untuk mencintai orang lain, membina


(43)

28

hubungan interpersonal yang hangat dan saling percaya. Ia juga mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Dalam dimensi otonomi dijelaskan mengenai penentuan diri (self determination), kemandirian, pengendalian perilaku dalam diri, dan penggunaan locus of control yang bersifat internal dalam mengevaluasi diri.

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Secara umum dapat dikatakan bahwa dimensi ini melihat kemampuan individu dalam menghadapi berbagai kejadian di luar dirinya dan mengatur sesuai keadaan dirinya sendiri. Individu dapat memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Individu dapat memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisinya, berpartisipasi dengan lingkungan luar, mengendalikan dan memanipulasi lingkungan dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang dalam lingkungan.

e. Tujuan hidup (purpose in life)

Menurut dimensi ini orang harus memiliki tujuan dan arah dalam hidupnya, ia juga merasa bahwa kehidupan di masa lalu dan masa sekarang dapat memberikan makna dalam hidupnya, memiliki keyakinan yang dapat memberikan tujuan dalam hidupnya, dan memiliki target yang ingin dicapai dalam menjalani hidupnya.

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasi diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Individu juga memiliki keinginan untuk terus berkembang, merealisasi potensinya, serta dapat melihat kemajuan baik dalam diri maupun perilakunya.


(44)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being

Menurut Ryff (1989), psychological well-being dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Usia

Semakin bertambah usia seseorang ia semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertumbuhan usia. Oleh karenanya, individu tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya. Individu yang berada dalam usia dewasa akhir memiliki skor psychological well-being yang lebih rendah dalam dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan diri, individu yang berada pada usia dewasa madya memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan, individu yang berada dalam usia dewasa awal memiliki skor yang lebih rendah dalam dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi pertumbuhan diri. Dimensi pertumbuhan diri merupakan satu-satunya dimensi yang tidak memperlihatkan adanya perbedaan seiring dengan pertumbuhan usia. b. Jenis Kelamin

Dimensi yang menunjukkan perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan adalah dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sejak kecil, stereotip gender telah ditanamkan dalam diri anak. Anak laki-laki digambarkan sebagai sosok agresif dan mandiri. Anak perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, serta sensitif terhadap perasaan orang lain (Papalia, dkk, 2001). Sifat-sifat stereotip ini akhirnya terbawa oleh individu hingga dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya perempuan terbiasa untuk membina keadaan harmonis dengan orang-orang di sekitarnya.


(45)

30

c. Status sosial

Status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Individu yang memiliki status sosial- ekonomi yang rendah cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status sosial-ekonomi yang lebih baik dari dirinya. Menurut Davis (dalam Andrews & Robinson, 1991), individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well- being yang lebih tinggi.

d. Budaya

Sistem nilai yang bersifat individualis dapat memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi kolektivitas memiliki skor lebih tinggi pada hubungan positif dengan orang lain.

C. Well-Being Therapy

1. Pengertian Well-Being Therapy

Well-being therapy adalah strategi psikoterapeutik baru dengan tujuan untuk meningkatkan psychological well-being (Fava, 2003). Terapi ini awalnya diaplikasikan pada pasien mood disorder dan anxiety disorder yang berada pada fase residual, tetapi telah dikembangkan hingga pencegahan relapse pada penderita depresi, post traumatic stress disorder dan general anxiety disorder. Well-being therapy juga dapat digunakan untuk menggambarkan gangguan yang spesifik pada pasien affective disorder dan membantu dalam modifikasi tingkah laku dan psikologis untuk mencapai fungsi manusiawi yang optimal.


(46)

Tujuan well-being therapy adalah untuk meningkatkan level psychological well-being pada individu, sesuai dengan enam dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989). Ini didukung oleh Linley & Joseph (2004) yang mengatakan bahwa implikasi teoritis dari well-being therapy adalah bahwa kesejahteraan (wellness) dan hidup yang sehat dapat dicapai dengan membantu individu menyadari potensi diri yang sesungguhnya, memiliki keterlibatan secara penuh dengan orang lain, dan meraih fungsi yang optimal. Dikatakan juga bahwa distres psikologis dapat diatasi dan bahkan dicegah dengan cara meningkatkan level well-being.

2. Struktur Well-Being Therapy

Well-being therapy memiliki sesi yang waktunya dapat berkisar antara 30-50 menit. Teknik ini menekankan pada pemikiran dan kepercayaan yang mengarah pada interupsi prematur. Alat bantu yang digunakan adalah self observation dengan penggunaan buku harian yang berstrukstur serta interaksi antara pasien dan terapis. Well-being therapy dilandasi oleh model kognitif dari psychological well-being yang dikemukakan oleh Ryff (1989).

Adapun urutan sesi-sesi pada well-being therapy adalah sebagai berikut: a. Initial sessions

Sesi ini menitikberatkan pada identifikasi episode dari kondisi well-being (episodes of well-being) dan meletakkannya pada konteks situasional. Individu diminta untuk membuat laporan situasi seputar episodes of well being yang mereka alami dalam bentuk buku harian yang terstruktur, seperti yang terdapat dalam table 1. Setiap situasi tersebut kemudian diberi nilai berdasarkan skala 0-100, dimana 0 berarti sama sekali tidak well being, dan 100 adalah well-being yang paling intensif yang dapat dialami. Individu sering menolak mengerjakan pekerjaan rumah ini, karena menurut mereka, tidak ada situasi sejahtera dalam hidup mereka. Terapis dapat membantu dengan


(47)

32

meyakinkan individu bahwa saat-saat tersebut sebenarnya terjadi namun terlewatkan tanpa diperhatikan. Karena itu, individu harus memonitornya dengan baik. Fase awal ini umumnya meluas menjadi lebih dari beberapa sesi.

Table 2.1 Self observation of episodes of well being

Situasi Peranan Well-Being Intensitas (0-100)

Saya pergi mengunjungi keponakan-keponakan saya dan mereka

menyambut saya dengan antusias dan gembira

Mereka suka dan peduli sama saya

40

b. Intermediate sessions

Setelah contoh dari well-being telah diidentifikasi dengan benar, individu didorong untuk mengenali pemikiran dan kepercayaan yang mengarah pada interupsi prematur terhadap well-being. Misalnya, pada contoh di table 1, individu menambahkan “itu hanya karena aku membawa 2 hadiah”. Pemicu self-observation yang digunakan, dalam well-being therapy didasari oleh kondisi well-being, bukan kondisi distres. Fokus dari terapi ini dititikberatkan pada identifikasi situasi-situasi psychological well-being dengan menggunakan self-monitoring terhadap saat-saat dan perasaan well-being. Hindari alternatif saran yang konseptual dan teknikal kecuali tingkat self-observation yang dicapai telah cukup memuaskan. Fase intermediate ini dapat meluas hingga lebih dari 2 atau 3 sesi, tergantung kepada motivasi dan kemampuan individu. Dengan memonitor episodes of well-being pada individu, terapis dapat menyadari gangguan spesifik dalam dimensi well-being yang dikemukakan oleh Ryff. Sumber informasi tambahan bisa didapatkan dari self-rating inventory yang terdiri dari 55 aitem, yang dibuat Ryff.


(48)

c. Final sessions

Mendiskusikan hal-hal yang diperoleh individu selama menjalani terapi berhubungan dengan psychological well-being yang ia miliki. Dimensi psychological well-being yang dikemukakan oleh Ryff diperkenalkan pada individu secara progresif, selama material yang dicatat mengarah kepada hal tersebut. Misalnya, terapis dapat menjelaskan bahwa autonomy terdiri dari adanya locus of control internal, kemandirian dan self-determination, atau bahwa personal growth terdiri dari keterbukaan terhadap pengalaman baru dan menganggap self berkembang sepanjang waktu, jika pasien tersebut menunjukkan gangguan pada area spesifik ini. Gangguan dalam berpikir dan interpretasi alternatif kemudian didiskusikan.

3. Konsep Utama dari Well-Being Therapy

Ryff (dalam Fava, 2003), mengemukakan konsep cognitive restructuring pada well-being therapy. Tujuan dari terapi yang dilakukan adalah untuk membimbing individu dari level impaired menuju level yang lebih optimal dalam enam dimensi dari psychological well-being untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan.

a. Penerimaan diri (self acceptance)

Individu mungkin mempertahankan suatu standar tinggi dan harapan yang tidak realistis yang dipengaruhi oleh sikap perfeksionis (yang merefleksikan kurangnya penerimaan diri) dan atau memaksakan standar eksternal dan bukannya standar personal (yang merefleksikan kurangnya otonomi). Hasilnya, setiap keadaan well- being kemudian dinetralisasikan oleh ketidakpuasan kronis akan diri sendiri. Individu mungkin menetapkan suatu standar yang tidak realistis pada performance dirinya.


(49)

34

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Hubungan interpersonal bisa dipengaruhi oleh sikap yang dipegang terlalu kuat yang tidak didasari oleh individu dan bisa bersifat disfungsional. Misalnya, seorang perempuan muda yang baru menikah mungkin menetapkan suatu standar yang tidak realistis akan hubungan pernikahannya dan kemudian seringkali mengalami kekecewaan. Pada saat yang bersamaan dia mungkin menghindari membuat perencanaan sosial yang melibatkan orang lain dan kekurangan sumber daya pembanding. Kerusakan (impairment) pada penerimaan diri (dengan hasil berupa kepercayaan akan penolakan dan ketidaklayakan untuk dicintai) juga dapat menjadi masalah hubungan dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Observasi klinis seringkali menunjukkan bahwa individu dapat menunjukkan suatu pola dimana kurangnya penghargaan diri akan menghasilkan tingkah laku yang tidak asertif. Individu mungkin menyembunyikan pendapat atau pilihannya, mengikuti situasi yang bukan menjadi ketertarikan utamanya atau secara konsisten menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhannya sendiri. Pola ini terkait dengan penguasaan lingkungan dan tujuan hidup yang pada akhirnya akan berpengaruh pada otonomi, karena dimensi-dimensi ini memiliki tingkat keterkaitan yang sangat tinggi pada populasi klinis. Sikap tersebut mungkin tidak terlalu jelas pada individu yang menyembunyikan kebutuhan mereka demi untuk mendapatkan persetujuan dari lingkungan sosial. Individu yang mencoba menyenangkan setiap orang cenderung gagal dalam mencapai tujuan ini dan konflik yang muncul akan menimbulkan ketidakpuasan dan frustasi.


(1)

LAMPIRAN V


(2)

INFORMED CONSENT

Ibu yang saya hormati,

Saya adalah mahasiswa Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Kekhususan Klinis Dewasa,

Nama : Maqhfirah DR (NIM: 107029006)

Supervisor : Arliza J. Lubis, M.Si, Psikolog (NIP: 19780325 200312 2 002)

yang akan melakukan serangkaian prosedur psikologis kepada Ibu dalam rangka asesmen dan intervensi bantuan psikologis sebagai bagian dari Penelitian Tesis Profesi untuk mendapatkan gelar Master Psikolog dalam bidang Klinis Dewasa. Penelitian ini akan dilakukan dalam waktu empat bulan.

Untuk memperlancar kegiatan ini saya membutuhkan kerja sama Ibu. Beberapa hal penting yang perlu diketahui adalah:

1. Prinsip Kesukarelaan

Keterlibatan Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, tanpa ada paksaan dan ancaman dari siapapun. Jika dalam kurun waktu empat bulan kegiatan penelitian ini Ibu mendapatkan paksaan dan ancaman dari saya, maka Ibu berhak untuk mengundurkan diri dari kegiatan penelitian ini.

2. Masalah Kerahasiaan

Informasi yang Ibu berikan bersifat rahasia dan hanya akan saya sampaikan dalam lingkup terbatas kepada supervisi dan penguji menggunakan nama samaran, serta tidak akan saya sebarluaskan kepada khalayak. Untuk itu saya berharap informasi yang diberikan adalah kenyataan yang sebenarnya. Dalam prosedur di atas, ada kemungkinan saya akan melakukan perekaman untuk memudahkan saya melakukan pencatatan.

3. Lingkup Kompetensi

Saya adalah mahasiswa tingkat akhir yang telah mendapatkan materi keprofesian Psikolog, dan telah melakukan serangkaian prosedur yang sama pada empat belas klien. Dalam penelitian ini saya disupervisi oleh Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Arliza J. Lubis, M.Si, Psikolog. Jika dalam kegiatan penelitian ini ada terdapat hal-hal yang kurang berkenan atau ada hal-hal yang lainnya, Ibu dapat memberikan komentar atas performa saya secara terbuka baik pada saya secara langsung maupun melalui supervisi


(3)

161

saya. Saya juga berharap, Ibu dapat menyampaikan manfaat yang didapat. Apabila setelah pelaksanaan kegiatan penelitian ini, Ibu merasa mengalami perubahan yang memberikan rasa ketidaknyamanan, maka Ibu dapat menghubungi saya selaku pemeriksa atau menghubungi nomor berikut ini (0852 7680 5072). Selain itu, Ibu juga dapat menghubungi Ibu Arliza J. Lubis, M.Si, Psikolog, selaku supervisor saya dengan menghubungi nomor berikut ini (0812 607 5060).

4. Manfaat

Kegiatan ini saya harap bisa membantu Ibu untuk lebih dapat mengatasi masalah-masalah psikologis yang muncul berkaitan dengan kondisi kesehatan Ibu dengan mereduksi/meminimalisir emosi-emosi negatif dan meningkatkan emosi-emosi positif agar kesejahteraan psikologis Ibu pun meningkat.

Jika Ibu sudah memahami dan setuju dengan hal-hal di atas, silahkan membaca dan menandatangani pernyataan berikut:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam kegiatan Penelitian Tesis Profesi bidang Psikologi Klinis Dewasa ini.

Nama : Aulia Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 49 Tahun

Peneliti telah menjelaskan kegiatan penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaatnya, dan saya tidak berkeberatan untuk mengikuti proses tersebut. Saya mengetahui bahwa identitas diri dan juga informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya akan digunakan untuk tujuan kegiatan Penelitian Tesis Profesi bidang Psikologi Klinis Dewasa.

Medan, 6 September 2012 Menyetujui


(4)

LAMPIRAN VI


(5)

162

INFORMED CONSENT

Ibu yang saya hormati,

Saya adalah mahasiswa Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Kekhususan Klinis Dewasa,

Nama : Maqhfirah DR (NIM: 107029006)

Supervisor : Arliza J. Lubis, M.Si, Psikolog (NIP: 19780325 200312 2 002)

yang akan melakukan serangkaian prosedur psikologis kepada Ibu dalam rangka asesmen dan intervensi bantuan psikologis sebagai bagian dari Penelitian Tesis Profesi untuk mendapatkan gelar Master Psikolog dalam bidang Klinis Dewasa. Penelitian ini akan dilakukan dalam waktu empat bulan.

Untuk memperlancar kegiatan ini saya membutuhkan kerja sama Ibu. Beberapa hal penting yang perlu diketahui adalah:

5. Prinsip Kesukarelaan

Keterlibatan Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, tanpa ada paksaan dan ancaman dari siapapun. Jika dalam kurun waktu empat bulan kegiatan penelitian ini Ibu mendapatkan paksaan dan ancaman dari saya, maka Ibu berhak untuk mengundurkan diri dari kegiatan penelitian ini.

6. Masalah Kerahasiaan

Informasi yang Ibu berikan bersifat rahasia dan hanya akan saya sampaikan dalam lingkup terbatas kepada supervisi dan penguji menggunakan nama samaran, serta tidak akan saya sebarluaskan kepada khalayak. Untuk itu saya berharap informasi yang diberikan adalah kenyataan yang sebenarnya. Dalam prosedur di atas, ada kemungkinan saya akan melakukan perekaman untuk memudahkan saya melakukan pencatatan.

7. Lingkup Kompetensi

Saya adalah mahasiswa tingkat akhir yang telah mendapatkan materi keprofesian Psikolog, dan telah melakukan serangkaian prosedur yang sama pada empat belas klien. Dalam penelitian ini saya disupervisi oleh Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Arliza J. Lubis, M.Si, Psikolog. Jika dalam kegiatan penelitian ini ada terdapat hal-hal yang kurang berkenan


(6)

atau ada hal-hal yang lainnya, Ibu dapat memberikan komentar atas performa saya secara terbuka baik pada saya secara langsung maupun melalui supervisi saya. Saya juga berharap, Ibu dapat menyampaikan manfaat yang didapat. Apabila setelah pelaksanaan kegiatan penelitian ini, Ibu merasa mengalami perubahan yang memberikan rasa ketidaknyamanan, maka Ibu dapat menghubungi saya selaku pemeriksa atau menghubungi nomor berikut ini (0852 7680 5072). Selain itu, Ibu juga dapat menghubungi Ibu Arliza J. Lubis, M.Si, Psikolog, selaku supervisor saya dengan menghubungi nomor berikut ini (0812 607 5060).

8. Manfaat

Kegiatan ini saya harap bisa membantu Ibu untuk lebih dapat mengatasi masalah-masalah psikologis yang muncul berkaitan dengan kondisi kesehatan Ibu dengan mereduksi/meminimalisir emosi-emosi negatif dan meningkatkan emosi-emosi positif agar kesejahteraan psikologis Ibu pun meningkat.

Jika Ibu sudah memahami dan setuju dengan hal-hal di atas, silahkan membaca dan menandatangani pernyataan berikut:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam kegiatan Penelitian Tesis Profesi bidang Psikologi Klinis Dewasa ini.

Nama : Rheina Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 38 Tahun

Peneliti telah menjelaskan kegiatan penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaatnya, dan saya tidak berkeberatan untuk mengikuti proses tersebut. Saya mengetahui bahwa identitas diri dan juga informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya akan digunakan untuk tujuan kegiatan Penelitian Tesis Profesi bidang Psikologi Klinis Dewasa.

Medan, 6 September 2012 Menyetujui