11 Selain penerapan sistem kanal dan kegiatan pengambilan contoh air, dilakukan
juga pengukuran terhadap parameter-parameter kualitas air yang terdiri dari parameter biologi bobot basah M. fluviatilis, fisika suhu, dan parameter kimia
pH, COD, DO, nitrat, nitrit, amonia, dan ortofosfat. Metode dan alat yang digunakan untuk mengukur parameter kualitas air disajikan pada Tabel 2. Gambar
alat dan bahan yang digunakan selama penelitian disajikan pada Lampiran 1. Tabel 2. Metode dan alat untuk mengukur parameter kualitas air
Parameter Unit
Metode Alat ukur
Biomassa Mayaca
Gram Timbangan
Timbangan digital Adam PW 254 ketelitian 0.0001
Suhu
o
C Probe elektroda
Termometer digital Lutron DO-5510 ketelitian 0,1
DO mgL
Probe elektroda DO meter Lutron
DO-5510 ketelitian 0,1 pH
-
Probe elektroda pH meter Thermo Sc
Orion 3 star ketelitian 0,1 COD
mgL Heat of dilution procedure
Titrimetrik Nitrit
mgL Indophenol
Spektrofotometer Nitrat
mgL Brucine
Spektrofotometer Amonia
mgL Phenate
Spektrofotometer Ortofosfat
mgL Molybdate Ascorbic Acid
Spektrofotometer Sumber: Eaton et al. 2005
3.3. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi pengambilan sedimen, penentuan konsentrasi limbah, dan penentuan tumbuhan air yang akan dimanfaatkan untuk penelitian utama.
Pengambilan sedimen dilakukan di Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Cianjur, di bagian hulu Waduk Cirata, tepatnya di areal padat karamba jaring apung. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan sedimen dengan kandungan N dan P yang tinggi. Tingginya kandungan N dan P tersebut dipengaruhi oleh pakan yang diberikan
pembudidaya ikan di kawasan KJA. Karakteristik dari sedimen yang diperoleh adalah lumpur basah berwarna hitam dan memiliki bau yang kurang sedap.
Kemudian sedimen yang diambil dengan menggunakan Van-Veen Grab tersebut dikeringkan dan dihaluskan agar homogen.
Tahapan selanjutnya adalah penentuan konsentrasi limbah sedimen Waduk Cirata berdasarkan nilai COD. Konsentrasi limbah yang akan digunakan dalam
penelitian ini ditentukan berdasarkan tingkat pencemaran ringan, sedang, dan berat.
12 Konsentrasi limbah dengan kriteria tercemar sedang digunakan sebagai perlakuan pada
penelitian pendahuluan untuk menentukan tumbuhan air yang akan digunakan pada penelitian utama.
Berdasarkan hasil pengujian kualitas air dari 150 gram sedimen Waduk Cirata yang dilarutkan dalam 35 liter air baku dan diberi aerasi selama 3 hari, didapatkan nilai
COD sebesar 27,5 mgL. Nilai COD tersebut termasuk dalam kriteria tercemar ringan berdasarkan PP NO.82 tahun 2001 Tabel 1. Kadar COD sebesar 27,5 mgL dijadikan
dasar dalam penentuan komposisi sedimen yang akan dipakai pada penelitian utama. Komposisi sedimen yang dipakai untuk perlakuan di penelitian utama, masing-masing
adalah 150 gram tercemar ringan, 300 gram tercemar sedang, dan 700 gram tercemar berat, dalam 35 liter air baku. Nilai konsentrasi COD masing-masing
perlakuan untuk penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai konsentrasi COD masing-masing perlakuan dalam penelitian utama
Parameter Perlakuan A
Sedimen 150 gram Perlakuan B
Sedimen 300 gram Perlakuan C
Sedimen 700 gram Kadar COD
mgL 27,5
55,05 128,45
Pada tahap selanjutnya dilakukan studi kemampuan adaptasi tumbuhan air terhadap konsentrasi limbah dengan kriteria tercemar sedang. Pemilihan tumbuhan air
didasarkan pada informasi dari petani di Gunung Bunder, Kecamatan Pamijahan, Bogor. Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa dari 180 jenis tumbuhan air
yang dibudidayakan, terdapat tiga jenis tumbuhan air yang memiliki daya tahan dan pertumbuhan paling baik dibandingkan tumbuhan air lainnya. Ketiga jenis tumbuhan
air tersebut adalah Cabomba sp., Egeria densa, dan Mayaca fluviatilis Gambar 4.
Gambar 4. Tumbuhan air uji pada penelitian pendahuluan a. Mayaca fluviatilis
b. Cabomba sp. c. Egeria densa
13 Ketiga jenis tumbuhan air tersebut kemudian diujikan pada limbah dengan
konsentrasi tercemar sedang selama 21 hari. Berdasarkan hasil percobaan, tumbuhan air yang memiliki kemampuan adaptasi dan pertumbuhan yang paling optimal adalah
Mayaca fluviatilis. Hal ini ditunjukkan oleh waktu penggandaan doubling time M. fluviatilis yang paling cepat bila dibandingkan dengan Cabomba sp. dan Egeria densa
Lampiran 2.
3.4. Penelitian Utama