Tembaga Cu Pemodelan spasial untuk penentuan lokasi instalasi pengolahan air limbah (ipal) batik di Kota Pekalongan, Jawa Tengah

38

8. Residu tersuspensi

Kandungan residu tersuspensi tertinggi terdapat di Sungai Bremi dan Kali Asem Binatur. Kandungan residu tersuspensi di Kali Bremi disebabkan oleh tingginya kandungan Nitrit sebagai N dan total Pospat yang memacu terjadinya eutrofikasi. Selain itu, terdapat beberapa sistem drainase Kota Pekalongan terhubung langsung ke kali ini sehingga memungkinkan masuknya bahan – bahan organik yang meningkatkan kekeruhan di Kali Bremi. Kondisi serupa terjadi pada Kali Asem Binatur. Nilai Nitrit sebagai N yang tinggi juga memacu peningkatan kesuburan badan air dan mengakibatkan terjadinya eutrofikasi di kali ini. Masukan zat organik ke kali ini juga disebabkan oleh kondisi kali yang berasal dari saluran drainase dan irigasi pada lahan persawahan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan nilai residu tersuspensi di kali tersebut. Penentuan prioritas kriteria lokasi IPAL batik menggunakan AHP Upaya awal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan akibat keberadaan industri batik dapat ditempuh dengan cara melakukan pengelolaan air limbah industri - industri batik. Dalam penentuan pengelolaan air limbah batik, diperlukan penentuan lokasi instalasi pengolahan air limbah batik yang tepat. Penentuan lokasi instalasi pengolahan air limbah batik ini meliputi; pemilihan parameter, penentuan parameter kunci, dan pengembangan model spasial penentuan lokasi IPAL batik serta analisis desentralisasi lokasi IPAL. Tahapan pemilihan paramater dan penentuan parameter kunci dilakukan dengan menggunakan salah satu metode pengambilan keputusan multi kriteria MCDM yaitu, AHP analytical hierarchy process. Sedangkan pada pengembangan model spasial penentuan lokasi IPAL batik serta analisis desentralisasi lokasi IPAL batik dilakukan dengan metode terpisah. Cara ini ditempuh untuk memudahkan dalam pembangunan program komputerisasi menggunakan ArcObject. Dalam pemilihan parameter dan penentuan prioritas parameter kunci, motode AHP dipilih karena metode ini dapat memadukan rancangan deduktif dan rancangan berbasis sistem dalam memcahkan persoalan kompleks dan memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud seperti kriteria – kriteria IPAL batik untuk mendapatkan prioritas. Selain itu, kelebihan model AHP dibandingkan dengan dan metode – metode MCDM lainnya seperti ELECTRE-3, promethee-2, Compromise Programming, Composite Programming, dan Multi-Attribute Utility Theory, adalah; 1 AHP memiliki struktur yang berhirarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub-sub kriteria yang paling dalam, 2 memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsisten berbagai kriteria dan alaternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan, 3 memperhitungkan daya tahan output analisis sensitifitas pengambilan keputusan. Model AHP juga mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-obyek dan multi-kriteria yang berdasar pada pertimbangan preferensi dari setiap elemen. Pemilihan parameter Identifikasi kriteria lokasi instalasi pengolahan limbah IPAL batik yang tepat di Kota Pekalongan ditentukan melalui studi literatur penelitian – penelitian yang terkait. Berdasarkan studi literatur tersebut, dalam penelitian ini kriteria lokasi IPAL yang digunakan adalah kriteria yang digunakan oleh Anagnostopoulos et al. 2006, Ibrahim 39 et al. 2011, Karimi et al. 2011, Murali 2011 dan Deepa et al. 2012. Penggunaan kriteria tersebut juga didasarkan pada ketersediaan data – data yang dimiliki oleh pemerintah kota. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penerapan penentuan lokasi IPAL oleh instansi terkait. Berdasarkan studi pustaka Tabel 10, kriteria lokasi IPAL batik yang tepat terdiri atas kriteria teknik, kriteria ekonomi, kriteria sosial dan kriteria lingkungan. Kriteria teknis meliputi jarak terhadap pemukiman, akses jalan, luasan lokasi IPAL batik, jarak lokasi IPAL batik terhadap sungai, jarak terhadap saluran drainase, kemiringan dan ketinggian lahan serta ketersediaan energi yang diwakilkan oleh sentra industri besar dan sentra perdagangan. Spesifikasi kriteria teknis pemilihan lokasi IPAL batik terdapat pada Tabel 10. Dengan merujuk pada Tabel 9, dalam penelitian ini, jarak lokasi pemukiman yang tepat terhadap lokasi IPAL adalah 150 meter. Jarak ini dipilih dengan pertimbangan bahwa wilayah lahan terbangun di Kota Pekalongan, hanya ada 31,7 dari total luas dengan jarak terpanjang adalah sekitar 1 km. Akses jalan untuk lokasi IPAL batik ditentukan sejauh 300 meter dari jalan raya. Akan tetapi, dengan jarak penyangga sejauh 300 meter dari jalan raya, luas lahan di Kota Pekalongan yang tersedia untuk pembangunan IPAL batik hanya tersisa 8,23 Km 2 dari keseluruhan wilayah studi. Selain itu, dengan jarak penyangga 300 meter, jarak terpendek dari sungai dan jaringan drainase ke lahan yang tersisa untuk pembangunan IPAL batik berkisar kurang lebih 1 km. Dengan demikian, luas dan distribusi lahan untuk pembangunan IPAL batik tidak akan mencakup keseluruhan wilayah dan tidak dapat menjangkau keseluruhan limbah batik di Kota Pekalongan. Dengan demikian, jarak 300 meter kurang tepat untuk wilayah administrasi Kota Pekalongan dengan ketersediaan lahan non-urban yang terbatas. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini, jarak yang tepat dari akses jalan adalah sekitar 5 meter. Dengan pertimbangan debit limbah batik di Kota Pekalongan dan distribusi industri batik yang tersebar merata di seluruh kelurahan di Kota Pekalongan, seudah seharusnya lokasi IPAL batik memiliki luas yang memadai. Berdasarkan data debit limbah batik di setiap kelurahan di Kota Pekalongan, diketahui bahwa total debit limbah batik yang tidak terolah adalah 3.131 m 3 hari dengan debit terbesar berada di Kelurahan Jenggot 576 m 3 L dan Kelurahan Pasir sari 369 m 3 L. Mengacu pada data debit air limbah dan dengan mempertimbangkan perbandingan kadar BOD terhadap COD di inlet IPAL Kauman dan Jenggot yang menunjukkan perbandingan 1:5 Lampiran 2 serta merujuk oleh Wang 2011, diperoleh bahwa proses IPAL batik yang tepat adalah menggunakan proses fisika-kimia. Dengan demikian, masa satu kali proses pengolahan air limbah di IPAL batik akan berlangsung selama satu hari dengan asumsi debit air limbah tertampung sebesar 1600 m 3 hari. Dengan pertimbangan bahwa kedalaman maksimal unit IPAL adalah ±4 m, sehingga diperoleh bahwa luasan minimum untuk IPAL adalah ±1 ha. Untuk mengantisipasi penambahan fasilitas, dengan demikian luas IPAL batik yang disarankan adalah ± 2 ha. Jarak instalasi pengolahan limbah batik terhadap kali dipertimbangkan untuk memudahkan penyaluran air limbah batik yang telah diolah di IPAL batik ke kali. Dengan mempertimbangkan persyaratan pipa PVC untuk menyalurkan air limbah hasil olahan IPAL yang harus memiliki diameter lebih dari 48 inci 1.212 cm dan panjang setidaknya 3,6 m Chelsea Municipal Council, 2011, serta untuk menghindari meluapnya air kali, maka dipilih jarak kali untuk batik IPAL adalah sekitar 50 meter.