Menurut Evans et al. 2006 penularan penyakit ini dapat terjadi melalui persinggungan dengan ikan sakit. Gejala yang ditimbulkan tergantung pada
tingkat serangan, yaitu akut dan kronis. Pada tingkat kronis, gejala yang Nampak yaitu adanya memar seperti luka dipermukaan tubuh, bercak merah pada sirip,
berenang lambat, sering berada didasar akuarium dan menyebabkan nafsu makan menurun. Gejala lain yang sering muncul abonormalitas pada mata exopthalmia,
opacity dan purulens dan kehilangan keseimbangan whirling disease. Apabila
serangan akut terjadi, maka akan terjadi kematian yang diduga karena adanya toksin, kehilangan cairan pada saluran pencernaan dan tidak berfungsinya
sebagian organ. Streptococcosis menyebabkan meningoenchephalitis dan septikemia pada ikan. Organ target yang diserang adalah bagian otak cerebellum
dimana terjadi degenerasi dan nekrosa di bagian kranial dan terjadi kongesti pembendungan pada pembuluh darah otak belakang. Sedangkan pendarahan
juga terjadi pada jaringan dalam organ. Penyebaran S. agalactiae ke dalam organ ikan melalui darah, dimana bakteri ini masuk kedalam aliran darah, dapat tumbuh
dan berkembang serta menyebar melalui darah Hardi 2011.
2.3 Pengendalian streptococcosis dengan vaksinasi
Vaksin merupakan suatu substansi yang mengandung zat antigenik yang mampu membangkitkan sistem imun untuk memproteksi inang dari serangan
patogen. Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit dalam budidaya ikan. Ada beberapa macam vaksin yang biasa digunakan dalam
budidaya ikan antara lain vaksin sel utuh, vaksin dari komponen sel dan vaksin DNA. Pemilihan vaksin yang digunakan bergantung pada jenis bakteri yang
digunakan, kondisi ikan dan lingkungan. Ada berapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan vaksin seperti antigen yang heterogen,
imunitas yang relatif rendah dan cara aplikasinya di lapangan Pasaribu et al. 1990. Selain itu, efikasi vaksin sangat bergantung pada jenis dan kualitas vaksin,
teknik pemberian vaksin, kondisi ikan dan lingkungan. Menurut Lindahl et al. 2005 protein permukaan merupakan kandidat
vaksin yang potensial untuk dikembangkan karena mampu memproteksi inang terhadap serangan penyakit. Protein merupakan sebuah antigen atau imunogen
yang baik, akan tetapi tidak semua molekul protein merupakan imunogen. Syarat material vaksin adalah bersifat toksik pada kondisi normal dan bersifat
imunogenik setelah di inaktifkan. Penelitian terakhir yang telah dilakukan oleh Hardi 2011 memberikan informasi bahwa pemanfaatan ECP yang diproduksi
oleh bakteri S. agalactiae sebagai material vaksin memiliki protein dengan berat molekul 51,8 KDa; 55,8 KDa dan 62
,γ KDa untuk tipe hemolitik sedangkan tipe nonhemolitik memiliki protein dengan berat molekul 55,8 KDa dan 62,3 KDa.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Pasnik et al. 2005 bahwa kandungan protein ECP S. agalactiae yang digunakan sebagai vaksin ikan berkisar pada 47-
75 KDa dan yang lebih dominan adalah protein dengan berat molekul 54 dan 55 KDa.
Hardi 2011 menyatakan vaksin gabungan produk ekstraseluler dan sel utuh dari bakteri Streptococcus agalactiae
tipe hemolitik mampu memproteksi ikan nila dengan RPS 92 dari infeksi bakteri setipe dan 75 untuk bakteri tipe
non hemolitik. Evans et al. 2004 menyatakan vaksin gabungan S. agalactiae tipe hemolitik hanya memberikan proteksi pada ikan nila dengan nilai RPS 70
ketika diuji tantang dengan bakteri setipe. Selain vaksinasi pemberian imunisasi pasif pada ikan nila terhadap S. agalactiae memberikan hasil 100 ikan mampu
hidup ketika diuji tantang dengan 1,5 x 104 CFUml selama 25 hari Pasnik et al.
2006.
III. METODE PENELITIAN