Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air pada perlakuan menggunakan madu Pemeliharaan
Perlakuan pH
Suhu
o
C Saat Perendaman
Kontrol Madu Ternak
Madu Hutan Madu Bakau
7,8 7,0
6,9 6,0
28 28
28 28
Saat dipindah di Aquarium
Kontrol Madu Ternak
Madu Hutan Madu Bakau
7,2 6,8
7,3 6,9
28 28
28 28
Di dipindah ke Hapa
Kontrol Madu Ternak
Madu Hutan Madu Bakau
6,0 6,0
6,0 6,0
27 27
27 27
Tabel 5. Hasil pengukuran pH dan suhu pada perlakuan chrysin dan kalium Pemeliharaan
Perlakuan pH
Suhu
o
C Saat Perendaman
Kontrol Chrysin
Kalium 7,8
7,7 6,9
28 28
28
Saat dipindah di Aquarium
Kontrol Chrysin
Kalium 5,9
5,9 5,9
28 28
28
Di dipindah ke Hapa
Kontrol Chrysin
Kalium 6,5
6,5 6,5
28 28
28
4.3 Ekspresi gen aromatase
Berdasarkan  ekspresi  gen  aromatase  pada  jam  1,  6,  12,  24,  dan  48  pasca perendaman Gambar 2 terlihat perbedaan ekspresi gen pada tipe gonad tipe 1
dan otak tipe 2. Ekspresi gen aromatase tipe gonad terdeteksi pada jam ke-12, 24, dan 48 pada ikan kontrol, sedangkan pada ikan perlakuan tidak terdeteksi. Hal ini
menunjukan pada jam ke-12 pasca perendaman, madu berhasil menekan ekspresi gen  aromatase  tipe  gonad.  Pada  perlakuan  chrysin  dan  kalium  juga  terlihat
penekanan  ekspresi  aromatase  gonad  pada  jam  ke-12    Gambar  3  sama  halnya dengan pasca perendaman menggunakan madu. Hal ini menunjukan bahwa madu,
chrysin dan kalium terbukti berhasil menekan ekspresi gen aromatase  gonad pada
jam  ke-12  pasca  perlakuan,  sehingga  mengarahkan  terbentuknya  gonad  jantan. Selanjutnya  ekspresi  gen  aromatase  tipe  gonad  pada  K12,  K24  dan  K48  terlihat
adanya perbedaan tingkat ekspresi gen, yaitu level ekspresi gen menurun dari K12 hingga  K48,sementara  itu,  level  ekspresi  ge
n  β-aktin  relatif  sama  Gambar  2. Hasil ini berbeda dari pernyataan Ijiriet al. 2008 bahwa ekspresi gen aromatase
akan meningkat pada saat diferensiasi kelamin di gonad XX mulai dari hari ke-5 sampai 15 setelah menetas dan tetap tinggi setelah itu. Hal ini diduga karena RNA
berasal  dari  kumpulan  6  larva,  dan  dijadikan  satu  sampel.  Dari  6  larva  tersebut, tidak  diketahui  mana  yang  berdiferensiasi  menjadi  jantan  dan  betina,  sehingga
ekpresi  gen  aromatase  pada  K12,  K24,  dan  K48  tidak  bisa  menunjukkan peningkatan level ekspresi gen aromatase pada penelitian ini.
Ekspresi gen aromatase tipe otak terlihat pada semua titik pada perlakuan, sedangkan  pada  kontrol  ekspresi  gen  tidak  terlihat  pada  jam  ke-12,  24,  dan  48
Gambar  2.  Hal  ini  menunjukan  ekspresi  gen  aromatase  di  otak  terdeteksi sebelum  diferensiasi  kelamin  terjadi.  Akan  tetapi,  saat  diferensiasi  ovari  terjadi,
otak tidak mengekspresikan gen aromatase lagi. Estrogen yang diproduksi di otak mengarahkan  beberapa  tindakan  pada  satu  set  fungsi  besar,  dan  belum  tentu
terkait dengan reproduksi Nicolas et al. 2010.
Gambar  2.  Ekspresi  gen  aromatase  tipe  1  gonad  A,  tipe  2  otak  B  dan β-
aktin C. M = marker DNA; P1-P48: Perlakuan madu pada jam ke-1 sampai  48  pasca  perendaman;  K1-K48:  Kontrol;
♂O,  ♀O  =  sampel otak  jantan  dan  betina;
♂G,  ♀G  =  sampel  gonad  jantan  dan  betina; tanda panah menunjukkantarget gen.
Gambar  3.  Ekspresi  gen  aromatase  tipe  gonad  A  pada  perlakuan  madu  P12, kalium  Kal12,  chrysin  Chry12 dan kontrol pada jam ke-12 K12
setelah  perendaman. β-aktin  B.    M=  marker  DNA.    Tanda  panah
menunjukkan target gen. Ekpresi  gen  aromatase  tipe  gonad  hanya  terlihat  pada  gonad  betina,
sedangkan  ekspresi  gen  aromatase  tipe  otak  terlihat  pada  otak  dan  gonad  jantan dan  betina.  Namun  demikian,  ada  perbedaan  ukuran  fragmen  DNA  antara
aromatase  pada  kontrol  yaitu  ~300  bp  dan  pada  gonad  betina  ~200  bp  untuk aromatase  tipe  gonad.  Perbedaan  ukuran  fragmen  DNA  tersebut  diduga  karena
adanya alternative splicing Brett et al. 2002. Pada saat proses transkripsi, terjadi splicing intron sehingga mRNA hanya terdiri dari ekson saja.  Alternativesplicing
intron  ini  juga  bisa  menyebabkan  perbedaan  protein  yang  terbentuk  Brett  et al.2002.
B A
200 bp 300 bp
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
1.  Madu hutan, madu ternak, dan madu bakau dapat digunakan untuk sex revesal ikan nila, dan memiliki efektivitas yang sama.
2.  Chrysin dan kalium berperan penting dalam mengarahkan diferensiasi kelamin ikan nilamenjadi jantan.
3.  Penekanan  ekspresi  aromatase  tipe  gonad  oleh  madu,  chrysin  dan  kalium menyebabkan nila mengalami perubahan kelamin menjadi jantan.
5.2 Saran
Berbagai  parameter perendaman madu dalam  sex reversal ikan nila perlu diuji  lebih  lanjut  untuk  memperoleh  hasil  yang  lebih  baik,  diantaranya  lama
perendaman, frekuensi perendaman, dan dosis perendaman.
DAFTAR PUSTAKA
Brett D, Pospisil H, Valcárcel J, Reich J, Bork P. 2002.Alternative splicing and genome complexity. Nat Genet 301: 29-30.
Busacker  GP,  AdelmanIR,GoolishEM.  1990.  Growth.  Di  dalam:  Schreck  CB, Moyle PB. eds. Methods for fish biology. American Fisheries Society.
Callard  GV,  Tchoudakova  AV,  Kishida  M,  Wood  E.  2001.  Differential  tissue distribution,
developmental programming,
estrogen regulation
andpromoter  characteristics  of  cyp19  genes  in  teleost  fish.  Journal  of Steroid Biochemistry and Molecular Biology 79: 305-314.
Capelo  AS,  Asuncion  C,  Francisco  T,  Teodomiro  F,  Rafael  P.  2001.  Potassium regulates  plasma  testosterone  and  renal  ornithinedecarboxylase  in  mice.
Federation of European Biochemical Societies 333: 32-34. Contreras-Shanchez WM, Fitzpatrick MS. 2001. Fate of methyltestosteron in the
pond  environtment:  Impact  of  Mt-contaminated  soil  on  tilapia  sex differentiation. Effluents and Pollution Research 2c 9er2c. Department of
Fisheries and Wildlife. Oregon State University, USA
Dabrowski  K,  Gustavo  R,  Mary  AGA.    2005.  Use  of  phytochemicals  as  an environmentally friendly method to sex reverse Nile tilapia.Eleventh Work
Plan,  Fish  Nutrition  and  Feed  Technology  Research  3  11FNFR3:  287- 303.
D’cottae H, Fostier A, Guiguen Y, Govoroun A. 2001.   Aromatase plays a key role  during  normal  and  temperature-induced  sex  differentiation  of  tilapia
Oreochromis niloticus. Mol. Rep. Development 276: 265-276. Dean  W.  2004.    Chrysin:    is  it  an  effective  aromatase  inhibitor?    Vitamin
Research Products News. Volume 18. Http:Vrp.ComArt1208.Asp.Htm. [11 September 2011].
DKP Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Surat Keputusan Menteri No: Kep.
20Men2003 tentang
Larangan Penggunaan
17 α-Methyl
Testosterone Mt. DKP. Eng  ET,  Williams  D,  Mandava  U,  Kirma  U,  Tekmal  RR,  Chen  S.  2001.
Suppression  of  aromatase  estrogen  synthetase  by  red  wine phytochemicals. Breast Cancer Research andTreatment 67:133-146.
FAO  Food  and  Agriculture  Organization.  2012.  Marked  reports  of  tilapia. Globefish.  FAO.  http:www.globefish.orgtilapia-march-2012.html      [30
Mei 2012] Ferreres F, Francisco AT, Maria AIG, Francisco TL. 2006. An HPLC technique
for  flavonoid    analysis  in  honey.    Journal  of  the  Science  of  Food  and Agriculture 56: 45-56.