Rumus Kesesuaian Angka dengan Realitas
D. Rumus Kesesuaian Angka dengan Realitas
1. Awal Penemuan Rumus
54 Ibid., h. 168 55 Ibid ., h. 168 -169
Penelitian angka-angka dalam al-Qur’an yang dilakukan oleh Ab ū Zahr ā ’ al-
Najd ī didasarkan pada hasil penemuan ‘Abd Razz ā q Nawfal tentang keseimbangan angka. Al-Najd ī menyebutkan: “Jumlah kata-kata dalam al-Qur’an yang menegaskan kata-kata lain ternyata jumlahnya sama dengan jumlah kata-kata al- Qur’an yang menjadi lawan atau kebalikan dari kata-kata tersebut, atau di antara
keduanya ada nisbat kebalikan atau kontradiktif.” 56 Pernyataan ini merupakan
salah satu inti sari hasil penelitian Nawfal. Al-Najd ī menambahkan bahwa apabila jumlah kata-kata yang ada dalam al- Qur’an merupakan mukjizat, maka begitu pula dalam huruf-hurufnya. Baginya, mukjizat dalam al-Qur’an tidak hanya terbatas pada ayat-ayat, makna-makna, prinsip-prinsip dan dasar-dasar keadilan, dan pengetahuan gaib, tetapi juga termasuk jumlah-jumlah (bilangan) yang ada dalam al-Qur’an sendiri. Termasuk dalam kategori jumlah tersebut adalah pengulangan kata dan hurufnya. 57
Penelitian yang dilakukan oleh al-Najd ī menggunakan asumsi-asumsi awal yang berbeda dengan ‘Abd al-Razz ā q Nawfal. Al-Najd ī menceritakan pengalamannya ketika mengatakan kepada dirinya sendiri, misalnya apabila kata “yawm” (hari) disebutkan sebanyak 365 kali dan kata “syahr” (bulan) sebanyak 12 kali, barangkali kata “s ā ‘ah ” (jam) disebutkan sebanyak 24 kali. Ketika ia membuka kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Alf ā zh al-Qur’ ā n al-Kar ī m , kata al-s ā ‘ah ternyata
56 al-Najd ī , al-Qur’an, h. 73 57 Ibid.
tersebut sebanyak 48 kali, padahal seharusnya 24 kali sesuai dengan jumlah jam
dalam sehari semalam. Meskipun demikian, dengan asumsi bahwa 24 kata tersebut memiliki karakteristik khusus dari 48 kata tersebut, ia menemukan kata “s ā ‘ah ”
disebutkan 24 kali dengan didahului oleh harf, 58 sehingga sesuai dengan jumlah jam dalam sehari semalam. 59
2. Bentuk-bentuk Rumus Kesesuaian
Beberapa bentuk mukjizat angka yang dinyatakan sesuai dengan realitas oleh Ab ū Zahr ā ’ al-Najd ī adalah sebagai berikut:
a. Dua puluh empat jam. Kata al-s ā ‘ah yang didahului dengan harf—tidak didahului oleh ism maupun fi‘l—tersebut sebanyak 24 kali sesuai dengan jumlah
jam dalam sehari-semalam. 60
b. Tujuh langit. Kata sab‘u yang berkaitan dengan sam ā w ā t (langit), sebelumnya atau sesudahnya, disebutkan sebanyak 7 kali sesuai dengan jumlah langit dan jumlah hari dalam seminggu.
58 Hal ini termasuk dalam contoh metode takhsh ī sh untuk mencari hal-hal khusus dari objek yang diteliti. 59 al-Najd ī , al-Qur’an, h. 81-82 60 Kedua belas tempat tersebut adalah Qs. al-A‘r ā f:187, al-Tawbah: 117, Y ū nus: 45, al-Hijr: 85, al-Kahf: 21, Maryam: 75, Th ā h ā : 15, al-Anbiy ā ’: 49, al-Mu’min ū n: 7, al-Furq ā n: 11 (2), al-Ahz ā b: 23,
f: 35, Muhammad: 18, al-Qamar: 46 (2), al-N ā zi‘ ā t: 42.
63, al-Mu’min: 40, al-Sy ū r ā : 17,18, al-Zukhruf: 43, al-Dukh ā n: 32, al-J ā tsiyah: 32, al-Ahq ā 63, al-Mu’min: 40, al-Sy ū r ā : 17,18, al-Zukhruf: 43, al-Dukh ā n: 32, al-J ā tsiyah: 32, al-Ahq ā
disebutkan sebanyak 34 kali. Jumlah ini sesuai dengan jumlah sujud dalam shalat lima waktu (17 rakaat).
d. Shalat lima waktu. Al-Qur’an menyebutkan kata shalaw ā t sebanyak lima kali sesuai dengan jumlah shalat wajib sehari semalam; subuh, zuhur, asar, maghrib dan isya.
e. Shalat fardhu dan sunat. Kata shal ā h berikut turunan katanya, disertai dengan kata qiy ā m berikut turunan katanya, disebutkan sebanyak 51 kali. Jumlah ini sesuai dengan jumlah rakaat shalat, yaitu 17 rakaat shalat fardhu, ditambah dengan 34 rakaat shalat sunat. 61
f. Perintah mendirikan shalat. Kata kerja perintah (fi‘l amr) aqim atau aq ī m ū (dirikanlah) yang diikuti kata shal ā h disebut sebanyak 17 kali, sesuai dengan jumlah rakaat shalat fardhu (17 rakaat).
g. Rakaat shalat fardhu. Kata faradha berikut turunan katanya dengan pengertian far ī dhah (kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan) disebutkan sebanyak 17 kali sesuai dengan jumlah rakaat shalat.
61 Jumlah 34 rakaat tersebut jika shalat sunat fajar (subuh) dihitung 2 rakaat, 8 rakaat shalat sunat zuhur, 8 rakaat shalat sunat asar, 4 rakaat shalat sunat maghrib, dan sunat isya dipandang satu
rakaat dari dua rakaat dengan satu duduk, ditambah dengan 11 rakaat sunat malam. Al-Najd ī menyatakan: “Semua itu merupakan karunia Allah yang membuktikan secara jelas kebenaran mazhab fiqh yang memandang bahwa bilangan shalat sunat sehari semalam 34 rakaat.” Tetapi ia tidak menjelaskan mazhab yang dimaksud.
h. Bilangan rakaat shalat di perjalanan. Kata qashr (meringkas) berikut turunan
katanya disebut sebanyak 11 kali sesuai dengan jumlah rakaat shalat harian di perjalanan yaitu 11 rakaat (setelah diringkas).
i. Basuhan dalam wudhu. Kata ghusl (membasuh) dengan air berikut turunan katanya disebut sebanyak 3 kali, sesuai dengan jumlah basuhan dalam wudhu yang diperintahkan Allah, yaitu membasuh muka, membasuh tangan kanan,
dan membasuh tangan kiri. 62 j. Usapan dalam wudhu. Kata imsah ū (perintah jamak untuk mengusap) disebut
sebanyak 3 kali sesuai dengan bilangan usapan yang wajib dalam wudhu, yaitu mengusap kepala, mengusap mengusap kaki kanan, dan mengusap kaki kiri.
k. Rasul ul ū al-‘azm . Kata ‘azm disebut sebanyak 5 kali sesuai dengan jumlah rasul yang termasuk ul 63 ū al-‘azm.
l. Thaww ā f dan sa‘y. Kata thaww ā f berikut kata turunannya disebut sebanyak 7 kali. Bilangan ini sesuai dengan jumlah thaww ā f mengelilingi Ka‘bah dan ketika sa‘y , antara bukit Shaf ā dan Marwah. m. Kiblat dan thaww ā f . Kata qiblah disebut sebanyak 7 kali sama dengan jumlah thaww ā f di sekeliling Ka’bah sebagai kiblat.
62 Bilangan ini tidak menghitung basuhan untuk kaki. Hal ini dimungkinkan dalam salah satu qir ā ’ah atau penafsiran atas ayat tentang wudhu, yakni kaki termasuk bagian yang diusap. Lihat
poin selanjutnya. 63 Di antara nabi/rasul terdapat lima orang dari kalangan rasul yang tergolong ul ū al-‘azm , yaitu memiliki keutamaan sabar yang luar biasa), yakni: Nabi N ū
h, Ibr ā h ī m, M ū s ā , Ī s ā , dan Muhammad saw.
n. Mi‘r ā j dan langit. Kata ‘araja (dalam pengertian naik ke langit) dan turunan
katanya disebut sebanyak 7 kali, sesuai dengan jumlah langit yang disebutkan al-Qur’an.
o. Laki-laki dan perempuan. Kata rajul (laki-laki) secara berdiri sendiri disebut sebanyak 24 kali, seperti jumlah penyebutan kata imra’ah (perempuan). p. Nama Nabi Muhammad saw. Nama Muhammad disebut sebanyak 4 kali.
Bilangan ini—dikatakan—sesuai dengan jumlah namanya yang disebut dalam iq ā mah (2 kali), tasyahhud awwal (1 kali), dan tasyhahhud akh ī
r 64 (1 kali). q. Perbandingan darat dan laut. Kata al-barr (darat) disebut sebanyak 12 kali,
sedangkan al-bahr (laut)—baik mufrad, mutsann ā , dan jamaknya—disebut sebanyak 40 kali. Perbandingan tersebut (12:40) dinyatakan sama dengan perbandingan antara daratan dan lautan di planet bumi.
Selain bukti-bukti di atas, Ab ū Zahr ā ’ al-Najd ī juga menyuguhkan tendensi terhadap mazhab tertentu, dalam hal ini adalah Sy 65 ī ‘ah . Bukti yang ditampilkan
64 Tidak jelas alasan perolehan bilangan nama dalam iq ā mah dan tasyahhud ini, sebagaiman tidak jelas bacaan yang dimaksud olehnya. Bagi kalangan sunn ī , nama Muhammad terdapat satu kali
dalam iq ā mah , dua kali dalam tasyahhud awwal, dan tiga kali dalam tasyahhud akh ī r (bagian bacaan wajib), dan totalnya sebanyak enam kali.
65 Sy ī ‘ah pada mulanya adalah golongan pendukung ‘Al ī ibn Ab ī Th ā lib pada saat perselisihan dengan Mu‘ ā wiyah ibn Ab ī Sufy ā n. Di antara paham dalam Sy ī ‘ah adalah pengakuan kepada 12
khalifah setelah Nabi Muhammad, dan di antara sekte Sy ī ‘ah yang terkenal dengan paham ini adalah Im ā miyyah.
tidak hanya memperkuat aliran ini, tetapi juga menyinggung pihak lawan, dengan
menggunakan rumus kesesuaian angka ini. Bukti-bukti tersebut berkaitan tentang jumlah imam setelah Rasulullah saw
yang diakui oleh Sy ī
‘ah, yakni sebanyak 12 orang. 66 Bilangan ini sesuai dengan beberapa kata yang ditunjuknya yang memiliki bilangan penyebutan sebanyak 12
kali. Kata-kata yang disebutkan dalam al-Qur’an dalam bilangan ini adalah: 67
a. kata im ā m beserta turunan katanya,
b. kata khal ī fah dan turunan kata bendanya,
c. kata washiyyah (dalam arti wasiat dari Allah kepada makhluk-Nya) dan turunan katanya,
d. kata syah ā
dah 68 (bangkit bersaksi) berikut turunan katanya,
e. ungkapan hum al-muflih ū n dalam al-Qur’an,
f. ungkapan ashh ā b al-jannah dalam pengertian surga yang ditetapkan Allah bagi orang-orang yang benar, 69
g. 70 kata ishthaf ā (memilih) berikut turunan katanya,
66 Menurutnya al-Najd ī , jumlah ini sama dengan jumlah Nuqab ā ’ ban ī Isr ā ’ ī l, dan jumlah Haw ā ri Ī s ā as. Lihat al-Najd ī , al-Qur’an, h. 98
67 Disarikan dari al-Najd ī , al-Qur’an, h. 98-142. Dari kata-kata ini dikenal istilah seperti: im ā m, khal ī fah, w ā sh ī , ma‘sh ū m, syuhad ā ’, mushthaf ā , mujtab ā , dan sebagainya. 68 Kata ini berkaitan secara khusus dengan para syuhad ā ’ Allah swt., selain para Nabi, dan mereka adalah orang-orang yang bersaksi di hadapan Allah atas para hamba-hambanya di hari
kiamat dan hari tegaknya kesaksian. Jadi, maksud kata syuhad ā ’ ini, bukanlah orang yang terbunuh di jalan Allah.
69 Yang dimaksud dengan surga ialah yang ditetapkan Allah bagi orang-orang yang benar, bukan surga dunia seperti dalam firman Allah: “Sesungguhnya Kami uji mereka sebagaimana Kami uji
penghuni-penghuni surga…” (Qs. al-Qalam/68: 17). Surga yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah surga dunia. Selain dalam ayat ini, surga yang dimaksudkan adalah surga yang ditetapkan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang saleh.
h. kata kerja ya‘shimu (memelihara kesucian) berikut turunan katanya,
i. kata ā lu (jamak dari ahl, keluarga) yang disandarkan kepada nama-nama
terpuji, seperti Ibr ā h ī m dan ‘Imr ā n,
j. kata m ā lik dalam pengertian penguasa, k. kata ‘ ā mil (pelaksana pemerintahan), dalam bentuk tunggal atau jamak, l. kata kerja ijtab ā (mengangkat/memilih) berikut turunan katanya, m. kata al-birr dari kata al-abr ā r (baik), bukan dari kata al-barr (daratan),
berikut turunan katanya,
n. kata sy ī ‘ah (pengikut) berikut turunan katanya, o. kata najm dan nuj ū m (bintang), p. kata ruhb ā n (bentuk jamak dari r ā hib , orang suci),
Sedangkan kata-kata yang jumlah bilangannya dijadikan penguat )tudungan) untuk golongan lain adalah seperti firqah dan sulth ā n . Kata firqah (golongan) beserta turunan katanya disebut dalam al-Qur’an sebanyak 72 kali. Bilangan ini sesuai dengan banyaknya firqah yang menyimpang dari agama yang benar, yang diajarkan Rasulullah saw. Selain itu kata sulth ā n (penguasa) disebutkan sebanyak
37 kali dinyatakan sesuai dengan penyebutan kata nif ā q (munafik) yang juga sebanyak 37 kali. 71
70 Kata ishthaf ā ini dalam pengertian legitimasi Allah swt kepada orang-orang pilihan dari dan atau bagi makhluk-Nya. Pengertian ini didasarkan pada Qs. Fathir: 31-32. Yang dimaksud dengan
s ā biq bi al-khayr ā t (orang yang lebih dulu berbuat baik) adalah imam yang dipilih dan diwarisi kitab oleh Allah; muqtashid adalah orang yang konsisten dengan kebijaksanaan imam; sedangkan zh ā lim li nafsih adalah orang yang keluar dari jalur imam.
71 Yang dimaksud oleh al-Najd ī dalam hal ini adalah jumlah para penguasa sesat yang sesuai dengan jumlah penguasa penguasa hingga datangnya masa al-Ghaybah al-Kubr ā -nya al-Mahd ī pada
tahun 329 H. (Ia tidak menyebutkan ketiga puluh tujuh penguasa yang dimaksud). Jumlah tersebut
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ab ū Zahr ā ’ al-Najd ī , dapat
disimpulkan suatu rumus kesesuaian dengan realitas. Bukti-bukti yang diungkapkan menunjukkan pola-pola kesesuaian antara jumlah bilangan kata dengan realitas yang dimaksud. Namun, bukti-bukti tersebut terakhir dalam penjelasannya menunjukkan kecenderungan pada mazhab tertentu, dalam hal ini adalah mazhab Sy ī ‘ah.
Kritik-kritik terdahulu tentang rumus kesesuaian angka dengan realitas ini tidak banyak terungkap dalam diskursus mukjizat ini. Sepintas lalu dapat ditemukan celah kritik (jarh) terkait tentang pemaknaan dan pemaksaan realitas- realitas yang sesuai, baik dalam wilayah ilmu pengetahuan alam (science), syariat agama, ataupun mazhab tertentu. Selain itu, terkesan bahwa di antara pembuktian- pembuktian ini dimanfaatkan untuk memperkuat golongan tertentu.
3. Teknik penghitungan
Teknik penghitungan kata yang dilakukan oleh al-Najd ī memiliki kesamaan dengan teknik Nawfal. Teknik tersebut adalah ta‘m ī m (melihat keumuman suatu
juga sesuai dengan tahun wafatnya ‘Al ī al-S ā mir ī , wakil (n ā ’ib ) Imam Mahd ī yang paling akhir. Lihat al-Najd ī , al-Qur’an, h.128.
Keanehan dari model ini, kata-kata sulth ā n yang pada umumnya mengandung makna bukti mukjizat, keterangan, kekuatan, dan kekuasaan, menjadi penguat adanya 37 penguasa yang sesat atau mempunyai persamaan sifat dengan nif ā q (munafik), dengan alasan kesamaan jumlah penyebutan.
kata dalam berbagai macam derivasi (isytiq ā q , bentukan) dan takhs ī sh (melihat
kekhususan suatu kata berdasarkan jenis atau macamnya). Teknik ta‘m ī m , oleh al-Najd ī , dilakukan seperti pada penghitungan kata im ā m berikut turunannya tersebut sebanyak 12 kali. Dalam hal ini tidak dilihat bentuk mufrad-jamaknya, ataupun artinya. Sejumlah kata im ā m —yang dihubungkan dengan jumlah khalifah menurut golongan Syi‘ah—tersebut memiliki
beragam arti, antara lain: pemimpin, pedoman, jalan umum, dan kitab induk. 72 Ragam bentuk dan arti tersebut tidak berpengaruh dalam inventarisasi kata yang
diinginkan. Sedangkan teknik takhsh ī sh , antara lain, diaplikasikan pada saat ia
menghitung kata s ā ‘ah . Ketika meghitung kata tersebut dan menemukan 48 kata, ia mencari kekhususan kata-kata tersebut, yaitu yang didahului dengan harf. Dengan teknik ini diperoleh bilangan 24 kata dihubungkan dengan 24 jam dalam sehari- semalam. Al-Najd ī tidak melihat arti dari kata tersebut, sehingga mempersamakan antara kata yang berarti hari kiamat dan waktu/saat dengan jam.
Selanjutnya, setelah memperoleh bilangan yang dimaksud, al-Najd ī mencarikan realitas yang sesuai dengan bilangan tersebut. Khazanah realitas yang dimaksud olehnya adalah seperti ilmu pengetahuan (sains), ajaran syariat (dari al- Qur’an-hadis), dan ajaran/sejarah mazhab yang dianutnya.
72 Al-Najd ī , al-Qur’an, h. 98-99