Mendapat Teman Diskusi

Mendapat Teman Diskusi

Perubahan itu adalah bermulanya suatu kegembiraan jiwa. Mulai kurasakan jiwa yang tenang dan dada yang lapang atas mazhab hak yang kutemukan ini; atau katakanlah agama Islam yang tulen yang tiada keragu-raguan sama sekali. Aku sungguh berbahagia dan bangga atas nikmat, petunjuk dan bimbingan yang Allah limpahkan kepadaku. Dan aku tak dapat berdiam diri atau menyembunyikan apa yang tengah bergolak di dadaku. Kukatakan kepada diriku: aku mesti ungkapkan kebenaran ini kepada orang-orang lain juga. Firman Allah: "Adapun tentang nikmat Tuhanmu maka ucapkanlah." Sementara, ini adalah nikmat yang paling agung di dunia dan di akherat. "Orang yang diam atas kebenaran adalah setan yang bisu", dan tiada sesuatu selain dari yang haq melainkan kesesatan semata-mata.

Yang menambah keyakinanku lagi untuk menyebarkan kebenaran ini adalah kedudukan Ahlu Sunnah Wal Jama'ah yang tak berdosa itu. Mereka mencintai Rasulullah dan Ahlul Baitnya. Bagi mereka cukup dihilangkan tabir yang telah ditenun oleh sejarah saja, agar mereka ikut yang haq. Dan ini berlaku pada diriku sendiri. Allah berfirman: "Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmatnya atas kamu, maka telitilah..." (QS: an-Nisa': 94)

Suatu hari aku memangggil empat temanku yang sama-sama mengajar di Akademi. Dua dari mereka mengajar subjek pendidikan agama, yang satu lagi mengajar subjek Bahasa Arab, dan yang terakhir guru dalam bidang falsafah Islam. Mereka bukan dari Qafsah, tetapi dari Tunis, Jammal dan Soseh. Aku ajak mereka untuk sama-sama mengkaji subjek yang penting ini. Aku beritahu mereka bahwa aku tidak mampu memahami sebagian makna (nash), dan ragu-ragu dalam sebagian masalah. Mereka pun menerima tawaranku dan bersedia untuk datang ke rumah setelah jam kerja.

Aku biarkan mereka membaca kitab al-Muraja'at (Dialog Sunnah Syi'ah) dimana pengarangnya menulis berbagai perkara yang aneh dan asing di dalam agama. Tiga dari mereka telah menghabiskan buku itu, dan yang satu lagi, guru yang mengajar subjek bahasa Arab, telah menarik diri setelah hadir empat atau lima majlis yang kami adakan itu. Beliau berkata: orang-orang barat kini telah sampai ke bulan, sementara kalian masih membahas Aku biarkan mereka membaca kitab al-Muraja'at (Dialog Sunnah Syi'ah) dimana pengarangnya menulis berbagai perkara yang aneh dan asing di dalam agama. Tiga dari mereka telah menghabiskan buku itu, dan yang satu lagi, guru yang mengajar subjek bahasa Arab, telah menarik diri setelah hadir empat atau lima majlis yang kami adakan itu. Beliau berkata: orang-orang barat kini telah sampai ke bulan, sementara kalian masih membahas

banyak membantu mereka untuk dapat sampai pada kebenaran ini dari jalan yang paling dekat, mengingat kajianku yang bertahun-tahun itu telah memberiku pengetahuan yang cukup banyak dalam bidang ini.

Aku rasakan betapa manisnya hidayat Allah. Aku sangat optimis dengan masa depan mazhab ini. Setiap kali aku ajak teman-teman baik yang dari Qafsah, atau yang hadir di majlis- majlisku di masjid, atau yang mempunyai hubungan denganku karena tarekat sufi, sebagian murid-muridku yang sering menemaniku, alhamdulillah semua mereka menyahuti ajakanku. Sehingga dalam masa satu tahun saja Alhamdulillah bilangan kami yang mewila' (ikut) Ahlul Bait cukup banyak. Kami mewila' kepada mereka yang mewila' Ahlul Bait, dan memusuhi mereka yang memusuhi Ahlul Bait. Kami bergembira di hari-hari raya mereka, sebagaimana kami juga bersedih di hari-hari A'syura dan mengadakan majlis-majlis takziyah.

Surat pertamaku yang membawa berita kesyia'hanku kepada Sayed Al-Khui dan Sayed Muhammad Baqir As-Sadr adalah suratku dalam rangka hari raya Aidul Ghadir. Waktu itu untuk pertama kalinya kami merayakan hari itu di Qafsah. Perkara kesyia'hanku dan aktifitasku mengajak orang ikut mazhab Syi'ah keluarga Rasul ini telah diketahui oleh kalangan khusus dan umum. Maka mulailah berbagai tuduhan dan gunjingan dilemparkan kepadaku. Mereka bilang aku adalah mata-mata Israel yang bekerja menggoyangkan agama masyarakat; aku mencaci sahabat dan sumber fitnah serta lain sebagainya.

Di ibu kota Tunisia aku menghubungi dua temanku Rasyid al-Ghannusyi dan Abdul Fattah Moro. Penentangan mereka terhadapku sangat keras sekali. Di dalam suatu diskusi kami di rumah Abdul Fattah, aku berkata bahwa sudah sewajarnya kita sebagai kaum muslimin merujuk kitab-kitab kita dan mengkaji ulang sejarah kita. Aku contohkan kitab Shahih Bukhari yang memuat berbagai perkara yang bertentangan dengan akal dan agama. Tiba-tiba saja emosi mereka melonjak sambil berkata kepadaku: siapa Anda sehingga boleh mengkritik Bukhari? Aku berusaha dengan berbagai upaya untuk meyakinkan mereka supaya dapat membahas berbagai perkara. Tetapi mereka menolak dan berkata: jika Anda telah ikut Syi'ah Di ibu kota Tunisia aku menghubungi dua temanku Rasyid al-Ghannusyi dan Abdul Fattah Moro. Penentangan mereka terhadapku sangat keras sekali. Di dalam suatu diskusi kami di rumah Abdul Fattah, aku berkata bahwa sudah sewajarnya kita sebagai kaum muslimin merujuk kitab-kitab kita dan mengkaji ulang sejarah kita. Aku contohkan kitab Shahih Bukhari yang memuat berbagai perkara yang bertentangan dengan akal dan agama. Tiba-tiba saja emosi mereka melonjak sambil berkata kepadaku: siapa Anda sehingga boleh mengkritik Bukhari? Aku berusaha dengan berbagai upaya untuk meyakinkan mereka supaya dapat membahas berbagai perkara. Tetapi mereka menolak dan berkata: jika Anda telah ikut Syi'ah

Setelah itu bertambahlah tuduhan dan gunjingan terhadap kami dari pihak sebagian pengikut Ikhwanul Muslimin yang waktu itu belum kenal dengan Harakah al-Ittijah al-Islami. Mereka sebarkan fitnah mengatakan yang aku adalah agen pemerintah yang bekerja memporak- porandakan agama kaum muslimin, sehingga mereka lupa akan perjuangan pokok mereka: menentang pemerintahan.

Mulailah aku mengasingkan diri dari pemuda-pemuda yang aktif di Ikhwanul Muslimin dan dari syaikh-syaikh yang ikut tarekat sufi. Dalam masa tertentu akhirnya kami hidup terasing di sekitar kampung kami dan di sekitar saudara-saudara kami sendiri. Tetapi Allah SWT akhirnya menggantikan kepada kami orang-orang yang lebih baik dari mereka. Sebagian pemuda dari berbagai kota datang kepada kami dan bertanya tentang kebenaran ini. Aku berusaha sebaik mungkin menjawab pertanyaan mereka sehingga sejumlah mereka dari ibu kota, Qairawan, Souseh,dan Sayyidi Buzeid ikut mazhab yang benar ini.

Di dalam perjalananku ke Irak di suatu musim panas, aku transit ke Eropa. Di sana aku berjumpa dengan sebagian teman kami di Perancis dan Belanda. Di sana juga kami diskusi tentang perkara ini sehingga mereka memperoleh hidayah Allah ini. Alhamdulillah atas semua ini.

Betapa gembiranya hatiku ketika berjumpa dengan Sayed Muhammad Baqir As-Sadr di Najaf al-Asyraf. Waktu itu sekumpulan ulama berada di sekelilingnya. Sayed Sadr memperkenalkanku kepada mereka dan mengatakan bahwa aku adalah benih Ahlul Bait Nabi di Tunisia. Beliau juga bercerita bahwa beliau menangis terharu ketika membaca suratku yang membawa berita tentang perayaan kami akan Aidul Ghadir untuk pertama kalinya; serta keluhanku akan berbagai derita, tuduhan dan gunjingan yang dilemparkan kepada kami di Tunisia.

Sayed berkata antara lain: "Hendaknya Anda tanggung semua derita ini, karena jalan Ahlul Bait sukar dan sulit. Pernah seorang datang kepada Nabi dan berkata: "Ya Rasulullah aku mencintaimu" Rasulullah menjawab: "Maka bersiap-siaplah engkau dengan banyaknya ujian." Katanya lagi: "Aku juga mencintai anak pamanmu Ali." Rasulullah menjawab: "Maka bersiap-siaplah akan banyaknya musuh." Katanya lagi: "Aku mencintai Hasan dan Husain." Jawab Nabi: "Maka bersiap-siaplah akan kefakiran dan banyaknya ujian." Apa yang telah kita berikan di dalam menyeru jalan kebenaran ini, dibandingkan Abu Abdillah Husain as yang telah mengorbankan nyawanya, keluarganya dan anak keturunannya serta sahabat- sahabatnya demi agama Allah. Begitu juga Syi'ahnya di sepanjang sejarah dan sehingga kini masih terus membayar dengan harga yang mahal lantaran wila' mereka kepada Ahlul Bait. Maka sudah semestinya, ya akhi, menanggung sedikit kesusahan dan pengorbanan di dalam jalan yang hak ini. Kalau seseorang mendapatkan hidayah Allah lantaran usahamu maka itu lebih baik bagimu dari dunia dan seisinya."

Sayed Sadr juga menasehatiku agar tidak mengisolir diri dan bahkan lebih mendekat pada saudara-saudaraku Ahlu Sunnah setiap kali mereka berusaha menjauhiku. Beliau juga menyuruhku agar sembahyang di belakang mereka sehingga tidak terputus tali hubungan antara sesama, mengingat mereka adalah orang-orang yang tak berdosa. Mereka adalah korban sejarah dan propaganda murahan. Dan manusia adalah musuh kejahilan.

Sayed Khui juga menasehatiku hampir sama. Begitu juga Sayed Muhammad Ali Thabathabai al-Hakim yang senantiasa menyurati kami dengan nasehat-nasehatnya yang banyak dan membimbing perjalanan saudara-saudara Syi'ah kami di sana.

Begitulah akhirnya aku seringkali berziarah ke Najaf al-Asyraf dan mengunjungi ulama-ulama di sana di dalam berbagai kesempatan. Aku berazam untuk menggunakan masa cuti musim panasku setiap tahun di "pangkuan" Imam Ali, serta menghadiri pelajaran-pelajaran Sayed Muhammad Baqir As-Sadr yang sangat bermanfaat bagiku. Aku juga berniat untuk menziarahi tempat-tempat suci Imam dua belas. Dan Allah telah sampaikan cita-citaku itu sampai makam Imam Ridha sekalipun yang terletak di Masyhad, suatu negeri yang berhampiran dengan perbatasan Rusia dan Iran. Di sana juga aku berkenalan dengan berbagai ulama yang agung sambil belajar banyak dari mereka.

Sayed Khui, marja' yang kami taklid, juga memberiku izin untuk menggunakan uang khumus dan zakat yang kami terima, serta menggunakannya untuk kepentingan Syi'ah-Syi'ah yang ada di sekitar kami seperti keperluan buku dan sebagainya. Di sana aku juga telah mendirikan suatu perpustakaan yang mengoleksi berbagai buku referensi dan buku-buku lain dari kedua mazhab. Nama perpustakaan itu adalah Perpustakaan Ahlul Bait as. Dan Alhamdulillah telah banyak menyumbangkan faedah untuk masyarakat yang lebih luas.

Allah juga telah menambah kegembiraan dan kebahagiaan kami berlipat ganda. Sekitar lima belas tahun yang lalu, Allah telah takdirkan nama jalan tempat tinggalku sebagai Jalan Imam Ali Bin Abi Thalib as. Nama jalan ini telah disetujui oleh ketua kampung Qafsah. Tak lupa kuucapkan rasa terima kasihku pada ketua kampung itu, seorang yang cukup kuat berpegang pada agama dan memiliki rasa cinta yang dalam terhadap Imam Ali as. Kuberikan padanya kitab al-Muraja'at (Dialog Sunnah Syi'ah) yang kemudian dia tunjukkan rasa cintanya dan sikap hormatnya yang lebih dalam terhadap kami. Semoga Allah membalas kebaikannya ini dengan setimpal dan mengabulkan apa yang dicita-citakannya.

Sebagian orang yang menaruh rasa dendam berusaha merubah nama jalan itu, namun Allah menginginkannya tetap ada dan kekal. Begitulah sehingga surat-surat yang datang kepada kami dari segenap penjuru dunia menggunakan nama jalan Imam Ali bin Abi Thalib as, yang karena namanya maka kota kami yang indah dan nyaman terberkati.

Berpandukan pada nasehat-nasehat para Imam Ahlul Bait as dan ulama-ulama di Najaf, kami senantiasa mendekat pada saudara-saudara kami dari berbagai mazhab yang lain. Kami juga ikut sembahyang berjamaah bersama mereka. Dengan itu maka ketegangan terasa lebih reda, dan kami juga berhasil meyakinkan sebagian pemuda di sekitar kami tentang akidah, cara wudhu' dan shalat kami.