Manajemen Krisis .1 Defenisi, Sebab, dan Tipe Krisis
Universitas Sumatera Utara
mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapam dengan
menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang
dibutuhkan oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputusan demi kepentingan bersama.
d. Fasilitator Pemecah Masalah
Ketika praktisi PRs melakukan peran sebagai fasilitator pemecah masalah, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk
mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah dimulai
dengan persoalan pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain dan organisasi
untuk mengaplikasikan PRs dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan masalah organisasional.
Fasilitator pemecah masalah dimasukkan ke dalam tim manajemen karena mereka punya keahlian dan keterampilan dalam membantu
manajer lain untuk menghindari masalah atau memecahkan masalah. Akibatnya, pandangan PRs akan dipertimbangkan dalam pembuatan
keputusan manajemen Ruslan, 1999: 21-23.
2.2.2 Manajemen Krisis 2.2.2.1 Defenisi, Sebab, dan Tipe Krisis
Kata “krisis” dalam kamus bahasa Indonesia mengandung dua arti, yakni; 1. Kemelut, 2. Keadaan genting. Kata “kemelut” menggambarkan suatu keadaan
atau situasi yang tidak menyenangkan. Dalam konteks komunikasi, situasi dan kondisi seperti ini dapat dengan mudah ditemukan. Setiap proses komunikasi
yang mengandung kemelut minimal mengindikasikan:
1. Adanya silang pendapat yang tajam dan tidak menunjukkan adanya
itikad atau usaha saling memahami satu sama lain mutual understanding. Masing-masing pihak dalam proses komunikasi
tersebut justru saling mencari kesalahan atas pengakuan verbal bicaranya sehingga duplikasi pertentangan terjadi begitu cepat dan
meluas. Setiap pernyataan akan memancing pernyataan tandingan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
argumentasi yang berlawanan. Dengan demikian kemelut dalam komunikasi tersebut sangat potensial diikuti dengan tindakan fisik yang
destruktif.
2. Masing-masing pihak tidak lagi melihat sisi positif atau maksud baik
dari komunikasi, sebab komunikasi hanya dipergunakan sebagai instrument untuk merendahkan posisi lawan. Komunikasi berjalan
secara asimetris, sulit terjadi proses konvergensi. Sebaliknya pesan diterima melalui proses selektivitas yang diperankan oleh unsur
emosional, seperti kecurigaan prejudice. Dalam situasi prejudice audiens cenderung tidak konsentrasi, tidak sepenuh hati mencari isi
pesan. Menurut pernyataan Scott. M Cultip, The audience is hot in a listening mood. Situasi demikian, justru menghasilkan komunikasi yang
cenderung mendistorsikan isi pesan.
3. Oleh sebab itu kedudukan komunikasi dan komunikator tidak dalam
satu posisi yang sama, maka yang muncul adalah kecenderungan penonjolan “aku” ego masing-masing setiap orang merasa dirinya
lebih benar, lebih penting dan lain-lain Panuju, 2002:1-2.
Para akademisi banyak menjabarkan beragam dimensi mengenai apa yang dimaksud dengan krisis bagi sebuah perusahaan. Dennis L. Wilcox dan Glen T.
Cameron memaparkan beberapa defenisi krisis. Salah satu yang dianggap sebagai defenidi terbaik yakni:
A crisis is an extraordinary event or series of events that adversely affects the integrity of the product, the reputation or financial stability of the
organization; or the health or well- being of employees, the community, or the public at large Pasific Telesis dalam Wilcox and Cameron, 2006:258
Sebuah krisis adalah peristiwa luar biasa atau bagian dari peristiwa yang secara bertahap akan memberikan pengaruh yang berkaitan dengan produk,
reputasi, atau stabilitas keuangan perusahaan; kesehatan atau kesejahteraan karyawan, komunitas, atau public secara keseluruhan
Defenisi krisis tersebut menyatakan bahwa sebuah krisis memberi pengaruh pada produk yang dihasilkan perusahaan, kinerja perusahaan, dan yang paling
utama adalah reputasi citra atau corporate image secara tidak terduga. Jika demikian, maka dapat disimpulkan bahwa krisis sangat berbahaya bagi eksistensi
perusahaan. Mengingat dampak krisis tersebut, maka sangat dibutuhkan upaya penanganan krisis agar tidak memasuki masa akut dan mengganggu kinerja
perusahaan. Bahkan sebelum hal itu terjadi, dibutuhkan sebuah perencanaan yang baik untuk mencegah munculnya segala kemungkinan krisis bagi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Nashville, Institute for Crisis Management yang berbasis di Tennesee, mengidentifikasikan empat penyebab mendasar terjadinya sebuah krisis
perusahaan yaitu: 1 Bencana Alam. Badai, gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir dan sebagai termasuk dalam kategori ini, 2 Masalah
Mekanis. Contohnya adalah pecahnya pipa atau jatuhnya skywalk, 3 Kesalahan Manusia. Misalnya seorang karyawan salah membuka katup air dan menyebabkan
banjir yang cukup mengganggu, 4 Keputusan Manajemen. Eksekutif level senior kadang tidak menganggap serius masalah atau malah beranggapan bahwa tak
seorang pun yang akan tahu mengenai masalah tersebut Lattimore dkk, 2010: 434.
Shrivasta dan Mitroff Ngurah, 1999: 90 mengemukakan penyebab krisis yang didasarkan pada lokasi krisis. Penyebab krisis yang pertama disebut sebagai
penyebab teknis dan ekonomis. Penyebab krisis yang kedua disebut penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial. Mereka juga mengkategorikan penyebab
krisis berdasarkan tempat asal atau kejadian krisis yaitu di dalam atau di luar organisasi. Berdasarkan pengkategorian tersebut mereka memperlihatkan tipologi
krisis yang disajikan dalam bagan berikut.
Gambar 2.1. Tipologi Krisis TeknisEkonomi
Sel 1
Kecelakaan kerja
Kerusakan produk
Kemacetan komputer
Informasi yang rusakhilang
Internal
Sel 2
Perusakan lingkungan yang meluas
Bencana alam
Hostile Takeover
Krisis social
Kerusakan system berskala luas
Eksternal
Sel 3
Kegagalan beradaptasimelakukan perubahan
Sabotase oleh orang dalam
Kemacetan organisasional
On-site product tampering
Aktivitas illegal
Penyakit karena pekerjaan
Sel 4
Symbolic projection
Sabotase orang luar
Teroris, penculikan eksekutif
Off site product tempering
Counterfeiting pemalsuan
ManusiaOrganisasionalSosial
Sumber:httpstaff.uny.ac.id
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Otto Lerbinger 1997 mengungkapkan terdapat delapan tipe krisis, baik yang disebabkan kegagalan manajemen maupun kekuatan lingkungan, yaitu:
krisis alami, krisis teknologi, konfrontasi, krisis kedengkian, nilai manajemen yang menyimpang, sikap manajemen yang tidak senonoh, penipuan serta krisis
bisnis dan ekonomi. Upaya yang cukup serius mengenai tipe-tipe krisis dikemukakan Claudia Reinhardt 1987 yang membuat kategori krisis berdasarkan
waktu yaitu: 1.
Krisis bersifat segera immediate crises. Tipe krisis yang paling ditakuti karena terjadi begitu tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak
ada waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. Krisis jenis ini membutuhkan konsensus terlebih dahulu pada level manajemen puncak
untuk mempersiapkan rencana umum general plan mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera agar tidak menimbulkan
kebingungan, konflik dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul.
2. Krisis yang baru muncul emerging crises. Tipe krisis ini masih
memungkinkan praktisi humas untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama
tidak ditangani. Tantangan bagi praktisi humas jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan manajemen puncak untuk mengambil tindakan
perbaikan sebelum krisis mencapai tahapan krisis.
3. Krisis bertahan sustained crises adalah krisis yang tetap muncul selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengatasinya Morissan,
2008: 172-173.