DAFTAR LAMPIRAN

II.C Kemajuan Treatment Anak Autisme

II.C.1 Pengertian Kemajuan Treatment

Kemajuan berasal dari kata “maju” yang artinya berjalan (bergerak) ke muka, menjadi lebih baik (laku, pandai, dsb) dan kemajuan adalah hal (keadaan) maju (Kamus Bahasa Indonesia, 2008). Dalam penelitian ini, kemajuan treatment anak autisme yang dimaksud adalah perubahan keadaan anak autisme menjadi lebih baik dalam kegiatan treatment yang dilaksanakan.

Anak autisme terlihat mengalami kemajuan dalam treatment ketika berkurangnya gejala-gejala autisme (gangguan pada interaksi sosial, komunikasi bahasa, dan pola tingkah laku yang repetitif dan stereotip) yang dimiliki masing- masing anak. Berikut gejala-gejala dari gangguan autisme yang dapat terlihat pada masa anak-anak (Prasetyono, 2008):

1. Komunikasi Kualitas komunikasi abnormal dan tampak dari ciri-ciri berikut:

a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekalo tidak berkembang.

b. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.

c. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik.

d. Bahasa tidak lazim yang diulang-ulang.

e. Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif dan permainan kurang variatif.

1. Interaksi Sosial Terdapat gangguan dalam kualitas interaksi sosial dengan ditandai hal-hal berikut:

a. Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi wajah, postur, dan gerak tubuh untuk berinteraksi secara layak.

b. Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya di mana mereka bisa berbagi emosi, aktivitas, dan ketertarikan akan aktivitas bersama.

c. Ketidakmampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.

2. Perilaku Perilaku dalam menjalankan aktivitas dan ketertarikan atas suatu hal cenderung berulang dank has, ditunjukkan dengan ciri-ciri seperti:

a. Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal, misalnya duduk di pojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan dan dilakukan selama berjam-jam.

b. Adanya suatu kelekatan pada rutinitas atau ritual yang tidak berguna. Jika ada rutinitas yang berbeda atau terlewat maka akan sangat terganggu dan menangis untuk minta diulang.

c. Adanya gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, misalnya

mengepak-ngepakkan lengan, menggerakkan jari dengan cara tertentu.

d. Adanya preokupasi dengan bagian benda atau mainan tertentu yang tidak berguna, seperti roda sepeda yang berputar, benda dengan bentuk tertentu yang terus diraba serta suara-suara tertentu.

e. Adanya emosi yang tidak wajar, seperti tantrum (mengamuk tanpa kendali), tertawa dan menangis tanpa sebab dan rasa takut yang tidak wajar. Selain itu, terdapat pula gangguan sensoris seperti adanya kebutuhan untuk mencium-cium atau menggigit suatu benda, dan tidak suka dipeluk atau dielus.

II.C.2 Faktor-Faktor Pendukung Keberhasilan Treatment

Phillips dan Schuler (dalam Acquarone, 2007) dari Department of Special Education di San Francisco State University mengevaluasi kurang lebih 60 kasus dalam beberapa tahun di University of California School of Medicine untuk melihat hal-hal yang dapat mendukung keberhasilan dalam sebuah treatment. Mereka pun menemukan enam elemen dasar dalam usaha menuju keberhasilan treatment . Enam elemen tersebut ditambahkan menjadi delapan oleh Henry Massie berdasarkan evaluasi 31 anak dengan autisme yang dilaporkan kepada Autism Research Institute di San Diego, California (Acquarone, 2007). Kedelapan elemen dasar dalam keberhasilan treatment anak autisme tersebut adalah:

1. Treatment yang efektif dimulai dengan teori tentang bagaimana pikiran anak autisme itu berfungsi dan tidak berfungsi. Orangtua bersama terapis mengidentifikasi pendekatan maupun cara-cara penanganan anak yang cocok dan efektif maupun yang tidak.

2. Orangtua yang sukses dengan anak autisme pada umumnya memiliki rasa otonomi, percaya pada kemampuan diri, misi, dan pengorbanan yang kuat. Ketika orangtua mengupayakan treatment, mereka menyatukan rasa percaya akan kemampuan diri dan misinya dengan teori mereka tentang pemikiran anak.

3. Treatment membutuhkan keterlibatan menangani anak yang berkepanjangan. Orangtua menggambarkan bagaimana semua orang yang berhubungan dengan anak mereka diikutsertakan dalam usaha treatment, dua puluh empat jam dalam sehari.

4. Keberhasilan treatment adalah usaha bersama (tim). Suami dan istri bekerjasama dan saling menyemangati satu sama lain. Anak lain dalam keluarga mencontohkan perilaku yang baik, mereka harus interaktif dengan saudara autistik mereka dan mereka adalah penghubung saudara mereka untuk mengenal dunia pertemanan. Tim usaha treatment juga menghubungkan anak kepada orang terpenting dalam masing-masing lingkungan anak yang juga mengetahui keadaan anak dan tahu rencana treatment (penyembuhan) anak.

5. Harus terdapat dorongan untuk “menormalkan” anak, untuk memperlakukan mereka seperti anak yang lain di dalam keluarga maupun komunitas. Seperti seorang orangtua berkata, “Saya sangat mendorongnya ke dunia luar sana. Berenang dan menari adalah bagian yang besar dalam program awalnya. Saya melakukan banyak hal dengannya dan dengan pihak sekolah dalam komunitas.”

6. Treatment yang sukses dapat menemukan dan membangun sebuah elemen positif dalam karakter anak. Menyoroti topik ini, ada orangtua berkata, “Pertamakalinya John memulai berinteraksi sedikit saja dengan orang, dia sangat ramah, benar-benar anak yang menggemaskan, dan juga orang lain ingin membantunya untuk berinteraksi. Saya pikir hal itu membawa perubahan.”

7. Treatment (penanganan) dimulai pada usia dini menghasilkan laporan usaha yang sukses, mampu “menormalkan” perkembangan anak yang tertinggal. Usia antara 6 bulan hingga 4 tahun adalah masa-masa penting, mungkin 7. Treatment (penanganan) dimulai pada usia dini menghasilkan laporan usaha yang sukses, mampu “menormalkan” perkembangan anak yang tertinggal. Usia antara 6 bulan hingga 4 tahun adalah masa-masa penting, mungkin

8. Anak dengan hasil treatment yang positif adalah anak yang tidak terbelakang. Walaupun tes psikodiagnostiknya di bawah normal (hal ini sering terjadi karena anak-anak berkebutuhan khusus tidak cukup bisa berpartisipasi penuh dalam tes), anak-anak yang telah “menjadi normal” menunjukkan beberapa tanda inteligensi normal sebelum treatment. Tanda-tanda tersebut mungkin muncul dalam ingatan pengalaman masa lalu, kapasitas untuk mempelajari kegiatan baru, tanda-tanda representasi simbolis saat bermain dan menggunakan bahasa, beberapa kemajuan menuju ke arah yang permanen (representasi mental dari seseorang atau objek bahkan tanpa adanya orang atau objek), penemuan permainan, dan dasar-dasar perawatan diri.

Selain kedelapan elemen tersebut, Bromwich (1981) juga menekankan pentingnya ketrampilan ibu untuk memunculkan interaksi positif antara ibu dan anak autisme. Penanganan akan optimal apabila di antara ibu dan anak terjalin kelekatan (attachment) yang disertai dengan rasa aman. Pada kondisi ini, anak akan lebih berani menjelajahi lingkungan sekaligus memperoleh pengalaman yang lebih kaya (Bromwich, 1981). Karena itulah, peran ibu sangat dibutuhkan untuk membantu anak.

II.C.3 Pengukuran Kemajuan Treatment

Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC) merupakan alat tes yang disusun oleh Bernard Rimland dan Stephen M. Edelson (1999) dari Autism Research Institute untuk membantu penelitian dalam mengevaluasi efektifitas dari Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC) merupakan alat tes yang disusun oleh Bernard Rimland dan Stephen M. Edelson (1999) dari Autism Research Institute untuk membantu penelitian dalam mengevaluasi efektifitas dari

ATEC adalah formulir yang didesain satu halaman untuk diisi oleh para orangtua, guru (terapis), ataupun pengasuh. Instrumen ini mempunyai 4 bagian subtes: I. Speech/Language Communication (14 item); II. Sociability (20 item);

III. Sensory/Cognitive Awareness (18 item); dan IV. Health/Physical/Behavior (25 item) (“Autism Treatment”, t.th).

II. D Dinamika Hubungan Antara Traits Kepribadian Ibu dan Kemajuan Treatment Anak Autisme

Orangtua

Anak Autisme

Kemajuan Terapi

Awal

Akhir

Grafik II.1 Grafik Dinamika Hubungan antar Variabel

Kepribadian orangtua (dalam hal ini ibu) dapat saja memprediksi perilaku anak. Hal ini disebabkan karena parenting setiap orangtua dapat saja berbeda- beda sesuai dengan kepribadian masing-masing (Nigg & Hinshaw, 1998). Jadi, pribadi orangtua yang memiliki anak autisme memiliki kemungkinan berhubungan dengan perbaikan perilaku atau tepatnya kemajuan anak autisme dalam treatment.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung keberhasilan treatment anak autisme. Faktor yang pertama menuntut orangtua untuk mencari tahu cara-cara khusus yang cocok dan efektif dalam menangani anak mereka (Acquarone, 2007). Untuk menerapkan hal ini, individu perlu membuka diri untuk mencoba hal yang baru, seperti layaknya individu yang tinggi pada skor O (Piedmont, 1998). Selain itu, aspek ini juga didukung oleh hasil penelitian Belsky, Crnic, dan Woodworth (1995) menemukan ibu dengan skor tinggi pada E akan lebih peka dan menstimulasi secara kognitif selama berinteraksi dengan anaknya. Dalam proses pencaritahuan ini pun membutuhkan penggalian potensi anak secara asertif yang terefleksikan juga dalam domain E(Clark, Kochanska, & Ready, 2000).

Faktor selanjutnya menyatakan bahwa orangtua yang sukses dengan anak autisme memiliki rasa otonomi, percaya pada kemampuan diri, melakukan misi dan pengorbanan yang kuat (Acquarone, 2007). Kualitas-kualitas ini terdapat dalam C yang tinggi sehingga orangtua akan menunjukkan kedisiplinan yang konsisten, keterlibatan dan gaya pengasuhan yang lebih positif (Clarke, 2006). N yang tinggi juga memiliki asosiasi dengan parental rejection yang dapat membawa dampak negatif pada pengasuhan anak (Spinath & O’Connor, 2003).

Treatment membutuhkan keterlibatan menangani anak yang berkepanjangan. Orangtua menggambarkan bagaimana semua orang yang berhubungan dengan anak mereka diikutsertakan dalam usaha treatment, dua puluh empat jam dalam sehari. Melalui faktor ini dapat pula disimpulkan bahwa penanganan orangtua merupakan cerminan dari keterlibatan seluruh pihak lainnya dalam usaha memajukan anak. Ibu dengan C tinggi juga akan menjaga anak dengan konsisten dan berkelanjutan (Kochanska, Friesenborg, Lange, & Martel, 2004).

Orangtua dengan tingkat N yang tinggi akan memiliki parental nurturance yang rendah (Metsapelto & Pulkkinen, 2003). Hal ini akan berhubungan pihak- pihak lainnya seperti misalnya saudara kandung anak yang juga diasuh ibu yang sama. Sementara itu, faktor saudara kandung berperan dalam mencontohkan perilaku yang baik (Acquarone, 2007).

Orangtua juga harus memiliki dorongan “menormalkan” anak, untuk memperlakukan mereka seperti anak yang lain di dalam keluarga maupun komunitas (Acquarone, 2007). Hal ini pun bertolak belakang dengan Ibu yang memiliki O rendah karena memiliki over-protectiveness yang tinggi (Spinath & O-Connor, 2003). Seiring dengan bukti tersebut, O juga berkorelasi negatif dengan perilaku mengekang dan berkorelasi positif dengan parental nurturance (Metsapelto & Pulkkinen, 2003).

Orangtua, dalam hal ini ibu, memiliki peran yang cukup besar dalam mendukung usaha treatment anak agar kelak anak autisme dapat menjadi mandiri dan berfungsi secara normal. Aspek-aspek positif yang dimiliki orangtua dalam kepribadiannya akan juga berhubungan positif terhadap kemajuan dan Orangtua, dalam hal ini ibu, memiliki peran yang cukup besar dalam mendukung usaha treatment anak agar kelak anak autisme dapat menjadi mandiri dan berfungsi secara normal. Aspek-aspek positif yang dimiliki orangtua dalam kepribadiannya akan juga berhubungan positif terhadap kemajuan dan

Melalui bukti-bukti di atas, dapat disimpulkan bahwa dugaan hubungan yang signifikan dengan kemajuan treatment anak akan terjadi pada domain dan facets Neuroticism, Extraversion, Opennes to experience dan Conscientiousnes.

II.E Hipotesis Penelitian

Berdasarkan dinamika hubungan antar variabel dan terkait minimnya bukti- bukti hubungan mengenai domain Agreeableness, hipotesis penelitian ini adalah:

Terdapat hubungan yang signifikan antara domain dan facets Neuroticism, Extraversion, Opennes to experience, Conscientiousness dalam kepribadian ibuyang akan dilihat dengan Big Five Personality dan kemajuan treatment anak autisme.

BAB III METODE PENELITIAN

III.A Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat non eksperimental karena peneliti tidak memanipulasi variabel yang ada dan juga tidak memberikan intervensi kepada subjek (Kerlinger, 1986). Jika dilihat dari tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara variabel-variabel yang ada (Kumar, 1999). Jika ditinjau dari segi tipe informasi yang ingin dicari, informasi dikumpulkan dalam penelitian ini melalui metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menguji hubungan antara trait kepribadian orangtua dan kemajuan terapi anak autisme.

III.B Variabel Penelitian

Variabel –variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah trait kepribadian orangtua anak autisme dan kemajuan treatment anak autisme.

III.B.1 Variabel Pertama

Variabel pertama dari penelitian ini adalah trait kepribadian dari Big Five Personality . Definisi operasional dari variabel ini adalah skor hasil pengukuran evaluasi seseorang terhadap kepribadiannya dengan menggunakan alat NEO PI-R yang terdiri atas lima domain yaitu Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Aggreeableness dan Conscientiousness. Semakin tinggi skor yang dimiliki subjek pada sebuah domain, semakin kuat ciri kepribadian tersebut melekat pada diri subjek, demikian pula sebaliknya.

III.B.2 Variabel Kedua

Variabel kedua dari penelitian ini adalah kemajuan treatment anak. Kemajuan treatment anak dapat dilihat dari jumlah pergeseran nilai pengambilan data pertama, kedua, dan ketiga berdasarkan evaluasi treatment dengan mengisi Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC). Definisi operasional dari kemajuan treatment anak adalah persentase kemajuan anak autisme yang dilihat dari selisih skor awal dan akhir dibandingkan dengan skor awal. Semakin tinggi selisih skor anak, maka semakin baik kemajuan treatment-nya dan semakin rendah selisih skornya menunjukan semakin rendah pula kemajuan treatment-nya.

III.C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah orangtua anak dengan autisme yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Sampel diambil dari populasi penelitian.

III.C.1. Karakteristik Populasi

Karakteristik Subjek dalam penelitian ini adalah:

1. Responden adalah ibu yang memiliki anak dengan autisme. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah ibu, bukan ayah karena ibu mayoritas lebih sering menangani anak autisme sehari-hari, mengantarkan sekolah dan terapi, sementara ayah mayoritas lebih berperan sebagai pencari nafkah dibandingkan sebagai pengasuh anak.

2. Responden berusia di atas atau sama dengan 30 tahun. Alasan dari penetapan batas ini adalah NEO PI-R sangat reliabel dalam mengukur kepribadian individu yang berusia di atas atau sama dengan 30 tahun karena kepribadian sudah relatif menetap dan memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk berubah setelah usia 30 tahun (Feist & Feist, 2006).

3. Responden merupakan orangtua dari anak dengan gangguan autisme berusia ≥ 5 tahun. Batas usia ini ditetapkan dengan alasan pada usia kurang dari 5 tahun khususnya 2-3 tahun (golden age) merupakan usia perkembangan otak yang paling pesat (Handojo, 2003). Sehingga, dengan meneliti perkembangan treatment anak berusia ≥ 5 tahun memperkecil kemungkinan perkembangan yang terlihat merupakan andil dari faktor golden age.

4. Responden mendaftarkan anaknya untuk terapi perilaku, biomedikasi, ataupun sensori-motor selama lebih dari 3 bulan. Handojo (2003) mengemukakan bahwa perkembangan treatment yang pesat sudah dapat terlihat setelah 3 bulan mengikuti terapi, bila tidak, orangtua sebaiknya mengganti treatment.

5. Responden berdomisili di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi).

III.C.2 Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling yaitu teknik pemilihan sampel dengan responden yang menjadi sampel adalah mereka yang tersedia sesuai kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti (Galloway, 1997).

III.C.3 Jumlah Sampel

Responden dalam penelitian ini 31 orang. Kerlinger (1986) menyatakan bahwa untuk mengurangi terjadinya error dalam penelitian yang bersifat non- experimental , maka diharapkan jumlah sampelnya cukup besar, yaitu melebihi 30 orang. Peneliti berasumsi bahwa jumlah sampel sebanyak 31 orang cukup untuk Responden dalam penelitian ini 31 orang. Kerlinger (1986) menyatakan bahwa untuk mengurangi terjadinya error dalam penelitian yang bersifat non- experimental , maka diharapkan jumlah sampelnya cukup besar, yaitu melebihi 30 orang. Peneliti berasumsi bahwa jumlah sampel sebanyak 31 orang cukup untuk

III.D Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tes NEO PI-R untuk mengukur trait kepribadian orangtua dan ATEC (Autism Treatment Evaluation Checklist ) untuk mengukur kemajuan treatment yang dialami oleh anak autisme.

III.D.1 NEO PI-R

Instrumen pertama yang digunakan untuk pengambilan data kepribadian dengan pendekatan traits yang akan diukur adalah kuesioner. Kuesioner tersebut berisi daftar pernyataan yang menggunakan skala Likert yang memiliki lima rentang jawaban. Responden dapat memilih Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, dan Sangat Setuju dalam setiap item pernyataan.

Alat tes NEO-Personality Inventory Revised (NEO PI-R) dikembangkan oleh Costa dan McCrae (1992). Alat tes ini dikembangkan untuk mengukur faktor kepribadian Big Five yang ada pada diri manusia. NEO PI-R telah diadaptasikan kedalam bahasa Indonesia oleh Halim, Derksen, dan van der Staak (2004).

Alat tes NEO-PI-R mempunyai lima domain, yaitu Neuroticism, Extraversioness, Agreeableness, Openess to Experience, dan Conscientiousness. Pada masing-masing domain terdapat enam facet dan masing-masing facet diukur oleh delapan item. Jadi, secara kesuluruhan alat tes ini memiliki 240 item atau pernyataan yang harus direspon oleh responden. Setiap respon yang diberikan responden akan dikonversi menjadi angka, dengan prosedur sebagai berikut:

0 = Responden memilih respon “Sangat Tidak Setuju” pada pernyataan yang ada.

1 = Responden memilih respon “Tidak Setuju” pada pernyataan yang ada.

2 = Responden memilih respon “Netral” pada pernyataan yang ada.

3 = Responden memilih respon “Setuju” pada pernyataan yang ada.

4 = Responden memilih respon “Sangat Setuju” pada pernyataan yang ada.

Alat tes NEO-PI-R memiliki 114 item favorable dan 106 item unfavorable. Prosedur skoring pada item-item favorable adalah 0-4 untuk respon “Sangat Tidak Setuju” hingga “Sangat Setuju”. Sementara pada item-item unfavorable, prosedur skoring dibalik, 4-0 untuk respon “Sangat Tidak Setuju” hingga “Sangat Setuju”. Profil kepribadian yang digunakan adalah form adult yang ditujukan untuk orang yang berusia 21 tahun ke atas.

III.D.2 ATEC

Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC) merupakan alat tes yang disusun untuk mengevaluasi perkembangan anak autisme yang sedang mengikuti treatment (pengobatan) untuk mengurangi gejala-gejala autisme yang dimilikinya. ATEC disusun oleh Bernard Rimland dan Stephen M. Edelson dari Autism Research Institute pada tahun 1999. Alat tes ini memiliki 4 domain yaitu Speech/Language Communication (14 item), Sociability (20 item), Sensory/Cognitive Awareness (18 item), dan Health/Physical/Behavior (25 item) (“Autism Treatment”, t.th). Jadi, secara keseluruhan ATEC memiliki 77 item atau pernyataan yang harus direspon. Setiap item yang telah direspon akan dikonversi menjadi angka atau skor dengan prosedur sebagai berikut:

0 = Responden memilih respon “Tidak Benar”, “Tidak Pernah Terlihat”, dan “Bukan Masalah” pada pernyataan yang ada.

1 = Responden memilih respon “Agak Benar”, “Kadang Terlihat”, dan “Masalah Kecil” pada pernyataan yang ada.

2 = Responden memilih respon “Sangat Benar”, “Sangat Terlihat”, dan “Cukup Bermasalah” pada pernyataan yang ada.

3 = Responden memilih respon “Sangat Bermasalah” pada pernyataan yang ada.

ATEC memiliki 32 item favorable dan 45 item unfavorable. Prosedur skoring pada item-item favorable adalah 0-3 sementara pada item-item unfavorable berlaku sebaliknya.

III.E Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Alat NEO PI-R yang digunakan adalah alat ukur yang telah diadaptasikan ke bahasa Indonesia. Pada uji validitas dan reliabilitas NEO-PI-R yang dilakukan oleh Halim et al.(2004), responden yang digunakan adalah 341 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya dan 106 penderita kanker payudara. Uji validitas NEO-PI-R versi bahasa Indonesia dilakukan dengan menggunakan perhitungan koefisien congruence (Halim et al., 2004). Hasil koefisien congruence beriksar 0,91-0,96 untuk masing-masing domain (Halim et al., 2004).

Uji reliabilitas NEO-PI-R versi bahasa Indonesia menggunakan Cronbach Alpha Coefficient . Hasil koefisien berkisar antara 0,75-0,90 untuk masing-masing domain (Halim et al., 2004).

Berdasarkan uji validitas alat tes ATEC yang telah dilakukan, ditemukan bahwa:

1. Terdapat 14 item yang berkorelasi secara signifikan dengan skor total dan dinyatakan valid dalam mengukur konstruk kemajuan treatment dari 14 1. Terdapat 14 item yang berkorelasi secara signifikan dengan skor total dan dinyatakan valid dalam mengukur konstruk kemajuan treatment dari 14

2. Terdapat 14 item yang berkorelasi secara signifikan dengan skor total dan dinyatakan valid dalam mengukur konstruk kemajuan treatment dari 20 item pada domain Kemampuan Bersosial dalam alat tes Autism Treatment Evaluation Checklist.

3. Terdapat 17 item yang berkorelasi secara signifikan dengan skor total dan dinyatakan valid dalam mengukur konstruk kemajuan treatment dari 18 item pada domain Kemampuan Sensorik dalam alat tes Autism Treatment Evaluation Checklist.

4. Terdapat 20 item yang berkorelasi secara signifikan dengan skor total dan dinyatakan valid dalam mengukur konstruk kemajuan treatment dari 25 item pada domain Komunikasi dan Bahasa dalam alat tes Autism Treatment Evaluation Checklist.

Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan ditemukan bahwa uji reliabilitas alat tes Autism Treatment Evaluation Checklist dihitung menggunakan SPSS dan menunjukkan koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0,939. Nilai tersebut memenuhi kriteria koefisien reliabilitas minimal yang harus dimiliki suatu alat tes untuk dapat dikatakan reliable dan digunakan dalam sebuah penelitian adalah 0,7 (Kaplan & Saccuzzo, 2001).

III.F Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode statistik korelasi untuk melihat ada tidaknya hubungan antara traits kepribadian orangtua dan kemajuan treatment Penelitian ini menggunakan metode statistik korelasi untuk melihat ada tidaknya hubungan antara traits kepribadian orangtua dan kemajuan treatment

III.G Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.

III.G.1 Prosedur Persiapan

1. Pada tahap awal, peneliti melakukan studi pustaka, observasi lapangan, serta wawancara pihak-pihak terkait untuk membentuk kerangka berpikir dan mencari masalah penelitian ini.

2. Setelah itu, peneliti melakukan studi pustaka lebih lanjut untuk mencari landasan teori dan menetukan jenis serta metode penelitian dan pengolahan data.

3. Persiapan selanjutnya, peneliti menentukan alat ukur yang dapat digunakan untuk menentukan variabel yang ingin diteliti. Penelti juga melakukan adaptasi terhadap alat ukur ATEC yang masih berbahasa Inggris.

III.G.2 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Peneliti menyebarkan alat tes kepada sampel penelitian. Sampel data dalam penelitian ini diambil dari ibu anak dengan autisme yang mendaftarkan anaknya ke pada klinik terapi Polaris di Cijantung (10 orang), SARANA Pusat Terapi & Sekolah Khusus di TB Simatupang (5 orang), Pusat Terapi dan Training Center QQ Mitra Ananda di Cipinang Elok (3 orang), Sekolah Pelita Hati di Kramat Jati (4 orang), Mailing List Puterakembara (1 orang), dan 8 orang jalur pribadi.

2. Selanjutnya peneliti melakukan skoring dan pencatatan pada data kuantitatif. Data ini akan diolah dan diinterpretasi hingga diperoleh hasil penelitian.

3. Tahap terakhir adalah penyusunan laporan hasil penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

IV. A Demografi Responden

Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan gambaran umum dari responden penelitian.

IV. A. 1 Gambaran Usia Responden

Peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden penelitian yang berusia 30-

50 tahun. Berikut ini adalah sebaran usia responden penelitian ini:

45 ke atas 40-44 35-39 30-34

Grafik IV.1 Gambaran Usia Responden

Dari grafik di atas, terlihat responden penelitian sebagian besar berusia antara 35-44 tahun sebanyak 22 orang (proporsi 71%) dari jumlah keseluruhan 31 orang responden.

IV.A.2 Gambaran Pekerjaan Responden

Berdasarkan jawaban responden, berikut adalah gambaran pekerjaan responden penelitian ini:

Pegawai Swasta Pegawai Negeri

Wiraswasta Ibu Rumah Tangga

Grafik IV.2 Gambaran Pekerjaan Responden

Melalui grafik di atas, terlihat jumlah yang hampir imbang antara 15 orang bekerja (48,4%) dan 16 orang tidak bekerja atau berprofesi sebagai ibu rumah tangga (51,6 %) dari 31 orang responden penelitian.

IV.A.3 Gambaran Usia Anak

Gambaran usia anak responden dalam penelitian ini menurut data kuesioner adalah:

11-13 tahun 8-10 tahun 5-7 tahun

Grafik IV.3 Gambaran Usia Anak

Melalui grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas anak responden responden 5-7 tahun yang masing-masing berjumlah 16 orang dengan proporsi 51,6 %. Data ini menunjukkan bahwa anak responden penelitian ini sudah tidak pada tahap golden age (usia balita, terutama 2-3 tahun) dimana pada tahap tersebut, perkembangan anak sangat optimal. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kemajuan treatment yang terlihat pada anak-anak dalam penelitian ini bukanlah karena peran dari tahap golden age tersebut

IV.A.4 Gambaran Persentase Kehadiran Terapi Anak

Berdasarkan data yang terkumpul dari tempat terapi dan keterangan responden, berikut adalah gambaran persentase kehadiran terapi anak responden dari jadwal yang tertera pada grafik sebelumnya:

76-100 % 51-75 % 26-50 %

Grafik IV.4 Gambaran Persentase Kehadiran Terapi

19 orang anak (proporsi 61,3%) menghadiri 76-100 % jadwal terapi yang ada dalam 8 minggu saat pengambilan data. Rentang kehadiran terapi anak bervariasi dari 25-100 % dengan mayoritas di atas 75 % kehadiran. Data ini cukup menggambarkan bahwa sebagian besar anak menjalani terapi sesuai jadwal yang ada.

Dari data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa responden penelitian kali ini yaitu ibu dari anak-anak autisme mayoritas berusia 35-44 tahun dan cukup seimbang antara yang bekerja dengan yang tidak. Responden memiliki anak kurang-lebih berusia 5-7tahun. Persentase kehadiran terapi anak mayoritas di atas 75%.

IV.B Hasil dan Interpretasi Penelitian

IV.B.1 Uji Korelasi Traits Kepribadian Orangtua (beserta facets) dan Kemajuan Treatment Anak

Hasil penelitian sebagaimana dipaparkan pada tabel di bawah ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan negatif antara nilai Neuroticism (N) ibu dan kemajuan treatment anak autisme seperti yang tercantum pada tabel IV.1 di bawah ini. Hubungan negatif ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat N ibu, semakin rendah kemajuan treatment yang terlihat pada anak autismenya. Hubungan yang signifikan positif terlihat antara skor Conscientiousness (C) ibu dengan kemajuan treatment anak. Sementara itu, tidak terlihat hubungan yang signifikan antara traits Extraversion, Openness to experience dan kemajuan treatment anak. Hasil perhitungan korelasi antar variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel IV.1 Perhitungan Korelasi Pearson antara Domain dan Facets dalam Neuroticism, Extraversion, Openness to experience, Conscientiousness dan

Kemajuan Treatment Anak Autisme Variabel Korelasi P

Neuroticism -0,40 0,03* N1 Anxiety

N2 Ang. Host. -0,21 0,25 N3 Depression

-0,31 0,09 N4 Self-consciousness

-0,22 0,22 N5 Impulsiveness

-0,32 0,08 N6 Vulnerability

-0,21 0,26 Extraversion 0,11 0,54

E1 Warmth 0,24 0,19 E2 Gregariousness

-0,18 0,34 E3 Assertiveness

0,21 0,26 E4 Activity

0,07 0,73 E5 Excitement-seeking

0,04 0,83 E6 Positive Emotion

0,08 0,93 Openness to experience 0,28 0,13

O1 Fantasy 0,14 0,47 O2 Aesthetics

Kemajuan

O3 Feelings 0,12 0,52

Treatment

O4 Action 0,20 0,28

O5 Idea 0,44 0,01*

O6 Values 0,28 0,12 Agreeableness

0,121 0,518 A1 Trust

0,15 0,43 A2 Straightforwardness

0,06 0,74 A3 Altruism

0,30 0,11 A4 Complince

-0,03 0,87 A5 Modesty

-0,16 0,40 A6 Tender mindedness

Conscientiousness 0,48 0,00** C1 Competence

0,37 0,04* C2 Order

C3 Dutifulness 0,25 0,18

C4 Achievement striving 0,37 0,04* C5 Self discipline

0,40 0,03* C6 Deliberation

* Signifikan pada α 0,05 (2-tailed) ** Signifikan pada α 0,01 (2-tailed)

Hubungan negatif signifikan ditemukan antara domain N dan facet N1 (anxiety) dengan kemajuan treatment anak autisme. Hubungan positif signifikan ditemukan antara domain C, facet C1 (Competence), C2 (Order), C4 (Achievement striving), C5 (Self-discipline), dan C6 (Deliberation) dengan kemajuan treatment anak autisme. Walaupun tidak terlihat hubungan yang signifikan antara domain O dan kemajuan treatment, salah satu facet-nya yaitu O5 (Ideas) terbukti memiliki hubungan signifikan positif dengan kemajuan treatment.

IV.B.2 Analisa Tambahan

Berikut ini merupakan hasil interpretasi data responden setelah dibandingkan dengan norma NEO PI-R yang berlaku di Indonesia. Norma yang dipakai adalah hasil adaptasi dari norma NEO PI-R yang berbahasa Inggris.

Neuroticism 8

Extraversion Frekuensi 6

Openess to Experience Agreeableness

4 Conscientiousness

Very Low Low Average High

Very High

Grafik IV. 5 Persebaran Skor NEO PI-R

Pada domain N dapat dilihat persebaran responden membentuk kurva yang cukup normal dengan frekuensi terbanyak pada kategori average. Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian tidak memiliki ciri kepribadian N yang Pada domain N dapat dilihat persebaran responden membentuk kurva yang cukup normal dengan frekuensi terbanyak pada kategori average. Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian tidak memiliki ciri kepribadian N yang

Responden menunjukkan kurva E yang sedikit condong ke arah low dengan mean T-score 46 yang masuk pada kategori average. Frekuensi terbanyak ditemukan pada kategori average dan low. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa para ibu anak autisme memiliki skor E yang cukup rendah, dicirikan dengan pribadi yang lebih suka mengerjakan sesuatu sendiri dan cenderung formal dalam bersikap.

Skor responden pada domain O menunjukkan kurva yang sedikit lebih condong ke arah kiri dengan mean T-score yang berada pada ambang bawah kategori average yaitu 45. Melalui hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa para responden merupakan pribadi yang cenderung konservatif dalam berprilaku dan lebih menyukai sesuatu yang sudah dikenal daripada sesuatu yang baru.

Responden menunjukkan kurva yang condong ke arah low, memiliki mean T- score sebesar 43 yang masuk pada kategori low. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki ciri kepribadian yang cenderung egosentris, kompetitif, dan mudah mengekspresikan rasa marah bila dibutuhkan.

Pada domain C, dapat dilihat persebaran responden memiliki kurva yang cukup normal namun sedikit condong ke arah high. Berdasarkan itu, dapat disimpulkan bahwa responden merupakan pribadi yang cukup dapat diandalkan, memiliki prestasi yang baik, dan juga berhati-hati dalam mengambil tindakkan. Frekuensi terbanyak terdapat pada kategori average dengan mean T-score 51 yang juga termasuk dalam kategori average.

Peneliti juga melakukan uji korelasi Pearson kembali untuk melihat hubungan antara kemajuan treatment dengan persentase kehadiran terapi. Hasil dari uji tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara persentase kemajuan treatment dan persentase kehadiran treatment yaitu r(31) = 0,280 dengan p > 0,05.

Peneliti melakukan analisa terhadap persentase kemajuan treatment yang dialami anak.dan mencoba melihat polanya dalam jenis terapi yang diikuti anak. Berikut adalah tabelnya:

Tabel IV.3 Persentase Kemajuan Treatment Anak Berdasarkan Terapi yang

diikuti Persentase Kemajuan Treatment

Jenis Terapi Jumlah

0 - 10 % 11 - 20 % 21 - 30 % 31 - 40 % 41 - 50 %

SI 520209 SI+ABA

410005 SI+TW

2 3 4 1 1 11 SI+TW+ABA 1 1 0 0 0 2 SI+TW+FT

010001 SI+TW+Renang 100001 SI+TW+Melukis 100002

15 8 4 3 1 31 Tingkat kemajuan treatment terlihat dalam rentang 3-50% dalam periode

delapan minggu treatment. Dalam jangka waktu tersebut, kemajuan yang terlihat sebagian besar di bawah 20%. Melalui tabel di atas, dapat juga disimpulkan bahwa mayoritas anak responden (11 orang) mengikuti terapi gabungan antara SI (Sensori Integrasi) dan TW (Terapi Wicara) dan menunjukkan persentase kemajuan yang paling baik dibandingkan dengan kombinasi terapi yang lain. Selain kombinasi SI + TW, anak responden juga cukup banyak yang hanya delapan minggu treatment. Dalam jangka waktu tersebut, kemajuan yang terlihat sebagian besar di bawah 20%. Melalui tabel di atas, dapat juga disimpulkan bahwa mayoritas anak responden (11 orang) mengikuti terapi gabungan antara SI (Sensori Integrasi) dan TW (Terapi Wicara) dan menunjukkan persentase kemajuan yang paling baik dibandingkan dengan kombinasi terapi yang lain. Selain kombinasi SI + TW, anak responden juga cukup banyak yang hanya

Kombinasi terapi yang lain adalah kombinasi 3 terapi yaitu SI+TW+ABA (Applied Behavioral Analisys) SI+TW+FT (Fisioterapi), SI+TW+Renang dan SI+TW+Melukis menunjukkan jumlah yang paling sedikit (6 orang) dan juga menunjukkan kemajuan yang cenderung rendah (antara 0-20%). Melalui data ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan kombinasi terapi terbaik yang diikuti oleh anak responden adalah SI+TW, sehingga sebaiknya yang hanya mengikuti SI juga diimbangi dengan TW agar kemajuannya lebih terlihat. Selain itu, jika anak dipaksa mengikuti 3 terapi, efeknya tidak terlalu terlihat mungkin disebabkan oleh fisik anak yang kurang memungkinkan untuk mengikuti 3 terapi yang berbeda dalam seminggu.

Kesimpulan di atas ini juga di dukung oleh sebaran kemajuan treatment berdasarkan jadwal terapi dalam seminggu yang diikuti anak. Berikut adalah tabelnya:

Tabel IV.4 Persentase Kemajuan Treatment Anak Berdasarkan Jadwal Terapi dalam Satu Minggu

Jadwal

Persentase Kemajuan Treatment

Jumlah Terapi

0 - 10 %

11 - 20 %

21 - 30 %

31 - 40 % 41 - 50 %

1x1

6 1 0 0 1 8 1x2

4 6 4 3 0 17 1x3

Data-data dalam tabel di atas menunjukkan bahwa kemajuan paling banyak terlihat pada anak yang mengikuti terapi dua kali seminggu berjumlah 17 anak dengan persentase kemajuan mayoritas berada pada rentang 10-40% (13 anak). Sementara itu, anak-anak yang mengikuti terapi satu kali seminggu (8 anak) mayoritas kemajuannya ada di rentang 0-10%. Untuk terapi tiga kali seminggu jumlah partisipannya paling sedikit yaitu berjumlah 6 orang dengan mayoritas rentang kemajuannya juga ada pada rentang 0-10%. Bukti ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa jadwal terapi yang efektif mendukung kemajuan treatment anak adalah yang tidak terlalu jarang (satu kali) maupun yang tidak terlalu banyak (tiga kali) jadwal terapi ke tempat terapi dalam seminggu).

Selain jadwal terapi yang tepat dapat membantu kemajuan anak, penerapan terapi di rumah juga cukup berkontribusi terhadap kemajuan treatment anak autisme. Penerapan terapi yang dimaksud adalah mengulang kegiatan yang di terapkan terapis ketika di rumah. Beberapa bahkan menyediakan fasilitas yang mirip seperti di tempat terapi. Di bawah ini adalah tabel persebarannya:

Tabel IV.5 Persentase Kemajuan Treatment Anak Berdasarkan Penerapan

Terapi di Rumah Persentase Kemajuan Treatment

Penerapan Terapi Jumlah di Rumah

0 - 10 % 11 - 20 % 21 - 30 % 31 - 40 % 41 - 50 %

YA 024219 TIDAK

15 8 4 3 1 31 Perbedaan jumlah responden yang menerapkan terapi di rumah dan yang tidak

menerapkan cukup banyak dan sebagian besar responden tidak menerapkan terapi menerapkan cukup banyak dan sebagian besar responden tidak menerapkan terapi

Selain segala macam hal yang berkaitan dengan terapi, dari jenis pekerjaan ibu juga terlihat kemajuan treatment yang berbeda pada anaknya. Jenis pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi empat yaitu ibu rumah tangga, wiraswasta, pegawai negeri, dan pegawai swasta. Di bawah ini adalah tabel persebaran kemajuan treatment anaknya:

Tabel IV.6 Persentase Kemajuan Treatment Anak Berdasarkan Jenis

Pekerjaan Ibu Persentase Kemajuan Treatment

Jenis Jumlah Pekerjaan Ibu

0 - 10 % 11 - 20 % 21 - 30 % 31 - 40 % 41 - 50 %

Ibu Rumah Tangga 6 5 3 1 1 16 Wiraswasta

001203 Pegawai Negeri 3 1 0 0 0 4 Pegawai Swasta 6 2 0 0 0 8

15 8 4 3 1 31 Dari tabel di atas, terlihat bahwa responden yang berprofesi sebagai ibu rumah

tangga dan wiraswasta memiliki anak dengan kemajuan treatment yang lebih tinggi daripada responden yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Terlihat kemajuan treatment anak yang ibunya berprofesi sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta menempati rentang 0-20%. Sementara itu, yang tangga dan wiraswasta memiliki anak dengan kemajuan treatment yang lebih tinggi daripada responden yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Terlihat kemajuan treatment anak yang ibunya berprofesi sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta menempati rentang 0-20%. Sementara itu, yang

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

V.A Kesimpulan

Setelah melakukan analisis dan interpretasi data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Neuroticism ibu dan kemajuan treatment anak autisme.

2. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara Conscientiousness ibu dan kemajuan treatment anak autisme.

3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Extraversion, Openness to experience dan kemajuan treatment anak autisme.

4. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara facet N1 (Anxiety) dan kemajuan treatment anak autisme.

5. Terdapat hubungan yang signifikan antara facet O5 (Ideas), C1 (Competence), C2 (Order), C4 (Achievement striving), C5 (Self discipline), C6 (deliberation) dan kemajuan treatment anak autisme. Selain itu, diperoleh pula kesimpulan dari analisa tambahan yang dilakukan.

Anak-anak yang mengalami kemajuan treatment paling besar merupakan mereka yg mengikuti kombinasi dua treatment yaitu sensori integrsi dan terapi wicara (dengan pendekatan metode behavior treatment), menjalani terapi dua kali seminggu, adanya kelanjutan penerapan terapi di rumah dengan fasilitas yang Anak-anak yang mengalami kemajuan treatment paling besar merupakan mereka yg mengikuti kombinasi dua treatment yaitu sensori integrsi dan terapi wicara (dengan pendekatan metode behavior treatment), menjalani terapi dua kali seminggu, adanya kelanjutan penerapan terapi di rumah dengan fasilitas yang

V.B Diskusi

Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara N ibu dan kemajuan treatment anak autisme. Hal ini berarti, semakin tinggi N ibu semakin rendah kemajuan treatment anak yang terlihat, demikian pula sebaliknya. Ibu dengan skor N yang tinggi memiliki kemungkinan lebih rentan dalam mengalami tekanan psikologis, memiliki ide-ide yang irasional, kurang mampu mengendalikan dorongan dan juga cenderung memiliki kemampuan mengatasi masalah yang buruk (Piedmont, 1998). Keadaan ini juga akan semakin parah karena telah terbukti bahwa mengasuh anak autisme lebih sulit dibandingkan mengasuh anak normal pada umumnya (Parritz dan Troy, 2011).

Dalam domain kepribadian N, terbukti facet Anxiety yang memiliki hubungan signifikan negatif terhadap kemajuan treatment. Dengan tingginya tingkat Anxiety, individu akan diselimuti rasa takut, cemas, dan gelisah (Piedmont, 1998), terlebih dalam menangani anak autisme sehari-hari. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi ibu terutama karena dalam mendukung keberhasilan treatment anak, ibu harus mampu yakin, percaya, dan mendorong anaknya terjun ke dunia sosial (Aquarcone, 2007). Ibu yang mempunyai kecemasan tinggi tentu akan memiliki keterbatasan dalam hal ini.

Hasil yang signifikan juga terlihat pada hubungan antara C dengan kemajuan treatment . Semakin tinggi tingkat C ibu, semakin tinggi pula kemajuan treatment yang dialami anak. Tingkat C yang tinggi pada ibu menunjukkan besarnya rasa Hasil yang signifikan juga terlihat pada hubungan antara C dengan kemajuan treatment . Semakin tinggi tingkat C ibu, semakin tinggi pula kemajuan treatment yang dialami anak. Tingkat C yang tinggi pada ibu menunjukkan besarnya rasa

Berkebalikan dengan itu, tingkat C yang rendah pada ibu dapat memiliki kesulitan lebih besar dalam mengawasi anak mereka karena kurangnya kedisplinan (Kochanska et. al., 2004). Hubungan ini akan semakin erat jika ternyata tingkat N-nya juga tinggi, dengan arti semakin tinggi tingkat N seorang ibu yang memiliki C rendah, akan semakin sulit ia mengembangkan gaya pengasuhan yang baik bagi anak dan pada akhirnya akan lebih sulit mendukung kemajuan treatment anak.

Tingkat C yang terlihat pada responden penelitian ini berada pada kategori average sedikit condong ke high karena frekuensi pada kategori high sedikit lebih banyak daripada low. Hal ini merupakan pertanda baik bagi kelangsungan usaha untuk pemulihan gejala autisme anak karena terbukti bahwa C diprediksi sebagai aspek pelaksana dalam pengasuhan anak (Kochanska et.al.,2004). Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat C, pelaksanaan usaha pemulihan akan semakin baik.

Domain E dalam penelitian-penelitian sebelumnya terbukti bahwa ibu dengan

E tinggi akan lebih peka terhadap keadaan anak dan juga lebih menunjukkan emosi-emosi positif dalam pengasuhan anak (Belsky et. al., 1995). Individu dengan E tinggi cenderung menyukai sesuatu yang ceria dan penuh semangat

(Piedmont, 1998). Kombinasi hubungan yang kuat antara E dan N (E tinggi dan N rendah) juga akan mendukung konsistensinya dalam pengasuhan yang positif (Chioqueta & Stiles, 2005). Individu dengan E tinggi yang aktif, hangat, dan mudah bergaul kemudian diimbangi dengan N yang rendah akan membuat individu tersebut lebih tahan dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan sekaligus dapat dengan mudahnya tetap ceria dan optimis.

Pada hasil penelitian, domain E terbukti tidak signifikan berhubungan dengan kemajuan treatment dalam penelitian ini. Hal ini dapat saja merupakan kontribusi dari tidak terlihatnya hubungan yang signifikan antara domain E dan N pada hasil analisis (-0,2 dengan p= 0,26). Pada penelitian ini, responden secara umum memiliki E yang average pada batas bawah yang berarti para ibu sebagian besar cenderung lebih senang melakukan hal sendirian dan bergaya cukup formal. Hal tersebut tidak mendukung salah satu faktor yang dibutuhkan dalam mendukung keberhasilan treatment karena menurut Phillips dan Schuler (dalam Acquarone, 2007) keberhasilan treatment adalah usaha bersama (tim), bukan hanya perorangan.

Domain O secara keseluruhan terbukti tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kemajuan treatment. Hal ini dapat disebabkan oleh persebaran skor O yang terlihat sedikit lebih banyak tersebar pada area low dan memiliki mean T-score 45 yang merupakan batas bawah kategori average. Sementara itu, O berperan dalam usaha ibu untuk mencoba berbagai macam penanganan dan mengidentifikasi yang cocok dengan anaknya. Mungkin saja, ibu masih terlihat cenderung konservatif dalam berprilaku dan lebih menyukai sesuatu yang sudah Domain O secara keseluruhan terbukti tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kemajuan treatment. Hal ini dapat disebabkan oleh persebaran skor O yang terlihat sedikit lebih banyak tersebar pada area low dan memiliki mean T-score 45 yang merupakan batas bawah kategori average. Sementara itu, O berperan dalam usaha ibu untuk mencoba berbagai macam penanganan dan mengidentifikasi yang cocok dengan anaknya. Mungkin saja, ibu masih terlihat cenderung konservatif dalam berprilaku dan lebih menyukai sesuatu yang sudah

Pada analisa tambahan, ditemukan hal-hal yang sejalan dengan pernyataan dalam latar belakang bahwa treatment harus dilakukan dengan multidisiplin ilmu (Handojo, 2003). Ditemukan pola bahwa anak yang ditangani dengan satu metode menunjukkan kemajuan treatment yang tidak lebih tinggi dari anak yang mengikuti gabungan dua metode treatment yang berbeda. Gabungan metode tersebut khususnya adalah gabungan antara sensori integrasi dan terapi wicara. Walaupun dengan multidisiplin ilmu, jadwal datang ke tempat terapi sebaiknya juga diperhatikan. Jadwal yang terlihat cukup signifikan dalam membantu kemajuan treatment adalah dua kali seminggu. Ketika jadwal anak datang ke tempat terapi lebih dari dua kali, terlihat kemajuannya tidak sebaik yang dua kali dalam seminggu. Begitu pula dengan anak yang menjalani tiga gabungan treatment yang berbeda. Hal ini mungkin saja terjadi karena gabungan tiga treatment ataupun memiliki jadwal tiga kali seminggu cenderung akan membebani anak sehingga hasilnya kurang efektif.

Jadwal anak terapi ke luar juga harus diimbangi dengan penanganan ketika di rumah. Terbukti dari hasil analisa bahwa bila ibu memiliki waktu lebih untuk menangani anak (berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta) dan juga Jadwal anak terapi ke luar juga harus diimbangi dengan penanganan ketika di rumah. Terbukti dari hasil analisa bahwa bila ibu memiliki waktu lebih untuk menangani anak (berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta) dan juga

Berdasarkan bukti-bukti di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa ibu yang memiliki kecemasan yang rendah, membuka diri untuk menerima ide-ide baru (open-minded), bertanggung jawab penuh, pantang menyerah, ulet, serta berhati-hati sebelum mengambil tindakan saat menangani anak memiliki hubungan positif dalam kemajuan treatment anak. Selanjutnya, anak yang mengikuti treatment secara multidisiplin ilmu (gabungan dua terapi, sensori integrasi dan wicara) dengan jadwal dua kali seminggu cenderung mengalami kemajuan yang lebih baik daripada yang tidak. Tak hanya penanganan di tempat terapi, ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta (mempunyai waktu yang cukup dalam menangani anak) dan ibu yang menerapkan terapi dirumah juga terbukti berkontribusi terhadap kemajuan treatment anak autisme.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pertama adalah keterbatasan dalam standar terapi yang cukup berbeda antara tempat satu dengan yang lain. Standar ini terkait dengan durasi terapi dan jadwal terapi yang bervariasi. Durasi terapi bervariasi dari 1-2 jam dalam satu peremuan. Sementara itu, jadwal terapi bervariasi dari 1 kali seminggu, 2 kali, dan 3 kali seminggu. Peneliti sudah berusaha untuk meminimalisir dampak dari faktor ini dengan mengambil data Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pertama adalah keterbatasan dalam standar terapi yang cukup berbeda antara tempat satu dengan yang lain. Standar ini terkait dengan durasi terapi dan jadwal terapi yang bervariasi. Durasi terapi bervariasi dari 1-2 jam dalam satu peremuan. Sementara itu, jadwal terapi bervariasi dari 1 kali seminggu, 2 kali, dan 3 kali seminggu. Peneliti sudah berusaha untuk meminimalisir dampak dari faktor ini dengan mengambil data

Keterbatasan berikutnya adalah pada pengambilan sampling try out. Karena karakteristik populasi yang spesifik, peneliti memiliki kesulitan dalam mencari karakteristik populasi yang serupa maupun juga mencari responden yang bersedia mengisi kuesioner. Hal ini menyebabkan try out dilakukan pada responden yang juga menjadi responden dalam penelitian.

V.C Saran

Berdasarkan kesimpulan dan diskusi, peneliti memiliki beberapa saran, baik metodologis maupun praktis:

V.C.1 Saran Metodologis

1. Mengontrol variasi terapi yang diikuti anak responden penelitian. Penelitian selanjutnya dapat saja menetapkan bahwa anak responden hanya mengikuti terapi sensori integrasi atau juga membandingkan hasil intraksi metode terapi yang berbeda. Hal ini dikarenakan peneliti menemukan pola bahwa kombinasi terapi SI+TW dalam penelitian ini terbukti memiliki kemajuan yang cukup besar dibandingkan dengan yang hanya SI saja ataupun yang mengikuti 3 terapi sekaligus. Selain itu, mungkin kesetaraan durasi terapi per minggu juga perlu dikontrol.

2. Memberikan jarak yang lebih lama antar pengambilan data yaitu lebih dari

4 minggu ataupun dua kali 4 minggu agar kemajuan treatment yang ada lebih terlihat lagi.

3. Penelitian selanjutnya yang ingin meneliti mengenai kemajuan treatment dan trait kepribadian ibu juga dapat melihat hubungannya dengan faktor peran ayah ataupun saudara kandung karena terbukti bahwa salah satu faktor penting dalam keberhasilan treatment anak autisme adalah menjalankan segala usaha dengan kerjasama tim keluarga inti (Acquarone, 2007).

V.C.2 Saran Praktis

1. Sebaiknya para orangtua terutama ibu dari anak autisme lebih tenang dalam menangani anak. Bila kecemasan timbul, dapat juga melakukan relaksasi seperti mengatur pernapasan untuk menurunkan ketegangan.

2. Dalam menangani anak, diperlukan kedisiplinan yang tinggi. Sebaiknya ibu tidak menyepelekan “ritual” treatment sekecil apapun. Ibu dapat membuat jadwal ataupun membuat catatan mengenai hal-hal yang perlu dilakukan agar tidak ada yang terlupa ataupun terlewatkan. Meminta orang lain untuk mengingatkan atau menegur untuk selalu disiplin dan taat jadwal dalam mengangani anak juga dapat dilakukan, seperti meminta kepada suami atau sanak saudara lain.

3. Bila kemajuan anak baru sedikit terlihat, janganlah menyerah karena anak perlu beradaptasi terutama saat menjalani treatment ataupun program baru. Berikan keyakinan pada diri sendiri dan juga pada anak bahwa dengan 3. Bila kemajuan anak baru sedikit terlihat, janganlah menyerah karena anak perlu beradaptasi terutama saat menjalani treatment ataupun program baru. Berikan keyakinan pada diri sendiri dan juga pada anak bahwa dengan

4. Perlu juga bersikap open-minded, terbuka dengan saran yang diberikan orang lain khususnya terapis, psikolog anak, ataupun sesama orangtua anak autisme. Selalu cermat mengamati berita-berita baru mengenai metode penanganan anak autisme juga akan membantu kemajuan, karena sangat banyak penelitian maupun metode-metode baru dikembangkan untuk mendukung kemajuan anak yang layak untuk dicoba.

5. Selanjutnya, ibu perlu berhati-hati dalam mengambil tindakan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penanganan anak. Walaupun kesediaan untuk mencoba hal yang baru sangat diperlukan, hal ini juga perlu diimbangi dengan pencarian informasi yang detil dan komprehensif mengenai masalah terkait. Ada baiknya juga menanyakan pendapat orang lain, seperti terapis ataupun psikolog, ketika ingin menerapkan hal yang baru pada anak.

6. Sebaiknya, ibu dengan cermat dan cepat mengidentifikasi treatment yang cocok bagi anaknya dan yang tidak. Hal ini dikarenakan bila anak terlalu lama menjalani banyak treatment sekaligus tanpa fokus yang spesifik, hasilnya cenderung tidak baik bagi kemajuan treatment-nya.

7. Porsi terapi anak di luar rumah harus “cukup”, yang dimaksud dengan “cukup” di sini adalah tidak hanya satu kali seminggu ataupun tidak terlalu banyak seperti tiga kali dalam seminggu karena terapi di luar mungkin saja membebani fisik anak sehingga hasilnya tidak terlalu efektif.

8. Ibu perlu mengalokasikan waktu yang cukup untuk menangani anak. Bila ibu bekerja, sediakanlah waktu yang berkualitas namun rutin setiap hari. Ibu yang bekerja dapat juga menunjuk orang kepercayaan yang dapat diandalkan untuk mendampingi anak sehari-hari, seperti guru pendamping anak ataupun pengasuh, sehingga bisa melaporkan segala kegiatan anak ketika ibu bekerja. Hal ini juga bertujuan agar ibu selalu dapat memantau perkembangan anaknya.

9. Ada baiknya juga untuk menerapkan home-based terapi untuk mengulangi kembali proses terapi ketika di rumah. Bila keluarga berkecukupan, sangat baik jika dapat membangun fasilitas terapi di rumah (misalnya ruang terapi sensori integrasi). Namun jika dana yang dimiliki cukup terbatas, orangtua dapat juga menggunakan barang-barang di rumah sebagai sarana terapi ataupun membeli alat-alat terapi yang lebih terjangkau.

10. Untuk para terapis, teruslah mengingatkan orangtua untuk disiplin dalam menjalankan prosedur-prosedur penanganan anak. Sediakanlah akses ataupun informasi yang lengkap mengenai intervensi yang diberikan pada anak agar orangtua dapat mempertimbangkan dan memilih langkah terbaik bagi putra-putri mereka. Selain itu, terapis juga perlu menenangkan orangtua yang pencemas karena dapat memberikan dampak yang negatif bagi anak.