Bahan Bakar Padat

1. Bahan Bakar Padat

Di Filipina, pernah direncanakan PLTU menggunakan kayu (dan turunannya yang disebut juga biomassa) sebagai bahan bakar dengan harapan agar didapat sumber energi terbarukan (renewable energi). Jenis kayu yang digunakan dalam bahasa Filipina disebut ipil-ipil, yakni sejenis kayu lamtoro. Untuk penyediaan bahan bakar kayu ini diperlukan lahan yang luas bagi penanaman kayu ipil-ipil ini untuk dapat memasok kayu bagi PLTU secara kontinu dengan daya terpasang tertentu.

Masalah Operasi pada Pusat-Pusat Listrik

Penggunaan kayu ini dapat juga dianggap sebagai energi surya tidak langsung karena kayu adalah hasil fotosintesis yang terjadi dengan bantuan energi surya langsung.

Bahan bakar yang lain adalah sampah kota. Di negara-negara maju, sampah kota dijadikan bahan bakar PLTU, tetapi yang menjadi sasaran utama bukanlah pembangkitan listriknya, melainkan menyelesaikan masalah sampah kota. Batubara berasal dari hutan (kayu) yang tertimbun dalam tanah, di mana makin tua umumya, maka makin tinggi nilai kalorinya.

Batubara pada dasarnya adalah Karbon (C) yang didapat dari tambang dengan kualitas berbeda-beda, karena tercampur dengan bahan-bahan lain yang tergantung pada. kondisi tambangnya. Hal-hal yang menentukan mutu batubara, antara lain adalah nilai kalorinya. Nilai kalori ini ada 2 macam, yaitu nilai atas (Ho) dan nilai bawah (Hu).

Nilai atas kalori bahan bakar didapat dengan cara membakar bahan bakar tersebut sebanyak satu kilogram dan mengukur kalori yang didapat dengan menggunakan kalorimeter pada suhu 15 o

C sehingga uap air yang didapat dari pembakaran ini (hasil pembakaran) mengembun dan melepaskan kalori pengembunannya. Sedangkan nilai bawah kalori bahan bakar didapat dengan cara mengurangi nilai atasnya dengan kalori pengembunan yang dikandung.

Pembakaran bahan bakar pada pembangkit listrik termal mengeluarkan gas buang pada suhu yang jauh di atas titik embun air, perhitungan neraca energi didasarkan pada nilai bawah kalori karena pada suhu gas buang setinggi itu air berada pada fase uap.

Selain oleh nilai kalori yang dimilikinya, mutu batubara juga ditentukan oleh kemurniannya. Batubara selalu ditempeli zat-zat lain, seperti air serta unsur H, 0, N, dan S. Tingkat kemurnian batu bara selain menyangkut umumya, juga dipengaruhi oleh tambang asal tempat batu bara diambil. Tabel III.1 di bawah ini menunjukkan klasifikasi batubara secara singkat.

Bahan bakar padat seperti batubara dibakar dalam ruang bakar ketel uap PLTU untuk mendapatkan energi. Pembakaran itu sendiri sesungguhnya adalah reaksi kimia dengan oksigen 02 yang ada dalam udara.

Karena batubara tercampur dengan unsur-unsur H, 0, N, dan S, maka pada proses pembakaran batu timbul reaksi kimia antara unsur-unsur tersebut dengan oksigen yang ada di udara.

216 Pembangkitan Tenaga Listrik

Yang selanjutnya dengan H20 yang ada di udara dapat bereaksi menjadi bermacam -macam asam nitrat (HNO x ) .

Tabel III.1.Klasifikasi serta data batubara

Kandungan (% ) Nilai kalori Kcal/ Kg No.

Jenis bat u bar a

Ho Hu

1. Lignite 63,6-72,5 5, 0-5,6 17,5-27,5 0, 5-17,5 0, 3-6,5 2012-5230 1540-4925 2. Bituminus Coal

5671 5389 3. Open Burning-Coal 77,0-85,0 5. 2-5,4 7. 2-11,9

0, 7-5,7 5864-7342 5579-7703 4. Gas Coal

1, 2-2,1

0, 8-1,5 6986-7874 6694-7606 5. Fat Coal

82,3-87,8 5, 2-5,3 4, 6-8,0

1, 4-1,6

86,9-88.7 4, 8-4,9 4, 1-5,8 1,58-1,60 0,66-0,92 7168-7650 6901-7398 6. Forge Coal

1.58 0.67 7694 7463 7. Hard Coal

90,7-90,9 3. 8-4.0 2, 5-2-7 1.50-1.74 0.84-1,30 7150-7763 6929-7522 8. Anthracite

91,8-93.7 2. 3-3,6 23-2.6 0.80-1.38 0,71-0.89 7183-7676 7061-7482

Sumber: Djiteng Marsudi hal. 134

Apabila batubara lignite ada unsur kandungan airnya melebihi 60% sedangkan pada energi dalam bentuk batubara yang banyak mengandung air dan abu, serta rendah nilai kalorinya lebih mahal daripada mengangkut energi dalam bentuk listrik yang dihasilkan di dekat tambang bersangkutan.

Selain hal tersebut di atas, penggunaan batubara dengan nilai kalori yang relatif rendah memerlukan ketel uap yang lebih besar daripada apabila digunakan batubara dengan nilai kalori yang relatif tinggi karena jumlah kilogram batubara yang harus dibakar per satuan waktu menjadi lebih besar untuk mencapai daya bangkitan yang sama.

Dalam menyediakan batubara untuk PLTU juga harus diperhatikan ada tidaknya unsur yang dapat merusak ketel uap yang terbawa oleh batubara seperti silika yang dapat menyebabkan korosi suhu tinggi. Di lain pihak, kandungan unsur S yang dapat menimbulkan asam sulfat (H2SO4) sesuai reaksi (3.9) pada bagian PLTU yang suhunya relatif o dingin (di bawah 180 C), yaitu di pemanas udara, bisa mengembun dan menimbulkan korosi suhu rendah.

Dalam penyediaan batubara untuk PLTU juga harus diperhatikan tingkat kekerasan batubara. Hal ini berkaitan degan kekuatan mesin giling pembuat serbuk batubara dari PLTU bersangkutan.

Unsur-unsur tersebut di atas dapat terbakar, bereaksi dengan 02 yang menghasilkan energi panas. Tetapi ada juga zat-zat yang tidak bisa

Masalah Operasi pada Pusat-Pusat Listrik

terbakar, seperti air dan abu yang dikandung batubara. Karena hasil pembakaran batubara menimbulkan gas-gas ikutan yang membuat pencemaran, maka dikembangkan berbagai teknik untuk mengurangi pencemaran. Salah satu cara untuk mengurangi pencemaran oleh gas buang hasil pembakaran batubara ialah dengan menggunakan fluedized bed combustion, di mana batu bara dialirkan bersarna air pencuci ruang bakar.