MELANJUTKAN KULIAH D3 BAHASA JEPANG DI SEMARANG

MELANJUTKAN KULIAH D3 BAHASA JEPANG DI SEMARANG

Setelah aku lulus dari MAN 1 Semarang dan berpisah dengan teman-temanku, banyak dari teman-temanku dari alumni MAN 1 Semarang yang melanjutkan kuliah. Aku dengar ada yang melanjutkan kuliah di IAIN Walisongo Semarang, IKIP PGRI Semarang, ITS Surabaya, UNDIP, UNNES, UNISBANK, UDINUS, UNIMUS, UNWAHAS, UNISSULA, USM, UNY, UGM, ITB, UNPAD dan lainnya, bahkan ada juga yang melanjutkan kuliah di Al- Azar, Cairo, Mesir.

Sedangkan aku pada awalnya ingin sekali pergi ke Jepang. Aku ingin sekali bisa kuliah disana. Tapi karena seleksinya terlalu ketat jadi aku merasa sulit untuk bisa lolos pada seleksinya akhirnya niatku aku urungkan saat itu. Disamping itu, nilai ujian nasional rata- ratanya kalau bisa pergi ke Jepang untuk lulusan SMA/MA/SMK sederajat harus bisa Sedangkan aku pada awalnya ingin sekali pergi ke Jepang. Aku ingin sekali bisa kuliah disana. Tapi karena seleksinya terlalu ketat jadi aku merasa sulit untuk bisa lolos pada seleksinya akhirnya niatku aku urungkan saat itu. Disamping itu, nilai ujian nasional rata- ratanya kalau bisa pergi ke Jepang untuk lulusan SMA/MA/SMK sederajat harus bisa

Pada seleksi UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sebenarnya aku ingin masuk di program studi S1 Bahasa Jepang di UGM. Setelah mengikuti seleksi UMPTN waktu itu aku lolos diterima di UNNES pada program studi S1 Sastra Inggris. Tetapi karena waktu itu aku tidak ada minat ke UNNES jadi kesempatan tersebut tidak aku ambil. Saat mengikuti seleksi UMPTN saat itu teman-temanku ada yang membeli formulir IPA, IPS dan IPC. Aku membeli formulir IPS pada seleksi UMPTN waktu itu. Selain aku, Charna dan Jeng Menik juga membeli formulir IPS. Bagi yang membeli formulir IPA dan IPS hanya boleh memilih dua program studi yang diminatinya. Sedangkan bagi yang membeli formulir IPC boleh memilih tiga program studi yang diminatinya. Kalau memilih membeli formulir IPS kami bisa memilih program studi di PTN yang berhubungan dengan ilmu sosial dan bahasa seperti: Sejarah, Geografi, Akutansi, Ekonomi, Bahasa dan Sastra Inggris, Jepang, Mandarin, Arab dan sebagainya. Sedangkan kalau memilih membeli formulir IPA kami bisa memilih program studi di PTN yang berhubungan dengan ilmu eksakta atau yang termasuk dalam lingkup ilmu pengetahuan alam, seperti Biologi, Matematika, Kimia, Fisika, Kedokteran, Farmasi dan sebagainya. Kemudian bagi yang membeli formulir IPC bisa memilih program studi baik yang berhubungan dengan ilmu alam, ilmu sosial maupun bahasa. Soal ujuan seleksi UMPTN tersebut terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika Dasar dan gabungan dari beberapa ilmu pengetahuan umum lainnya. Saat itu pilihan utama pada formulir IPS-ku aku memilih S1 Sastra Jepang dari UGM sedangkan untuk pilihan keduanya adalah S1 Sastra Inggris dari UNNES.

Aku ingin melanjutkan belajar lagi Bahasa Jepang. Karena belajar Bahasa Jepang memang sangat mengasyikkan menurutku. Belajar Bahasa Jepang memang harus dituntut untuk mengerti dan memahami huruf-huruf Jepangnya. Meskipun sulit, aku suka untuk mempelajarinya. Belajar ilmu apapun pasti ada nilai positif dan negatifnya. Sebagai contoh belajar ilmu bahasa asing misalnya, nilai positifnya antara lain kita dapat berkomunikasi dengan orang asing yang menggunakan bahasa yang kita pelajari tersebut atau dengan kata lain bahasa asing menjadi jendela untuk mengetahui ilmu budaya bangsa lain. Sedangkan nilai negatifnya antara lain kalau kita lebih bangga menggunakan bahasa asing tersebut justru akan membuat kita bisa kehilangan identitas dan terjajah secara bahasa, karena menurut teori

Sapir seorang pakar linguistik Antropologi bahasa merupakan karakter atau kepribadian. Ketika seseorang mengganti bahasanya sebenarnya dia sedang mengubah kepribadiannya. Kemudian, banyaknya leksikon atau bentuk bahasa yang digunakan dari suatu bahasa berarti seseorang itu didominasi atau dijajah secara kognisi (pola pikir), jika misalnya ada orang Indonesia banyak menggunakan bahasa asing tersebut sebenarnya mereka telah terjajah secara ideologi dan selanjutnya dapat terjajah pula secara sosial, ekonomi dan budayanya.

Ketika diumumkan hasil seleksi UMPTN pada pilihan pertama aku tidak lolos seleksi masuk di UGM oleh karena itu aku merasa kecewa pada waktu itu. Aku lolos seleksi pada pilihan ke dua. Karena aku kurang minat dengan pilihan yang kedua akhirnya kesempatan itu tidak aku ambil. Sebenarnya sih aku juga suka belajar Bahasa Inggris. Tapi, pada waktu itu aku mempunyai prinsip kalau belajar Bahasa Inggris aku bisa belajar dimana saja dan kapan saja. Sedangkan belajar bahasa asing lainnya tidak begitu. Karena pembelajar Bahasa Inggris aku pikir sudah ada dimana-mana saat itu apalagi sekarang. Sedangkan belajar bahasa asing lainnya tidak demikian.

Kemudian aku malah memutuskan mendaftarkan diri ke UNIMUS (Universitas Muhammadiyah Semarang) untuk mengambil jurusan S1 Sastra Inggris disana. Aku hanya mampu bertahan selama satu semester saja. Itupun belum sampai selesai ujian akhir semester. Waktu kuliah perdana di jurusan Bahasa Inggris di UNIMUS serasa sangat membosankan. Apalagi teman-temanku hanya terdiri dari 12 mahasiswa saja. Sebenarnya sih tidak apa-apa belajar dengan sedikit teman karena belajarnya malah semakin fokus dan terarahkan. Apalagi kalau melihat kemampuan teman-temanku dalam Bahasa Inggris saat itu. Aku mengira kemampuanku dalam Bahasa Inggris masih bisa dibilang kurang atau payah. Tetapi ternyata masih ada yang lebih parah lagi Bahasa Inggrisnya dibandingkan denganku. Waktu itu ada dua dari temanku yang tidak tahu bagaimana fungsi dan penggunaan bentuk to be dalam Bahasa Inggris dan digunakan untuk siapa saja. Contoh: Kata ganti she, he, it misalnya. Ada temanku yang masih salah dalam penggunaan to be-nya yaitu ada yang menjelaskan kata ganti tersebut bisa memakai are bukannya menggunakan is. Bentuk to be are bukannya hanya dipakai untuk plural ‘jamak’? Bukannya dipakai untuk singular ‘tunggal’? Hadew...suasana belajar disana semakin menjadi sangat membosankan saja. Karena tidak ada tantangan sama sekali menurutku.

Waktu kuliah di UNIMUS untungnya biaya SPPku bisa dicicil selama 3 kali dalam satu semester. Waktu itu biaya SPP ku hanya Rp. 600.000,- per semester. Dengan uang Waktu kuliah di UNIMUS untungnya biaya SPPku bisa dicicil selama 3 kali dalam satu semester. Waktu itu biaya SPP ku hanya Rp. 600.000,- per semester. Dengan uang

Setelah cabut dari UNIMUS aku pun istirahat di rumah selama satu tahun. Baru pada tahun 2005 aku mencoba mendaftarkan diri lagi untuk kuliah di PTN. Semenjak gagal dari seleksi UMPTN pada tahun sebelumnya, aku tidak mau lagi mengikuti seleksi ujian UMPTN secara nasional lagi. Aku kemudian mengikuti ujian lokal mandiri yang diadakan oleh Universitas Diponegoro, Semarang. Alhasil, aku lolos seleksi ujian masuk lokal mandiri tersebut. Saat menjadi mahasiswa baru di UNDIP semua diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ospek peneriman mahasiswa baru. Ospek itu tidak jauh beda dengan MOSBA saat menjadi siswa baru saat di MTS Al-Hamidah dan MAN 1 Semarang dulu. Bedanya kalau ospek diadakan untuk kalangan tingkat universitas. Saat kegiatan ospek D3 Bahasa Jepang di UNDIP diadakan selama satu minggu saja. Dalam satu minggu itu kami berkenalan dengan mahasiswa senpai ‘senior’. Dan kami para kouhai ‘junior’ dikenalkan beberapa kegiatan yang bisa diikuti di luar perkuliahan. Diantaranya adalah D3 Himpunan Mahasiswa Bahasa Jepang (HMBJ). Waktu itu himpunan mahasiswa tersebut diberi nama Sakura. Selain itu kami pun berkenalan dengan dosen-dosen D3 Bahasa Jepang, diantaranya: Pak Budi, Pak Zakky, Bu Novi, Bu Yuli, Pak Haryo, Bu Mazi, dan lainnya.

Sebenarnya, Pak Haryo dan Bu Mazi sudah aku kenal saat masih menjadi mahasiswa di UNIMUS dulu. Beliau semua mengajar mata kuliah umum saat aku masih di UNIMUS. Awalnya mereka pun kaget karena ternyata bisa ketemu lagi di UNDIP. Kemudian aku cerita kepada mereka kalau aku sudah cabut dari kampus tersebut karena tidak betah untuk kuliah disana.

Saat kuliah D3 Bahasa Jepang di UNDIP aku memperoleh mata kuliah Nihon-go Shokyuu ‘Bahasa Jepang Dasar’( 日本語初級 ), Dokkai ‘Membaca dan Memahami Bacaan’ ( 読解 ), Choukkai ‘Mendengarkan’( 聴解 ), Sakubun ‘Menulis dan Mengarang’ ( 作文 ), Kaiwa ‘Berbicara atau Percakapan’( 会話 ), Shodou ‘Kaligrafi Kanji’( 書道 ) Moji ‘Menulis dan

Memahami Huruf Kanji ’( 文 字 ) dan lainnya. Teman-teman yang kuliah bersamaku diantaranya: Agus, Tegas, Decky, Nanda, Romey, Franda, Febe, Anas, Anditya yang biasa dipanggil Matsu, Nina, Siska, Fransiska, Ningrum, Budi atau biasa dipanggil si Boy, Ana, Ika,

Viska, Anton biasa dijuluki niwatori karena sering gonta-ganti warna rambut, Rahma, Rahmi, Hana, Hani dan lainnya.

Dan gara-gara belajar Shokyuu karena terdapat satu tokoh Santosu-san dari Brazil dalam buku panduan Minna No Nihongo I maka namaku biasa dipanggil dengan panggilan Santos, entoss, atau ntoss dipotong dari nama keduaku dari Tegar Susanto, yaitu: Susanto, agar menjadi mirip dengan nama keduaku maka disamakan dengan salah satu tokoh bernama Santosu-san seorang teknisi dari Brazil yang ada pada tokoh dalam buku pelajaran Minna No Nihongo. Pertama kali yang memberikan panggilan namaku itu adalah Novi Sensei. Kemudian berlanjut ke teman-temanku semua dan dosen-dosenku yang lain juga. Selain teman-teman seangkatan, aku juga mengenal teman-teman senpai juga diantaranya: Leefy- san, Agung-san, Karin-san, Barruna-san, Fahmi-san, Asep-san, Nunung-san, Indah-san, Widya-san, Fanny-san dan lainnya. Selain itu aku juga mengenal beberapa teman dari jurusan program studi lainnya, seperti: Wawan, Jojo, Ponco, Anis, Alan, Syarif, Sukmananta, Ariawan dan lainnya.

Disamping itu, ada teman senpai yang menjadi teman akrabku, yaitu Barruna-san, Fahmi-san dan Leefy-san. Aku mengenal Barruna-san pertama kali saat dia masuk kuliah mengulang di kelasku saat itu. Sedangkan Fahmi-san dan Leefy-san kenal pertama kali saat nongkrong di basecamp. Barruna-san saat itu apabila pulang ke rumah neneknya di daerah Halmahera, Semarang sering kali mengajakku. Kemudian, saat Barruna-san pulang ke Kudus dirumah orang tuanya aku pun pernah diajak beberapa kali main ke rumahnya, kemudian menjadi akrab dengan keluarganya. Diantaranya: Om Abdul Rauf, Tante Yoyok, Om Kung, Om Pur, Tante Nung, Tante Umi, Om Tom, Aldi, Lia, Citra dan lainnya. Ayah dan Ibunya Barruna-san yaitu: Om Rauf dan Tante Yoyok juga sangat baik kepadaku. Ayah Barruna-san seorang PNS dokter spesialis anestesi di Kudus saat itu. Aku sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Adik-adik Barruna-san, Citra, dan Lia kuliah mengambil jurusan kedokteran di Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto (UNSOED). Berawal dari beberapa kali diajak mampir ke Kudus oleh Barruna- san kemudian aku mengenal teman baru lagi yang bernama Bambang, Andika, Onas dan lainnya.

Saat awal kuliah D3 Bahasa Jepang UNDIP Semarang aku tinggal di sekretariat masjid UNDIP yang berada di JL. Atmodirono 11 A, Semarang atas kebaikan dari ta ’mir masjid UNDIP bernama Bapak Fajar Ismail, S. Sos. seorang pensiunan dosen dari Fakultas FISIP UNDIP. Aku merasa betah untuk tinggal disana. Selama tinggal di sekretariat masjid UNDIP aku mengenal teman-teman baru lagi. Diantaranya: Mas Tholib, Mas Nanang Yusroni dosen dari Universitas Wahid Hasyim Semarang, Mas Tomo, Winarno, Febdy, Mahfud, Hakim, Dinar, Fajrul dan lainnya.

Setiap malam Jum ’at teman-teman sekretariat ditugaskan untuk memasang tratak oleh Pak Fajar untuk persiapan acara sholat Jum ’at pada keesokan harinya. Karena aku tidak biasa memanjat aku hanya diberi tugas yang ringan-ringan saja oleh Pak Fajar, seperti: mencatat keuangan masjid di papan pengumuman setiap Jum ’at, menjadi muadzin setiap Jum’at, membantu menggulung karpet saat selesai sholat Jum ’at, dan pekerjaan-pekerjaan yang ringan-ringan lainnya. Setiap malam Jum ’at kami pun sering mendapat kiriman makanan oleh Mbak Tik yang disuruh oleh Pak Fajar. Hampir selama satu setengah tahun lamanya aku tinggal di sekretariat masjid UNDIP Semarang, kemudian pada awal semester ke IV aku pindah ke Dershane.

Saat masih belajar di D3 Bahasa Jepang pada semester V, aku mencoba mencari info lowongan kerja sambilan. Atas informasi yang dipasang pada pengumuman di depan jimusho waktu itu ada informasi lowongan pekerjaan tentang LPK Merdeka yang sedang butuh pengajar Bahasa Jepang dengan syarat minimal mahasiswa semester V di jurusan D3 atau S1 Bahasa Jepang. Teman-temanku tidak ada yang berminat untuk mendaftar kesana. Kemudian aku mengajak Esty teman sekelasku untuk mendaftarkan diri kesana. Alhasil, aku dan Esty diterima mengajar Bahasa Jepang di LPK tersebut. Jam ngajar kami menyesuaikan waktu kuliah. Karena kuliahnya juga tidak terlalu banyak pada semester tersebut jadi aku dan Esty mempunyai waktu banyak untuk membantu mengajar disana. Waktu itu aku dan Esty mendapatkan honor Rp. 600.000,- per bulannya. Selain mengajar di LPK Merdeka, setiap hari Sabtu aku juga mengajar Bahasa Jepang di SMP-SMA Semesta di Semarang.

Selama kuliah di D3 Bahasa Jepang di UNDIP Semarang, ada dosen yang dianggap paling anti dengan mahasiswa atau seringkali mendapat julukan sebagai dosen killer oleh para mahasiswa, terutama para senpai yang bernama Reni Sensei. Sensei tersebut selain disebut sebagai dosen killer juga dijuluki dengan Mak Lampir oleh para senpai saat diluar jam perkuliahan. Banyak yang tidak suka dengan dosen tersebut. Selain beliau, ada beberapa Selama kuliah di D3 Bahasa Jepang di UNDIP Semarang, ada dosen yang dianggap paling anti dengan mahasiswa atau seringkali mendapat julukan sebagai dosen killer oleh para mahasiswa, terutama para senpai yang bernama Reni Sensei. Sensei tersebut selain disebut sebagai dosen killer juga dijuluki dengan Mak Lampir oleh para senpai saat diluar jam perkuliahan. Banyak yang tidak suka dengan dosen tersebut. Selain beliau, ada beberapa

Awalnya, aku pun tidak langsung menanggapi negatif dulu saat banyak senpai yang biasa curhat kepadaku. Entah kenapa aku malah sering banyak dicurhati oleh beberapa senpai waktu itu, terutama dari kalangan ceweknya. Katanya sih aku kalau memberi nasehat itu bisa sedikit menenangkan hati mereka. He he..:). Kadang-kadang ada beberapa senpai yang curhat kepadaku sambil menangis di hadapanku tentang tugas akhir mereka yang dipersulit oleh oknum dosen tersebut. Awalnya aku berusaha untuk positive thinking terhadap mereka, tetapi sambil berjalannya waktu aku pun akhirnya terkena virus curhatnya para senpai juga. Saat menulis tugas akhir aku tidak ingin dibimbing oleh dosen-dosen yang dianggap killer oleh para senpai, yang biasa dianggap sering menghegemoni mahasiswa dan mahasiswi saat bimbingan tugas akhir tersebut.

Sebenarnya kalau kita hendak menghadapi orang atau lawan bicara kita seperti: guru, dosen atau lainnya maka ketahuilah karakter orangnya lebih dulu. Apakah lawan bicara kita itu termasuk tipe audio, visual, atau kinestetik. Tipe audio, lawan bicara kita cenderung banyak bicaranya dan jarang atau tidak sering memandang orang yang diajak bicara. Kemudian, tipe visual lawan bicara kita umumnya bawaannya santai, tenang saat berbicara dengan orang yang diajak bicara. Sedangkan tipe kinestetik, umumnya kalau diajak bicara cenderung singkat, jelas, padat dan banyak gerak. Maka, kalau kita memang sudah mengetahui tipe lawan bicara kita tersebut seperti apa, kita bisa menyesuaikannya sendiri bagaimana cara kita akan menghadapi keadaan lawan bicara kita nantinya dengan tipe audio, visual atau kinestetik.

Sedangkan menurut ilmu kedokteran karakter seseorang juga dapat diprediksi berdasarkan dari jenis golongan darahnya. Misalnya: bagi seseorang yang memiliki golongan darah A, umumnya cenderung mempersiapkan segala hal itu jauh-jauh hari, lebih percaya diri karena semua sudah dipersiapkan terlebih dulu, percaya diri adalah kekuatannya untuk golongan A. Kemudian, golongan darah B, paling mudah mempelajari pelajaran yang disukainya saja, jadi lebih baik memulai dari dari pelajaran yang tidak disukainya. Golongan darah O, memiliki kemampuan berkomunikasi yang tinggi dan daya ingat yang kuat. Paling efektif jika menghapal sambil berbicara. Dan yang terakhir adalah golongan darah AB, biasanya paling tidak bisa menahan rasa kantuk sehingga harus bisa mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.

Dosen yang dianggap favorit oleh mahasiswa dan mahasiswi saat itu adalah Budi Sensei, Silvy Sensei, Astuti Sensei, Hari Sensei dan Zakky Sensei. Budi Sensei dan Silvy Sensei memang paling terkenal dekat dengan mahasiswa, mau mengerti dan mendengarkan keluh kesah dari mahasiswa dibanding dengan dosen yang lainnya. Kemudian, saat aku mengajukan dosen pembimbing saat menulis tugas akhir waktu itu aku mengajukan nama Budi Sensei dan Pak Suharyo sebagai dosen pembimbingku. Karena Budi Sensei terlalu banyak membimbing mahasiswa dan mahasiswi waktu itu akhirnya dosen pembimbingku yang kedua digantikan oleh Zakky Sensei sedangkan dosen pembimbing yang pertama adalah Suharyo, M. Hum.

Waktu itu tugas akhirku adalah tentang laporan PKL (Praktik Kerja Lapangan). Aku mengadakan kegiatan PKL di MAN 1 Semarang, tempat almamaterku dulu. Di MAN 1 Semarang kegiatan PKL aku isi dengan mengajar Bahasa Jepang di kelas Bahasa selama satu bulan. Saat PKL aku dibimbing oleh guru Bahasa Jepang disana bernama Halimur Rosyad, A. Md. Aku juga ketemu dengan guru-guru lamaku saat masih duduk di sekolah di MAN 1 Semarang. Diantaranya: Pak Agung, Pak Anshori, Pak Zaenuri Shiraj, Pak Sholeh, Bu Zayyinatun, Pak Baddy, Pak Sugiyanto, dan lainnya.

Setelah kegiatan PKL di MAN 1 Semarang selesai, aku kemudian mengajukan hasil laporanku yang aku tulis menjadi tugas akhir ke dosen pembimbingku. Alhasil, tugas akhirku langsung di acc (disetujui) oleh pembimbing pertama dan pembimbing kedua. Setelah di acc

dosen-dosen pembimbing aku kemudian menulis sinopsis (youshi 要旨 ) dari laporan PKL-ku dengan menterjemahkan bahasa Jepang sambil dibimbing oleh seorang native Bahasa Jepang dari JAICA Jakarta yang di ditugaskan ke UNDIP saat itu yang bernama Kaneko Yoshihiro

Sensei. Beliau sangat baik kepada teman-teman seangkatanku. Sampai-sampai saat soubetsukai kami semua teman seangkatan diundang untuk makan bersama dengan suguhan banyak makanan khas Indonesia dan ala Jepang di apartemen beliau. Bimbingan tugas akhirku berjalan dengan lancarnya karena dalam waktu dua minggu saja tugas akhirku sudah dapat diselesaikan. Setelah itu tugas akhirku dibawa ke meja persidangan. Alhamdulillah, akhirnya sidang pun berjalan dengan lancar dan aku bisa lulus tepat waktu.

Karena jadual mengajarku di LPK Merdeka sudah selesai, setelah lulus dari D3 Bahasa Jepang UNDIP Semarang, kemudian aku ada tawaran mengajar bahasa Jepang di LPK Aishiro Gakuen. Jadual mengajarku di LPK Merdeka berhenti dikarenakan LPK tersebut sudah mau ditutup oleh pemimpinnya yang bernama Bapak Hendrik Sambiran. LPK Merdeka hendak ditutup oleh pimpinan-nya dikarenakan ada bagian bendahara yang berhianat membawa kabur entah kemana semua keuangan di LPK tersebut. Maka dari itu, citra LPK Merdeka tersebut menjadi jelek di masyarakat saat itu. Sampai-sampai bendahara tersebut menjadi buronan polisi.

Setelah keluar dari LPK Merdeka kemudian aku melanjutkan mengajar Bahasa Jepang di LPK Aishiro Gakuen sambil aku menunggu program S1 Sastra Jepang di Undip kapan dibukanya pendaftaran untuk mahasiswa barunya. Selain mengajar Bahasa Jepang di LPK Aishiro Gakuen, aku juga mengajar di STM Pembangunan Semarang saat itu.