Fa ad
a.
pe de
Pe ke
m da
se b.
pe de
di pa
an
Gamba
aktor-faktor dalah:
. Faktor Pas Faktor-
engetahuan engan Fakto
engetahuan epercayaan
manajemen p ari ketidakp
epenuhnya d . Sistem Pel
Komun emberi pel
engan pasie iri. Perilaku
asien yang nalog denga
ar 2.1 . Fak
r yang mem
sien -faktor ya
, sikap, key or Predispos
n pasien da self effi
penyakit, d patuhan be
dipahami S layanan Kes
nikasi deng ayanan kes
en dalam d u pada pen
menerima p an faktor-fa
Healt care
syste
ktor-faktor
mpengaruhi
ang berhub yakinan, pe
sisi Predisp n keyakina
icacy tent
dan harapan erinteraksi u
Sabate, 200 sehatan.
gan pasien a sehatan har
diskusi tenta nelitian pen
perhatian in ktor pemun
Patient
pro th
e m
yang mem
i kepatuhan
bungan de ersepsi, dan
posing fakto an tentang
tang kemam n mengenai
untuk mem 1 dalam Sya
adalah kom rus mempu
ang perilaku ndidikan me
ndividu. Pad ngkin enabl
ovider
mpengaruhi
n pasien he
engan pasi harapan pa
ors dari Gr
penyakit, m mpuan un
i hasil peng mpengaruhi
amsiah, 201
mponen pen unyai waktu
u mereka d enunjukkan
da model pe ling faktors
kepatuhan
emodialisis
ien melipu asien. Fakto
reen. motivasi un
tuk terliba gobatan ser
kepatuhan 11.
ting dari pe u yang cuk
dan motivas n kepatuhan
erilaku Gree .
n hemodial
menurut K
uti sumber or-faktor in
ntuk menge at dalam
rta konseku dengan ca
erawatan, s kup untuk
si untuk pe n terbaik m
en, faktor-fa
lisa
Kamerrer
r daya, i analog
elolanya, perilaku
uensinya ara yang
sehingga berbagi
erawatan mengenai
faktor ini
c. Petugas Hemodialisis Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan adalah hubungan yang
dijalin oleh anggota staf hemodialisis dengan pasien Krueger dkk, 2005 dalam syamsiah, 2011. Waktu yang didedikasikan perawat untuk konseling pasien
meningkatkan kepatuhan pasien. Selain itu, kehadiran ahli diet terlatih terintegrasi tampaknya juga menurunkan kemungkinan kelebihan IDGW. Pada model perilaku
Green, faktor-faktor tersebut analog dengan faktor-faktor penguat reinforcing factors.
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan pasien hemodialis
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien CKD dengan hemodialisis menggunakan Model Perilaku
Green 1980 dalam Notoatmojo, 2007 dan Model Kepatuhan Kamerrer, 2007 adalah: a.
Faktor Pasien Predisposing faktors Faktor pasien meliputi karakteristik pasien usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan,
pendidikan, lamanya sakit, tingkat pengetahuan, status bekerja, sikap, keyakinan, nilai- nilai, persepsi, motivasi, harapan pasien, kebiasaan merokok.
b. Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan Enabling factors
Faktor pelayanan kesehatan meliputi: fasilitas unit hemodialisa, kemudahan mencapai pelayanan kesehatan termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu
pelayanan, dan keterampilan petugas. c.
Faktor Petugasprovider Reinforcing factors Faktor provider meliputi: keberadaan tenaga perawat terlatih, ahli diet, kualitas
komunikasi, dukungan keluarga.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien Gagal Ginjal Kronik dengan hemodialisis seperti dikemukakan diatas akan diuraikan sebagiannya sebagai
berikut: a.
Usia Siagian 2001, dalam Syamsiah, 2011 menyatakan bahwa umur berkaitan erat dengan
tingkat kedewasan atau maturitas, yang berarti bahwa semakin meningkat umur seseorang, akan semakin meningkat pula kedewasaannya atau kematangannya baik secara teknis,
psikologis, maupun spiritual, serta akan semakin meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran
dan semakin terbuka terhadap pandangan orang lain termasuk pula keputusannya untuk mengikuti program-program terapi yang berdampak pada kesehatannya.
b. Pendidikan Pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan kualitas pribadi seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin besar kemampuannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilannya Siagian, 20011, Rohman, 2007 dalam Syamsiah, 2011. c. Lamanya Hemodialisis
Periode sakit dapat mempengaruhi kepatuhan. Beberapa penyakit yang tergolong penyakit kronik, banyak mengalami masalah kepatuhan. Pengaruh sakit yang lama, belum
lagi perubahan pola hidup yang kompleks serta komplikasi-komplikasi yang sering muncul sebagai dampak sakit yang lama mempengaruhi bukan hanya pada fisik pasien,
namun juga emosional, psikologis, dan sosial. Pada pasien hemodialisis didapatkan hasil riset yang memperlihatkan perbedaan kepatuhan pada pasien yang sakit kurang dari 1
tahun dengan yang lebih dari 1 tahun. Semakin lama sakit yang diderita, maka resiko penurunan tingkat kepatuhan semakin tinggi Kamerrer, 2007 dalam Syamsiah, 2011.
d. Kebiasaan Merokok Merokok merupakan masalah kesehatan yang utama di banyak negara yang
berkembang termasuk Indonesia. Rokok mengandung lebih dari 4000 jenis bahan kimia yang diantaranya bersifat karsinogenik atau mempengaruhi sistem vaskular.
e. Pengetahuan tentang Hemodialisa Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang sebab dari pengetahuan dan penelitian ternyata perilakunya yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan tidak berarti meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang diresepkan, yang paling
penting, sesorang harus memiliki sumber daya dan motivasi untuk mematuhi protokol pengobatan Morgan, 2000, Kamerrer, 2007, dalam Syamsiah, 2011.
f. Motivasi Motivasi adalah merupakan sejumlah proses -proses psikologikal, yang menyebabkan
timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela volunter yang diarahkan ketujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang
individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi. Penelitian membuktikan bahwa motivasi yang kuat memiliki hubungan yang kuat dengan
kepatuhan Kamerrer, 2007, dalam Syamsiah, 2011. h. Status Ekonomi
Individu yang status sosial ekonominya berkecukupan akan mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya,
individu yang status sosial ekonominya rendah akan mengalami kesulitan didalam memenuhi kebutuhan hidupnya Sunaryo, 2004 dalam Butar, 2011.
2.2. Konsep Hemodialisa 2.2.1. Definisi Hemodialisa
Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi kedalam tubuh pasien.
Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dializer tempat pertukaran cairan, elektrolit, dan zat
tubuh, serta dializer Mary, dkk, 2009. Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal buatan
dializer yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan
dialirkan ke kompatemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan artifisial dengan kompartemen artifisial dengan kompartemen dialisat dialiri cairan
dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisat dan darah yang terpisah
akan mengalami perubahan kosentrasi yang tinggi kearah kosentrasi yang rendah sampai kosentrasi zat terlarut sama dikedua kompartemen difusi. Pada proses dialisis, air juga
dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen dialisat. Perpindahan ini disebut
ultrafiltasi Sudoyo, 2009.
2.2.2. Prinsip Yang Mendasari Kerja Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksin dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh
dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser ketempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ketubuh pasien.
Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran
semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi disekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan
terjadi melalui membran semipermeabel tubulus. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Pada difusi toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan, dengan cara bergerak dari darah yang memiliki kosentrasi tinggi ke cairan dialisat yang memiliki
kosentrasi rendah. Pada osmosis air yang berlebihan pada tubuh akan dikeluarkan dari tubuh dengan menciptakan gradien tekanan dimana air bergerak dari tubuh pasien ke
cairan dialisat. Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultafiltasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini
sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan
hingga tercapai isovolemia keseimbangan cairan Brunner n Sudarth, 2002
2.2.3. Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani Hemodialisa
a. Diet dan masalah cairan Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan
bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala uremik tersebut akan mengganggu setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dengan
demikian meminimalkan gejala.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makan pasien akan diperbaiki meskipun biasanya memerlukan penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein,
natrium, kalium, dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan asupan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis tinggi dan tersusun dari asam-asam amino
esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi
adalah telur, daging, ikan, dan susu. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien
sebagai gangguan serta tidak disukai lagi oleh penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa
disingkirkan ketika berada bersama-sama orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini diabaikan, dapat menyebabkan
hiperkalemia dan udema paru. Jika seorang perawat mempunyai pasien dengan keluhan atau komplikasi akibat pelanggaran diet, tindakan untuk tidak memarahi dan menyalahkan
pasien merupakan hal yang sangat penting. b. Pertimbangan Medikasi
Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus di evaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan
terapi dialisis, merupakan salah satu contoh dimana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan harus minum obat
dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama proses hemodialisis
dan dapat menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
2.2.4. Komplikasi Hemodialisa
a. Hipotensi dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien. c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis selama produk akhir metabolisme meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat
gejala uremia yang berat. f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel. g. Mual dan muntah merupakan hal yang sering terjadi.
2.3. Jenis Kelamin 2.3.1.
Pengaruh Biologis
Sigmund Freud dan Erik Erikson berpendapat bahwa genital individu mempengaruhi perilaku gendernya dan oleh karenanya, anatomi adalah takdir. Salah
satu asumsi dasar yang dikemukakan oleh freud adalah perilaku manusia berkaitan secara langsung dengan proses-proses reproduktif. Erikson 1968 memperluas
argumen Freud dengan menyatakan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan bersumber dari perbedaan anatomi antara keduanya. Erikson berpendapat
bahwa, karena struktur genitalnya, laki-laki memiliki sifat lebih suka mencampuri dan lebih agresif, sementara perempuan memiliki sifat lebih inklusif dan pasif Santrock,
2007.
2.3.2. Stereotip Gender
Stereotip Gender adalah kategori luas yang mencerminkan berbagai kesan dan keyakinan kita mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki. Semua sreteotip, baik
yang didasarkan pada gender,etnis, atau kelompok-kelompok lain, mengandung gambaran mengenai anggota tipikal dan suatu kategori sosial tertentu. Sikap yang
terlalu menyederhanakan ini dapat membantu kita dalam menangani dunia yang sangat kompleks.
Antara laki-laki dan perempuan terdapat sejumlah perbedaan fisik. Perbedaan gender yang menyangkut keterampilan verbal seringkali tidak besar bahkan tidak ada.
Meskipun demikian, dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung menonjol dibidang keterampilan membaca dan prestasi di sekolah. Perbedaan sosio-emosional
dapat meliputi; laki-laki secara fisik lebih agresif dan aktif; perempuan memperlihatkan minat yang lebih kuat dalam relasi, memiliki regulasi diri yang lebih
baik dalam berperilaku dan emosi, serta lebih banyak terlibat dalam perilaku prososial Santrock, 2007.
2.3.3. Perbedaan Jenis Kelamin Beberapa studi yang memperlihatkan adanya perbedaan yang berkaitan dengan
gender dalam hal cara berfungsinya intelek cenderung terlalu melebih-lebihkan hasil
temuan mereka. Hasil dari studi yang tidak memperlihatkan perbedaan gender biasanya tidak diterbitkan atau hasil temuannya kurang diperhatikan Gage Berliener, 1992,
Rohman, 2007, dalam Syamsiah, 2011. Oleh karena itu mengenai sejauh mana hasil pembelajaran itu dipengaruhi oleh perbedaan gender hingga kini masih terus
dipertanyakan dan dikaji. Laki-laki dan perempuan sudah pasti berbeda. Berbeda dalam cara berespon,
bertindak, dan bekerja di dalam situasi yang mempengaruhi setiap segi kehidupan.
Misalnya dalam hubungan antar manusia, intuisi perempuan cenderung ditampakkan dengan nada suara dan air muka yang lembut, sedangkan laki-laki cenderung tidak peka
terhadap tanda-tanda komunikasi tersebut. Dalam hal navigasi perempuan cenderung mengalami kesulitan untuk menemukan jalan, sedangkan laki-laki lebih kuat pengenalan
arahnya. Sementara itu, dalam bidang kognitif, perempuan lebih unggul di bidang bahasa dan verbalisasi, sedangkan laki-laki menunjukkan kelebihannya dalam kemampuan
mengenali ruang dan matematika. Laki-laki dan perempuan memperlihatkan budaya sosial yang berbeda satu sama
lain. Mereka menggunakan simbol , sistem kepercayaan, dan cara-cara yang berbeda untuk mengekspresikan dirinya. Jhonson,2000, Rohman, 2007, dalam syamsiah, 2011
mencontohkan bahwa perempuan cenderung mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan dapat langsung menangkap fokus permasalahan dalam diskusi dan tidak terfokus pada
diri sendiri. Mereka cenderung lebih banyak menjawab, dan lebih peka terhadap orang lain. Sementara laki-laki disisi lain lebih pandai memimpin diskusi. Sikap inipun baik
untuk digunakan dalam mengambil keputusan terhadap dirinya termasuk permasalahan- permasalahan kesehatan untuk dirinya.
2.4. Diet Gagal Ginjal Kronis 2. 4.1. Tujuan Diet
adapun tujuan diet menurut Kresnawan 2008 adalah sebagai berikut: a.
Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan
d. Membantu mengontrol tekanan darah dan berat badan secara normal.
2.4.2. Syarat Diet
Dalam Atmatsier 2006 syarat pemberian diet pada CKD adalah sebagai berikut: a.
Energi cukup, yaitu 35 kkalkg BB. b.
Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 grkg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi. c.
Lemak cukup, yaitu 20-30 dari kebutuhan total energi. Diutamakan lemak tidak jenuh ganda.
d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein
dan lemak. e.
Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria, natrium yang diberikan antara 1-3 gram.
f. Kalium dibatasi 60-70 mEq apabila ada hiperkalemia kalium darah 5,5 mEq,
oliguria, atau anuria. g.
Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringan dan pernafasan kurang lebih 500ml.
h. Vitamin cukup, bila perlu berikan vitamin piridoksin, asam folat, vitamin C dan D.
Pasien hemodialisis harus mendapatkan asupan makanan yang cukup agar tetap sehat dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Adapun asupan diet yang dianjurkan adalah: a.
Asupan protein diharapkan 1-1,2 gkgBBhari dengan 50 terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi.
b. Asupan kalium diberikan 40-70 meqhari. Pembatasan kalium sangat diperlukan.
Karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan konsumsi.
c. Asupan natrium dibatasi 40-120 meqhari guna mengendalikan tekanan dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya akan mendorong
pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar.
2.4.3. Diet yang efektif
Bagi penderita gagal ginjal kronik, meningkatkan kualitas hidup adalah cara yang terbaik agar fungsi tubuh dapat bekerja lebih optimal. Adapun hal-hal yang menjadikan diet
dapat berjalan efektif menurut Kresnawan 2008 adalah sebagai berikut: a.
Memahami kondisi ginjal dan terapi yang dilakukan karena menentukan pola diet yang akan dijalani. Pola diet bagi setiap orang akan berbeda-beda.
b. Menyesuaikan aturan diet bagi penderita gagal ginjal dengan sisa fungsi ginjal dan
ukuran tubuh tinggi maupun berat badan. c.
Menjaga agar selera makan pasien tidak hilang. Hal ini penting karena penderita gagal ginjal mudah kehilangan selera makan.
2.4.4. Pengaturan makan dan minum Diet
Penyandang hemodialisis diharuskan melaksanakan pengaturan makanminum. Berikut beberapa makanan dan porsi yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa dalam Suwitra 2010: a.
Nasi Walaupun secara teori ada jumlah kalori tertentu yang harus dimakan oleh para
penyandang hemodialisis, tetapi dalam kehidupan sehari-hari penyandang diperbolehkan makan nasi secara bebas, kecuali yang menderita diabetes kencing manis. Hal ini
dikarenakan, penyandang hemodialisis memerlukan kalori yang cukup tinggi untuk mengimbangi penyakit ginjalnya. Bagi yang sering mengalami gangguan pada pencernaan
disarankan untuk makan dalam porsi kecil beberapa kali 4-5 kali dalam sehari. Tidak dianjurkan makan terlalu kenyang atau menunda sampai terlalu lapar
b. Proteindaging
Protein untuk penyandang hemodialisis diperbolehkan 1,2 grkg berat badan hari. Jumlah ini tidak terlalu jauh beda dengan konsumsi protein untuk penduduk Indonesia pada
umumnya , yaitu: 1,2-1,5 grkg berat badanhari. Di samping daging, sumber protein lain yang boleh dikonsumsi adalah ikan, telur,
dan susu. Jenis daging yang tidak dianjurkan adalah jeroan hati, usus, otak. dan lainnya. Hal tersebut dapat meningkatkan asam urat dimana sebagian besar penyandang hemodialisis
mengalami kenaikan kadar asam urat dalam darahnya. c. Garam
Garam dapat meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan sembabbengkak. Sehingga pada penyandang hemodialisis garam hanya diperbolehkan paling banyak
setengah sendok teh dalam sehari. demikian pula makanan asin lainnya seperti kecap asin, bumbu penyedap dan lain sebagainya.
d. Buah Buah-buahan dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena banyak mengandung
kalium. Kalium ini banyak terdapat dalam buah sehingga dapat mengakibatkan kelainan jantung. Artinya, penyandang hemodialisis boleh makan buah dalam jumlah yang terbatas.
Buah yang tidak boleh dimakan adalah durian, blimbing, air kelapa. Buah yang boleh dimakan adalah pisang, pepaya, tomat, apel, mangga, melon. Untuk
mengurangi kadar kalium dalam buah, dapat diupayakan dengan merebus buah tersebut atau dipotong-potong kemudian dicuci dan direndam dengan air hangat sehingga kalium yang
terkandung didalamnya terlarut dalam air.
e. Sayur Sayur juga mengandung banyak kalium, oleh karenanya harus dibatasi untuk
penyandang hemodialisis. Beberapa jenis sayur yang dibatasi adalah bayam, buncis, kembangkol. Hal tersebut dikarenakan dapat meningkatkan asam urat. Kalium dalam sayur
dapat dikurangi dengan cara memotong-motong terlebih dahulu kemudian dicuci dan dimasak.
f. Tahutempe Penyandang hemodialisis diperbolehkan makan tahutempe karena tetap diperlukan
oleh tubuh namun dengan jumlah yang terbatas. Jumlahnya paling banyak adalah 50 gram perhari.
g. Airminum Air, baik berupa air minum ataupun sajian lain kuah, sop, juice, kopi, susu, dan lain
sebagainya sangat dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena dapat mengakibatkan bengkak, meningkatkan tekanan darah dan sesak nafas akibat sembab paru. Bagi
penyandang hemodialisis yang masih keluar kencing, boleh minum lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak keluar kencing sama sekali. Dasarnya adalah, membuat
keseimbangan antara air yang asupan cairan yang dibutuhkan= jumlah urin 24 jam+500 sampai 750mlhari.
2.4.5. Bahan makanan yang Dianjurkan dan tidak dianjurkan
Berikut ini daftar makanan yang dinajurkan dan yang tidak dianjurkan bagi pasien
gagal ginjal kronis dalam Almatsir 2005 No Bahan
Makanan Dianjurkan Tidak
dianjurkandibatasi Sumber
Karbohidrat Nasi, bihun, jagung,
kentang, makaroni, mie, tepung-tepungan,
singkong, ubi, selai, madu, permen.
-
2 Sumber
protein Telur, daging, ikan,
ayam, susu Kacang-kacangan
dan hasil olahannya, seperti
tempe dan tahu.
3 Sumber Lemak Minyak jagung,
minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit,
minyak kedelai, margarim, dan
mentega rendah garam Kelapa, santan,
minyak kelapa, mentega biasa dan
lemak hewan
4 Sumber vitamin dan mineral
Semua sayuran dan buah, kecuali pasien
dengan hiperkalemia dianjurkan yang
mengandung kalium rendahsedang.
Sayuran dan buah tinggi kalium pada
pasien dengan hiperkalemia.
Tabel 2.2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Pada Pasien GGK
Berikut Daftar Makanan Untuk Pasien Gagal ginjal kronis dalam Nainggolan 2008 :
Daftar Makanan Sumber Protein
Jenis Makanan Mg100 gr
Sumber Protein Hewani
Ayam Daging domba
Daging kambing Daging sapi
Ikan segar Keju
Putih telur Susu bubuk
Susu sapi segar Telur ayam
18 17
16 19
20 23
11 25
3 13
Sumber protein nabati
Kacang merah 23
Kacang tanah Kacang hijau
Kedelai Oncom
Tahu Tempe kedelai murni
25 22
35 13
8 18
Tabel 2.3. Makanan Sumber Protein Daftar Makanan Sumber Natrium
Jenis Makanan Mg100gr
Sumber Hidrat arang
Biskuit Kraker
Roti coklat Roti kismis
Roti putih Roti susu
Roti bakar Sumber protein hewani
Daging kornet Keju
Sosis 500
710 500
300 530
500 700
1250 1250
1000
Tabel 2.4. Makanan Sumber Natrium Daftar Makanan Sumber Kalium
Jenis Makanan Mg100 gr
Sumber Hidrat arang Singkong
Ubi Kuning Kentang
Terigu Tapioka
Sumber Protein Hewani Daging ayam
Daging bebek Daging sapi
Daging domba Ikan mas
Ikan sardine Ikan tongkol
Udang Sumber protein nabati
Kacang hijau Kedelai
Kacang tanah Kacang merah
394 304
396 400
400
350 300
489 350
335 510
470 333
1132 1504
421 1151
Kecap Buah-buahan
Advokat Apel
Pepaya Pisang
Sayuran Bayam
Bawang putih Bit
Daun pepaya muda Kapri
Kembang kol Paterseli
Prei Seledri batang
Seledri daun Susu
Susu coklat Susu bubuk asam
500 278
203 221
435
221 435
330 652
370 349
900 316
350 326
500 1800
Tabel 2.5. Makanan Sumber Kalium
BAB III KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSUD
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kepatuhan Pasien Hemodialisa terhadap
Diet
Wanita Pria
Patuh Tidak-
Patuh
‐
Usia - Tingkat Pendidikan
-Kebiasaan Merokok - Status Ekonomi
-Lamanya HD -Pendapatan
3.2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara
Ukur Alat
Ukur Skala
Ukur Hasil Ukur
1 Kepatuha
n diet Merupakan perilaku
yang dilakukan oleh pasien baik pria
maupun wanita dalam mematuhi
penatalaksanaan diet terutama dalam
kecukupan kalori, pembatasan pada
protein, natrium dan kalium
Menggun akan
kuesioner Angket Ordinal Patuh
: x ≥ x
Tidak Patuh
x ≥ x
2
Jenis Kelamin
Sifat yang membedakan
responden kedalam dua jenis, yaitu pria
dan wanita Menggun
akan Kuesioner
Angket Nominal 1.
Laki-laki 2. Perempuan
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif komparatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa
berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan selama
tahun 2012 yang berjumlah 132 orang.
4.2.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel ialah sebahagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi Notoatmodjo, 2005.
Sampel dari penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi di ruang Hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Teknik pengambilan besar sampel
ini berdasarkan rumus dalam Notoatmojo 2005 sebagai berikut:
Keterangan : N
: Besar populasi n
: Besar sampel d
: Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan, diambil 0,1 Notoatmodjo,
2005
2
1 d
N N
n