Analisis Produksi Peternakan Sapi Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

BAHAR ARIF LUBIS

117003017/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Perdesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BAHAR ARIF LUBIS

117003017/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG Nama Mahasiswa : Bahar Arif Lubis

Nomor Pokok : 117003017

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Ir. Supriadi, MS) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Dr. Ir. Rahmanta, M.Si.

Anggota : 1. Ir. Supriadi, MS.

2. Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN DELI

SERDANG”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 15 Januari 2014 Penulis,


(6)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG ABSTRAK

Tahun 2014 pemerintah mencanangkan swasembada Daging Nasional, untuk memperoleh data yang akurat, pemerintah melakukan pendataan sensus ternak (PSPK 2011). Dari data tersebut, Kabupaten Deli Serdang tercatat penghasil ternak sapi potong nomor empat di Provinsi Sumatera Utara dengan pertumbuhan 6,74%.

Tujuan penelitian produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi, menguji keadaan skala usaha, menguji efisiensi penggunaan input faktor produksi serta menganalisis pengaruh produksi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah yang terkait dengan peningkatan pendapatan, pemanfaatan tenaga kerja dan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada peternak yang terpilih secara

porposif random sampling. Analisis regresi menggunakan fungsi Cobb-Douglas.

Hasil uji terhadap faktor-faktor produksi dependen diperoleh bahwa modal kandang, tenaga kerja, pakan hijau dan skala ternak berpengaruh nyata, sedangkan Obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ternak sapi potong. Uji return to scale menunjukkan skala usaha menaik. Hasil uji efisiensi usaha menyatakan bahwa modal kandang, obat-obatan serta skala ternak tidak efisien, dan tenaga kerja serta pakan hijau belum efisien. Berkaitan dengan pengembangan usaha, perbandingan tahun 2009 dengan tahun 2013, rata-rata populasi meningkat dari 2,8 ekor menjadi 5,5 ekor, dan pendapatan perbulan dari hasil ternak meningkat dari Rp.382.755,- menjadi Rp.680.520,-. Peningkatan usaha ternak sapi potong yang terjadi secara terus menerus akan berpengaruh terhadap perekonomian dan mendorong pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.


(7)

THE ANALYSIS OF CATTLE BREEDING PRODUCTION IN REGIONAL DEVELOPMENT IN DELI SERDANG DISTRICT

ABSTRACT

National self-supporting in beef will be launched by the government in 2014; therefore, in order to get accurate data, the government conducted PSPK (Cattle Census Documentation) in 2011. From these data, it was found that Deli Serdang District ranked fourth in beef cows in North Sumatera province with the growth of 6.74%.

The objective of the research was to analyze some factors of the production of beef cows in Deli Serdang District which had positive influence on production, to examine the business scale and the efficiency of using the input of production, and to analyze the influence of beef cow production on regional development related to the increase of income, the use of manpower, and regional development of Deli Serdang District. The research was conducted through interviews with cattle raisers who were selected by using purposive random sampling technique, while the data were analyzed by using regression test with Cobb-Douglas function analysis.

The result of the analysis on some factors of dependent production, it was found that capital for cowsheds, manpower, green food, and cattle scale had significant influence on beef cow production, while all kinds of medicines did not have any significant influence on beef cow production. The result of return to scale test showed that business scale increased. The result of business efficiency showed that capital for cowsheds, all kinds of medicines, and cattle scale were not efficient, and manpower as well as green food was also not efficient. Concerning business development, the average population of beef cows increased from 2.8 in 2009 to 5.5 in 2013, and the income obtained from the cattle increased from Rp.382,755 in 2009 to Rp.680,520 in 2013. The continuous increase in beef cow business would influence economy and regional development in Deli Serdang District.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dalam penulisan tesis yang berjudul “Analisis Produksi Peternakan Sapi Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Megister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulus hati khususnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Ir. Supriadi, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan

arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak.

dan Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh keluarga, khususnya kepada ibunda Siti Hasyah Nasution, istri

tercinta Ir. T. Maiza Inaya serta anak-anaku tersayang M Raihansyah Lubis dan Nurul Khairiyah Lubis yang telah memberikan dukungan dan doa selama penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala

bantuannya.

Tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, 15 Januari 2014 Penulis,


(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Bahar Arif Lubis, lahir di Surabaya pada tanggal 20 Pebruari 1967, merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda HM Nurain Lubis dan Ibunda Siti Hasyah Nasution.

Pendidikan formal yang ditempuh, yaitu: Sekolah Dasar di SDN 060888 Medan, tamat pada tahun 1979, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN XIV Medan, tamat pada tahun 1982 dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Tunas Kartika II Medan, tamat pada tahun 1985. Pada tahun 1985 melanjutkan pendidikan S-1 di Universitas Medan Area Fakultas Ekonomi dan selesai tahun 1991 dengan gelar Sarjana Ekonomi. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan (PWD).

Pada tahun 1994 s/d 2001, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah, Tahun 1998 s/d 2000 menjabat sebagai Kasi Statistik Produksi. Tahun 2001 s/d 2008 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun dengan jabatan sebagai Kasi Statistik Sosial. Pada tahun 2008 s/d sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dengan jabatan Kasubbag Kepegawaian dan Hukum.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK… ………... i

ABSTRACT……… ... ii

KATA PENGANTAR……….……... iii

RIWAYAT HIDUP………..….. iv

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR……….………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……….. x

BAB I PENDAHULUAN……….……….…………... 1

1.1. Latar Belakang……….……….……….…... 1

1.2. Perumusan Masalah……….…………..………... 7

1.3. Tujuan Penelitian……….………….………..…….... 8

1.4. Manfaat Penelitian……….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….….……….…... 10

2.1. Ternak Sapi Potong……….……... 10

2.2. Peranan Usaha Peternakan...………….………... 11

2.3. Faktor Produksi...…………..…………..….... 13

2.4. Fungsi Produksi...………...……….……..…... 15

2.5. Skala Usaha/Return to Scale (RTS) ... 22

2.6. Efisiensi Penggunaan Input...……….. 24

2.7. Perencanaan Pembangunan Wilayah... 25

2.8. Penelitian Terdahulu ... 29

2.9. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 31

2.10.Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN…….………….………….……...……… 34

3.1. Ruang Lingkup Penelitian………. ….…..….…………...….… 34

3.2. Jenis dan Sumber Data…...………… ………...………….… 35

3.2.1. Jenis Data ... 35

3.2.2. Sumber Data ... 36

3.3. Populasi dan Sampel………...….……….….. 36

3.3.1. Populasi ... 36

3.3.2. Sampel dan Jumlah Sampel ... 37

3.4. Teknik Analisis Data ... 39

3.4.1. Analisis Hubungan Antara Output dan Input ... 39

3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 40

3.4.3. Pengujian Keadaan Skala Usaha... 42

3.4.4. Pengujian Efisiensi…...……… 44

3.4.5.Analisis Produksi Ternak Terhadap Pengembangan Wilayah... 46


(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….….……….…... 50

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….………….. 50

4.1.1. Letak Wilayah……….………. 50

4.1.2. Penduduk………..……….……... 51

4.1.3. Potensi Wilayah Kabupaten Deli Serdang……….……….. 53

4.2. Profil Peternak Sapi Potong………..……….. 58

4.2.1. Jenis Kelamin Peternak……….………... 59

4.2.2. Umur Peternak………...…….……. 59

4.2.3. Tingkat Pendidikan Peternak………...………… 60

4.2.4. Jumlah Anggota Keluarga………..……..……...………. 61

4.2.5. Status Kepemilikan Ternak……….…..……… 61

4.2.6. Pengalaman Beternak……… 62

4.3. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi………..…..……… 63

4.3.1. Pengaruh Variabel Modal Kandang (X1) terhadap Produksi…….... 65

4.3.2. Pengaruh Variabel Tenaga Kerja (X2) terhadap Produksi….….. … 65

4.3.3. Pengaruh Variabel Pakan Hijau (X3) terhadap Produksi……. …… 65

4.3.4. Pengaruh Variabel Obat dan Vitamin (X4) terhadap Produksi….... 66

4.3.5. Pengaruh Variabel Skala Ternak (X5) terhadap Produksi……. ..… 66

4.4. Uji Return to Scale (RTS)………..…. 67

4.5. Uji Efisiensi Penggunaan Input...……….. 68

4.6. Analisis Produksi Ternak Sapi terhadap Pengembangan Wilayah…….... 73

4.6.1. Analisis Peningkatan Jumlah Ternak Sapi Potong……….…..….... 75

4.6.2. Analisis Peningkatan Produksi Ternak Sapi Potong.…….…..….... 77

4.6.3. Analisis Peningkatan Pendapatan Peternak Sapi Potong.…..…….. 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN….……….………...….……….... 80

5.1. Kesimpulan………..….………….…...…... 80

5.2. Saran………..…...………...……..……….. 81


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor) 2

1.2. Populasi Ternak Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan

di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

6

3.1. Jumlah Peternak Jenis Ongole/PO menurut Kecamatan Asal Peternak 37

3.2. Rincian Jumlah Sampel Menurut Proporsi Kecamatan 38

3.3. Kerangka Identifikasi Autokorelasi 41

4.1. Jumlah Desa/Kelurahan, Luas dan Rasio Luas Menurut Kecamatan

Tahun 2012

51

4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000 -2011 (jiwa). 52

4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Luas Wilayah, Banyaknya Pendudukdan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Tahun 2011.

53

4.4. Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008 57

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur 59

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 60

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan 61

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Beternak 62

4.9. Analisis Pengaruh Faktor- Fakrot Produksi Terhadap Produksi Ternak 63

4.10. Hasil Analisis Pengujian Return to Scale Variabel Faktor Produksi

Terhadap Produksi Ternak Sapi


(14)

4.11. Nilai Rata-rata Variabel Produksi, Faktor Produksi dan Nilai k pada Peternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

70

4.12. Keterkaitan Industri Hulu, Industri Hilir dan Sektor Pendukung Terhadap Produksi Ternak Sapi Potong.

75

4.13. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Jumlah Ternak Sapi Potong Antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013

76

4.14. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Produksi Ternak Sapi Potong antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013

77

4.15. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Pendapatan Peternak antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal 21

2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian 32

3.1. Sebaran Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang 34

4.1. Tingkat Pendidikan Penduduk menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 54

4.2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2011

55


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Kuisioner Analisis Produksi Peternakan Sapi Potong Jenis Ongole/PO

dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 86

2. Hasil Pengolahan SPSS versi 19 tentang Faktor-faktor Produksi terhadap Produksi Ternak Sapi Potong... 88

3. Data Karakteristik Peternak Sapi Potong... 90

4. Data Produksi dan Faktor-faktor Produksi Ternak Sapi Potong... 92

5. Data Pendapatan Peternak, Jumlah Ternak dan Produksi Ternak... 94

6. Hasil Pengolahan Uji Beda Pendapatan Peternak, Jumlah Ternak dan Produksi Ternak Tahun 2009 terhadap Tahun 2013... 96


(17)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG ABSTRAK

Tahun 2014 pemerintah mencanangkan swasembada Daging Nasional, untuk memperoleh data yang akurat, pemerintah melakukan pendataan sensus ternak (PSPK 2011). Dari data tersebut, Kabupaten Deli Serdang tercatat penghasil ternak sapi potong nomor empat di Provinsi Sumatera Utara dengan pertumbuhan 6,74%.

Tujuan penelitian produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi, menguji keadaan skala usaha, menguji efisiensi penggunaan input faktor produksi serta menganalisis pengaruh produksi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah yang terkait dengan peningkatan pendapatan, pemanfaatan tenaga kerja dan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada peternak yang terpilih secara

porposif random sampling. Analisis regresi menggunakan fungsi Cobb-Douglas.

Hasil uji terhadap faktor-faktor produksi dependen diperoleh bahwa modal kandang, tenaga kerja, pakan hijau dan skala ternak berpengaruh nyata, sedangkan Obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ternak sapi potong. Uji return to scale menunjukkan skala usaha menaik. Hasil uji efisiensi usaha menyatakan bahwa modal kandang, obat-obatan serta skala ternak tidak efisien, dan tenaga kerja serta pakan hijau belum efisien. Berkaitan dengan pengembangan usaha, perbandingan tahun 2009 dengan tahun 2013, rata-rata populasi meningkat dari 2,8 ekor menjadi 5,5 ekor, dan pendapatan perbulan dari hasil ternak meningkat dari Rp.382.755,- menjadi Rp.680.520,-. Peningkatan usaha ternak sapi potong yang terjadi secara terus menerus akan berpengaruh terhadap perekonomian dan mendorong pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.


(18)

THE ANALYSIS OF CATTLE BREEDING PRODUCTION IN REGIONAL DEVELOPMENT IN DELI SERDANG DISTRICT

ABSTRACT

National self-supporting in beef will be launched by the government in 2014; therefore, in order to get accurate data, the government conducted PSPK (Cattle Census Documentation) in 2011. From these data, it was found that Deli Serdang District ranked fourth in beef cows in North Sumatera province with the growth of 6.74%.

The objective of the research was to analyze some factors of the production of beef cows in Deli Serdang District which had positive influence on production, to examine the business scale and the efficiency of using the input of production, and to analyze the influence of beef cow production on regional development related to the increase of income, the use of manpower, and regional development of Deli Serdang District. The research was conducted through interviews with cattle raisers who were selected by using purposive random sampling technique, while the data were analyzed by using regression test with Cobb-Douglas function analysis.

The result of the analysis on some factors of dependent production, it was found that capital for cowsheds, manpower, green food, and cattle scale had significant influence on beef cow production, while all kinds of medicines did not have any significant influence on beef cow production. The result of return to scale test showed that business scale increased. The result of business efficiency showed that capital for cowsheds, all kinds of medicines, and cattle scale were not efficient, and manpower as well as green food was also not efficient. Concerning business development, the average population of beef cows increased from 2.8 in 2009 to 5.5 in 2013, and the income obtained from the cattle increased from Rp.382,755 in 2009 to Rp.680,520 in 2013. The continuous increase in beef cow business would influence economy and regional development in Deli Serdang District.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan sub sektor peternakan memiliki peran yang cukup strategis terutama kontribusinya terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan pangan, bahan energi, pakan dan bahan baku industri, serta sumber pendapatan di pedesaan. Dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk Indonesia maka permintaan akan daging ternak akan semakin bertambah pula. Kebutuhan konsumsi daging dari tahun ke tahun terus meningkat sementara hewan ternak yang dikembangkan para petani sampai saat ini pola pemeliharaannya masih banyak yang tradisional dan perkembangan populasi ternak dinilai melamban. Hal ini tentunya berakibat terhadap ketersediaan daging ternak.

Dalam kerangka pembangunan ekonomi wilayah, terlihat bahwa peran sub sektor peternakan sangat strategis dan memiliki kaitan kuat dari hulu maupun hilir dibandingkan dengan sektor lainnya. Peran strategis tersebut perlu dioptimalkan sejalan dengan strategi pemerintah membangun enam Koridor Pembangunan Ekonomi Indonesia (KPEI). Peran strategis tersebut harus dipahami oleh aparat perencana, agar produk perencana dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat.

Secara makro, sasaran pembangunan sub sektor peternakan Direktorat Jenderal PKH tahun 2012 menargetkan pertumbuhan PDB sebesar RP 35,2 trilyun, penyerapan tenaga kerja 3,44 juta orang atau penambahan tenaga kerja yang diserap sebanyak 128,87 ribu orang. Sedangkan sasaran teknis yang


(20)

mencakup produksi dan pertumbuhan populasi komoditas utama peternakan pada tahun 2012 dari 10 komoditas ternak, target peningkatan pertumbuhan populasi tertinggi adalah ternak sapi perah sebesar 6,40% disusul ternak sapi potong sebesar 5,73%, ternak domba sebesar 5,07%, dan peningkatan pertumbuhan populasi terendah adalah komodi atas ternak kerbau yang hanya sebesar 1,02%.

Tabel 1.1. memperlihatkan bahwa target ternak sapi potong diharapkan menjadi penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia karena dari perhitungan jumlah populasi ternak dikali dengan bobot ternak maka total produktivitas tertinggi terdapat pada ternak sapi potong, sehingga wajar apabila perhatian pemerintah dalam mengejar swasembada daging tertuju pada upaya pengembangan ternak sapi potong.

Tabel 1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor)

No Komoditas 2010 2011 2012 r (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Sapi Potong 14.229.693 15.175.179 15.995.946 5,73

2 Sapi Perah 582.207 603.852 630.326 6,40

3 Kerbau 1,302.100 1,311.021 1.319.842 1,02

4 Kambing 16.110.710 16.770.712 17.503.717 4,32

5 Domba 10.637.237 11.149.019 11.743.923 5,07

6 Babi 6.881.706 6.951.965 7.029.107 1,07

7 Ayam Buras 281.803.147 291.433.901 303.973.838 3,86

8 Ayam ras Patelur 114.756.605 117.543.521 120.428.498 2,44

9 Ayam ras Pedaging 916.425.428 940.037.733 959.795.757 2,34

10 Itik 37.950.686 39.016.892 40.315.144 3,07

Sumber : Data Dirjen PKH 2012

Menurut berita harian Kompas 12 September 2012 bahwa konsumsi daging sapi perkapita nasional adalah sebesar 1,87 kg perkapita pertahun. Angka ini termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.


(21)

Konsumsi yang rendah ini pun, Indonesia memerlukan setidaknya 448.000 ton daging sapi per tahun. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 85% yang dapat dipenuhi oleh produksi daging sapi dalam negeri dan sisanya masih berasal dari impor negara lain. Hal ini amatlah mengkhawatirkan mengingat dengan bergantungnya negara kita terhadap suplai impor, maka posisi tawar kita dalam pencaturan politik dunia menjadi lebih lemah. Selain itu, impor dari negara lain juga membuka peluang bagi masuknya penyakit-penyakit ternak yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini, Kementerian Pertanian Indonesia melalui Direktorat Jenderal PKH mencanangkan program PSDSK ( Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau ). Sebelumnya, program ini dicanangkan untuk tahun 2010, tetapi karena satu dan lain hal direvisi menjadi tahun 2014.

Beberapa strategi yang ditempuh Direktorat Jenderal PKH untuk pencapaian Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2010-2014 adalah :

1. Memperlancar arus produk peternakan melalui peningkatan efisiensi

distribusi.

2. Meningkatkan daya saing produk peternakan dengan memanfaatkan

sumber daya lokal.

3. Memperkuat regulasi untuk melindungi peternak dalam negeri.

4. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar sektor terkait serta

networking antar daerah.


(22)

Menurut Yasin (2013), jika Indonesia akan berswasembada daging, berarti sekitar 90% kebutuhan daging harus dipasok dari ternak potong dalam negeri secara berkesinambungan, sedang sisanya dapat diimpor. Namun dibalik rencana terlaksananya swasembada daging ditahun 2014, ada beberapa tantangan yang dihadapi, baik bersifat internal maupun eksternal. Beberapa tantangan tersebut antara lain adalah sikap skeptis dan pesimis dari beberapa kalangan baik dari pelaku usaha maupun akademisi, bahwa Indonesia tidak mungkin mencapai swasembada daging sapi.

Selain itu, upaya pemerintah yang telah berinisiatif melaksanakan pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2011 namun hasilnya tidak serta-merta mampu meyakinkan para pelaku usaha. Para pelaku usaha cenderung membesar-besarkan nilai riil konsumsi daging perkapita yang disebutkan mendekati angka ideal 4,5 kg/perkapita/tahun. Padahal hitungan pemerintah tentang konsumsi perkapita pertahun tersebut di bawah 2kg/kapita/tahun

Capaian target swasembada daging Tahun 2014 sangat tergantung pada

kesuksesan industri pembibitan sapi, industri feedlot dan penggemukan, industri

rumah potong hewan serta industri pengolahan berbasis daging sapi. Tantangan nyata yang sekarang dihadapi meliputi ketersediaan pakan, budidaya ternak, pemasaran, distribusi dan transportasi.

Selaku pihak swasta yang berpengaruh secara nasional, APFINDO

(Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) sangat mendukung program

Swasembada daging 2014, antara lain meliputi usaha impor sapi bakalan untuk digemukan minimal 60 hari sebagai pendukung program tunda potong sapi jantan lokal dan pengurangan laju pemotongan betina produktif lokal, penggandaan


(23)

sumber daya ternak sapi mencapai 40% dalam bentuk daging segar guna mengatasi kekurangan produksi daging dalam negeri, penyerapan sapi bakalan lokal, integrasi RPH dengan produksi dan pengolahan daging, upaya menghasilkan daging segar yang memenuhi kaidah ASUH (aman, sehat, utuh, halal ), subsitusi impor daging untuk dikembangbiakan guna menambah populasi sapi di dalam negeri, khususnya indukan untuk dikembangkan lebih lanjut, serta penyerapan dan penyelamatan pemotongan sapi betina produktif lokal.

Dalam upaya mewujudkan swasembada daging 2014, Dirjen PKH bekerja sama dengan BPS melakukan pendataan jumlah ternak sapi dan kerbau melalui kegiatan sensus ternak Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK) yang dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah Indonesia pada tanggal 1 Juni 2011. Kerjasama tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah ternak sapi dan kerbau secara akurat juga melihat karakteristik ternak tersebut, karena selama ini data yang ada sangat beragam sehingga sulit menggunakannya sebagai acuan untuk mengetahui jumlah dan karakteristik ternak yang sebenarnya.

Berdasarkan data sensus ternak sapi dan kerbau di Provinsi Sumatera Utara, diperoleh jumlah populasi sapi potong sebanyak 541.698 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 113.806 rumahtangga. Data tersebut menunjukkan populasi ternak terbesar berada di Kabupaten Langkat dengan jumlah ternak 139.457 ekor, disusul Kabupaten Simalungun dengan jumlah populasi 98.335 ekor, kemudian Kabupaten Asahan dan Deli Serdang masing-masing sebesar 67.633 ekor dan 60.278 ekor.

Kabupaten Deli Serdang merupakan penghasil ternak sapi potong terbesar nomor 4 (empat) di Sumatera Utara, menjadikan daerah ini sebagai salah satu


(24)

harapan pemerintah dalam upaya mendukung program-program peningkatan percepatan swasembada daging tahun 2014 melalui peternakan sapi potong. Berdasarkan data PDRB BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, laju pertumbuhan ternak sapi di Kabupaten Deli Serdang adalah sebesar 6,74% masih lebih tinggi dari target nasional yang ditetapkan dirjen PKH yakni sebesar 5,73%. Tabel 1.2. Populasi Ternk Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan

di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

No Kecamatan Populasi

Sapi Potong

R. Tangga

Pemelihara Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Gunung Meriah 18 6 0,03%

2 STM Hulu 127 50 0,21%

3 Sibolangit 156 52 0,26 %

4 Kutalimbaru 4.862 1.414 8,07 %

5 Pancur Batu 5.534 1.463 9,18 %

6 Namo Rambe 2.404 672 3,99 %

7 Biru-biru 642 216 1,07 %

8 STM Hilir 7.032 307 11,67 %

9 Bangun Purba 2.964 574 4,92 %

10 Galang 1.442 328 2,39 %

11 Tanjung Morawa 1.845 311 3,06 %

12 Patumbak 1.902 221 3,16 %

13 Deli Tua 514 66 0,85 %

14 Sunggal 3.956 1.077 6,56 %

15 Hamparan Perak 14.591 3.359 24,21 %

16 Labuhan Deli 1.165 296 1,93 %

17 Percut Sei Tuan 5.105 612 8,47 %

18 Batang Kuis 1.584 280 2,63 %

19 Pantai Labu 745 152 1,24 %

20 Beringin 1.702 290 2,82 %

21 Lubuk Pakam 605 74 1,00 %

22 Pagar Merbau 1.383 164 2,29 %

Kabupaten Deli Serdang 60.278 11.984 100,00 %

Sumber : Data BPS Hasil PSPK 2011

Tabel 1.2 menunjukkan populasi ternak di Kabupaten Deli Serdang yang tersebar di seluruh kecamatan. Jumlah ternak sapi potong terbanyak berada di


(25)

Kecamatan Hamparan Perak dengan jumlah 14.591 ekor atau sekitar 24,21%, kemudian Kecamatan STM Hilir sebanyak 7.032 ekor atau 11,67% sedangkan di Kecamatan lainnya jumlah ternak sapi bervariasi dan populasinya di bawah 10%.

Dari data PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, sumbangan untuk sektor pertanian hanya sebesar 16,44%, dan salah satunya diperoleh dari sub sektor peternakan yang hanya menyumbang 0,76% dari total PDRB Kabupaten Deli Serdang atau sebesar Rp. 229,38 Milyar, dari total PDRB Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah Rp 45.125,83 Milyar.

Walaupun populasi ternak sapi Kabupaten Deli Serdang berada pada urutan ke 4 (empat) di Sumatera Utara, tetapi nyatanya sumbangan terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang hanya sebesar 0,76% sementara pada kenyataannya usaha ini telah banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, apabila usaha peternakan ini dapat ditingkatkan lebih baik lagi, maka selain potensinya yang cukup besar ini masih dapat dikembangkan, juga tenaga kerja yang diserap akan lebih banyak lagi sehingga mendorong pengembangan potensi wilayah di Kabupaten Deli Serdang sebagai akibat peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sub sektor peternakan sapi.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas maka beberapa yang perlu diketahui yang menjadi pokok permasalahan penelitian ini yaitu :

1. Faktor-faktor produksi apa sajakah yang mempengaruhi produksi ternak sapi

potong di Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimanakah keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli


(26)

3. Bagaimanakah efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang ?

4. Bagaimana peran produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah

dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja, peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli Serdang ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap

produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang.

2. Menganalisis keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli

Serdang.

3. Menganalisis efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di

Kabupaten Deli Serdang.

4. Menganalisis produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah

dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja, peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini digunakan untuk :

1. Sebagai bahan rujukan/referensi untuk pembaca, pelaku usaha dan peminat


(27)

terhadap produksi ternak sapi potong sehingga produktivitas ternak bisa lebih meningkat, efisiensi usaha bisa ditekan dan pendapatan petani terus meningkat yang pada akhirnya akan berdampak terhadap pengembangan wilayah.

2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Sapi Potong

Yasin (2013), menyatakan bahwa keberadaan ternak ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba dan Kambing) sangat strategis sebagai komponen dalam pengembangan kawasan karena ternak ini selain berfungsi sebagai ternak pedaging dan susu perah juga dapat dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah lahan pertanian serta sebagai sumber pupuk organik. Disamping itu pemeliharaannya sangat mudah karena hampir 100% sumber pakannya bersumber dari rerumputan.

Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha menguntungkan. Sapi potong telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit dan penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keuntungan peternak (Suryana, 2009).

Menurut Saragih dalam Mersyah (2005), ada beberapa pertimbangan perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu : 1) budi daya ternak sapi potong relatif tidak tergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang


(29)

berkualitas tinggi, 2) memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes, 3) produksi sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, dan dapat membuka lapangan pekerjaan.

Pemeliharaan ternak sapi umumnya akan disesuaikan dengan tujuan para peternak dalam usaha yang dilakukan. Apabila tujuan pemeliharaan akan disesuaikan dengan dua hasil atau lebih, maka dipilih ternak sapi tipe dwi guna. Sebagai contoh, untuk mengkombinasikan sumber protein hewani maka tujuan menghasilkan susu dan daging sekaligus dapat diperoleh melalui pemeliharaan sapi tipe dwi guna (Santosa, 2003).

2.2 Peranan Usaha Peternakan

Usaha peternakan merupakan suatu proses pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Proses teknologi dan inovasi tersebut mengubah struktur ekonomi suatu wilayah dari sisi penawaran agregat, sedangkan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume dan komposisi konsumsi mempengaruhi struktur ekonomi dari sisi permintaan agregat.

Hasanuddin (1993) dalam Saragih (1997) menyatakan bahwa usaha peternakan rumah tangga merupakan usaha masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya melalui kegiatan produksi berskala kecil dan dalam kegiatannya memanfaatkan semua sumber daya dan faktor-faktor produksi yang tersendiri dengan modal kecil dan teknologi sederhana.


(30)

Pemeliharaan ternak yang dilakukan petani di pedesaan pada umumnya masih bersifat tradisional, usaha memanfaatkan ternak dengan cara yang statis menurut tradisi turun temurun, tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip ekonomi. Kehadiran ternak dalam kehidupan petani merupakan peluang dalam memanfaatkan hasil ikutan usaha tani. Disamping itu tenaga kerja dan waktu dari anggota keluarga dapat dimanfaatkan.

Peranan sub-sektor peternakan dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu peranan langsung dan peranan tidak langsung. Dimana peranan langsung sub sektor peternakan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja melalui peningkatan produksi peternakan berupa daging, secara langsung akan berpengaruh terhadap pendapatan petani peternak baik dalam bentuk usaha sampingan maupun sebagai usaha pokoknya. Oleh karena itu apabila pengembangan produktivitas peternakan dapat ditingkatkan maka secara langsung jumlah tenaga kerja yang terserap akan bertambah. Dengan kata lain usaha tani ternak merupakan salah satu alternatif pemecahan lapangan kerja di pedesaan.

Kemudian peranan sub sektor peternakan secara tidak langsung dapat menggerakkan kegiatan perekonomian sektor pertanian lainnya, karena output (produksi) dari sektor tersebut merupakan input (faktor produksi) bagi sub sektor peternakan seperti bahan baku pakan ternak dan limbah pertanian lainnya. Disamping itu peranan tidak langsung lainnya dapat berupa penyediaan bahan baku bagi sektor industri lainnya seperti yang berasal dari industri bibit ternak, pakan ternak dan obat-obatan ternak yang merupakan faktor produksi (input) bagi sub sektor peternakan.


(31)

2.3 Faktor Produksi

Menurut Sukartawi (1994) Istilah faktor produksi sering pula disebut dengan “korbanan produksi,” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa Inggris, faktor produksi ini disebut dengan “input”. Macam faktor produksi atau input ini, berikut jumlah dan kualitasnya perlu di ketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini

disebut dengan “factor relationship” (FR).

Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat

kesuburanya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya;

b. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidak pastian, kelembagaan, tersedianya kredit, dan sebagainya.

Dalam produksi pertanian (Mubyarto,1995 ), produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu produksi lain dianggap tidak tetap (variabel) sedangkan faktor-faktor lainnya dianggap konstan.


(32)

Faktor-faktor produksi minimal yang umumnya ada dalam setiap kegiatan usaha pada sektor pertanian yang bertujuan untuk menghasilkan produk adalah :

1. Lahan Pertanian, Dalam banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan

dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk di usahakan usaha tani misalnya; tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu di usahakan untuk pertanian. Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari pada lahan pertanian.

2. Tenaga Kerja, Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.

3. Modal, Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan

menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal variabel. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukan dalam kategori modal tetap yang dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini tarjadi dalam waktu yang relatif pendek (Short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long term). Sementara yang dimaksud dengan modal tidak tetap adalah modal yang habis dalam sekali proses produksi.

Purwoto (1992), mengemukakan analisis ekonomi produksi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu : (1) pendekatan fungsi produksi,


(33)

(2) pendekatan fungsi biaya dan (3) pendekatan fungsi keuntungan. Pada hakekatnya ketiga fungsi tersebut bersifat “dual” artinya bahwa dari setiap fungsi produksi dapat diperoleh keuntungan dan fungsi biaya.

2.4. Fungsi Produksi

Suhartati dan Fathorrozi (2002 ), menyatakan bahwa produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi fungsi produksi adalah suatu persaman yang bisa menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu.

Sukartawi (1994), menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antar variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variable yang menjelaskan biasanya berupa input.

Perlunya pembahasan tentang fungsi produksi ini karena beberapa hal :

a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan faktor

antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

b. Dengan faktor produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara

variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan


(34)

antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y = f ( X1, X2, …Xi, …Xn )

Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan Xi,…Xn dan X lainnya juga dapat diketahui.

Menurut Dombusch (2001) fungsi produksi adalah hubungan teknis antara input dan output. Perusahaan dalam hal ini tidak bisa mencapai output yang lebih tinggi tanpa menggunakan input yang lebih banyak, dan perusahaan tidak bisa menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya. Selain mengkaitkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian dengan input produksi, fungsi produksi juga berhubungan atau terkait dengan penguasaan teknologi.

Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan di pergunakan oleh para peneliti, metode penelitian yang sering digunakan adalah metode penelitian

fungsi produksi Cobb-Douglas karena adanya kemudahan-kemudahan yang

dimiliki metode ini yaitu dengan penggunaan cara regresi berganda atau regresi sederhana.

Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan seperti persamaan

berikut :

Y = aX1 b1,X2b2, …. X ibi …. Xnbn eu

Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakanoleh hubungan Y dan X, maka :

... (2.1)


(35)

Dimana :

Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b = besaran yang akan diduga

u = kesalahan (disturbance term)

e = logaritma natural, e = 2,718.

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2.1), maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut.

Logaritma dari persamaan di atas adalah :

Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2

Y

+ u

*

= a* + b1X1* + b2X2* + u*

Dimana :

...(2.3)

Y* = log Y

X* = log X

u* = log u

a*

yang lain telah dijelaskan sebelumnya. Persamaan (2.3) dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b

= log a

1 dan b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah

dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi


(36)

Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara

lain :

a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah

suatu bilangan yang tidak diketahui (infinite);

b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi

pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective

technologies).

Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam

suatu pengamatan dan apabila diperlukan analisis yang lebih dari satu model misalkan dua model, maka perbedaan kedua model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.

c. Tiap variabel X adalah perfect competition.

d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup

pada faktor kesalahan, u.

Dalam melakukan suatu penelitian, akan terdapat 2 (dua) sumber data yakni data yang terkontrol atau terukur secara lebih pasti seperti yang di peroleh dari percobaan pada rumah kaca yang selama dalam penelitian tanpa ada gangguan/kendala faktor alam sehingga penelitian dapat terkontrol, dan data yang tidak terkontrol yaitu data yang diperoleh dari hasil survey lapangan yang hasilnya sering bias terhadap kenyataan di lapangan. Misalnya data produktivitas dari suatu peternak sapi yang dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kerja, luas


(37)

lahan, pakan, manajemen dan besarnya kapital yang datanya akan bervariatif walaupun respondennya memiliki jumlah ternak yang sama.

Untuk mendapatkan fungsi pendugaan yang baik dengan menggunakan data yang tidak terkontrol, maka diperlukan perhatian, antara lain:

a. Variasi dari variabel yang tidak dimasukan dalam model haruslah kecil.

Misalnya, jenis tanah harus tidak banyak variasi agar luas tanah yang dipakai tidak terlalu bias bila dipakai dalam model. Bagitu pula halnya dengan kualitas tenaga kerja sebaiknya tidak terlalu bervariasi agar variabel ini juga tidak terlalu bias hasilnya.

b. Sebaliknya variasi dari setiap variabel persatuan luas harus banyak variasinya.

Misalnya, satu hektar luas tanah untuk petani yang satu dan yang lain harus besar variasi penggunaan faktor produksinya. Bila tidak demikian, akan terjadi bias terhadap pendugaan fungsi produksi.

c. Jumlah sampel harus memadai agar variasi tersebut dapat ditangkap

pengaruhnya; misalkan paling sedikit ada 30 sampel.

Fungsi produksi Cobb-Douglas sering dipakai dalam penyelesaian

problem makro ekonomi , misalnya dalam menghitung kontribusi kapital atau tenaga kerja. Seperti halnya pada konsep fungsi produksi yang sering dipakai

dalam konsep engineering, maka dalam konsep makro ekonomi, fungsi produksi

diartikan sebagai fungsi yang menyatakan hubungan antara kapasitas output maksimum dari keseluruhan ekonomi dan kendala dari variabel yang mempengaruhi output tersebut. Karena itu maka fungsi produksi adalah sebenarnya merupakan “konsep maximize atau mamaksimumkan.”(Sukartawi, 1994).


(38)

Dalam konsep makro ekonomi menurut Sadono (2010), dinyatakan bahwa fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus: Q=f (K, L, R, T) dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan keahlian usahawan, R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut.

Dalam suatu teori produksi berlaku hukum hasil lebih yang semakin

berkurang (The law of Diminishing Return), maksudnya adalah apabila faktor

produksi yang dapat di ubah jumlahnya ( tenaga kerja ) terus-menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahanya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun.

Dalam analisis kegiatan ekonomi di misalkan bahwa faktor-faktor

produksi lainnya dianggap tetap jumlahnya (fix cost), yaitu modal dan tanah

jumlahnya tidak di anggap mengalami perubahan. Juga teknologi di anggap tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu. Satu-satunya faktor produksi yang

dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (variable cost). Pertambahan


(39)

disebut produk marginal (MP). Apabila pertambahan tenaga kerja adalah ∆L,

pertambahan produksi marjinal adalah ∆TP , maka MP dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

�� = ∆��∆�

Kemudian besarnya produksi rata-rata (AP), yaitu produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja dapat dihitung dari produksi total (TP) dibagi dengan jumlah tenaga kerja (L), maka produksi rata-rata (AP) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

AP = ��

Hubungan antara Produksi Total (PT), Produksi Marginal (MP) dan Produksi Rata-rata (AP) dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini

Produksi

Y TP = Total Produk

Tahap I Tahap II Tahap III

Y2

Y1

AP = Produk Rata-rata

0 3 4 8 Tenaga Kerja

MP=Produk Marginal


(40)

Pada Gambar 2.1, kurva TP adalah kurva produksi total, yang menunjukkan hubungan antara jumlah produksi dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan produksi. Pada tahap I, kurva TP cenderung naik ke atas dengan penambahan tenaga kerja sejumlah tertentu, tahap II walaupun penambahan tenaga kerja terus ditambah, tetapi peningkatan produksi mulai berkurang kemudian penambahan tenaga kerja yang dilakukan pada tahap III sudah tidak mempunyai pengaruh berarti terhadap produksi, bahkan pada titik tertentu produksi mengalami penurunan.

Kurva MP menggambarkan produksi marginal akibat penambahan tenaga kerja, dimana terlihat ketika jumlah tenaga kerja masih 3 orang, terjadi peningkatan puncak produksi marginal, kemudian tenaga kerja ditambah lagi menjadi 4 orang, produksi marginal sudah mulai menurun dan ketika tenaga kerja menjadi 8 orang atau pada tahap III terlihat kurva produksi marginal sudah bernilai negatif.

Selanjutnya kurva AP merupakan rata-rata tenaga kerja yang digunakan, pada tahap I ketika tenaga kerja berjumlah 4 orang, rata-rata produksi berada pada puncak, kemudian pada tahap II, rata-rata produksi mulai menurun walaupun tenaga kerja ditambah terus dan akan terus menurun di tahap III.

2.5 Skala Usaha/ReturnTo Scale (RTS)

Return to scale (RTS) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan


(41)

decreasing returns to scale. untuk menjelaskan jumlah besaran elastisitas b1 dan

b2

maka persamaan RTS dapat dituliskan sebagai berikut :

adalah lebih besar dari nol dan lebih kecil atau sama dengan satu.

1 < b1 + b2

Dengan demikian,kemungkinannya ada tiga alternatif, yaitu :

<1 ………..(2.4)

a. decreasing return to scale, bila (b1 + b2

b. constant return to scale, bila (b

) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Misalnya, bila penggunaan faktor produksi ditambah 25%, maka produksi akan bertambah sebesar 15%.

1 + b2

c. increasing return to scale, bila (b

) = 1. Dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Bila faktor produksi ditambah sebesar 25%, maka produksi akan bertambah juga sebesar 25%.

1 + b2

Agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai b

) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Jadi misalnya faktor produksi ditambah 10%, maka produksi akan bertambah sebesar 20%.

i harus positif dan lebih kecil

dari satu. Ini artinya berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb-Douglas

adalah dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input i, sehingga

informasi yang diperoleh dapat dipakai untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar.


(42)

2.6. Efisiensi Penggunaan Input

Efisiensi penggunaan input merupakan salah satu cara untuk memperbesar keuntungan, dengan melakukan efisiensi terhadap faktor-faktor produksi, maka suatu usaha dapat dikatakan telah memiliki cara atau metode dalam pemakaian bahan- baku untuk menghasilkan output yang sesuai dengan harapan pengusaha.

Menurut Soekartawi (1994) bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi yang dipergunakan menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga apabila nilai produksi marginal sama dengan harga

faktor produksi ( NPMX = Px

Dalam penelitian model fungsi produksi, kondisi efisiensi harga yang digunakan sebagai patokan adalah bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produksi marginal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut, bila fungsi produksi tersebut digunakan dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana b merupakan koefisien regresi dan sekaligus menggambarkan elastisitas produksi, dengan demikian maka nilai produksi marginal (NPM) faktor produksi X dapat ditulis sebagai berikut :

) dan dikatakan efisiensi ekonomis apabila usaha tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus juga mencapai efisiensi harga.

NPM = �.�.��


(43)

Dimana : b = elastisitas produksi Y = produksi (output)

Py

X = jumlah faktor produksi = harga faktor produksi

Kondisi efisiensi harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi

X, yakni �.�.��

� = Px

Dimana P

atau �.�.��

�.�� = 1 ...(2.6)

x

Dalam penelitian ini nilai Y, P

= harga faktor produksi X.

y, X dan Px

Dalam banyak kenyataan NPM

diperoleh dari nilai rata-rata.

x tidak selalu sama dengan Px

a. �.�.��

�.�� > 1...(2.7)

, dan yang sering terjadi adalah :

Artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien, untuk mencapai efisiensi penggunaan faktor produksi X perlu ditambah

b .�.�.��

�.�� < 1...(2.8)

Artinya penggunaan faktor produksi X tidak efisiensi. Untuk penggunaan yang efisien maka penggunaan faktor produksi X perlu dikurangi.

2.7 Perencanaan Pembangunan Wilayah

Stanley (1982) dalam Saragih (1997), mengemukakan bahwa kata wilayah yang berkaitan dengan pembangunan suatu wilayah, setidak-tidaknya mempunyai


(44)

dua makna yaitu : 1). Wilayah objektif, maksudnya adalah suatu wilayah oleh perencana dibagi habis ke dalam beberapa wilayah pembangunan. 2). Wilayah subyektif, maksudnya adalah perwilayahan merupakan suatu cara untuk mengenal masalah. Hal ini berarti adanya usaha untuk melakukan klasifikasi. Wilayah subyektif ini ada dua jenis yaitu : 1). Wilayah homogen yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang sama secara fisik dan sosial ekonomi. 2). Wilayah fungsional, yaitu wilayah yang didasarkan atas hubumgan fungsional antara unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam wilayah tersebut.

Perencanaan wilayah adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi

saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang

relevan, diperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan (Tarigan, 2009).

Dari defenisi di atas, perencanaan dapat dibagi atas dua versi, yaitu satu versi melihat perencanaan adalah suatu teknik atau profesi yang membutuhkan keahlian dan versi yang satu lagi melihat perencanaan (pembangunan) adalah kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Perencanaan wilayah haruslah mampu menggambarkan proyeksi dari berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di wilayah tersebut di masa yang akan datang. Dengan demikian, sejak awal telah terlihat arah lokasi yang dipersiapkan untuk dibangun dan yang akan dijadikan sebagai wilayah penyangga. Juga dapat dihindari pemanfaatan lahan yang mestinya dilestarikan,


(45)

seperti kawasan hutan lindung dan konservasi alam. Hal ini berarti dari sejak awal dapat diantisipasi dampak positif dan negatif dari perubahan tersebut, dan dapat dipikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengurangi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif.

Perencanaan wilayah dapat membantu atau memandu para pelaku ekonomi untuk memilih kegiatan apa yang perlu dikembangkan di masa yang akan datang dan dimana lokasi kegiatan seperti itu masih diizinkan. Hal ini bisa mempercepat proses pembangunan karena investor mendapat kepastian hukum tentang lokasi usahanya dan menjamin keteraturan dan menjauhkan benturan kepentingan.

Perencanaan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor (pelaku) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah itu. Dalam membuat perencanaan pembangunan suatu wilayah, pemerintah harus memperhatikan apa yang ingin atau akan dilakukan oleh pihak swasta atau masyarakat umum. Walaupun demikian peranan

pemerintah cukup penting karena memiliki wewenang sebagai regulator

(pengatur atau pengendali).

Pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah (Tarigan, 2009).


(46)

Salah satu teori yang mengemukakan pentingnya faktor pendorong

pertumbuhan wilayah adalah teori berbasis ekspor (eksport base). Teori ini

menyebutkan bahwa pertumbuhan wilayah bergantung pada permintaan yang datang dari luar wilayah tersebut. Lebih lanjut Perloof dan Wingo dalam

Sirojuzilam (2006), mengemukakan teori resource base yang mengatakan bahwa

investasi dan perkembangan ekspor di suatu wilayah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi karena selain menghasilkan pendapatan, juga

menciptakan efek penggandaan (multiplier effect) pada keseluruhan

perekonomian di wilayah tersebut.

Tujuan utama pengembangan wilayah adalah meningkatkan keserasian berbagai kegiatan/sektor pembangunan dan wilayah sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat mendukung aktifitas kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan (Riyadi 2002). Menurut Tarigan (2004) bahwa pembangunan wilayah dapat diukur dari beberapa parameter antara lain meningkatnya pendapatan masyarakat, peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan.

Pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat faktor endogen dan eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat didalam wilayah yang bersangkutan ataupun diluar wilayah, atau kombinasi dari keduanya. Dalam model-model ekonomi makro disebutkan bahwa faktor ekonomi penentu internal pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumber daya alam) dan sistem sosio-politik. Sedangkan industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah faktor penentu pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern (Glasson 1997).


(47)

Selanjutnya dalam suatu perencanaan perekonomian (economic planning) maka akan terjadi perencanaan yang berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah. Perencanaan ekonomi lebih didasarkan atas mekanisme pasar ketimbang perencanaan fisik yang lebih didasarkan atas kelayakan teknis. Perlu dicatat bahwa apabila perencanaan itu bersifat terpadu, perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran yang ditetapkan dalam perencanaan ekonomi.

Pada akhirnya, keberhasilan pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada kemampuan mengkoordinasikan, mengakomodasikan dan memfasilitasi semua kepentingan, serta kreativitas yang inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan.

2.8. Penelitian terdahulu

Elly dkk (2008), melakukan penelitian tentang pengembangan usaha ternak sapi rakyat melalui integrasi sapi-tanaman di Sulawesi Utara. Pemeliharaan sapi dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal dengan sistem integrasi ternak-tanaman. Beberapa pola integrasi yang biasa dijumpai adalah sapi-jagung serta sapi-kelapa. Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang dengan kebijakan pemerintah yang relevan sehingga memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani-peternak. Integrasi ternak sapi-tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani maupun pemerintah, memperbaiki kesuburan tanah, menyediakan sekaligus meningkatkan produktivitas pakan, selain sebagai sumber pendapatan tambahan melalui penjualan pupuk kompos dan penyewaan


(48)

tenaga kerja ternak. Keberhasilan pengembangan usaha tani integrasi ternak sapi-tanaman antara lain ditentukan oleh kerja sama antara petani-peternak dan pemerintah melalui pendekatan kelompok.

Suryana (2009), melakukan penelitian pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Sapi potong telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternative untuk meningkatkan keuntungan peternak. Kemitraan adalah kerja sama antar pelaku agribisnis mulai dari proses praproduksi, produksi hingga pemasaran yang dilandasi oleh azas saling membutuhkan dan menguntungkan bagi pihak yang bermitra. Pemeliharaan sapi potong dengan pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi daging sapi nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.

Lubis (2010), melakukan penelitian tentang dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap peningkatan pendapatan dan pengembangan wilayah di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ternak sapi terhadap keuntungan peternak, menganalisis dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah terutama pada peningkatan pendapatan masyarakat, pemanfaatan tenaga kerja, dan pemasaran ternak di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.


(49)

Putra (2011), melakukan penelitian tentang strategi pencapaian program swasembada daging sapi (PSDS) tahun 2014 di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui kondisi objektif pembangunan peternakan sapi di Provinsi Sumatera Barat saat ini, 2) Mengetahui perkiraan pencapaian target Provinsi Sumatera Barat dalam rangka Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 dan 3) Merumuskan strategi yang tepat untuk mewujudkan PSDS 2014 di Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting pembangunan peternakan sapi Sumatera Barat meliputi : produksi dan konsumsi daging mengalami peningkatan dari tahun 2005-2009, demikian juga laju pertumbuhan populasi mengalami peningkatan.

Sofyan et al. (2006), melakukan penelitian di Kecamatan Hamparan Perak,

Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata terhadap pendapatan peternak. Sedangkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pendapatan peternak.

2.9. Kerangka PemikiranPenelitian

Kerangka pemikiran penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 2.2 gunanya untuk melihat hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi yang dihasilkan, sehingga dalam melakukan penelitian terhadap rumah tangga sampel, pengaruh masing- masing faktor produksi tersebut akan di teliti dengan melakukan pengujian uji regresi linear berganda, uji skala usaha, uji efisiensi


(50)

Peningkatan Tenaga Kerja Peningkatan Pendapatan Peningkatan Produksi Pakan Peningkatan Permintaan Obat

penggunaan input dan uji beda jumlah ternak, produksi ternak dan pendapatan ternak .

Skema Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Dari hasil pengujian tersebut, maka akan diketahui share dari masing-masing faktor produksi terhadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya adalah untuk mengetahui keadaan skala usaha apakah meningkat, menurun atau tetap, serta untuk mengetahui efisiensi penggunaan variabel input. Faktor- faktor produksi ini akan di lihat dari pengaruh mana yang lebih kuat sehingga peternak paham faktor yang mana saja yang mendorong dalam peningkatan produksi sapi

Faktor Produksi : Pakan Hijau (X1) Pakan Tambahan (X2)

Skala Ternak (X3) Tenaga Kerja (X4) Modal Kandang (X5)

Obat-obatan (X6)

Pengembangan Usaha

Pengembangan Wilayah PRODUKSI Keadaan Skala Usaha


(51)

potong. Peningkatan produksi sapi potong akan mendorong permintaan tambahan tenaga kerja, peningkatan pendapatan peternak, peningkatan produksi pakan dan peningkatan permintaan obat sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang secara simultan dan berimbas pada pengembangan wilayah desa, kecamatan, kabupaten sampai tingkat provinsi bahkan nasional.

Beberapa faktor-faktor yang mendorong terhadap peningkatan produksi peternak antara lain (1). Kenaikan produksi ternak di pengaruhi oleh jumlah

ternak (stocking rate), derajat kelangsung hidup ternak (survival rate) dan tingkat

pertumbuhan ternak (growth rate). (2). Kenaikan harga produksi dipengaruhi oleh

kualitas produksi, kondisi pemasaran produk dan diferensiasi pasar dan produk.

2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor produksi (pakan hijau, pakan tambahan, skala ternak, tenaga

kerja, modal dan obat-obatan) berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang.

2. Keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang adalah

menaik (increase).

3. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi potong diduga masih

belum efisien.

4. Pengembangan usaha ternak sapi potong memberikan kontribusi positif

terhadap pendapatan peternak dan pekerja sektor peternakan dan meningkatkan perekonomian masyarakat yang pada akhirnya mempercepat pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan batasan penelitian hanya terhadap peternak yang mengusahakan ternak sapi potong jenis/bangsa ongole/PO.

Berdasarkan data PSPK Tahun 2011 Kabupaten Deli Serdang memiliki populasi ternak terbesar nomor 4 di Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,74 % dan berada di atas target pertumbuhan nasional yang hanya sebesar 5,73%.

Sumber : Data BPS Peta Hasil PSPK 2011 Kabupaten Deli Serdang


(53)

Dari Gambar 3.1 terlihat keberadaan sapi potong sebagian besar berada di bagian sebelah Utara wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan Hamparan Perak merupakan kecamatan dengan populasi sapi potong terbesar dengan jumlah ternak sebanyak 14.591 ekor atau 24,21 %, disusul Kecamatan STM Hilir dengan jumlah 7.032 ekor (sebanyak 5.829 ekor ternak diantaranya diusahakan oleh perusahaan swasta). Kecamatan lainnya yang memiliki populasi sapi potong cukup besar, yaitu Kecamatan Pancur Batu sebanyak 5.534 ekor atau 9,18 %, dan Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 5.105 ekor atau 8,47 %.

3.2. Jenis Dan Sumber Data 3.2.1. Jenis Data

Dalam penelitian ini semua data yang digunakan merupakan variabel yang dapat di ukur walaupun tidak semua data merupakan angka mutlak, tetapi data yang tidak bernilai angka mutlak harus dibuat ukurannya agar data tersebut dapat diolah. Data dimaksud diklasifikasikan menjadi data kuantitatif dan data kualitatif.

1. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka. Data kuantitatif tersebut berasal dari penghitungan dan variabel kontinu yang merupakan data yang berasal dari hasil pengukuran dengan menggunakan prosedur statistik.

2. Data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang bersifat non-angka dan bersifat subjektif, yang termasuk dalam data kualitatif dalam penelitian ini antara lain: jenis kelamin peternak, tingkat pendidikan dan status pemilikan ternak. Untuk keperluan


(54)

pengolahan data statistik maka data kualitatif tersebut dibuat menjadi data kuantitatif.

3.2.2. Sumber Data

Data Primer diperoleh dengan melakukan survei langsung kelapangan dengan menggunakan metode pengumpulan data peternak sapi potong jenis Ongole/PO yang berada di Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan Kutalimbaru dan Kecamatan Sunggal.

Data primer tersebut terdiri dari data output produksi dan data input produksi usaha peternakan sapi potong yang meliputi :

1. Output Produksi ternak terdiri dari : jumlah kenaikan berat ternak dan harga

perkiraan sapi pada saat dijual.

2. Input Produksi terdiri dari : biaya penggunaan pakan hijauan, pakan

tambahan/konsentrat, upah tenaga kerja, biaya obat-obatan, bibit atau anakan sapi dan biaya investasi kandang.

Data Sekunder diperoleh dari instansi/lembaga yang telah mangadakan pangumpulan data berkaitan dengan penelitian ini antara lain dari Dinas Peternakan, BPS Provinsi Sumatera Utara, BPS Kabupaten Deli Serdang, Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang serta dari media Internet.

3.3. Populasi Dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi peternak sapi potong diambil dari data hasil pendataan sensus ternak PSPK BPS Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan data tersebut, maka


(1)

Lampiran : 4 Data Produksi dan faktor-faktor Produksi Ternak Sapi Potong

No. Luas Kandang

Tenaga Kerja (jam kerja/tahun)

Pakan Hijau (Kg/tahun)

Obatobatan (Liter/tahun)

Skala Ternak

Produksi Berat/Kg

1 40 M2 28400 jam 13050 Kg 5,61 10 ekor 876,47

2 24 M2 12640 jam 6400 Kg 5,33 4 ekor 341,18

3 20 M2 5320 jam 3360 Kg 4,67 2 ekor 164,71

4 10 M2 4600 jam 4600 Kg 5,89 2 ekor 143,53

5 16 M2 1400 jam 2180 Kg 6,36 4 ekor 305,88

6 34 M2 10040 jam 5880 Kg 7,85 3 ekor 335,29

7 30 M2 5000 jam 7000 Kg 8,41 3 ekor 223,53

8 30 M2 14360 jam 6500 Kg 6,07 5 ekor 470,59

9 15 M2 4400 jam 6000 Kg 7,76 2 ekor 182,35

10 16 M2 14000 jam 7000 Kg 5,61 3 ekor 317,65

11 70 M2 25000 jam 12500 Kg 22,43 16 ekor 1752,94

12 22 M2 7400 jam 9200 Kg 6,17 2 ekor 205,88

13 54 M2 24000 jam 24000 Kg 24,49 15 ekor 1141,18

14 26 M2 19760 jam 3500 Kg 5,33 5 ekor 470,59

15 25 M2 26600 jam 6600 Kg 5,51 9 ekor 835,29

16 25 M2 11200 jam 2100 Kg 2,99 3 ekor 305,88

17 20 M2 6200 jam 1800 Kg 3,74 2 ekor 164,71

18 60 M2 25000 jam 9150 Kg 28,04 16 ekor 1435,29

19 50 M2 20600 jam 9600 Kg 5,42 13 ekor 1047,06

20 35 M2 12000 jam 3540 Kg 5,79 3 ekor 302,35

21 50 M2 7000 jam 4200 Kg 3,27 2 ekor 194,12

22 30 M2 9000 jam 5400 Kg 4,02 2 ekor 217,65

23 40 M2 9000 jam 4800 Kg 6,54 3 ekor 264,71

24 30 M2 7600 jam 4500 Kg 7,76 3 ekor 235,29

25 40 M2 21000 jam 5400 Kg 6,54 3 ekor 335,29

26 35 M2 22800 jam 3450 Kg 6,54 3 ekor 302,35

27 50 M2 7000 jam 5550 Kg 7,57 2 ekor 241,18

28 30 M2 9000 jam 4950 Kg 7,76 2 ekor 217,65

29 45 M2 20000 jam 9300 Kg 6,26 6 ekor 594,12

30 40 M2 22000 jam 4800 Kg 6,92 5 ekor 476,47

31 40 M2 22000 jam 6900 Kg 5,61 5 ekor 488,24

32 40 M2 22000 jam 5400 Kg 7,57 5 ekor 500,00

33 50 M2 12000 jam 4800 Kg 7,76 4 ekor 400,00

34 50 M2 12000 jam 4800 Kg 6,73 4 ekor 435,29

35 35 M2 12000 jam 5250 Kg 5,33 3 ekor 305,88

36 50 M2 22000 jam 10500 Kg 5,42 7 ekor 729,41

37 50 M2 25000 jam 15975 Kg 5,42 12 ekor 1176,47

38 50 M2 12000 jam 3300 Kg 5,42 4 ekor 400,00

39 50 M2 12000 jam 2625 Kg 2,62 4 ekor 435,29

40 26 M2 19000 jam 12700 Kg 2,90 6 ekor 576,47

41 26 M2 14160 jam 5000 Kg 5,46 3 ekor 294,12

42 26 M2 7160 jam 4400 Kg 3,74 2 ekor 211,76

43 20 M2 6160 jam 3600 Kg 2,80 2 ekor 176,47

44 36 M2 16000 jam 2000 Kg 5,14 4 ekor 328,24

45 26 M2 14160 jam 3400 Kg 5,89 3 ekor 294,12

46 30 M2 8320 jam 5400 Kg 5,42 2 ekor 220,00


(2)

48 30 M2 8400 jam 450 Kg 6,73 3 ekor 282,35

49 40 M2 19800 jam 2100 Kg 21,03 18 ekor 1047,06

50 30 M2 11200 jam 400 Kg 5,64 3 ekor 329,41

51 30 M2 8000 jam 1000 Kg 6,26 3 ekor 258,82

52 25 M2 9000 jam 1200 Kg 5,61 3 ekor 217,65

53 35 M2 9600 jam 3200 Kg 2,34 3 ekor 211,76

54 20 M2 6200 jam 340 Kg 4,21 2 ekor 182,35

55 25 M2 13000 jam 1800 Kg 2,80 5 ekor 352,94

56 37 M2 24800 jam 1375 Kg 5,89 10 ekor 823,53

57 50 M2 22000 jam 4800 Kg 6,73 17 ekor 1216,47

58 25 M2 13000 jam 1 Kg 5,79 5 ekor 414,12

59 24 M2 12640 jam 4716 Kg 4,39 5 ekor 354,12

60 30 M2 14800 jam 255 Kg 3,27 4 ekor 317,65

61 20 M2 6200 jam 325 Kg 5,14 2 ekor 176,47

62 10 M2 4360 jam 330 Kg 6,07 2 ekor 109,41

63 25 M2 8000 jam 500 Kg 6,07 2 ekor 164,71

64 25 M2 7000 jam 1200 Kg 14,21 3 ekor 241,18

65 30 M2 11200 jam 2100 Kg 6,54 5 ekor 323,53

66 35 M2 13000 jam 1500 Kg 6,73 6 ekor 517,65

67 20 M2 6200 jam 3390 Kg 6,07 2 ekor 202,35

68 10 M2 4400 jam 4461 Kg 6,73 1 ekor 96,47

69 10 M2 4400 jam 3925 Kg 7,48 1 ekor 105,88

70 30 M2 16800 jam 2300 Kg 7,57 4 ekor 300,00

71 25 M2 7800 jam 1800 Kg 3,83 2 ekor 152,94

72 25 M2 7800 jam 3300 Kg 5,61 2 ekor 147,06

73 30 M2 7200 jam 2200 Kg 3,83 3 ekor 258,82

74 25 M2 7300 jam 2300 Kg 3,64 2 ekor 209,41

75 40 M2 24800 jam 2000 Kg 5,61 10 ekor 894,12

76 50 M2 25000 jam 3600 Kg 7,57 14 ekor 1141,18

77 500 M2 80000 jam 21600 Kg 7,57 30 ekor 3088,24

78 35 M2 18060 jam 8100 Kg 8,41 14 ekor 1176,47

79 30 M2 21200 jam 2200 Kg 6,07 7 ekor 694,12

80 30 M2 17600 jam 3800 Kg 6,54 5 ekor 370,59

81 30 M2 21200 jam 3200 Kg 7,48 7 ekor 698,82

82 25 M2 13000 jam 2120 Kg 5,61 6 ekor 400,00

83 15 M2 19400 jam 3260 Kg 6,54 5 ekor 470,59

84 25 M2 9400 jam 4580 Kg 5,61 4 ekor 280,00

85 20 M2 6200 jam 2400 Kg 3,27 2 ekor 188,24

86 25 M2 10400 jam 1300 Kg 3,27 3 ekor 369,41

87 30 M2 11200 jam 654 Kg 2,24 4 ekor 331,76

88 20 M2 9200 jam 1427 Kg 4,49 3 ekor 265,88

89 30 M2 11200 jam 594 Kg 3,83 4 ekor 323,53

90 32 M2 18320 jam 892 Kg 3,36 5 ekor 447,06

91 30 M2 14800 jam 1189 Kg 5,61 8 ekor 576,47

92 550 M2 64000 jam 713 Kg 44,86 27 ekor 2364,71

93 15 M2 15000 jam 2378 Kg 5,98 3 ekor 298,82

94 35 M2 19400 jam 800 Kg 3,74 8 ekor 711,76

95 32 M2 18000 jam 300 Kg 1,87 4 ekor 405,88

96 20 M2 6400 jam 1070 Kg 3,74 2 ekor 171,76

97 50 M2 22000 jam 400 Kg 3,18 8 ekor 715,29


(3)

Lampiran : 5 Data Pendapatan Peternak, Jumlah Ternak dan Produksi Ternak

No Pendapatan dari ternak thn 2009

Pendapatan dari ternak thn 2013

Jumlah ternak

2009

Jumlah ternak

2013

Produksi ternak tahun 2009

Produksi ternak tahun 2013 1 Rp. 400.000 Rp. 650.000 6 ekor 10 ekor Rp. 36.000.000 Rp. 76.000.000 2 Rp. 500.000 Rp. 550.000 2 ekor 4 ekor Rp. 12.000.000 Rp. 29.000.000 3 Rp. 1.000.000 Rp. 800.000 2 ekor 2 ekor Rp. 12.000.000 Rp. 14.000.000 4 Rp. 400.000 Rp. 200.000 2 ekor 2 ekor Rp. 10.000.000 Rp. 12.200.000 5 Rp. 500.000 Rp. 250.000 3 ekor 4 ekor Rp. 19.000.000 Rp. 28.000.000 6 Rp. 500.000 Rp. 500.000 3 ekor 3 ekor Rp. 20.500.000 Rp. 28.500.000 7 Rp. 500.000 Rp. 1.000.000 5 ekor 3 ekor Rp. 22.500.000 Rp. 52.000.000 8 Rp. 500.000 Rp. 1.100.000 4 ekor 5 ekor Rp. 30.000.000 Rp. 37.000.000 9 Rp. 800.000 Rp. 1.000.000 2 ekor 2 ekor Rp. 12.000.000 Rp. 15.000.000 10 Rp. 650.000 Rp. 750.000 4 ekor 3 ekor Rp. 26.000.000 Rp. 27.000.000 11 Rp. 750.000 Rp. 750.000 14 ekor 16 ekor Rp. 88.000.000 Rp. 149.000.000 12 Rp. 600.000 Rp. 800.000 3 ekor 2 ekor Rp. 18.000.000 Rp. 17.500.000 13 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 7 ekor 15 ekor Rp. 42.000.000 Rp. 88.000.000 14 Rp. 400.000 Rp. 900.000 3 ekor 5 ekor Rp. 17.000.000 Rp. 39.000.000 15 Rp. 600.000 Rp. 1.000.000 5 ekor 9 ekor Rp. 35.000.000 Rp. 69.000.000 16 Rp. 900.000 Rp. 1.200.000 2 ekor 3 ekor Rp. 14.000.000 Rp. 26.000.000 17 Rp. 450.000 Rp. 500.000 2 ekor 2 ekor Rp. 13.000.000 Rp. 16.000.000 18 Rp. 750.000 Rp. 1.000.000 6 ekor 16 ekor Rp. 47.000.000 Rp. 122.000.000 19 Rp. 400.000 Rp. 1.100.000 4 ekor 13 ekor Rp. 21.000.000 Rp. 109.000.000 20 Rp. 400.000 Rp. 700.000 3 ekor 3 ekor Rp. 15.000.000 Rp. 28.000.000 21 Rp. 300.000 Rp. 700.000 2 ekor 2 ekor Rp. 16.000.000 Rp. 16.500.000 22 Rp. 300.000 Rp. 700.000 2 ekor 2 ekor Rp. 10.000.000 Rp. 18.500.000 23 Rp. 300.000 Rp. 700.000 2 ekor 3 ekor Rp. 13.000.000 Rp. 22.500.000 24 Rp. 400.000 Rp. 700.000 1 ekor 3 ekor Rp. 5.000.000 Rp. 20.000.000 25 Rp. 300.000 Rp. 500.000 3 ekor 3 ekor Rp. 18.000.000 Rp. 28.500.000 26 Rp. 350.000 Rp. 500.000 2 ekor 3 ekor Rp. 13.000.000 Rp. 25.500.000 27 Rp. 300.000 Rp. 700.000 2 ekor 2 ekor Rp. 13.000.000 Rp. 20.500.000 28 Rp. 200.000 Rp. 400.000 3 ekor 2 ekor Rp. 15.000.000 Rp. 18.500.000 29 Rp. 300.000 Rp. 600.000 4 ekor 6 ekor Rp. 21.000.000 Rp. 50.500.000 30 Rp. 400.000 Rp. 700.000 3 ekor 5 ekor Rp. 15.000.000 Rp. 40.500.000 31 Rp. 300.000 Rp. 600.000 3 ekor 5 ekor Rp. 14.000.000 Rp. 30.000.000 32 Rp. 500.000 Rp. 400.000 3 ekor 5 ekor Rp. 17.000.000 Rp. 42.500.000 33 Rp. 600.000 Rp. 400.000 3 ekor 4 ekor Rp. 20.000.000 Rp. 34.000.000 34 Rp. 400.000 Rp. 400.000 2 ekor 4 ekor Rp. 14.000.000 Rp. 37.000.000 35 Rp. 600.000 Rp. 400.000 3 ekor 3 ekor Rp. 16.000.000 Rp. 26.000.000 36 Rp. 600.000 Rp. 600.000 6 ekor 7 ekor Rp. 38.000.000 Rp. 62.000.000 37 Rp. 400.000 Rp. 800.000 7 ekor 12 ekor Rp. 48.000.000 Rp. 100.000.000 38 Rp. 800.000 Rp. 900.000 7 ekor 4 ekor Rp. 35.000.000 Rp. 34.000.000 39 Rp. 1.000.000 Rp. 800.000 8 ekor 4 ekor Rp. 50.000.000 Rp. 37.000.000 40 Rp. 300.000 Rp. 1.000.000 1 ekor 6 ekor Rp. 5.000.000 Rp. 49.000.000 41 Rp. 300.000 Rp. 700.000 1 ekor 3 ekor Rp. 5.000.000 Rp. 25.000.000 42 Rp. 300.000 Rp. 600.000 1 ekor 2 ekor Rp. 6.000.000 Rp. 18.000.000 43 Rp. 300.000 Rp. 500.000 1 ekor 2 ekor Rp. 5.000.000 Rp. 15.000.000 44 Rp. 300.000 Rp. 600.000 1 ekor 4 ekor Rp. 7.000.000 Rp. 27.500.000 45 Rp. 300.000 Rp. 600.000 1 ekor 3 ekor Rp. 7.000.000 Rp. 24.000.000 46 Rp. 300.000 Rp. 500.000 1 ekor 2 ekor Rp. 6.000.000 Rp. 19.000.000


(4)

48 Rp. 0 Rp. 400.000 0 3 ekor Rp. 0 Rp. 24.000.000

49 Rp. 0 Rp. 1.300.000 0 18 ekor Rp. 0 Rp. 89.000.000

50 Rp. 0 Rp. 300.000 0 3 ekor Rp. 0 Rp. 28.000.000

51 Rp. 0 Rp. 600.000 0 3 ekor Rp. 0 Rp. 22.000.000

52 Rp. 0 Rp. 0 0 3 ekor Rp. 0 Rp. 0

53 Rp. 400.000 Rp. 750.000 1 ekor 3 ekor Rp. 2.800.000 Rp. 18.000.000

54 Rp. 0 Rp. 0 0 2 ekor Rp. 0 Rp. 0

55 Rp. 600.000 Rp. 800.000 3 ekor 5 ekor Rp. 10.000.000 Rp. 30.000.000 56 Rp. 250.000 Rp. 500.000 5 ekor 10 ekor Rp. 30.000.000 Rp. 70.000.000 57 Rp. 400.000 Rp. 600.000 11 ekor 17 ekor Rp. 65.000.000 Rp. 110.500.000 58 Rp. 150.000 Rp. 400.000 4 ekor 5 ekor Rp. 20.000.000 Rp. 352.000.000 59 Rp. 150.000 Rp. 150.000 3 ekor 5 ekor Rp. 13.000.000 Rp. 30.100.000 60 Rp. 185.000 Rp. 185.000 3 ekor 4 ekor Rp. 14.000.000 Rp. 27.000.000 61 Rp. 125.000 Rp. 125.000 3 ekor 2 ekor Rp. 9.000.000 Rp. 15.000.000

62 Rp. 0 Rp. 350.000 0 2 ekor Rp. 0 Rp. 9.300.000

63 Rp. 0 Rp. 350.000 0 2 ekor Rp. 0 Rp. 14.000.000

64 Rp. 0 Rp. 350.000 0 3 ekor Rp. 0 Rp. 20.500.000

65 Rp. 500.000 Rp. 350.000 2 ekor 5 ekor Rp. 12.000.000 Rp. 25.000.000

66 Rp. 0 Rp. 800.000 0 6 ekor Rp. 0 Rp. 44.000.000

67 Rp. 250.000 Rp. 250.000 2 ekor 2 ekor Rp. 10.000.000 Rp. 25.500.000 68 Rp. 200.000 Rp. 300.000 2 ekor 1 ekor Rp. 8.000.000 Rp. 13.000.000 69 Rp. 200.000 Rp. 300.000 1 ekor 1 ekor Rp. 4.000.000 Rp. 12.500.000

70 Rp. 0 Rp. 580.000 0 4 ekor Rp. 0 Rp. 22.000.000

71 Rp. 0 Rp. 500.000 0 2 ekor Rp. 0 Rp. 18.000.000

72 Rp. 500.000 Rp. 800.000 5 ekor 2 ekor Rp. 24.000.000 Rp. 76.000.000 73 Rp. 1.000.000 Rp. 1.800.000 15 ekor 3 ekor Rp. 71.000.000 Rp. 97.000.000 74 Rp. 2.000.000 Rp. 3.500.000 8 ekor 2 ekor Rp. 45.000.000 Rp. 262.500.000 75 Rp. 1.250.000 Rp. 1.600.000 7 ekor 10 ekor Rp. 46.000.000 Rp. 100.000.000 76 Rp. 1.200.000 Rp. 1.600.000 3 ekor 14 ekor Rp. 14.000.000 Rp. 59.000.000 77 Rp. 350.000 Rp. 600.000 2 ekor 30 ekor Rp. 8.000.000 Rp. 31.500.000 78 Rp. 800.000 Rp. 300.000 6 ekor 14 ekor Rp. 32.000.000 Rp. 59.400.000 79 Rp. 300.000 Rp. 660.000 2 ekor 7 ekor Rp. 10.000.000 Rp. 34.000.000 80 Rp. 750.000 Rp. 1.700.000 4 ekor 5 ekor Rp. 14.000.000 Rp. 40.000.000 81 Rp. 300.000 Rp. 800.000 2 ekor 7 ekor Rp. 9.000.000 Rp. 23.800.000

82 Rp. 0 Rp. 300.000 0 6 ekor Rp. 0 Rp. 16.000.000

83 Rp. 0 Rp. 300.000 0 5 ekor Rp. 0 Rp. 31.400.000

84 Rp. 600.000 Rp. 1.200.000 2 ekor 4 ekor Rp. 17.200.000 Rp. 28.200.000

85 Rp. 0 Rp. 291.000 0 2 ekor Rp. 0 Rp. 22.600.000

86 Rp. 200.000 Rp. 300.000 1 ekor 3 ekor Rp. 8.000.000 Rp. 27.500.000 87 Rp. 200.000 Rp. 350.000 1 ekor 4 ekor Rp. 9.000.000 Rp. 38.000.000 88 Rp. 200.000 Rp. 850.000 2 ekor 3 ekor Rp. 15.000.000 Rp. 49.000.000

89 Rp. 0 Rp. 300.000 0 4 ekor Rp. 0 Rp. 17.200.000

90 Rp. 300.000 Rp. 900.000 0 5 ekor Rp. 0 Rp. 8.200.000 91 Rp. 200.000 Rp. 600.000 0 8 ekor Rp. 0 Rp. 10.000.000 92 Rp. 1.500.000 Rp. 2.000.000 20 ekor 27 ekor Rp. 110.000.000 Rp. 201.000.000

93 Rp. 0 Rp. 700.000 0 3 ekor Rp. 0 Rp. 25.400.000

94 Rp. 0 Rp. 650.000 0 8 ekor Rp. 0 Rp. 60.500.000

95 Rp. 0 Rp. 300.000 0 4 ekor Rp. 0 Rp. 35.000.000

96 Rp. 0 Rp. 300.000 0 2 ekor Rp. 0 Rp. 14.600.000

97 Rp. 0 Rp. 200.000 0 8 ekor Rp. 0 Rp. 60.800.000


(5)

Lampiran : 6

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pendapatan ternak2009 382755,10 98 358874,330 36251,782

Pendapatan ternak2013 680520,41 98 472211,778 47700,593

Pair 2 Jumlah ternak2009 2,81 98 3,336 ,337

Jumlah ternak2013 5,52 98 5,138 ,519

Pair 3 Produksi ternak2009 16040816,33 98 19213133,592 1940819,579

Produksi ternak2013 44854081,63 98 50516334,336 5102920,367

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pendapatan ternak2009 &

Pendapatan ternak2013

98 ,746 ,000

Pair 2 Jumlah ternak2009 & Jumlah ternak2013

98 ,707 ,000

Pair 3 Produksi ternak2009 & Produksi ternak2013


(6)

Paired Samples Test Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Pendapatan ternak2009 -

Pendapatan ternak2013

-297765,306 314578,619 31777,239 -360834,330 -234696,283 -9,370 97 ,000

Pair 2 Jumlah ternak2009 - Jumlah

ternak2013

-2,714 3,644 ,368 -3,445 -1,984 -7,374 97 ,000

Pair 3 Produksi ternak2009 -

Produksi ternak2013