Peranan Wisata Pemancingan Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara

(1)

PERANAN WISATA PEMANCINGAN DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

SYAHRIR HAKIM NASUTION

077003030/PWD

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERANAN WISATA PEMANCINGAN DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAHRIR HAKIM NASUTION

077003030/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : PERANAN WISATA PEMANCINGAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Syahrir Hakim Nasution

Nomor Pokok : 077003030

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 19 Mei 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

2. Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc 3. Prof. Aldwin Surya, SE, MPd, PhD


(5)

ABSTRACT

The Gross Domestic Regional Product (GDRP) Deli Serdang District of North Sumatera Province is focused on agricultural sector as a leading sector. The availabity of land does not only improve the Gross Domestic Regional Product but also provide more opportunity of jobs. Similarly, the natural potensial of agriculture could not only play some role in creating the crops products, estate and forestry, but also the fishery product was very significant. The brackish water fishey in Deli Serdang Regency is not only as the main income of fisherman but also can be functioned as an object of fishing tourism. The subsector of fishery culture in swamp water of Deli Serdang District was found in four subdistricts covering subsdistricts of Pantai Labu, Percut Sei Tuan, Labuhan Deli and Hamparan Perak. Therefore, it was important to make the research on the extend to which the fishing tourism in Deli Serdang District of North Sumatera Province, to play the role for it’s development. Therefore, the contribution of fishing tourism could be know for community, vacancy and to find out the potential of subsdistrict as source of income for Regional Income.

The method of research used was descriptive and cross tabulation analysis. The data used consisted of primary data gained from the respondents; managers, fishers and community; and secondary data gained from some related instancies.

The result of research indicated that the fishing tourism contributed three advantageous for community, including the chance of trade/market producing the income, the supply of electricity and road facility; to extend the vacancies. And then the potencies available in subdistricts should be developed as fishing tourism. The retribution of fishing pools as one of Regional Income resource could not be realized due to the lack of officials assertiveness in implementation of Perda No. 23/2003. It is recommended that management of fishing tourism needed to consider the local conditions, government, and managers should also consider the availibility of facilities and infrastructures and electrical facilities. The management of fishing tourism needed to consider the business expansion by utilizing the marginal land potential of agricultural sector. Marginal land potential of agricultural sector should be utilized by managers to develop the tourism activity of fishing; particularly in subdistrict of Hamparan Perak and Pantai Labu for it’s greater contribution to community. The availability of marginal land of agricultural sector was not merely supportive for fishing tourism development, but also it could utilized as public tourism object. The collection of fishing pool retribution conducted by the authorized officials must comply with Perda No.23/2003.

Keyword : Fishing Tourism, Regional Development and Deli Serdang District of North Sumatera Province.


(6)

ABSTRAK

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dalam perkembangannya bertumpu pada sektor pertanian sebagai leading sektor. Potensi lahan yang tersedia tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan regional (PDRB) tetapi dapat memperluas kesempatan kerja. Begitupun kekayaan lahan pertanian tidak hanya mampu berperan menciptakan produk tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan, akan tetapi produk perikanan sangat berarti. Budidaya perikanan air payau di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dalam perkembangannya terus menunjukkan peningkatan yang berarti, tidak hanya menyediakan ikan akan tetapi dapat berfungsi sebagai objek wisata pemancingan. Lahan sub sektor perikanan budidaya tambak air payau di Kabupaten Deli Serdang terdapat pada empat (4) kecamatan yang meliputi Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Labuhan Deli dan Kecamatan Hamparan Perak. Untuk itu perlu dilakukan penelitian sejauh mana peranan wisata pemancingan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian dapat diketahui keberadaan wisata pemancingan bermanfaat bagi masyarakat, perluasan kesempatan kerja, menemukan kecamatan uggul dan potensial sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis tabulasi silang. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari responden pengusaha, pemancing dan masyarakat dan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wisata pemancingan memberi 3 (tiga) manfaat kepada masyarakat berupa peluang berdagang/berjualan yang menghasilkan pendapatan, ketersediaan fasilitas listrik, ketersediaan fasilitas jalan dan memperluas kesempatan kerja. Kemudian ditemukan keunggulan kecamatan yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan wisata pemancingan. Retribusi kolam pancing sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah tidak dapat diperoleh disebabkan ketidak tegasan aparat melaksanakan Perda No. 23 Tahun 2003. Rekomendasi penelitian agar pengusaha wisata pemancingan perlu mempertimbangkan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah dan pengusaha perlu memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana jalan dan fasilitas listrik. Pengusaha wisata pemancingan perlu mempertimbangkan ekspansi usaha wisata pemancingan dengan memanfaatkan potensi lahan marginal sektor pertanian yang masih tersedia; terutama di Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Pantai Labu sehingga keberadaannya lebih bermanfaat bagi masyarakat. Ketersediaan lahan marginal sektor pertanian tidak semata bermanfaat untuk pengembangan usaha wisata pemancingan, tetapi dapat lebih luas lagi sebagai objek pariwisata secara umum. Pemungutan retribusi kolam pancing yang dilakukan oleh aparat terkait harus dilaksanakan dengan tegas sesuai dengan Perda No.23 Tahun 2003.

Kata kunci : Wisata Pemancingan, Pengembangan Wilayah, dan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I. PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah...4

1.3 Tujuan Penelitian ...5

1.4 Manfaat Penelitian ...5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Pengertian Pariwisata...6

2.2 Pembangunan Pariwisata ...8

2.3 Sumber daya Ikan ...9

2.4 Wisata Pemancingan...10

2.5 Retribusi Daerah ...12

2.6 Pendapatan Asli Daerah...14

2.7 Pengembangan Wilayah...14

2.8 Penelitian Sebelumnya...18


(8)

BAB III. METODE PENELITIAN ...22

3.1 Lokasi Penelitian...22

3.2 Jenis dan Sumber Data...22

3.3 Populasi dan Sampel ...23

3.4 Teknik Pengumpulan Data...27

3.5 Metode Analisis Data...27

3.6 Definisi Operasional ...28

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...30

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ...30

4.2. Perkembangan Sektor Ekonomi...32

4.3. Deskripsi Responden ...34

4.3.1. Deskripsi Responden Pengusaha Wisata Pemancingan...34

4.3.2. Deskripsi Responden Pemancing ...43

4.3.3. Deskripsi Responden Masyarakat ...53

4.4. Hasil Analisis dan Pembahasan ...54

4.4.1. Analisis Manfaat Lokasi Wisata Pemancingan terhadap Masyarakat ...54

4.4.2. Analisis Keunggulan Kecamatan bagi Pengembangan Wisata Pemancingan ...59

4.4.3. Analisis Pendapatan Asli Daerah ...63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...66

5.1. Kesimpulan ...66

5.2. Saran ...67


(9)

B A B I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi makro ekonomi sebagai perwujudan pembangunan ekonomi nasional, dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat pada berbagai sektor perekonomian. Untuk menunjang keberhasilan pembangunan, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, sehingga pencapaian kesejahteraan masyarakat secara umum dapat tercapai. Demikian pula terhadap pembangunan regional, keikutsertaan masyarakat daerah sangat menentukan. Potensi sumber daya alam yang tersedia di daerah sangat potensial untuk digali dan dimanfaatkan keberadaannya. Peranserta yang diberikan masyarakat tidak semata untuk kepentingan pembangunan regional tetapi secara langsung berpengaruh terhadap pembangunan nasional. Oleh karena itu, potensi sumber daya alam yang tersedia dapat dimanfaatkan daerah bagi pengembangan daerah sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah itu sendiri.

Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat pada berbagai sektor pada hakekatnya merupakan upaya penciptaan produksi di samping sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan. Keadaan ini merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan disebut sebagai proses pembangunan ekonomi. Untuk mengetahui keberhasilan pembangunan ekonomi yang telah dilakukan dapat diukur melalui pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat atau dewasa ini berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal ini berarti bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi tidak semata bertumpu kepada tingkat pendapatan per kapita tetapi masih banyak faktor lain seperti tingkat pendidikan, harapan hidup dan lainnya. Oleh karena itu keberadaan sumber daya sebagai faktor produksi perlu mendapat


(10)

perhatian yang serius bagaimana upaya pengendaliannya sehingga mampu memberi arti bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Tujuan utama pembangunan ekonomi pada prinsipnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum yang berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan, di samping tujuan lainnya. Untuk itu berbagai upaya perlu dilakukan guna peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) mengingat Indonesia dianugerahkan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Potensi sumber daya laut guna pengembangan kegiatan usaha subsektor perikanan budidaya laut mempunyai peluang ganda; tidak hanya bermanfaat untuk memproduksi ikan, tetapi dewasa ini lebih jauh berkembang dan dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata pemancingan. Begitupun objek wisata pemancingan mampu memperluas kesempatan kerja dan lebih jauh berpotensi sebagai sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sektor pariwisata dalam perkembangannya dewasa ini sangat berperan dalam pengumpulan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sehingga keberadaannya perlu perhatian yang serius. Indonesia yang memiliki banyak pulau memiliki potensi sumber daya alam untuk dikembangkan menjadi industri pariwisata. Dewasa ini berbagai bentuk industri pariwisata muncul, tidak hanya menciptakan barang ataupun jasa tetapi mampu memberikan perluasan kesempatan kerja yang menjanjikan. Keberadaan sumber daya laut dewasa ini berkembang tidak hanya dimanfaatkan sebagai kegiatan budidaya tambak ikan, namun lebih luas lagi sebagai usaha pariwisata pemancingan.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dalam perkembangannya bertumpu pada sektor pertanian sebagai sektor utama (leading


(11)

(PDRB) tetapi dapat memperluas kesempatan kerja. Begitupun kekayaan lahan pertanian tidak hanya mampu berperan menciptakan produk tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan, akan tetapi produk perikanan juga sangat berarti. Kegiatan budidaya perikanan air tawar dan air payau di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dalam perkembangannya terus menunjukkan peningkatan yang berarti. Kegiatan budidaya perikanan tidak hanya menyediakan ikan yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar dan di luar untuk dikonsumsi, akan tetapi lahan budidaya perikanan dapat berfungsi sebagai objek wisata yang digunakan oleh masyarakat untuk memancing.

Lahan subsektor perikanan budidaya tambak air payau di Kabupaten Deli Serdang yang digunakan dewasa ini diperkirakan mencapai luas areal 1.241,20 Ha (Deli Serdang Dalam Angka, Tahun 2008) dan keberadaannya telah beralih fungsi sebagai lokasi wisata kolam pancing. Lokasi wisata ini terdapat di empat kecamatan yang meliputi Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Labuhan Deli dan Kecamatan Hamparan Perak. Lahan budidaya ikan air payau yang tersedia di keempat kecamatan ini tidak hanya untuk objek wisata pemancingan, akan tetapi mampu menyediakan lapangan pekerjaan. Lebih jauh lagi bahwa lokasi objek wisata pemancingan berpotensi menciptakan Pendapatan Asli Daerah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor : 23 Tahun 2003 Tentang Retribusi Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum.

Dalam perkembangannya dewasa ini, kolam pancing ikan air payau ini terus menunjukkan kemajuan yang pesat, ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah pemancing yang berduyun-duyun melakukan wisata pemancingan pada hari libur dan hari minggu khususnya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang keberadaan lokasi pemancingan sebagai


(12)

salah satu objek wisata dalam kerangka pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Pengembangan wilayah tidak berarti semata bahwa di suatukawasan terdapat berbagai perubahan sebagai suatu proses pembangunan, akan tetapi lebih jauh dapat bermakna lebih luas bagi kepentingan masyarakat. Berkaitandengan keterangan yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu diperoleh beberapa permasalahan untuk dikaji meliputi :

1. Apakah keberadaan wisata pemancingan bermanfaat bagi masyarakat lingkungan sekitarnya, baik berupa peningkatan kegiatan ekonomi dan penyediaan fasilitas infrastruktur serta memberikan kesempatan kerja?

2. Kecamatan apa yang paling unggul bagi pengembangan wisata pemancingan?

3. Apakah wisata pemancingan berpotensi sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Bertumpu kepada perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian antara lain mencakup :


(13)

dikembangkan dan berapa banyak tenaga kerja yang terserap pada wisata pemancingan.

2. Menganalisis keunggulan kecamatan yang berpotensi bagi pengembangan wisata pemancingan.

3. Menganalisis keberadaan lokasi pemancingan dalam pengembangannya sehingga potensial sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini meliputi :

1. Memberi sumbangan pemikiran kepada para pengusaha wisata pemancingan dalam rangka mendorong dan mengembangkan kegiatan usaha.

2. Memberikan masukan kepada pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk menentukan kebijakan guna pengembangan kegiatan usaha wisata pemancingan. 3. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi bagi penelitian


(14)

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pariwisata

Kegiatan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang untuk bepergian dari suatu tempat ke tempat lain dan menikmatinya merupakan Pariwisata. Apa saja yang dilakukan oleh masyarakat ini tidak semata dari suatu negara ke negara lain, akan tetapi dalam perkembangannya dewasa ini dapat dinyatakan dari suatu tempat atau lokasi ke tempat lain pada satu negara atau bahkan satu daerah. Sebagai contoh Wisata Danau Toba yang berada di Propinsi Sumatera Utara Kabupaten Tobasa dikunjungi dan dinikmati keindahan alamnya tidak hanya oleh wisatawan mancanegara (wisman), tetapi dikunjungi pula oleh wisatawan nusantara (wisnu) dan wisatawan lokal (wislok). Banyak contoh lain tentang pariwisata seperti wisata sejarah, wisata bahari dan lainnya.

Kepariwisataan dalam perkembangannya sebagai disiplin ilmu tersendiri untuk pertama kali diajarkan di Kota Dubrounik Yugoslavia pada tahun 1920 (Suwantoro, 2004). Kemudian disiplin ilmu ini terus berkembang hingga dewasa ini. Kepariwisataan tidak semata kegiatan bepergian dari suatu negara ke negara lain dan menikmatinya, tetapi lebih jauh terhadap objek wisata yang dikunjungi dan untuk apa mengunjunginya. Pernyataan pariwisata ini dapat bermakna sebagai perjalanan wisata yang dilakukan atas perubahan tempat tinggal sementara disebabkan alasan menikmati dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Kepuasan yang didapat dengan menikmati wisata yang dilakukan tidak dapat diukur dengan seberapa besar kepuasan yang telah dicapai, bahkan akan merasa sangat rugi besar dan kehilangan sesuatu apabila tidak dapat menikmatinya. Hal ini berarti bahwa kegiatan wisata mengandung makna


(15)

yang sangat luas tidak semata dikonsumsi sebagaimana layaknya barang tetapi lebih jauh dinikmati dan memahami tentang sesuatu.

Beberapa pengertian pariwisata dalam perkembangannya antara lain sebagai berikut :

Tourism is the sum of the phenomena and relationships arising from the travel and stay of non

residents, in so far as they do not lead to permanent residence and are not connected with any

earning activity (www.subadra.wordpress.com). Kemudian Tourism is totally of relationship

and phenomena arising from the travel and stay of stranger, provided the stay does not imply the

establishment of permanent residence and is not connected with a rumenerated activity

(www.subadra.wordpress.com). Definisi lain menyebutkan pariwisata sebagai interrelated

system that includes tourists and associated services that are provided and utilized (facilities,

attractions, transportation, and accommodation) (Fennel, 1999). Pariwisata adalah suatu

perjalanan yang dilakukan sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya atau rekreasi, melihat dan menyaksikan atraksi wisata di tempat lain atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam yang mencakup keseluruhan fenomena alam maupun buatan manusia yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan wisatawan dan kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama melakukan aktivitas perjalanan bukan untuk mencari nafkah (Manajemen Usaha Pariwisata Indonesia, 1996). Berdasarkan definisi di atas maka diperoleh bahwa pariwisata merupakan fenomena hubungan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain untuk melakukan kegiatan tanpa mendapatkan uang tetapi mengeluarkan uang.


(16)

2.2. Pembangunan Pariwisata

Kontribusi sektor pariwisata sebagai salah sektor ekonomi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sangat berperan sehingga keberadaannya perlu untuk dikembangkan dengan baik secara berencana dan terpadu. Dengan demikian keberadaan sektor pariwisata dapat sebagai katalisator pembangunan sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri.

Yoeti (2008) mengatakan beberapa peran sektor pariwisata dalam pembangunan meliputi :

1. Peningkatan perolehan devisa.

2. Memperluas dan mempercepat proses kesempatan berusaha. 3. Memperluas kesempatan kerja.

4. Mempercepat pemerataan pendapatan (distribution of income). 5. Meningkatkan penerimaan pajak negara/retribusi daerah. 6. Meningkatkan pendapatan nasional.

7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.

8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.

Peran memperluas kesempatan kerja, meningkatkan penerimaan retribusi dan mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah sebagai peran pariwisata adalah pernyataan yang menjadi perhatian dalam kaitannya dengan pengembangan daerah. Hal ini memberikan makna yang luas terhadap keberadaan sumber daya alam yang tersedia di daerah, tidak hanya mampu memperluas kesempatan kerja tetapi meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian menggali potensi sumber daya alam yang tersedia bagi pengembangan objek wisata akan berarti pula upaya pengembangan wilayah terus dilakukan.


(17)

Pariwisata sebagai suatu industri keberadaannya perlu untuk dikembangkan disebabkan pariwisata mampu untuk meningkatkan kegiatan perekonomian sebagai akibat pembangunan prasarana dan sarana demi pengembangan pariwisata sehingga merangsang aktivitas ekonomi lainnya untuk tumbuh dan berkembang. It is an important factor of economic development, as it

motivates the development of several sectors on the national economy (Wahab, 1977). Lokasi

pariwisata akan mengakibatkan disediakannya transportasi dan bahkan penyediaan souvenir. Secara perlahan-lahan industri pariwisata akan muncul dan kemudian diikuti oleh industri lainnya sebagai pendukung. Begitu handalnya sektor pariwisata dalam suatu perekonomian dan berbagai sumber daya alam yang tersedia dapat dikembang untuk memacu kemajuan sektor pariwisata.

2.3. Sumber daya Ikan

Keberadaan ikan sebagai sumber daya adalah dalam kerangka pemenuhan kebutuhan manusia untuk dikonsumsi dan berlangsung secara terus menerus sehingga keberadaan ikan begitu pentingnya bagi manusia. Ikan mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai produk subsektor perikanan, apakah perikanan laut, darat dan bahkan budidaya. Pengelolaan ikan merupakan subsektor yang penting, yaitu sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja serta menarik perhatian dalam hal efisiensi dan distribusi (Suparmoko, 2006). Hal ini bermakna bahwa ikan tidak semata untuk dikonsumsi, akan tetapi lebih jauh dalam pengelolaannya menjadi sumber pendapatan dan kesempatan kerja.

Dalam perkembangannya dewasa ini, ikan dapat memberi kepuasan bagi manusia tidak untuk dikonsumsi, selanjutnya dapat dipergunakan untuk diperlihatkan dan menarik perhatian orang yang disebut ikan hias. Bahkan lebih jauh ikan memberi kepuasan tersendiri bagi manusia


(18)

disebabkan ikan dapat memberi arti magis bagi manusia. Banyak lagi keberadaan ikan memberi kepuasan tersendiri sehingga keberadaannya tidak hanya perlu dipertahankan, akan tetapi bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk dilestarikan dan sebagainya. Di negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Peru, produksi dari perikanan selain biasa digunakan untuk konsumsi pemenuhan kebutuhan protein hewani, juga merupakan sumber penghasilan negara (devisa) berupa ekspor ( Fauzi, 1998). Keterangan ini mengungkapkan bahwa ikan tidak hanya sebagai barang untuk dikonsumsi, tetapi dapat sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja, devisa dan berbagai keperluan lainnya.

2.4. Wisata Pemancingan

Kegiatan memancing sekarang ini merupakan kegiatan yang sudah semakin marak perkembangannya di Indonesia, tidak hanya dilakukan di laut, pinggiran sungai, empang/kolam, lapak-lapak pemancingan dan lainnya. Keramaian memancing ini tidak lagi terbatas di kota-kota besar saja, namun sampai jauh hampir ke seluruh pelosok negeri. Hampir di seluruh pelosok negeri ini kegiatan memancing sudah merupakan sesuatu yang lumrah, umum dan tidak asing bagi masyarakat. Pada mulanya memancing memang merupakan kegiatan yang membutuhkan keseriusan dan bahkan merupakan mata pencaharian sementara orang (sebut nelayan pemancing). Namun, seiring dengan perjalanan waktu dan tanpa meninggalkan fungsi awalnya, kini memancing merupakan suatu altematif hobi bagi kebanyakan orang. Hal ini merupakan suatu pergeseran peran yang cukup memukau bila dilihat dari sarana penunjang yang melengkapi peran barunya. Dalam perkembangannya dewasa ini penyediaan lahan untuk pemancingan telah memasuki babakan baru, sebagai bidang usaha yang menjanjikan.


(19)

Memancing adalah suatu hobi yang unik dan memiliki peminatnya sendiri, dan memancing tidak membutuhkan keahlian khusus ataupun aktivitas fisik yang berlebihan. Memancing merupakan kegiatan yang sifatnya umum dan mudah dilakukan dalam arti bahwa memancing dipastikan dapat dilakukan oleh setiap orang baik tua muda, lelaki atau perempuan. Sedangkan sifatnya yang umum karena pada prinsipnya kegiatan memancing dapat dilakukan oleh setiap orang. Secara bebas setiap orang dapat memilih tempat dan jenis ikan yang akan dipancing tergantung keinginannya. Tempat memancing bisa di perairan umum seperti sungai, waduk, danau atau di laut ataupun tempat khusus berupa kolam pemancingan yang menyediakan lapak-lapak (tempat berteduh untuk memancing) bagi pemancing. Jenis ikan pun sangat beragam : ada jenis ikan air tawar, ikan air payau dan ada pula ikan air laut.

Perjalanan panjang wisata pemancingan yang terus berkembang menimbulkan pertanyaan, apa sebenarnya pengertiannya. Memperhatikan keterangan yang telah diungkapkan di atas maka wisata pemancingan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk mendapat atau memancing ikan sekaligus menikmatinya. Kegiatan memancing tidak seperti yang dilakukan layaknya nelayan akan tetapi sekedar menyalurkan hobi, dan merasa nikmat apabila pancing yang telah diberikan umpan dimakan oleh ikan. Pelepasan pancing lengkap dengan umpan dilakukan secara terus menerus sampai pada batasan waktu atau telah merasa puas menikmati pancing ditarik oleh ikan.

Tempat pemancingan ikan tentunya berada di suatu lokasi pedesaan yang memiliki sumber daya lahan dan potensial digunakan untuk lokasi pemancingan. Apabila kegiatan wisata pemancingan ini keberadaanya terus dikembangkan, tidak hanya pemancing yang mendapatkan keuntungan berupa kenikmatan yang tidak dapat diukur. Pihak pengusaha yang menyediakan lokasi wisata pemancingan akan memperoleh pendapatan, kesempatan kerja terbuka dan dengan


(20)

melakukan pemungutan retribusi berarti akan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2.5 . Retribusi Daerah

Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu dan khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah (Suandy, 2002). Pengertian ini mengandung makna diantara prestasi yang diberikan oleh pemerintah dan kemudian masyarakat membayar prestasi dimaksud (kontra prestasi). Selanjutnya, Suandy (2006) membagi objek retribusi daerah menjadi : jasa umum, jasa usaha dan perizinan tertentu. Masing-masing retribusi pada hakekatnya memiliki beberapa kriteria, apakah jasa umum, jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.

Kriteria retribusi jasa umum meliputi :

1. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu;

2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum; 4. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi;

5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;

6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial;


(21)

7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan kualitas pelayanan yang lebih baik.

Sedangkan retribusi jasa usaha terdiri dari :

1. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu;

2. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogiyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

Selanjutnya, retribusi perizinan tertentu mencakup kriteria :

1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi;

2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; 3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya

untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup benar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

2.6. Pendapatan Asli Daerah

Pembangunan daerah dalam pelaksanaannya menggunakan dana yang berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu sendiri yang tercermin pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kemampuan daerah untuk mencari dana atas kemampuan sendiri terungkap pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak, Retribusi, Penerimaan laba BUMD, Penerimaan Dinas-dinas dan penerimaan lain (Mudrajad Kuncoro, 2004). Hal ini


(22)

dapat diartikan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah sebagai kemampuan daerah untuk pengelolaan sendiri.

2.7. Pengembangan Wilayah

Hartshorne dan Hanafiah (1992), memformulasikan pengertian wilayah sebagai “Suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain”. Unit area ini adalah merupakan objek yang konkrit dengan karakteristik yang unik. Struktur wilayah akan mempunyai watak dari pada ”mozaik” dari tiap-tiap bagian yang mempunyai kesamaan. Wilayah (region) merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu unit kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang, sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial dan budaya (Wibowo, 2004). Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Selanjutnya Miraza (2005) menyebutkan pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan harus dilaksanakan secara fully dan efficiency agar potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal.

Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional yang umumnya terdiri atas :

a. Mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat. b. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup.


(23)

d. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antar daerah.

e. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso, 1994). Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan tersebut berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan manusia yang seutuhnya dan pembangunan seluruh elemen masyarakat Indonesia. Selanjutnya Suryana (2000) mengatakan bahwa pembangunan diartikan sebagai suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan dan pemberantasan kemiskinan. Oleh sebab itu pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis bukan sebagai konsep statis, dimana pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir.

Dilihat dari aspek-aspek ekonomi, Sukirno (2001) menjelaskan pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat antara lain :

a. sebagai proses, berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus b. usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat, dan

c. kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka waktu panjang Adapun sasaran pembangunan menurut Todaro (2000) adalah :

a. meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seperti makan, perumahan dan kesehatan serta perlindungan


(24)

b. meningkatkan taraf hidup termasuk di dalamnya meningkatkan penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai budaya yang manusiawi

c. memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan nasional dengan cara : merdeka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan juga tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain tetapi juga merdeka dari sumber kebodohan dan penderitaan

Berdasarkan definisi yang dikemukakan dapat terlihat bahwa pembangunan ekonomi adalah merupakan suatu proses, dimana dengan proses itu akan terlihat adanya perubahan yang besar dalam struktur sosial, sikap mental yang telah terbiasa, pertumbuhan ekonomi serta pemberantasan kemiskinan dan pengangguran, pemberantasan ketimpangan dalam pendapatan per kapita melalui perluasan kesempatan kerja yang memadai, pendidikan dan juga dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap ketergantungan terhadap orang lain, serta mengangkat kesadaran akan harga diri.

Mengurangi kesenjangan wilayah (regional imbalances) adalah salah satu tema pokok dalam pembangunan wilayah (regional development). Masalah pokok yang dihadapi sekarang adalah bukan ada atau tidak ada kesenjangan wilayah, namun bagaimana pembangunan wilayah dapat dikonsepsikan dalam perspektif jangka panjang. Dalam konteks perkembangan sosial ekonomi dunia dewasa ini, maka arah yang dituju dalam pembangunan wilayah dalam jangka waktu panjang adalah wilayah harus mandiri dan cukup memiliki daya saing sehingga mampu berintegrasi ke dalam sistem perekonomian nasional maupun global. Salah satu upaya yang sangat strategis adalah memobilisasi seluruh kelembagaan pembangunan di wilayah serta menciptakan interaksi yang erat melalui networking diantara kelembagaan tersebut dengan


(25)

tujuan menciptakan kemampuan dan kemandirian ekonomi wilayah (lokal). Unsur-unsur strategis dalam networking untuk pembangunan ekonomi wilayah meliputi perguruan tinggi setempat, asosiasi industri, lembaga penelitian, pengusaha menengah dan kecil, lembaga keuangan dan perbankan serta tentu saja pemerintah daerah sendiri. Kegiatan riset terapan dalam teknologi untuk meningkatkan kualitas industri dan produk jasa unggulan, serta hasilnya harus terbuka lagi para pengusaha lokal (Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, 2002).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Penelitian Strategi Pengembangan Pariwisata Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Sub Dinas Pariwisata Kabupaten Purworejo) yang dilakukan oleh Santoso (2004) mengungkapkan keberadaan sektor pariwisata di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan konsekuen sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Untuk itu dibutuhkan kesiapan birokrasi pemerintah daerah baik dari segi struktural, proses maupun sumber daya manusianya. Pengerahan dan pemanfaatan potensi dan sumber daya yang dimiliki daerah menjadi mutlak diperlukan.

Sektor pariwisata sebagai salah satu sektor strategis bagi pengembangan wilayah di Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah. Hasil analisa ditemukan bahwa terdapat 21 (dua puluh satu) objek wisata alam di Kabupaten Purworejo yang belum dikembangkan secara optimal dan belum memberikan kontribusi bagi pemasukan kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini berarti bahwa visi, misi dan program yang dicanangkan oleh Sub Dinas


(26)

Pariwisata Kabupaten Purworejo masih bersifat sloganitas semata, belum menghasilkan kinerja (output) yang nyata dan berkesinambungan.

Ritonga et al (2007), melakukan penelitian Potensi Dusun Wisata Pemancingan Paluh Merbau Desa Tanjung Rejo Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara mengemukakan bahwa keberadaan dusun Paluh Merbau sebagai objek wisata pemancingan sangat layak untuk dikembangkan. Pada umumnya masyarakat setempat menginginkan bahwa kawasan mereka dapat dikembangkan menjadi kawasan yang berhasil guna khususnya di bidang wisata pemancingan dan untuk mencapai impian Paluh Merbau sebagai objek wisata pemancingan diperlukan usaha maksimal untuk meraihnya.

Lokasi wisata pemancingan Paluh Merbau letaknya sangat strategis dan dekat bila dijangkau dari Kota Medan sehingga setiap pemancing dapat dengan mudah dan waktu yang relatif singkat (setengah jam) mengunjungi lokasi. Setiap hari banyak dikunjungi oleh pemancing, bahkan hari minggu dan hari libur dikunjungi oleh sebanyak 1.500 orang sampai 2.000 orang. Keberadaan wisata pemancingan Paluh Merbau tidak hanya bermanfaat bagi pemancing dan masyarakat setempat, tetapi lebih jauh sebagai salah satu sumber penerimaan daerah.

2.9. Kerangka Pemikiran

Pinggiran pantai (laut) dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai tempat budidaya ternak ikan tetapi lebih jauh dapat dimanfaatkan sebagai tempat wisata pemancingan. Dalam perkembangannya bahwa wisata pemancingan dilakukan oleh para pemancing untuk menyalurkan hobi atau rekreasi sekaligus untuk mengatasi penat/kejenuhan melakukan aktivitas sebelumnya sebagai suatu kegiatan penyegaran. Tempat wisata pemancingan yang disediakan


(27)

oleh pengusaha pemancingan pada umumnya terletak di pedesaan sehingga keberadaannya merupakan kegiatan ekonomi pedesaan. Melalui peningkatan aktivitas ekonomi pedesaan berarti pula mendukung pengembangan kegiatan sosial ekonomi pedesaan. Pelaku wisata dalam menunjang aktivitas ekonomi pedesaan, tidak hanya memancing tetapi dapat menikmati kuliner (makanan dan minuman) dan wisata yang tersedia di tempat pemancingan. Adapun biaya yang dikeluarkan oleh para pemancing sekaligus penikmat wisata pemancingan merupakan pendapatan bagi pengusaha wisata pemancingan. Untuk itu para pengusaha harus memperhatikan berbagai fasilitas yang perlu disediakan sehingga pemancing merasa betah, nyaman dan lainnya sehingga wisata/rekreasi dapat dinikmati sepuasnya.

Luas lahan, banyaknya pengunjung, kenyamanan, fasilitas pemancingan akses ke tempat pemancingan fasilitas yang tersedia dan biaya pemancingan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh dan berkembangnya usaha pemancingan. Selanjutnya keberadaan wisata pemancingan itu sendiri berpotensi untuk :

1. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memungut retribusi kepada kegiatan usaha pemancingan.

2. Memperluas kesempatan kerja.

3. Mempengaruhi aktivitas masyarakat sekitar lokasi wisata pemancingan.

Potensi usaha wisata pemancingan yang dikelola oleh para pengusaha tersebut dalam perkembangannya dapat dimanfaatkan sebagai upaya pengembangan wilayah. Kerangka pemikiran ini dapat terlihat pada gambar 2.1 berikut.


(28)

Usaha Pemancingan Memancing Kuliner Wisata

R etribu

si

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penyerapan Tenaga Kerja

Kegiatan Ekonomi Lain Untuk Masyarakat

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian PENGEMBANGAN


(29)

B A B III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada 4 (empat) kecamatan yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi terhadap keempat kecamatan meliputi : Kecamatan Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu dengan ketentuan bahwa pada beberapa desa dijumpai lahan budidaya tambak/kolam ikan air payau yang berpotensi digunakan sebagai lokasi pemancingan.

3.2 . Jenis dan Sumber Data

Data primer, diperoleh langsung dari pengusaha wisata pemancingan, pemancing dan masyarakat sekitar sebagai hasil wawancara langsung yang berpedoman kepada daftar pertanyaan (questioner). Adapun data primer tersebut meliputi :

a. Kegiatan Usaha Wisata Pemancingan oleh Pengusaha. b. Pengguna Wisata Pemancingan (Pemancing).

c. Masyarakat Sekitar Lokasi Wisata Pemancingan.

Data sekunder, diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara yang mencakup :

a. Deli Serdang Dalam Angka.

b. Kecamatan Hamparan Perak Dalam Angka. c. Kecamatan Percut Sei Tuan Dalam Angka. d. Kecamatan Labuhan Deli Dalam Angka.


(30)

e. Kecamatan Pantai Labu Dalam Angka.

3.3. Populasi dan Sampel

Jumlah populasi pengusaha wisata pemancingan air payau di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dilihat pada Tabel 3.1 mencapai 333 orang pengusaha yang terdapat pada 10 (sepuluh) desa. Populasi pemancing sebagai pengunjung wisata pemancingan diperkirakan berjumlah 6.675 orang per-minggu dan jumlah masyarakat sebesar 14.773 orang.

Tabel 3.1. Distribusi Populasi Pengusaha, Pemancing dan Masyarakat Tahun 2008

Kecamatan Pengusaha Pemancing* Masyarakat

1. Hamparan Perak 2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan 4. Pantai Labu

111 65 94 63

2.320 1.180 1.850 1.325

4.751 4.418 4.662 982 Jumlah 333 6.675 14.773 Sumber : 1. Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka, 2008

2. Kecamatan Masing-masing Dalam Angka, 2008 3. * Data Primer (Hasil estimasi)

Selanjutnya distribusi sampel berdasarkan Tabel 3.2, banyaknya responden pengusaha wisata pemancingan ditetapkan sebesar 31 orang (10%), responden pemancing 67 orang (1%) dan masyarakat berjumlah 148 orang (1%). Proporsi pengambilan sampel berdasarkan Proportional Random Sampling dan untuk sampel setiap lokasi berdasarkan Stratified Random Sampling.


(31)

Tabel 3.2. Distribusi Pengusaha, Pemancing dan Masyarakat yang menjadi Sampel Penelitian

Kecamatan Pengusaha Pemancing Masyarakat 1. Hamparan Perak

2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan 4. Pantai Labu

10 6 9 6 23 12 19 13 48 44 47 10 Jumlah 31 67 148 Sumber : Data Primer 2009

Perhitungan distribusi sampel pengusaha wisata pemancingan untuk setiap kecamatan berdasarkan Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Perhitungan Distribusi Sampel Pengusaha Wisata Pemancingan

Kecamatan Populasi Perhitungan Sampel Pembulatan 1. Hamparan Perak

2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan 4. Pantai Labu

111 65 94 63

111/333 X 31 = 10,33 65/333 X 31 = 6,05 94/333 X 31 = 8,75 63/333 X 31 = 5,86

10 6 9 6

Jumlah 333 31

Sumber : Data Primer 2009

Banyaknya sampel pemancing yang digunakan berdasarkan perhitungan strata untuk setiap lokasi wisata pemancingan disajikan berdasarkan Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Perhitungan Distribusi Sampel Pemancing

Kecamatan Perhitungan Sampel Pembulatan 1. Hamparan Perak

2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan 4. Pantai Labu

2.320/6675 X 67 = 23,29 1.180/6.675 X 67 = 11,84 1.850/6.675 X 67 = 18,57 1.325/6.675 X 67 = 13,29

23 12 19 13

Jumlah 67

Sumber : Data Primer 2009


(32)

Tabel 3.5. Perhitungan Distribusi Sampel Masyarakat

Kecamatan Perhitungan Sampel Pembulatan

1. Hamparan Perak 2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan 4. Pantai Labu

4.751/14.773 X 148 = 47,60 4.418/14.773 X 148 = 44,26 4.662/14.773 X 148 = 46,71 982/14.773 X 148 = 9,84

48 44 47 10

Jumlah 148 Sumber : Data Primer 2009

Untuk mengetahui distribusi sampel pemancing yang digunakan dalam penelitian untuk setiap lokasi wisata pemancingan berdasarkan Tabel 3.6. Sampel pemancing dengan jumlah terbesar dilakukan pada lokasi wisata pemancingan di Kecamatan Hamparan Perak (23 pemancing), diikuti sampel pemancing di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Labuhan Deli yang paling kecil.

Tabel 3.6. Perhitungan Distribusi Sampel Pemancing Setiap Lokasi Wisata Pemancingan


(33)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 400 350 150 125 150 250 350 175 190 180

400/2320 X 23 = 3,96 350/2320 X 23 = 3,46 150/2320 X 23 = 1,48 125/2320 X 23 = 1,24 150/2320 X 23 = 1,48 250/2320 X 23 = 2,47 350/2320 X 23 = 3,46 175/2320 X 23 = 1,73 190/2320 X 23 = 1,88 180/2320 X 23 = 1,78

4 3 1 1 1 3 4 2 2 2 Kecamatan Hamparan Perak 23

11. 12. 13. 14. 15. 16. 180 250 150 125 125 350

180/1180 X 12 = 1,83 250/1180 X 12 = 2,54 150/1180 X 12 = 1,52 125/1180 X 12 = 1,27 125/1180 X 12 = 1,27 350/1180 X 12 = 3,56

2 3 1 1 1 4 Kecamatan Labuhan Deli 12

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 350 200 180 210 135 150 145 210 270

350/1850 X 19 = 3,59 200/1850 X 19 = 2,05 180/1850 X 19 = 1,85 210/1850 X 19 = 2,16 135/1850 X 19 = 1,39 150/1850 X 19 = 1,54 145/1850 X 19 = 1,49 210/1850 X 19 = 2,16 270/1850 X 19 = 2,77

4 2 2 2 1 2 1 2 3 Kecamatan Percut Sei Tuan 19

26. 27. 28. 29. 30. 31. 200 250 250 250 250 175

200/1325 X 13 = 1,96 250/1325 X 13 = 2,45 250/1325 X 13 = 2,45 200/1325 X 13 = 1,96 250/1325 X 13 = 2,45 175/1325 X 13 = 1,72

2 3 2 2 2 2 Kecamatan Pantai Labu 13

Jumlah 6.675 67


(34)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang mencakup aktivitas usaha penyediaan lokasi pemancingan diperoleh dari Deli Serdang Dalam Angka Tahun 2008 dan Kecamatan Dalam Angka Tahun 2008. Selanjutnya data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden (pengusaha budidaya ikan air payau, pemancing dan masyarakat) dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan (questioner).

Penentuan sampel menggunakan ketentuan sebagai berikut :

1. Pengusaha wisata pemancingan yang potensial untuk dikembangkan dan diwakili oleh masing-masing desa menggunakan Metode Purpossive Random Sampling.

2. Pemancing menggunakan Metode Simple Random Sampling.

3. Masyarakat sekitar lokasi menggunakan Metode Simple Random Sampling.

3.5. Metode Analisis Data

Untuk mengetahui potensi wisata pemancingan yang digunakan sebagai objek wisata pemancingan dalam pengembangannya, maka analisis data menggunakan Metode Deskriptif dan analisis tabulasi silang. Untuk permasalahan pertama akan dijelaskan manfaat wisata pemancingan bagi masyarakat sekitar lokasi berupa peningkatan kegiatan ekonomi meliputi : penjualan makanan, minuman, umpan untuk memancing, penjualan ikan dan penyediaan infrastruktur jalan dan fasilitas listrik. Permasalahan kedua akan dijelaskan berapa banyak tenaga kerja yang terserap pada wisata pemancingan. Permasalahan ketiga akan dijelaskan potensi retribusi wisata pemancingan sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Permasalahan keempat akan dijelaskan kecamatan mana yang paling potensial bagi pengembangan wilayah.


(35)

3.6. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan terjadi kesimpangsiuran pemahaman maka pada penelitian ini menggunakan definisi operasional sebagai berikut :

1. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya atau rekreasi, melihat dan menyaksikan atraksi wisata di tempat lain atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam yang mencakup keseluruhan fenomena alam maupun buatan manusia yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan wisatawan dan kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama melakukan aktivitas perjalanan bukan untuk mencari nafkah.

2. Memancing adalah suatu hobi yang unik dan memiliki peminatnya sendiri, dan memancing tidak membutuhkan keahlian khusus ataupun aktivitas fisik yang berlebihan.

3. Wisata pemancingan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk mendapat atau memancing ikan sekaligus menikmatinya.

4. Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu dan khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah.

5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah sebagai kemampuan daerah atas pengelolaan sendiri.


(36)

6. Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat.


(37)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada pada 20 57’’ Lintang Utara, 30 16’’ Lintang Selatan dan 980 33’’ - 990 27’’ Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 500 m diatas permukaan laut. Luas areal Kabupaten Deli Serdang mencapai 2.497,72 Km2 yang meliputi 22 Kecamatan dan 403 Desa/Kelurahan definitif. Batas wilayah Kabupaten Deli Serdang berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun 3. Sebelah Barat dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo 4. Sebelah Timur dengan Kabupaten Serdang Bedagai

Kabupaten Deli Serdang beriklim tropis dan memiliki 2 (dua) musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Menurut catatan Stasiun Klimatologi Sampali, pada tahun 2007 terdapat 16 rata-rata hari hujan dengan volume curah hujan sebanyak rata-rata 228 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan November yaitu 450 mm dengan hari hujan sebanyak 23 hari. Sedangkan curah hujan paling kecil terjadi pada bulan Januari sebesar 11 mm dengan hari hujan 4 hari sebagaimana Tabel 4.1 berikut.


(38)

Tabel 4.1. Banyaknya Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara Tahun 2007

No. Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 212 14 11 104 339 179 331 172 308 428 450 184 19 4 4 18 21 13 21 16 17 17 23 13 Rata- rata 228 18 Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, 2008

Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang mencapai 2.497,72 Kmdengan jumlah penduduk 1.686.366 jiwa yang tersebar pada 22 kecamatan, 389 desa dan 14 kelurahan. Luas wilayah terbesar dijumpai pada Kecamatan Hamparan Perak (230,15 Km) dan terkecil pada Kecamatan Deli Tua dengan luas areal hanya 9,36 Km. Jumlah penduduk terbesar dijumpai pada Kecamatan Percut Sei Tuan mencapai 333.424 jiwa dan selanjutnya di Kecamatan Gunung Meriah hanya dijumpai 2.502 jiwa. Sedangkan penduduk terpadat ditemukan pada Kecamatan Deli Tua mencapai 6.057 jiwa/Km2 dan paling jarang dijumpai pada Kecamatan Gunung Meriah yang hanya dihuni 33 jiwa/Km2. Untuk mengetahui secara jelas keterangan ini terungkap pada Tabel 4.2 berikut.


(39)

Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara Tahun 2007

No. Kecamatan

Luas Wilayah (Km2)

Banyaknya Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Gunung Meriah STM Hulu Sibolangit Kutalimbaru Pancur Batu Namo Rambe Biru- biru STM Hilir Bangun Purba Galang Tj.Morawa Patumbak Deli Tua Sunggal Hamparan Perak Labuhan Deli Percut Sei Tuan Batang Kuis Pantai Labu Beringin Lubuk Pakam Pagar Merbau 76,65 223,38 179,96 174,92 122,53 62,30 89,69 190,50 9,36 92,52 230,15 127,23 190,79 40,34 81,85 52,69 31,19 62,89 81,85 52,69 31,19 62,89 2.502 12.382 21.022 36.468 82.290 27.393 33.601 30.098 37.225 68.080 175.703 74.065 56.691 226.935 141.126 54.094 333.424 49.837 43.981 52.409 92.579 34.461 33 55 117 208 672 440 375 158 286 453 1.334 1.583 6.057 2.453 613 425 1.748 1.235 537 995 2.968 548 Jumlah 2.497,72 1.686.366 675 Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, 2008

4.2. Perkembangan Sektor Ekonomi

Perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dengan menggunakan besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan jumlah nilai tambah seluruh sektor ekonomi. Melalui perolehan nilai PDRB dapat diketahui apakah perekonomian wilayah mengalami kemajuan atau bahkan sebaliknya kemunduran dan demikian pula akan ditemukan sektor dominan yang mempengaruhi PDRB.


(40)

Tabel 4.3 mengungkap PDRB Kabupaten Deli Serdang menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2005 sampai dengan perkiraan tahun 2007. Berdasarkan Tabel 4.3 mengungkapkan bahwa PDRB Kabupaten Deli Serdang tahun 2005 mencapai Rp 19.136.227.10 juta dan meningkat menjadi Rp 21.459.069.56 juta tahun 2006. Pada tahun 2007 PDRB Kabupaten Deli Serdang diperkirakan mencapai Rp 26.053.713.29 juta. Sektor industri pengolahan merupakan sektor utama yang mendominasi PDRB Kabupaten Deli Serdang, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan seterusnya.

Tabel 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Deli Serdang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 – 2007 (Jutaan Rupiah)

LAPANGAN USAHA 2005 2006r) 2007*)

1. Pertanian 2.553.563.26 2.615.592.01 2.910.192.73 2. Pertambangan dan Penggalian 175.080.74 224.391.84 261.308.39 3. Industri Pengolahan 8.843.881.96 10.596.989.32 12.708.098.77 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 49.923.94 55.705.92 60.047.70

5. Bangunan 448.664.50 498.645.73 564.118.11

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4.116.643.92 4.100.307.27 5.609.899.56 7. Pengangkutan dan Komunikasi 377.401.61 402.070.05 439.155.70 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa PI 423.736.83 479.543.71 575.715.57 9. Jasa-jasa 2.147.330.34 2.485.823.71 2.925.176.76

PDRB 19.136.227.10 21.459.069.56 26.053.713.29

Sumber : PDRB Deli Sedang, Tahun 2007

PDRB Kabupaten Deli Serdang menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 selama tahun 2005 – 2007 disajikan pada tabel berikut ini. Berdasarkan Tabel 4.4 mengungkapkan bahwa PDRB Kabupaten Deli Serdang tahun 2005 sebesar Rp10.999.416.24 juta, meningkat menjadi Rp 11.598.334.86 juta tahun 2006 dan diperkirakan akan mencapai Rp 12.264.165.42 juta pada tahun 2007. Sektor dominan yang berpengaruh kepada PDRB Kabupaten Deli Serdang bertumpu pada sektor industri pengolahan sebagai sektor utama, diikuti


(41)

Tabel 4.4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Deli Serdang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2007 (Jutaan Rupiah)

LAPANGAN USAHA 2005 2006r) 2007*)

1. Pertanian 1.977.111.10 2.039.826.89 2.060.587.60 2. Pertambangan dan Penggalian 132.470.93 158.484.99 172.094.08 3. Industri Pengolahan 4.485.430.90 4.702.236.45 4.953.437.94 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 23.926.20 25.148.23 26.416.90

5. Bangunan 293.910.63 305.162.06 322.611.89

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.350.910.48 2.438.204.66 2.595.386.50 7. Pengangkutan dan Komunikasi 229.451.39 241.401.98 253.751.72 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa PI 256.280.99 285.775.24 328.848.83 9. Jasa-jasa 1.249.923.63 1.402.094.35 1.551.029.98

PDRB 10.999.416.24 11.598.334.86 12.264.165.42

Sumber : PDRB Deli Sedang, Tahun 2007

4.3. Deskripsi Responden

4.3.1. Deskripsi Responden Pengusaha Wisata Pemancingan

Deskripsi responden menurut usia dapat dilihat pada Tabel 4.5; bahwa pengusaha pemancingan yang memiliki rentang usia 41 – 45 tahun sebanyak 7 (tujuh) responden adalah terbesar (23 %) dan terkecil pada rentang usia 51 – 55 tahun dan 65 tahun keatas masing-masing 2 (dua) responden (6 %).

Tabel 4.5. Usia Pengusaha Wisata Pemancingan


(42)

30 - 35 36 - 40 41 - 45 46 - 50 51 - 55 56 - 60 61 - 65 65 Keatas 5 4 7 5 2 3 3 2 16 13 23 16 6 10 10 6

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Tingkat pendidikan pengusaha pemancingan berdasarkan Tabel 4.6, menunjukkan tingkat pendidikan SLTA mencapai 23 (dua puluh tiga) orang atau (74 %) dan tingkat pendidikan SLTP adalah terkecil hanya 1 (satu) orang pengusaha (3 %). Untuk tingkat pendidikan Akademi dijumpai sebanyak 4 (empat) orang (13 %) dan hanya 3 (tiga) orang (10 %) yang berpendidikan Sarjana.

Tabel 4.6. Tingkat Pendidikan Pengusaha Wisata Pemancingan Kelompok Pendidikan Banyaknya (orang) % 1. SLTP 2. SLTA 3. Akademi 4. Sarjana 1 23 4 3 3 74 13 10

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Berdasarkan Tabel 4.7 diungkapkan bahwa pada umumnya status lahan pengusaha adalah milik sendiri, yaitu mencapai 84 % (26 orang) pengusaha. Terungkap pula bahwa pengusaha wisata pemancingan yang mempunyai status lahan sewa adalah 16 % atau 5 (lima) orang pengusaha.


(43)

1. Milik Sendiri 2. Sewa

26 5

84 16

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Luas lahan pengusaha pemancingan melalui Tabel 4.8 terlihat bahwa untuk rentang 1,00 – 2,49 Ha adalah terbanyak (36 %) atau sebanyak 11 (sebelas) orang pengusaha dan hanya 1 (satu) orang pengusaha yang menggunakan lahan dibawah 1,00 Ha (3 %). Namun demikian ditemukan pula 4 (empat) orang pengusaha (13 %) memiliki lahan diatas 6,50 Ha. Lahan yang digunakan untuk usaha wisata pemancingan pada dasarnya merupakan lahan marginal sektor pertanian.

Tabel 4.8. Luas Lahan Wisata Pemancingan

Kelompok Lahan (Ha) Banyaknya (unit) % < 1,00

1,00 – 2,49 2,50 – 3,49 3,50 – 4,49 4,50 – 5,49 5,50 – 6,49 6,50 Keatas

1 11 7 5 1 2 4

3 36 23 16 3 6 13

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Berdasarkan Tabel 4.9, terlihat bahwa modal yang digunakan pengusaha wisata pemancingan rentang Rp 100 juta sampai dengan Rp 199 juta mencapai 55 % atau sebanyak 17 (tujuh belas) orang pengusaha dan 2 (dua) orang (6 %) untuk kelompok modal Rp 300 juta sampai Rp 399 juta. Namun demikian dijumpai pula 4 (empat) orang pengusaha yang menggunakan modal usaha mencapai Rp 400 juta ke atas (13 %); 2 (dua) orang terdapat di Desa Sungai Baharu Kecamatan Hamparan Perak dan 2 (dua) orang lagi di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan.


(44)

Kelompok Modal (Rp. Juta ) Banyaknya (orang) % < 100

100 - 199 200 - 299 300 - 399 400 Keatas

4 17

4 2 4

13 55 13 6 13

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Modal yang digunakan oleh para pengusaha wisata pemancingan dapat berupa modal sendiri dan modal sendiri ditambah pinjaman. Tabel 4.10 mengungkapkan bahwa pada umumnya modal yang digunakan diperoleh sebagai modal sendiri sebanyak 22 (dua puluh dua) responden atau 71 % dan modal sendiri ditambah pinjaman yang berasal dari bank sebanyak 9 (sembilan) orang pengusaha (29 %).

Tabel 4.10. Perolehan Modal Pengusaha Wisata Pemancingan Keterangan Banyaknya (orang) %

1. Modal Sendiri

2. Modal Sendiri + Pinjaman

22 9

71 29

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Modal yang digunakan oleh para pengusaha pemancingan tidak semata untuk kebutuhan lahan (milik sendiri atau sewa) dan upah tenaga kerja, akan tetapi digunakan pula untuk keperluan lain. Berdasarkan Tabel 4.11 terungkap bahwa pengusaha wisata pemancingan yang menggunakan modal untuk pembibitan ikan dan sekaligus makanan ikan sebanyak 5 (lima) orang pengusaha (16 %). Sedangkan pengusaha yang menggunakan modal untuk membeli bibit ikan dilakukan oleh 7 (tujuh) pengusaha (23 %). Dengan demikian 19 (sembilan belas) orang pengusaha tidak menggunakan modal untuk pembibitan ikan atau 61 %. Pengusaha wisata pemancingan ini hanya memanfaatkan aliran sungai masuk ke tambak/kolam dan memasukkan berbagai ikan dan udang sebagai karunia Illahi.


(45)

No. Keterangan Pengusaha (orang) % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Lahan Pembibitan Ikan Makanan Ikan Makanan/Minuman Upah Tenaga Kerja Beli Bibit Ikan

Pajak bumi dan bangunan Lain-lain 31 5 5 4 31 7 26 15 100 16 16 13 100 23 84 48 Sumber : Data Primer 2009

Tabel 4.12 mengungkapkan bahwa pengusaha wisata pemancingan menggunakan tenaga kerja bervariasi; sebanyak 25 (dua puluh lima) orang pengusaha menggunakan tenaga kerja 1 – 4 orang tenaga kerja (81 %) dan masing-masing 4 (empat) orang pengusaha menggunakan 5 – 8 tenaga kerja (13 %) dan hanya 2 (dua) orang pengusaha yang mengunakan tenaga kerja 9 – 12 orang (6 %).

Tabel 4.12. Penggunaan Tenaga Kerja

Kelompok Tenaga Kerja (orang) Banyaknya (orang) % 1 - 4

5 - 8 9 – 12

25 4 2 81 13 6 Jumlah 31 100 Sumber : Data Primer 2009

Berdasarkan Tabel 4.13, bahwa pengusaha wisata pemancingan membuka kegiatan usaha pemancingan tidak hanya hari minggu + hari libur, akan tetapi banyak dijumpai pengusaha membuka kegiatan usaha setiap hari. Terungkap sebanyak 29 (dua puluh sembilan) orang pengusaha membuka kegiatan setiap hari (94 %) dan hanya 2 (dua) pengusaha yang membuka kegiatan hanya hari minggu + hari libur (6 %).

Tabel 4.13. Hari Kegiatan Pemancingan

No. Keterangan Banyaknya (orang) % 1.

2.

Minggu + Hari Libur Setiap Hari

2 29

6 94


(46)

Sumber : Data Primer 2009

Berdasarkan Tabel 4.14 terungkap bahwa jumlah pemancing di lokasi wisata pemancingan tidak hanya berkisar 50 – 150 orang per-minggu, bahkan dijumpai pemancing berjumlah di atas 150 orang. Ditemukan 20 (dua puluh) lokasi wisata pemancingan dikunjungi di atas 150 orang (65 %) dan 35 % atau sebanyak 11 (sebelas) lokasi wisata pemancingan dikunjungi pemancing rentang 50 – 150 orang.

Tabel 4.14. Banyaknya Pemancing Per-minggu

No.

Kelompok Pemancing (orang)

Lokasi

Pemancingan % 1.

2. 3.

Dibawah 50 50 – 150 Diatas 150

0 11 20

0 35 65 Jumlah 31 100 Sumber : Data Primer 2009

Ikan yang disediakan oleh para pengusaha wisata pemancingan sangat bervariasi, seperti ikan nila, mujair, bawal, siakap dan ikan emas. Tabel 4.15 mengungkapkan bahwa tambak/kolam pengusaha yang menyediakan ikan nila dan mujair dijumpai pada keseluruhan lokasi wisata pemancingan (100 %). Untuk ikan mujair tidak diperlukan pembibitan disebabkan telah tersedia melalui aliran air sungai yang masuk ke dalam tambak/kolam yang tersedia. Pengusaha yang menyediakan ikan bawal, siakap dan ikan emas ditemukan pada 3 (tiga) lokasi pemancingan yang berbeda (10 %); untuk ikan bandeng hanya tersedia pada 8 (delapan) lokasi pemancingan (26 %).

Tabel 4.15. Jenis Ikan yang Dipancing


(47)

1. 2. 3. 4. 5. 6. Nila Mujair Bandeng Bawal Siakap Emas 31 31 8 3 3 3 100 100 26 10 10 10 Sumber : Data Primer 2009

Berdasarkan Tabel 4.16, bahwa pendapatan pengusaha wisata pemancingan per-minggu bervariasi. Pendapatan pengusaha pemancingan di bawah Rp 1 juta per-minggu hanya pada satu orang pengusaha saja dan terbanyak pada kelompok pendapatan Rp 1 juta sampai di bawah Rp 3 juta mencapai 20 (dua puluh) orang atau 65 %. Meskipun demikian dijumpai pula pengusaha wisata pemancingan yang memperoleh pendapatan per-minggu di atas Rp 5 juta sebanyak 2 (dua) orang pengusaha di Desa Sungai Baharu Kecamatan Hamparan Perak (6 %). Besaran pendapatan yang diperoleh pengusaha wisata pemancingan ini pada dasarnya tergantung kepada banyaknya pengunjung yang menikmati wisata pemancingan dan besarnya biaya yang dikeluarkan.

Tabel 4.16. Pendapatan Pengusaha Wisata Pemancingan Per-minggu Kelompok Pendapatan (Rupiah) Pengusaha (orang) %

< 1.000.000 1.000.000 – 2.999.000 3.000.000 – 4.999.999

Diatas 5.000.000 1 20 8 2 3 65 26 6

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Pendapatan pengusaha pemancingan diperoleh dari berbagai pendapatan, yang meliputi penjualan ikan, penjualan makanan, penjualan minuman, penjualan umpan dan sewa lapak. Tabel 4.17 mengungkapkan bahwa 29 (dua puluh sembilan) orang pengusaha memperoleh pendapatan yang bersumber dari sewa lapak. Sewa lapak ini dikenakan kepada setiap pemancing sejumlah biaya tertentu dimulai dari waktu memancing, yaitu pagi hari sampai dengan sore hari


(48)

(07.00 wib – 18.00 wib). Biaya sewa lapak biasanya dikenakan mulai dari yang terendah Rp 10.000,- sampai dengan yang tertinggi Rp 25.000,-. Di Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk ada yang mengenakan sewa lapak relatif murah, yaitu sebesar Rp 5.000,-. Sedangkan pengusaha wisata pemancingan yang menyediakan umpan untuk dijual kepada pemancing hanya ditemukan di 2 (dua) lokasi atau 6 %, yaitu di Kecamatan Hamparan Perak Desa Sungai Baharu. Terungkap pula sebanyak 10 (sepuluh) orang pengusaha memperoleh pendapatan dari penjualan ikan (32 %); masing-masing 20 (dua puluh) orang pendapatan dari penjualan makanan (64 %) dan 19 (sembilan belas) orang mendapat pendapatan dengan menjual minuman (61 %).

Tabel 4.17. Distribusi Pendapatan Pengusaha Pemancingan Per-minggu No. Perolehan Pendapatan Pengusaha (orang) %

1. 2. 3. 4. 5.

Ikan* Makanan Minuman Umpan Sewa**

10 20 19 2 29

32 64 61 6 94 Sumber : Data Primer 2009

Catatan : Ikan * : termasuk udang/kepiting Sewa** : Sewa Lapak

Berdasarkan Tabel 4.18 yang disajikan di bawah ini terungkap bahwa 11 (sebelas) orang pengusaha wisata pemancingan melakukan penjualan ikan kepada pihak luar (35 %) dan 20 (dua puluh) orang tidak ada melakukan penjualan (65 %). Hal ini berarti bahwa ikan yang tersedia di kolam tidak semata untuk dipancingkan tetapi dapat pula dijual kepada pihak lain.

Tabel 4.18. Ada/Tidaknya Penjualan Ikan

No. Keterangan Pengusaha (orang) %

1. 2.

Ada Tidak ada

11 20

35 65 Jumlah 31 100 Sumber : Data Primer 2009


(49)

Selanjutnya berdasarkan Tabel 4.19 dapat terlihat bahwa pihak yang membeli ikan kepada pengusaha pemancingan terbanyak kepada masyarakat lokal 9 (sembilan) orang atau 82 %, di samping pedagang lokal dan pedagang luar masing-masing 9 %.

Tabel 4.19. Pembeli Ikan di luar Pemancingan

No. Keterangan Pengusaha (orang) %

1. 2. 3.

Masyarakat lokal Pedagang lokal Pedagang luar

9 1 1

82 9 9

Jumlah 11 100

Sumber : Data Primer 2009

Jalan menuju ke Lokasi pemancingan dalam perkembangannya sebagaimana disajikan pada Tabel 4.20 disediakan oleh pemerintah dan pihak pengusaha sendiri. Penyedia jalan menuju lokasi yang dilakukan oleh pengusaha hanya terdapat pada 12 (dua belas) lokasi atau 39 % dan selebihnya sebanyak 19 (sembilan belas) lokasi atau 61 % telah tersedia oleh pemerintah.

Tabel 4.20. Penyedia Jalan Menuju Lokasi

No. Penyedia Jalan Lokasi %

1. 2.

Pengusaha Pemerintah

12 19

39 61

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer 2009

Pengusaha pemancingan yang mempunyai rencana untuk ekspansi usaha terlihat pada Tabel 4.21, hanya 11 (sebelas) pengusaha yang mempunyai rencana ekspansi usaha (35 %) dan selebihnya tidak ada rencana ekspansi (65 %).

Tabel 4.21 Rencana Ekspansi Usaha

No. Keterangan Pengusaha %

1. 2.

Ada Tidak ada

11 20

35 65 Jumlah 31 100 Sumber : Data Primer 2009


(50)

Biaya yang akan digunakan oleh pengusaha untuk ekspansi berdasarkan Tabel 4.22 menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman. Pengusaha pemancingan yang akan menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman sebanyak 6 (enam) orang pengusaha (55 %) di samping menggunakan modal sendiri dari keuntungan operasional usaha sebanyak 5 (lima) orang pengusaha (45 %).

Tabel 4.22. Pembiayaan Ekspansi Usaha

No. Keterangan Pengusaha %

1. 2. 3.

Modal Sendiri Pinjaman

Modal Sendiri + Pinjaman

5 0 6

45 0 55 Jumlah 11 100 Sumber : Data Primer 2009

4.3.2. Deskripsi Responden Pemancing

Usia pemancing terungkap pada Tabel 4.23 dimana pada umumnya pemancing sekaligus pengguna wisata pemancingan terbanyak pada rentang usia 40 – 49 tahun sebanyak 24 (dua puluh empat) orang atau 36 %, dan paling sedikit (3 %) pada usia 60 tahun ke atas hanya sebanyak 2 (satu) orang. Terungkap pula bahwa pada umumnya para pemancing yang mengunjungi lokasi wisata pemancingan dominan di bawah usia 50 (lima puluh) tahun atau mencapai 79 %.

Tabel 4.23. Usia Pemancing

Kelompok Usia (Tahun) Banyaknya (orang) % 20 - 29

30 - 39 40 - 49 50 - 59 60 Keatas

13 16 24 12 2

19 24 36 18 3

Jumlah 67 100


(51)

Tabel 4.24 mengungkapkan tingkat pendidikan pemancing, bahwa tingkat pendidikan pemancing terbesar pada tingkat pendidikan SLTA yaitu 26 (dua puluh enam) orang (39 %) dan diikuti tingkat pendidikan Akademi sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang (34 %). Sedangkan responden pemancing dengan tingkat pendidikan SLTP hanya 1 (satu) orang (2 %) dan 17 (tujuh belas) orang pemancing berpendidikan Sarjana (25 %).

Tabel 4.24. Tingkat Pendidikan Pemancing

Kelompok Pendidikan Banyaknya (orang) % 1. SLTP

2. SLTA 3. Akademi 4. Sarjana

1 26 23 17

2 39 34 25

Jumlah 67 100

Sumber : Data Primer 2009

Berdasarkan Tabel 4.25 terungkap bahwa pemancing yang mengunjungi lokasi wisata pemancingan dominan berasal dari Medan, yaitu sebanyak 45 (empat puluh lima) orang (82 %), diikuti yang berasal dari Tanjung Morawa sebesar 11 % (7 orang) dan seterusnya masing-masing 3 (tiga) orang responden pemancing yang berasal dari Belawan ( 4 %) dan Lubuk Pakam sebanyak 2 (dua) orang (3 %).

Tabel 4.25. Asal Pemancing

No. Kota Asal Pemancing (orang) %

1. 2. 3. 4.

Medan Tj.Morawa Belawan Lubuk Pakam

55 7 3 2

82 11 4 3 Jumlah 67 100 Sumber : Data Primer 2009

Pemancing yang mengunjungi lokasi wisata pemancingan pada prinsipnya berlatar belakang apakah sebagai hobi, penyegaran dan rekreasi. Berdasarkan Tabel 4.26, bahwa alasan


(52)

memancing untuk penyegaran adalah terbesar (45 %) sebanyak 30 (tiga puluh) orang, diikuti dengan alasan hobi (39 %) dan dengan alasan rekreasi sebanyak 16 %.

Tabel 4.26. Alasan Memancing

No. Alasan Pemancing (orang) %

1. 2. 3.

Hobi

Penyegaran Rekreasi

26 30 11

39 45 16 Jumlah 67 100 Sumber : Data Primer 2009

Tabel 4.27 mengungkapkan penggunaan kelengkapan peralatan pancing oleh para pemancing. Penggunaan lebih dari 2 (dua) kelengkapan peralatan pancing adalah terbanyak yaitu 28 (dua puluh delapan) orang responden (57 %), 21 (dua puluh satu) orang menggunakan dua pancing (31 %) dan 8 (delapan) orang pemancing yang menggunakan 1 (satu) pancing (12 %).

Tabel 4.27. Kelengkapan Peralatan Pancing

Keterangan Pemancing (orang) % Satu

Dua

Lebih dari Dua

8 21 38

12 31 57

Jumlah 67 100

Sumber : Data Primer 2009

Kegiatan memancing yang dilakukan oleh para pengunjung wisata pemancingan selama satu bulan terlihat pada Tabel 4.28. Berdasarkan Tabel 4.26 tersebut terungkap bahwa frekuensi memancing rentang 3 – 4 kali sebulan adalah terbesar, yaitu 31 (tiga puluh satu) orang pemancing (46 %), diikuti frekuensi memancing lebih besar dari 4 kali sebulan sebanyak 27 (dua puluh tujuh) orang pemancing (41 %), dan pemancing dengan frekuensi memancing rentang 1 – 2 kali sebulan sebanyak 9 (sembilan) orang pemancing (13 %).


(53)

1. 2. 3.

1 - 2 kali 3 - 4 kali > 4 kali

9 31 27

13 46 41 Jumlah 67 100 Sumber : Data Primer 2009

Biaya yang digunakan oleh pemacing disajikan pada Tabel 4.29, biaya yang digunakan untuk memancing dimulai dari Rp 20.000,- sampai di atas Rp 60.000,- setiap memancing. Terungkap sebanyak 41 (empat puluh satu) orang pemancing (61 %) menggunakan biaya rentang Rp 20.000,- sampai Rp 40.000,-, diikuti penggunaan biaya memancing rentang Rp 41.000,- sampai Rp 60.000,- sebanyak 16 (enam belas) orang pemancing (24 %) dan hanya 10 (sepuluh) orang yang mengeluarkan biaya untuk memancing di atas Rp 60.000,- (15 %). Pengeluaran biaya memancing di atas Rp 60.000,- ini digunakan oleh para pemancing di lokasi wisata pemancingan Desa Sungai Baharu Kecamatan Hamparan Perak.

Tabel 4.29. Biaya Memancing

Kelompok Biaya (Rp) Pemancing (orang) % 20.000 – 40.000

41.000 - 60.000 Di atas 60.000

41 16 10

61 24 15

Jumlah 67 100

Sumber : Data Primer 2009

Biaya pemancingan digunakan oleh para pemancing untuk berbagai keperluan, seperti membeli ikan, membeli makanan, membeli minuman, membeli umpan dan sewa lapak. Berdasarkan Tabel 4.30 dijelaskan bahwa sebanyak 60 (enam puluh) orang pemancing menggunakan biaya untuk membayar sewa lapak (90 %), sebanyak 7 (tujuh) orang pemancing membeli ikan (10 %) dan 43 (empat puluh tiga) orang pemancing menggunakan biaya untuk


(54)

(empat puluh sembilan) orang pemancing (73 %) dan keperluan membeli minuman digunakan oleh 59 (lima puluh sembilan) orang (88 %).

Tabel 4.30. Jenis Pengeluaran Biaya Memancing

No. Penggunaan Pemancing (orang) %

1. 2. 3. 4. 5.

Ikan Makanan Minuman Umpan Sewa Lapak

7 49 59 43 60

10 73 88 64 90 Sumber : Data Primer 2009

Tabel 4.31 mengungkapkan jumlah pemancing terbanyak 57 (lima puluh tujuh) orang, menyatakan fasilitas pemancingan tidak ada (85 %) dan hanya sebanyak 10 (sepuluh) orang menyatakan ada (15 %). Fasilitas pemancingan ini mencakup berbagai kelengkapan yang tersedia di tempat memancing seperti pondok tempat berteduh, kursi, tempat ikan (keramba) dan lainnya.

Tabel 4.31. Fasilitas Pemancingan

No. Fasilitas Pemancing (orang) %

1. 2.

Ada Tidak ada

10 57

15 85 Jumlah 67 100 Sumber : Data Primer 2009

Fasilitas wisata pemancingan ada dan tersedia terdapat di 2 (dua) lokasi wisata pemancingan Kecamatan Hamparan Perak Desa Sungai Baharu sehingga pengunjung tertarik mengunjungi kedua lokasi wisata pemancingan tersebut. Berbeda dengan lokasi wisata pemancingan di Kecamatan Percut Sei Tuan Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Labuhan Deli pada masing-masing desa dan Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk, fasilitas pemancingan tidak ada. Meskipun fasilitas wisata pemancingan tidak ada tetapi banyak dikunjungi oleh pemancing.


(55)

Pemancing tertarik mengunjungi dan menikmati wisata pemancingan yang tersedia disebabkan oleh tantangan yang dihadapi.

Lokasi wisata pemancingan dengan fasilitas tidak ada, memperhitungkan biaya memancing berdasarkan sewa lapak dengan rentang biaya Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) dan Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) per-hari. Meskipun fasilitas yang tersedia rawan terhadap terik matahari dan hujan tetapi tetap banyak dikunjungi oleh pemancing. Pemancing ditantang untuk mendapat ikan yang tersedia di kolam pancing dengan beban biaya minimal tetapi sulit mendapatkan ikan. Berbeda dengan lokasi wisata pemancingan dengan fasilitas ada, bahwa pemancing tidak memperhitungkan sewa lapak. Biaya memancing diperhitungkan berdasarkan banyaknya ikan yang dapat dipancing dalam satuan kilogram sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Ikan tersedia banyak di kolam, semakin banyak ikan yang dapat dipancing maka semakin besar biaya memancing dikeluarkan dan sebaliknya.

Akses jalan menuju lokasi wisata pemancingan seyogiyanya berpengaruh kepada ketertarikan pemancing mengunjungi lokasi wisata pemancingan dan akhirnya akan berpengaruh kepada pendapatan pengusaha pemancingan. Jalan menuju lokasi wisata pemancingan di luar 2 (dua) lokasi wisata pemancingan Kecamatan Hamparan Perak Desa Sungai Baharu dan Kecamatan Percut Sei Tuan Desa Bagan Percut adalah tidak baik. Di Kecamatan Percut Sei Tuan Desa Tanjung Rejo bahwa akses jalan menuju lokasi pemancingan tidak baik dan membahayakan pemancing pada waktu hujan turun. Seyogiyanya lokasi pemancingan ini tidak diminati pemancing, tetapi dalam kenyataan justru banyak dikunjungi oleh pemancing terutama pada hari libur dan hari minggu.

Jalan menuju lokasi pemancingan berdasarkan Tabel 4.32, menerangkan akses jalan tidak baik adalah terbesar, yaitu 63 % yang dinyatakan oleh 42 (empat puluh dua) orang


(56)

pemancing dan akses jalan baik menuju lokasi pemancingan dinyatakan oleh 25 (dua puluh lima) orang pemancing (37 %). Prasarana dan sarana jalan yang tersedia di Kecamatan Percut Sei Tuan Desa Tanjung Rejo menuju lokasi pemancingan sangat memperihatinkan, jembatan yang rusak dan jalan yang licin pada saat turun hujan. Namun para pemancing tetap melakukan kunjungan wisata pemancingan meskipun menghadapi resiko kecelakaan.

Tabel 4.32. Akses Menuju Lokasi Pemancingan

No. Akses Jalan Pemancing (orang) % 1.

2.

Baik Tidak baik

25 42

37 63 Jumlah 67 100 Sumber : Data Primer 2009

Faktor kenyamanan secara mendasar ikut menentukan mengapa pengunjung wisata pemancingan mengunjungi lokasi wisata pemancingan; disebabkan pemancing berharap memperoleh kenyamanan untuk memancing. Kecuali di 2 (dua) lokasi wisata pemancingan yang terletak di Kecamatan Hamparan Perak Desa Baharu, bahwa lokasi pemancingan lain tidak nyaman. Di Kecamatan Percut Sei Tuan Desa Tanjung Rejo bahwa lokasi pemancingan sangat tidak nyaman pada siang hari sehingga pemancing harus menyediakan payung untuk menghindari sengatan terik matahari dan pada waktu hujan harus berhati-hati disebabkan rawan banjir dan lainnya.

Kenyamanan pemancing menikmati wisata pemancingan di lokasi pemancingan terungkap berdasarkan Tabel 4.33, pemancing yang menyatakan lokasi pemancingan tidak nyaman adalah terbesar sebanyak 50 (lima puluh) orang pemancing (75 %) dan yang menyatakan nyaman hanya dinyatakan oleh 17 (tujuh belas) orang pemancing (25 %). Hal ini berarti bahwa faktor kenyaman pemancing kurang mendapat perhatian dari pihak pengusaha atau sebaliknya pemancing tidak berharap kenyaman. Untuk mendapatkan kenyamanan memancing,


(1)

diatur melalui Perda No. 23 Tahun 2003. Peralihan usaha budidaya perikanan menjadi usaha kolam pancing yang dilakukan oleh pengusaha tidak dilaporkan kepada dinas yang berwenang di Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Peralihan usaha ini kemudian menyebabkan kesulitan aparat pemerintah menerapkan Perda No. 23 Tahun 2003. Ketidaktegasan untuk menerapkan dan memungut retribusi berlangsung terus menerus sampai dengan waktu penelitian dilakukan, sehingga tidak diperolehnya penerimaan retribusi kolam pancing yang berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Tabel 4.57. Alasan Tidak Membayar Retribusi

No. Alasan Jumlah Pengusaha

1. 2. 3.

Kelalaian

Tidak dikutip petugas Lainnya

10 21 -

Jumlah 31

Sumber : Data Primer 2009

Potensi penerimaan retribusi yang dipungut dan diperoleh dari responden pemancing terungkap pada Tabel 4.58. Pemancing yang menyatakan setuju untuk membayar retribusi adalah terbesar, yaitu sebanyak 50 (lima puluh) orang pemancing, sangat setuju hanya 8 (delapan) orang, dan 9 (sembilan) orang menyatakan tidak setuju. Hal ini berarti bahwa potensi retribusi tidak hanya dapat dipungut dan dibebankan kepada pengusaha wisata pemancingan sebagai retribusi kolam pancing, tetapi lebih jauh kepada pemancing itu sendiri.

Tabel 4.58. Persepsi Pengenaan Retribusi

No. Persepsi Pemancing (orang)

1. 2. 3. Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju 8 50 9

Jumlah 67


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Keberadaan usaha wisata pemancingan secara nyata memberi manfaat terhadap masyarakat sekitar lokasi yang meliputi :

a. Masyarakat memperoleh pendapatan atas peluang berdagang/berjualan makanan, minuman, umpan dan penjualan ikan kepada pemancing; sehingga mampu menopang kehidupan masyarakat itu sendiri.

b. Ketersediaan fasilitas listrik tidak hanya melengkapi penerangan yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi mampu menopang kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat. c. Ketersediaan fasilitas jalan bermanfaat menunjang kelancaran arus barang yang

dilakukan oleh masyarakat.

d. Wisata pemancingan mampu memperluas kesempatan kerja meskipun relatif kecil, terutama yang berasal dari masyarakat sekitar lokasi pemancingan maupun yang berasal dari masyarakat desa lain tetapi masih dalam lingkup kecamatan itu sendiri. Tenaga kerja yang digunakan para pengusaha pemancingan bervariasi sesuai dengan luas lahan dan aktivitas usaha.

2. Lokasi wisata pemancingan yang terdapat di Kecamatan Hamparan Perak memiliki 2 (dua) keunggulan yakni tingkat pendapatan pengusaha terbesar dan kemampuan menyerap tenaga kerja yang lebih besar dibanding lokasi wisata pemancingan lainnya. Demikian pula lokasi wisata pemancingan Kecamatan Pantai Labu memiliki keunggulan terhadap produktifitas


(3)

lahan dan produktivitas tenaga kerja adalah lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi wisata pemancingan lainnya.

3. Keberadaan wisata pemancingan dalam pengembangannya tidak berperan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara disebabkan pemungutan retribusi kolam pancing yang diatur berdasarkan Perda No.23 Tahun 2003 tidak dilaksanakan dengan efektif.

5.2. Saran

1. Pihak pengusaha wisata pemancingan perlu mempertimbangkan keberadaan masyarakat sekitar lokasi wisata pemancingan yang menjual berbagai keperluan pemancing sehingga keberadaan lokasi pemancingan secara nyata mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. 2. Untuk menunjang kelancaran aktivitas usaha wisata pemancingan maka ketersediaan sarana

dan prasarana jalan dan fasilitas listrik perlu mendapat perhatian pengusaha dan pemerintah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.

3. Untuk meningkatkan peran wisata pemancingan terhadap perluasan kesempatan kerja, pengusaha wisata pemancingan perlu mempertimbangkan ekspansi usaha dengan memanfaatkan potensi lahan marginal sektor pertanian yang tersedia. Begitupun kegiatan usaha wisata pemancingan tidak hanya dilakukan pada hari minggu ditambah hari libur, akan tetapi membuka usaha setiap hari.

4. Potensi lahan marginal sektor pertanian perlu dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan usaha wisata pemancingan; terutama di Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Pantai Labu sehingga keberadaannya lebih bermanfaat bagi


(4)

pengembangan usaha wisata pemancingan, tetapi dapat lebih luas lagi sebagai objek pariwisata secara umum.

5. Pemungutan retribusi kolam pancing yang dilakukan oleh aparat terkait harus dilaksanakan dengan tegas sesuai dengan Perda No. 23 Tahun 2003. Dengan demikian penerimaan retribusi kolam pancing dapat berperan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita Rahardjo, 2006, Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Dornbusch, Rudiger, Fisher Stanley, and Startz Richard, 2004, Macroeconomics, Ninth Edition, International Edition, Mc Graw Hill, New York.

Fauzi, Akhmad, 2006, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi, Cetakan Kedua, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fennel, DA, 1999, Ecotourism: An Introduction, London and New York, Routledge.

Field, C.Barry, 2001, Natural Resource Economics, An Introduction, Mc Graw Hill, International Edition, New York.

Gujarati Damodar, 1991, Alih Bahasa Sumarno Zain, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hadjisaroso, 1994, Konsep Dasar Pengembangan Wilayah di Indonesia, Prisma No.8, Agustus , Jakarta.

Hanafiah, T, 1992, Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan, Fakultas Pertanian, IPB Bogor.

Ilyas,B. Wirawan dan Richard Burton, 2001, Hukuk Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Johnson.L.Glenn, !986, Research Methodology For Economists, Philosophy and Practice,

Macmillan Publishing Company, A Division of Macmillan, Inc, New York.

Kuncoro Mudrajad, 2004, Otonomi & Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan,

Strategi, dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mankiw, N.Gregory, 2004, Principles of Macroeconomics, Third Edition, International Student Edition, Thomson, South Western, Natorp Boulevard, Mason, Ohio.

Moh. Nazir, 2005, Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Ciawi – Bogor Selatan.

Pitana, I Gde dan Gayatri Putu G, 2005, Sosiologi Pariwisata, Kajian sosiologi terhadap


(6)

Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Akademi Pariwisata Medan, Medan. Saleh Wahab, 1977, Tourism Management, Tourism International Press, London.

Santoso, Budi, 2004, Strategi Pengembangan Pariwisata Dalam Pelaksanaan Otonomi

Daerah (Studi Kasus Sub Dinas Pariwisata Kabupaten Purworejo), Tesis Magister Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Gajahmada, Yogyakarta .

Soetriono, MP dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, 2007, Penerbit C.V Andi Offset, Yogyakarta.

Suandy Erly, 2002, Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Administrasi, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Suparmoko, M, 2006, Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan), Edisi 3, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Suwantoro, Gamal, 2004, Dasar-dasar Pariwisata, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Tarigan, Robinson, 2005, Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 1994, Perencanaan Pembangunan, Perpustakaan Nasional, Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta.

Widjaja,Haw, 2001, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Yoeti Oka A, 2008, Ekonomi Pariwisata, Introduksi, Informasi dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.