NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADAB AN-NABAWIYYAH FĪ AL-A’MĀL AL-YAUMIYAH TENTANG MENSUCIKAN JIWA KARYA AHMAD BADAWI

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADAB AN-NABAWIYYAH FĪ AL-A’MĀL AL-YAUMIYAH TENTANG MENSUCIKAN JIWA KARYA AHMAD BADAWI

SKRIPSI

Oleh: Riska NPM: 20120720203

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) strata Satu Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Oleh:

Riska

NPM: 20120720203 FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

Ucapkanlah: “Saya diperintahkan Allah agar beribadah kepada-Nya dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk Kamaruddin yakni seorang ayah yang telah

mendo’akan dan selalu memberi motivasi

Hj. Hariani yakni yang telah melahirkan, mendidik, dan memberikan semangat serta dukungan dalam keadaan senang maupun susah

PUTM putri dan PUTM putra yang selalu memberi semangat. Bapak PDM dan Ibu Aisyiah, serta pengurus IMM Palopo.

Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta Uneversitas Muhammadiyah Yogyakarta

Almamaterku yang kubanggakan Fakultas Agama Islam


(6)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xii

TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10

B. Kerangka Teori ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28


(7)

C. Metode Pengumpulan Data ... 29 D. Sumber Data ... 29 E. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Ahmad Badawi ... 31 B. Karya-karya Ahmad Badawi ... 33 C. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī

Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa Karya Ahmad Badawi

... 34 D. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab

Al-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa bagi Praktek Pendidikan Islam ... 50

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 56 B. Saran-saran ... 59 C. Kata Penutup ... 60 DAFTAR PUSTAKA


(8)

AL-ADAB AN.NA BA WI YYAH T'i E U.q' MAL AL.YAU MIYA

H

TNNTANG MENSUCIKAN JTWA KARYA KIAT TIAJI AHMAI}

BADAlVI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

telah

dimunaqasyahkan

di

depan Sidang Munaqasyah Program Studi

Pendidikan Agama lslam pada tanggal 20 Mei 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

Ketua Sidang

Pembirnbing

Penguji

Sidang Dewan Munaqasyah

: Anisa Dwi Makrufi, M. Pd.

I

(

lL

d

qry

Nama Mahasiswa

NPM

:Riska

:201207202A3

: Dr. Abd. Madjid, M. Ag

:Dr. Flj. Akif Khilmiyah, M. Ag

iii

Yogyakarta, 30 Agustus 2016 Fakultas Agama Islam

h& rhqrnrtrorlirrah Vnenrql:qrfa

r'.tr5..-lTiT d.tl) <ai

c

!:

f*

,q

"f,


(9)

ABSTRAK

Riska: nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi, (2) mengkaji relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Adāb An-Nabawiyyah Fī A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa karya K.H. Ahmad Badawi dengan praktek pendidikan Islam.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif analisis. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi yakni metode pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga atau institusi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis isi (Content Analisys) yakni dengan metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa, diantaranya adalah ikhlas, menjaga lisan, dan menjaga kemaluan, (2) relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa dengan praktek pendidikan Islam sudah sangat releven, karena nilai-nilai yang terkandung dalam kitab tersebut berkaitan dengan tata tertib, dan kurikulum dalam tujuan praktek pendidikan Islam.

Kata Kunci: Nilai, Pendidikan Akhlak, Adāb An-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah, Ahmad Badawi.


(10)

1 A. Latar Belakang

Bagi kehidupan manusia saat ini, pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya membimbing, mendidik, dan mengarahkan ke arah yang ingin dicapai, tidak hanya menyampaikan dan memberi hafalan. Pendidikan yang ideal haruslah dengan membiasakan diri melakukan kebaikan.

Sejalan dengan Undang-undang no. 23 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Maksudin, 2013: 46).

Sedangkan menurut Sayyid Qutb, tujuan pendidikan adalah melahirkan manusia Qur’ani, yakni manusia yang mengaktualisasikan ayat-ayat Allah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis ke dalam kehidupan sehari-hari (Raharjo, 2000 : 137).

Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. (Narwanti, 2011 : 14). Pendidikan juga merupakan proses pendewasaan diri baik baik dalam aktifitas berpikir, maupun berprilaku. proses ini dapat


(11)

2

berlangsung dalam institusiformal, informal, dan atau non formal. Dalam banayak hal proses ini melibatkan pihak lain, baik dalam bentuk physical figure maupun hasil cipta, rasa dan karsa yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam konteks proses pendidikan harus didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits (Raharjo, 2000 : 137).

Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan masalah pendidikan ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat. Di mana salah satu tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak.

Pendidikan akhlak seharusnya dimulai dalam keluarga, sejak waktu kecil anak-anak di arahkan dan dibimbing dengan kebiasaan yang baik. Seorang anak merupakan sosok individu yang perlu dilatih dan dibina untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh imannya serta berakhlak mulia, untuk itu wajib ditanamkan kepadanya dasar-dasar keimanan ajaran-ajaran Islam dan nilai-nilai kemuliaan akhlak. Akhlak merupakan gerakan di dalam jiwa seseorang yang menjadi sumber perbuatannya yang bersifat alternatif baik atau buruk, sesuai dengan pengaruh pendidikan yang diberikan kepadanya.

Akhlak merupakan budi pekerti, perangai, tingkah laku (tabiat) dan adat kebiasaan (Hasan, 1982 : 10). Akhlak Islam merupakan tata nilai bersifat samawi dan azali, yang mewarnai cara berpikir, bersikap dan bertindak seorang muslim terhadap dirinya, Allah dan Rasul-Nya, terhadap


(12)

sesama dan terhadap alam lingkungannya. Tujuan pokok pendidikan akhlak adalah agar setiap orang berbudi pekerti (berakhlak), bertingkaj laku (tabiat), berperangai atau beradab istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam (Hasan, 1982 : 11).

Dalam dunia pendidikan orang tua dan guru memiliki peran yang sangat besar untuk mendidik dengan baik. keteladanan dan kebiasaan seorang pendidik memiliki pengaruh kepada peserta didik.

Pendidikan bertujuan untuk memberi perubahan, sebagaimana diketahui bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan pada anak didik, demi terciptanya manusia sempurna yang berkarakter atau insan kamil (Wibowo, 2012 : 18).

Pendidikan akhlak termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan akhlak sendiri bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang (Wiyani, 2012 : 11-12).

Namun permasalahannya, pendidikan akhlak selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat (Wiyani, 2012 : 12) sehingga pada zaman sekarang ini


(13)

4

masih banyak peserta didik yang belum memiliki nilai-nilai pendidikan akhlak, meskipun telah melakukan pendidikan di sekolah.

Kurangnya penerapan pendidikan akhlak pada anak mengakibatkan banyaknya karakter bangsa yang rusak seperti: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, membudayanya ketidakjujuran, sikap fanatik terhadap kelompok, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, semakin hilangnya moral baik, penggunaan bahasa yang buruk, meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga negara, menurunnya etos kerja, dan adanya rasa saling curiga dan kurangnya kepedulian diantara sesama (Wibowo, 2012 : 16).

Furqan menegaskan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab merendahnya pendidikan akhlak yakni pertama, sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan akhlak, tetapi lebih menekankan pada pengembangan intelektual dan kedua, kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik (Majid, 2012 : 54).

Dalam proses pembentukan akhlak, banyak hal yang harus diperhatikan teutama kesucian jiwa atau hati seseorang. hati seseorang sangatlah berpengaruh. Al-Ghazali, berkaitan dengan pentingnya hati dalam menentukan karakter seseorang menegaskan:

Hati adalah sebagai tanah, sedang keimanan adalah sebagai benih yang ditanan di situ. Ketaatan adalah berjalan menurut arah dan arusnya hati, serta yang disalurkan . Adapun hati yang sudah terjerumus dalam kelezatan duniawiyah dan sudah berkecimpung dalam segala kemaksiatannya, dapat diumpamakan sebagai tanah


(14)

yang tandus dan tidak meungkin lagi ditanam benih, sebab sudah tidak subur lagi, untuk itu benih-benih yang ditanam pasti tidak akan pulang.

Hati menetukan baik dan buruknya karakter anak didik, Kealiman dan keselamatan seseoarang tergantung pada keselamatan dan kebaikan hatinya. Said Hawa berdasar surah al-Qur’an ayat 124-125, menegaskan bahwa ajaran dari al-Qur’an tidak dapat disentuhkan kepada anak didik menjadi menyatu dengan kepribadiannya ketika hati mereka ada penyakitnya.

Perhatikanlah, bahwa ayat tersebut dikaitkan dengan mereka yang di dalam hatinya ada penyakit, yang semestinya ayat tersebut dapat menambah keimanan, tetapi justru memperparah penyakit hati mereka. dengan demikian jika kita ingin mempersentuhkan al-Qur’an secara benar dengan hati manusia agar hati bisa mengambil manfaat dari al-Qur’an tersebut, maka kita harus mengobati hati tersebut telebih dulu dengan menjadikannya sebagai hati yang beriman secara tulus.

Dengan demikian, mensucikan atau mendidik hati merupakan titik awal yang harus dilakukan sebelum mendidik karakter, karena seseorang akan sulit menanamkan pendidikan karakter pada anak didik yang hatinya masih sakit (Suparlan, 2015 : 2-3).

Dalam Islam, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah membentuk manusia yang baik lahir dan batinnya. Manusia yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual. Tujuan seperti ini tidak akan tercapai tanpa adanya sistem dan proses pendidikan yang baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama yaitu akhlak, adab, dan keteladanan.


(15)

6

Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Rasulullah SAW. ketiga nilai tersebut yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam (Majid, 2012 : 58).

Sebagai umat muslim, manusia diperintahkan untuk selalu taat dan mengikuti ajaran Rasulullah saw. Rasulullah saw adalah Nabi utusan Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat.

ٰﻰَﻠَﻌَﻟ َﻚﱠﻧِإَو

ٍﻢﻴِﻈَﻋ ٍﻖُﻠُﺧ

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. Al-Qalam:4)

Rasulullah saw seorang Rasul yang ummi yakni Rasul yang tidak dapat membaca dan menulis, namun Rasul lebih cerdas daripada orang biasa. Rasulullah saw merupakan suri teladan bagi ummat manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut:

َمْﻮَـﻴْﻟاَو َﻪﱠﻠﻟا ﻮُﺟْﺮَـﻳ َنﺎَﻛ ﻦَﻤﱢﻟ ٌﺔَﻨَﺴَﺣ ٌةَﻮْﺳُأ ِﻪﱠﻠﻟا ِلﻮُﺳَر ﻲِﻓ ْﻢُﻜَﻟ َنﺎَﻛ ْﺪَﻘﱠﻟ

اًﺮﻴِﺜَﻛ َﻪﱠﻠﻟا َﺮَﻛَذَو َﺮِﺧ ْﻵا

.

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab:22)


(16)

Dalam kitab al-Adāb al-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah terdapat banyak etika keseharian Rasulullah saw yang dapat menumbuhkan sebuah nilai akhlak yang dapat diterapkan kepada peserta didik. kitab al-Adāb al-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah merupakan kitab yang berisikan seratus hadits mengenai adab Rasulullah saw. kitab al-Adab al-Nabawiyyah fi al-A’mal al-Yaumiyyah merupakan karya dari Ahmad Badawi. Ahmad Badawai adalah seorang ulama Muhammadiyah yang menguasai ilmu agama dari sumbernya yang asli, dan Ahmad Badawi terkenal sebagai ulama yang ahli dibidang ilmu nahwu, sharaf dan seni kaligrafi (http://www.bloganhar.blogspot.com).

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaji nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab Ᾱdab Nabawiyyah fī A’māl al-Yaumiyyah bagian mensucikan jiwa. Pada bagian ini merupakan proses menyucikan hati dan juga menghasilkan nilai-nilai karakter.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab al-adāb al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah tentang mensucikan jiwa?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab al-adāb al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah tentang mensucikan jiwa bagi praktek pendidikan Islam?


(17)

8

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sesuai dengan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang terdapat dalam kitab al-ādab al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah.

2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab al-ādab al-nabawiyyah fī al-A’māl al-yaumiyyah bagi praktek pendidikan Islam.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan dan memberikan kontribusi yang berharga bagi upaya orang tua dan pendidik dalam meningkatkan kualitas mendidik anak.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan kepada para guru atau orang tua untuk dapat menjadikan acuan sebagai pendidik, agar dapat menumbuhkan karakter anak menjadi lebih baik.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk memberi arah yang tepat dan tidak memperluas objek penelitian, maka penulis menetapkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan, pendahuluan ini merupakan langkah awal dari penelitian yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.


(18)

Bab kedua, memuat uraian tentang tinjauan pustaka dan kerangka teori yang relevan dan terkait dengan judul.

Bab ketiga, memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan, mencakup jenis penelitian, sumber penelitian, metode pengumpulan data serta analisis data yang digunakan.

Bab keempat, merupakan hasil dan pembahasan. Pada bab ini menguraikan tentang riwayat hidup KH. Ahmad Badawi yakni memaparkan biografi KH. Ahmad Badawi secara umum yang meliputi riwayat kehidupan, pendidikan, serta karya-karyanya. Hal ini bermaksud untuk memperoleh kelengkapan informasi. Selanjutnya, berisi tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab al-Adāb

an-Nabawiyyah fī al-A’māl al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa.

Kemudian, dilanjutkan tentang relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Adab an-Nabawiyyah fi A’mal al-Yaumiyyah tentang mensucikan jiwa dalam praktek pendidikan Islam.

Bab kelima, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup.


(19)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka

Penelitian Siti Imzanah (2010) tentang “Nilai-nilai pendidikan

akhlak dalam QS. Ali-Imran :159-160” Penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (Library). sumber data primer adalah QS. Ali- Imran 159-160. Sedangkan data sekundernya berupa buku, artikel, atau tulisan yang berbicara tentang perbaikan akhlak dan penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak yang diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak baik redaksi maupun isinya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan didaktik-psikologis dan pendekatan tematik (maudhu’i) dengan analisis kualitatif, kemudian diolah kembali dengan menggunakan metode deduktif, induktif dan komparatif.

Penelitian Nur Kamin (2011) tentang “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an (Kajian Tafsir Tahlili Surat al-Hujurat Ayat 11-12). Penelitian ini menggunakan metode riset kepustakaan (Library research), dengan teknik analisis dengan metode interpretatif yakni metode yang berperan untuk mencari kandungan nilai-nilai pendidikan akhlak yang di dalamnya ada keterkaitan dengan pendidikan Islam. metode tafsir yakni metode yang berusaha menguraikan al-Qur’an secara


(20)

detail. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan fenomenologis.

Penelitian Abdul Kirom (2013) tentang “Nilai-nilai Pendidikan

Akhlak dalam Kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā Karangan Syaikh

Muhammad Syākir dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama Islam”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan objek material penelitian adalah kepustakaan dengan sumber primer penelitian yaitu kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā. Proses pengumpulan data yang dilakukan yakni melalui metode dokumentasi, sedangkan analisis dilakukan dengan metode interprestasi, yakni dengan menunjukkan arti, mengungkapkan serta mengatakan esensi dari nilai pendidikan akhlak yang tertuang dalam kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil Abnā tersebut secara objektif. Dalam menarik sebuah kesimpulan menggunakan metode berfikir deduktif.

Penelitian Komarullah Azami (2014) tentang Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 11-12”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriftif analisis melalui teknik studi kepustakaan (Library Research). Adapun sumber data yang digunakan yakni literatur-literatur yang berkaitan dengan tema dalam penelitian ini. Sumber primer yang digunakan yakni kitab suci al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan tafsirnya, Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab, Tafsir al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Kasyaf karya Zamakhsari, Tafsir At-Thobari dan Tafsir Ibnu Katsir. Adapun analisis


(21)

12

yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis metode tafsir maudhu’i.

Berdasarkan literatur di atas, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh empat peneliti di atas adalah sama-sama menggali mengenai pendidikan akhlak. Sedangkan letak perbedaan dari ketiga penelitian di atas yakni pada obyek kajian. Keempat penelitian di atas memiliki obyek kajian yang berbeda dengan penelitian ini yakni pada penelitian Siti Imzanah yang dikaji adalah QS. Ali-Imran :159-160” kemudian skripsi Abdul Kirom yang dikaji adalah Kitab Wasāyā Al-Ᾱbā’ Lil dan skripsi Nur Kamin yang dikaji adalah Tafsir Tahlili Surat al-Hujurat Ayat 11-12). dan terakhir skripsi Komarullah Azami yang dikaji adalah Surat Al-Mujadalah Ayat 11-12. sedangkan penelitian ini mengkaji kitab al-Adab an-Nabawiyyah fi al-A’mal al-Yaumiyyah karya Ahmad Badawi.

B. Kerangka Teori 1. Nilai

a. Pengertian Nilai

Nilai merupakan suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. Nilai dapat diartikan sebagai konsep yang abstrak di dalam diri manusia atas masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar, salah, dan buruk. Nilai mengarah pada perilaku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari (Mujib, 1993: 110).


(22)

Nilai juga dapat diartikan sebagai seperangkat moralitas yang paling abstrak dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu idealitas dan memberikan corak khusus pada pola pemikiran, perasaan, dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun kejelekan (Nurdin,2008 : 209).

Nilai yang diyakini kebaikannya memiliki peranan sebagai panduan dan bimbingan karakter atau tingkah laku. Nilai jika ditanggapi positif akan membantu manusia berkehidupan dengan karakter baik, namun jika nilai ditanggapi negatif, maka akan membuat seseorang merasa tidak bernilai dan menjadi merasa tidak berbahagia (Suparlan, 2015: 225).

Menurut Richard dan Linda, nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain. Indonesia Heritage Foundation merumuskan Sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter. kesembilan karakter tersebut yakni:

1. Cinta kepada Allah SWT dan semesta beserta isinya 2. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri

3. Jujur

4. Hormat dan santun

5. Kasih sayang, peduli, dan kerja sama

6. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah 7. Keadilan dan kepemimpinan


(23)

14

8. Baik dan rendah hatiToleransi, cinta damai dan persatuan Richard mengelompokkan nilai-nilai universal kedalam dua kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai-nilai nurani dan nilai-nilai memberi dikelompokkan sebagai berikut:

a) Nilai-nilai Nurani: Kejujuran, Keberanian, Cinta damai, Keandalan diri, Kemurnian, kesucian.

b) Nilai-nilai memberi: Setia, dapat dipercaya, Hormat, sopan, Cinta, kaasih sayang, Peka, tidak egois, Baik hati, ramah, Adil, murah hati.

Tiap nilai dimulai dengan sikap atau suatu tindakan memberi, kemudian mewujudkan dalam pe rbuatan yang juga menampilkan sikap, pembawaan, kualitas, serta bakat (Majid, 2012 : 42-44).

Nilai disini adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan sesuatu pantas dikejar agar manusia dapat berkembang. Ada hubungan antara yang benilai dengan “yang baik”. Baik adalah suatu sifat yang melekat pada halnya. “Bernilai” adalah sifat yang menghubungkan suatu hal yang baik dengan seseorang konkret (Mardiatmadja, 1986 : 21).

b. Macam-macam Nilai

Menurut Muhadjir, bahwa secara hierarkis nilai dapat dikelompokkan ke d alam dua macam yaitu:

1.) Nilai-nilai Ilahiyah, yang terdiri dari nilai ubudiyah dan nilai-nilai muamalah.


(24)

2.) Nila etika insani, yang terdiri dari nilai rasional, nilai sosial, nilai individual, nilai biofisik, nilai ekonomik, nilai politik, dan nilai estetik.

Dari beberapa macam nilai di atas dapat dipahami bahwa nilai Ilahi (nilai hidup etik religius) memiliki kedudukan vertikal lebih tinggi daripada nilai hidup lainnya. Selain itu, nilai Ilahi mempunyai konsekuensi pada nilai lainnya, dan sebaliknya nilai lainnya memerlukan konsultasi pada nilai Ilahi.

Sedangkan nilai insani mempunyai relasi sederajat yang masing-masing tidak harus berkonsultasi. Disamping itu tata nilai Ilahi sebagai sumber nilai dan esensi nilai, dengan nilai-nilai etik sebagai sumber nilai dan esensi, dengan nilai-nilai etik insani lainnya dapat dibagi atas:

1.) Nilai Ilahiyah ubudiyah, yakni nilai yang berisi keimanan kepada Allah SWT, dan iman ini akan mewarnai semua aspek kehidupan, atau mempengaruhi nilai-nilai yang lain.

2.) Nilai Ilahiyah muamalah, yakni nilai-nilai terapan yang bersumber pada wahyu, dan sudah mulai jelas pembidangan aspek-aspek hidup yang mencakup politik, ekonomi, sosial, individu, rasional, dan estetika.

3.) Nilai-nilai insani yang meliputi tujuh nilai sebagaimana tersebut di atas yaitu: sosial, rasional, individual, ekonomi, estetik, politik, dan biofisik. (http://www.newjoesafirablog.blogspot.com)


(25)

16

2. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (KBBI, 2008 :341)

Dalam bahasa Arab, pendidikan disebut tarbiyah yang berarti tumbuh, berkembang atau bertambah. Kata tarbiyah (pendidikan) dimaknai sebagai sampainya sesuatu ke tahap sempurna secara berangsur-angsur. (Ansor, 2013:27)

Pendidikan dalam literatur pendidikan Islam memiliki banyak istilah yakni rabbā-yurabbī (mendidik), ‘allama-yu’allimu (memberi ilmu), addaba-yu’addibu (memberi teladan dalam akhlak), dan darrasa-yudarrisu (memberikan pengetahuan). Berikut pengertian istilah yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits:

a.) Rabbā-Yurabbī

Istilah rabbā-yurabbī terdapat dalam al-Qur’an:

اًﺮﻴِﻐَﺻ ﻲِﻧﺎَﻴﱠـﺑَر ﺎَﻤَﻛ ﺎَﻤُﻬْﻤَﺣْرا ﱢبﱠر ﻞُﻗَو ِﺔَﻤْﺣﱠﺮﻟا َﻦِﻣ ﱢلﱡﺬﻟا َحﺎَﻨَﺟ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﺾِﻔْﺧاَو

.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS.Al-Isra:24)

Ism fā’il dari rabbā-yurabbī adalah murabbī. Kata murabbī lebih berorientasi pada pemeliharaan, baik pemeliharaan yang bersifat jasmani maupun rohani. Pendidik yang berkapasitas sebagai murabbī haruslah


(26)

memiliki kebiasaan dan tingkah laku yang baik, serta mampu menyesuaikan diri dengan anak didik.

b.) ‘Allama-Yu’allimu.

Seorang pendidik juga dapat disebut mu’allim. kata mu’allim berasal dari kata ‘allama-yu’allimu (memberi ilmu) dan ungkapan tersebut sesuai dengan firma Allah SWT sebagai berikut:

ْﻟا ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻬَﺿَﺮَﻋ ﱠﻢُﺛ ﺎَﻬﱠﻠُﻛ َءﺎَﻤْﺳَْﻷا َمَدآ َﻢﱠﻠَﻋَو

ِءﺎَﻤْﺳَﺄِﺑ ﻲِﻧﻮُﺌِﺒﻧَأ َلﺎَﻘَـﻓ ِﺔَﻜِﺋ َﻼَﻤ

َٰﻫ

َﻦﻴِﻗِدﺎَﺻ ْﻢُﺘﻨُﻛ نِإ ِء َﻻُﺆ

.

Dan Dia ajarkan (memberi ilmu) kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan para malaikat, seraya berfirman ”Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar” (QS. Al-Baqarah: 31)

Masdar dari ‘allama-yu’allimu adalah ta’lim. Ta’lim bermakna pengajaran dan pendidikan.

c.) Addaba-Yu’addibu

Seorang pendidik juga dapat disebut mu’addib. Mu’addib berasal dari akar kata addaba-yu’addibu yang artinya memberikan teladan dalam akhlak. Istilah adab terdapat dalam hadits sebagai berikut:

ﺎَﻨَـﺛﱠﺪّﺣ سﺎﱠﻴَﻋ ُﻦْﺑ ّﻲِﻠَﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ﻲِﻘْﺸَﻣﱢﺪﻟا ِﺪﻴِﻟَﻮْﻟا ُﻦْﺑ ُسﺎﱠﺒَﻌْﻟا ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

َﻦْﺑ ﺲَﻧَأ ُﺖﻌِﻤَﺳ ِنﺎَﻤْﻌﱡـﻨﻟا ُﻦْﺒُـﺛِﺮَﺤْﻟا ﻲِﻧَﺮَـﺒﺧَأ ةَرﺎَﻤُﻋ ُﻦْﺑﺪﻴِﻌَﺳ

ْﻦَﻋ ُثﱢﺪَﺤُﻳ ِﻚِﻟﺎَﻣ

ْﻢُﻬَـﺑَدَأاﻮُﻨِﺴْﺣاَو ْﻢُﻛَدَﻻْوَأ اﻮُﻣَﺮْﻛِا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠّﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳَر

.

Telah menceritakan kepada kami Al-‘Abbas bin Al-Walid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ali bin ‘Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Sa’id bi Umarah, telah mengabarkan kepadaku Al-Harits bin An-Nu’man mendengar Anas bin Malik


(27)

18

dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah tingkah laku mereka.” (HR. Ibnu Majah)

d.) Darrasa-Yudarrisu

Ism fa’il dari kata darrasa-yudarrisu adalah mudarris. Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, memperbarui pengetahuan, berusaha mecerdaskan peserta didik, memberantas kebodohan, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan peserta didik. Dapat dinyatakan bahwa seorang pendidik dalam konsep Islam adalah orang yang dapat mengarahkan manusia ke jalan kebenaran sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.

Dari definisi beberapa istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa Mendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. (Sani, 2016 : 8-12)

Pada hakikatnya pendidikan adalah memilih tindakan dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan bergerak maju menuju tujuan dan kesempurnaan yang diharapkan. (Amini, 2006:5).


(28)

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan karena tujuan dapat menentukan setiap gerak langkah dan aktivitas dalam proses pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan serta menjadi tolak ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan (Susanto, 2009 : 66).

Tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan kebangsaan (Ramayulis, 2005 : 51-52).

Sedangkan menurut Ibnu Sina yang dikutip oleh Said Ismail mengatakan bahwa : “Tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya (Ismail, 1969)


(29)

20

Sebab Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemerintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan ditingkat Universitas.

c. Dasar Pendidikan

Dasar pendidikan adalah suatu pegangan yang dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pendidikan. Dasar pendidikan di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga dasar yaitu dasar idiil (falsafah kenegaraan), konstitusional, dan operasional (Ekosusilo, tt :43).

3. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari kata khalaqa bentuk jamak dari khalaqun yang berarti perangai, sifat, tabiat, ciptaan (Munawwir, 1997 : 364). Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dalam segi istilah dapat merujuk kepada pendapat para pakar diantaranya:

1) Menurut Moh. Aziz al-Khuly, akhlak adalah sifat jiwa yang terlatih demikian kuatnya sehingga mudahlah bagi yang empunya melakukan suatu tindakan tanpa dipikir dan dipikir dan direnungkan lagi.


(30)

2) Menurut Muhammad Ibnu Qayyim, akhlak adalah perangai atau tabi’at yaitu ibarat dari suatu sifat batin dan perangai jiwa yang dimiliki oleh semua manusia (Syukur, 2010 : 5).

3) Ibn Maskawaih berpendapat bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

4) Imam al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam (Pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sedangakan menurut Abdul Hamid “akhlak” adalah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk keburukan (Yunus, tt :936).

Selanjutnya menurut Hamzah Ya’qub “akhlak” adalah:

a) Ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. b) Ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan


(31)

22

tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka (Ya’qub, 1993 : 12).

Dalam pembahasan akhlak atau ilmu akhlak ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk mengatakan akhlak atau ilmu akhlak tersebut. Istilah-istilah tersebut adalah:

a. Etika yakni bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk) (Sastrapraja, 1981 : 144). Menurut Hamzah Ya’qub “etika” adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. (Ya’qub, 1993 : 15).

Kesusilaan yakni berasal dari susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Susila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma (Said, 1976 :23). Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan susila berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya dan kesusilaan sama dengan kesopanan (Poerwadinata, 1976 : 23).

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam Mu’jam al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Selanjutnya di dalam kitab Dairatul Ma’rif, secara singkat akhlak diartikan sebagai sifat-sifat manusia yang terdidik (Nata, 2014 : 3 - 4).


(32)

keseluruhan definisi akhlak tersebut tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dan lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan dari definisi tersebut dapat dilihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. perbuatan akhlak dilakukan oleh seorang yang sehat akal pikirannya.

Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dai luar. perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.

keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

kelima, sekalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya perbuatan yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.seseorang yang melakukan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak (Nata, 2014 : 3 - 6 ).


(33)

24

Akhlak atau perilaku dalam Islam adalah yang terwujud melalui proses aplikasi sistem nilai atau norma yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat perbedaan antara akhlak dan norma yang berlaku di masyarakat. nilai norma adalah yang berlaku secara alamiyah dalam masyarakat, dapat berubah menurut kesepakatan dan persetujuan dari masyarakat pada dimensi ruang dan waktu tertentu. Sedangkan akhlak mempunyai patokan dan sumber yang jelas, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits.

b. Pembagian Akhlak

1) Akhlaqul Karimah (Akhlak Terpuji). adapun jenis-jenis akhlaqul karimah yakni sebagai berikut:

a) Al-Amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) b) Al-Alifah (sifat yang disenangi)

c) Al-Afwu (sifat pemaaf)

d) Anie Satun (sifat manis muka) e) Al-Khairu (berbuat baik) f) Al-Khusyu (tekun bekerja)

2) Akhlaqul Madzmumah (Akhlak Tercela)

a. Ananiyah (sifat egois) b. Al-Bukhlu (sifat pelit)

c. Al-Kadzab (sifat pembohong)


(34)

e. Azh-Zhulmun (sifat aniaya)

f. Al-Jubnu (sifat pengecut) (Abdullah, 2007 : 12). 4) Pendidikan Akhlak

a. Pengrtian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang mengarah pada terciptanya perilaku lahir dan batin manusia, sehingga menjadi manusia yang seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap orang lain (Suwito, 2004 : 38).

Pendidikan akhlah juga merupakan penanaman, pengembangan dan pembentukan akhlak yang mulia dalam diri anak didik. Pendidikan akhlak tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus, akan tetapi lebih merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan (Sastraprtedja, 2000 : 3).

Pendidikan akhlak memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tersebut untuk dikembangkan secara maksimal dan optimal (Baharuddin dan Makin, 2007 : 23).

1) Sumber Pendidikan Akhlak

Persoalan akhlak di dalam Islam banyak dibicarakan dan dimuat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia yang menjelaskan arti baik dan buruk, sehingga dengan mudah diketahui, apakah perbuatan tersebut terpuji atau tercela, benar atau salah. jadi, sumber pokok daripada


(35)

26

pendidikan adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama agama Islam (Ilyas, 2009 : 4)

2) Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Pokok masalah yang dibahas pendidikan akhlak adalah perbuatan manusia. Jika sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik , maka itulah yang disebut akhlak terpuji, sedangkan jika sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak tercela.

Pada intinya ruang lingkup akhlak ada dua, yaitu akhlak kepada khaliq (Allah) dan akhlak terhadap makhluk (selain Allah). Alkhlak terhadap makhluk dirinci lagi menjadi beberapa macam, diantaranya akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia, seperti tumbuhan dan binatang, serta akhlak terhadap benda mati (Marzuki, 2010 : 22).

3) Tujuan Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Maskawaih sebagaimana dikutip oleh Suwito, tujuan pendidikan akhlak adalah terciptanya manusia yang berprilaku ketuhanan. Perilaku seperti ini muncul dari akal ketuhanan yang adil dalam diri manusia secara spontan (Suwito, :119).

Cita-cita tersebut sesuai dengan tujuan nasional pendidikan Indonesia, yaitu terciptanya kualitas manusia Indonesia yang memiliki 10 kriteria (Rahim (e.t). 2002 : 44) diantaranya sebagai berikut:


(36)

2) Berbudi pekerti yang luhur 3) Memiliki pengetahuan 4) Memiliki keterampilan 5) Memiliki kesehatan rohani

6) Memiliki kepribadian yang mantap 7) Memiliki kepribadian yang mandiri

8) Memiliki rasa tanggung jawab yang kemasyrakatan 9) Memiliki kesehatan jasmani

10) Memiliki rasa kebangsaan

Kesepuluh nilai di atas mengharuskan adanya usaha yang sungguh-sungguh dan kontinu dalam memberikan pendidikan agama, terutama yang bermaterikan akhlak yang sebaik-baiknya kepada generasi muda sebagai elit bangsa. dan sebagai umat Nabi sudah sepatutnya mencontoh sikap, tutur kata, dan perilaku Rasulullah saw, serta melanjutkan misi pokok kisahnya, yakni menyerukan dan menyempurnakan akhlak bagi seluruh umat manusia.


(37)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan yakni jenis penelitian pustaka

(library research), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku,

majalah-majalah ilmiah, dokumen-dokumen, dan materi pustaka lainnya, sebagai sumber data untuk mendapatkan informasi secara lengkap (Subagyo, 1993:109), sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. peneliti melakukan analisis data dengan memperbanyak informasi, mencari hubungannya, dan menemukan hasil atas data sebenarnya. hasil analisa data berupa pemaparan yang berkenaan dengan situasi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk uraian narasi. pemaparan tersebut umumnya menjawab dari pertanyaan dalam rumusan masalah yang ditetapkan (http://www.seputarpengetahuan.com).

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. metode penelitian kualitatif lebih menggunakan teknik analisis mendalam, yaitu mengkaji masalah secara perkasus. tujuan metodologi kualitatif bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara


(38)

mendalam tehadap suatu masalah. penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori subtantif dan hipotesis penelitian kualitatif (http://www.zonainfosemua.blogspot.com).

C. Metode Pengumpulan Data

Karena penelitian ini adalah penelitian yang bersifat pustaka, maka peneliti menggunakan teknis dokumentasi, yakni metode Pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari lembaga atau institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan data yang lain (Arikunto, 2006 :231).

Esteberg menyatakan bahwa dokumen adalah segala sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia (Sarosa, 2012 : 61). Dan dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab Adāb al-Nabawiyyah fī al-A’Māl al-Yaumiyyah.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang didapat atau dikumpulkan oleh peneliti dengan cara langsung dari sumbernya (http://www.informasi-pendidikan.com). Adapun sumber data primer yang digunakan pada penelitian ini yakni kitab Adab Nabawiyyah fi

al-A’mal al-Yau miyyah karya KH. Ahmad Badawi.

Sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya


(39)

30

melalui orang lain atau dokumen, dan juga berupa buku-buku yang terkait (Sugiyono, 2015 : 225).

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisa yang digunakan adalah analisis isi (content

analysis), yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis makna yang

terkandung di dalam data yang dihimpun melalui riset kepustakaan. Lebih sederhananya dapat dimaknai bahwa content analysis adalah mencari makna materi tertulis atau visual dengan cara alokasi isi sistematis ke kategori terinci yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian menginterpretasikan (Sarosa, 2012 : 70).


(40)

31

A. Biografi Ahmad Badawi

Ahmad Badawi lahir pada tanggal 5 februari 1902 sebagai putra ke 4. Ayahnya bernama K.H. Muhammad Fakih yang merupakan salah satu pengurus Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai komisaris. Sedangkang ibu Ahmad Badawi bernama Hj. Siti Habibah (adik kandung K.H. Ahmad Dahlan). berdasarkan silsilah dari garis ayah, maka K.H. Ahmad Badawi Memiliki garis keturunan dari Panembahan Senopati, raja pertama Mataram Islam.

Dalam keluarga Ahmad Badawi, nilai-nilai agama sangat kental untuk ditanamkan. hal tersebut sangat mempengaruhi perilaku hidup dan etika keseharian beliau. Ahmad Badawi memiliki kelebihan, yaitu senang berorganisasi. Usia kanak-kanak dilalui dengan belajar mengaji pada ayah beliau sendiri. pada tahun 1908-1913 Ahmad Badawi menjadi santri di Pondok Pesantren Lerab Karanganyar untuk belajar tentang nahwu dan

sharaf. pada tahun 1913-1915 Ahmad Badawi belajar kepada K.H. Dimyati di Pondok Pesantren Termas, Pacitan. Di Pesantren tersebut beliau dikenal sebagai santri yang pintar berbahasa Arab (nahwu dan sharaf) yang telah didapatkan di Pondok Pesantren Lerab.


(41)

32

Pada tahun 1915-1920 Ahmad Badawi mondok di Pesantren Besuk, Wangkal Pasuruan. Ahmad Badawi mengakhiri pencarian ilmu agama di Pesantren Kauman dan Pesantren Pandean di Semarang pada tahun 1921. Pendidikan formal beliau hanya didapatkan di Madrasah Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan di Kauman

Yogyakarta, yang belakangan berubah menjadi Standaarschool dan

kemudian menjadi SD Muhammadiyah. Keinginan Ahmad Badawi untuk mengamalkan dn mengajarkan ilmu yang telah dipelajari dari berbagai Pesantren akhirnya mengantarkan beliau pada Muhammadiyah sebagai pilihan dalam beraktifitas. hal ini dilatarbelakangi oleh misi, visi dan orientasi Muhammadiyah selaras dengan cita-cita Ahmad Badawi.

Pada masa perjuangan, Ahmad Badawi pernah memasuki Angkatan Perang Sabil. Ahmad Badawi turut beroperasi di Sanden Bantul, Tegallayang, Bleberan dan Kecabean Kulon Progo. pada tahun 1947-1949, Ahmad Badawi menjadi Imam III Angkatan Perang Sabil bersama dengan KH. Mahfudz sebagai Imam I dan KRH. Hadjid selaku Imam II untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 1950, Ahmad Badawi dikukuhkan sebagai wakil ketua Majelis Syuro Masyumi di Yogyakarta. di partai ini, beliau tidak memilik banyak peran, karena partai tersebut kemudian membubarkan diri. Semenjak berkiprah di Muhammadiyah, Ahmad Badawi lebih mengembangkan potensi untuk bertabligh. keinginan ini dijalankan melalui kegiatan sebagai guru di sekolah (madrasah) dan kegiatan dakwah melalui pengajian dan pembekalan


(42)

ke-Muhammadiyah-an. Prestasi di bidang tabligh telah mengantarkan Ahmad Badawi untuk dipercaya menjadi ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pad tahun 1933. Pada tahun berikutnya, beliau juga diserahi amanat untuk menjadi kepala Madrasah Za’imat yang kemudian digabung dengan Madrasah Mu’alimat pada tahun1942. di Madrasah Mu’alimat, Ahmad Badawi mempunyai obsesi unruk memberdayakan potensi wanita, sehingga bisa menjadi muballighat yang baik.

Pada Pimpinam Pusat Muhammadiyah, Ahmad Badawi selalu terpilih dan ditetapkan menjadi wakil ketua. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-35 di Jakarta, Ahmad Badawi terpilih menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965, dan pada Muktamar Muhammadiyah ke-36 di Bandung, Ahmad Badawi terpilih menjadi menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1965-1968 (Hasyim (et.al). 2015 : 174).

B. Karya-karya Ahmad Badawi

Sebagai seorang pemimpin, Ahmad Badawi juga produktif sebagai penulis. Karya-karya tulis yang telah dihasilkan antara lain:

1. Pengajian Rakyat

2. Kitab Nukilan Sju’abul Imam (bahasa Jawa)

3. Kitab Nikah (huruf pegon dan berbahasa Jawa)

4. Kitab Parail (huruf latin berbahas Jawa)


(43)

34

6. Mi’ah Hadits (berbahasa Arab)

7. Mudzakkirat Fi Tasji’il Islam (berbahasa Arab) 8. Qawa’idul Chams (berbahasa Arab)

9. dan Menghadapi Orla (berbahasa Indonesia)

(http://www.bloganhar.blogspot.com).

C. Nila-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī

Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa Karya Ahmad

Badawi

Pada bab ini akan membahas mengenai nilai-nilai akhlak dalam

kitab Al-Adāb Al-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah bagian

mensucikan jiwa. Pada bagian ini terdapat dua hadits yang akan menjadi obyek pembahasan yaitu:

1. Hadits Menjaga Amal Perbuatan.

ﺮﻈﻨﻳ َﻻ ﷲا نِإ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰّﻠَﺻ ِﷲا َلﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َةَﺮﻳَﺮُﻫ ﻲِﺑَأ ْﻦَﻋ

ْﻢُﻜﻟﺎَﻤْﻋَأَو ْﻢُﻜﺑﻮُﻠُـﻗ ﻰَﻟِإ ﺮﻈﻨﻳ ﻦِﻜَﻟَو ْﻢُﻜﻟاَﻮْﻣَأَو ْﻢُﻛرﻮﺻ ﻰَﻟِإ

)

ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور

(

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: bahwa Allah tidak memandang kepada bentuk tubuh dan harta bendamu, akan tetapi Allah memandng kepada hatimu dan perbuatanmu (HR. Muslim).

2. Hadits Menjaga Lisan dan Kemaluan

ِﻞْﻬَﺳ ْﻦَﻋ

ْﻦَﻣ َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳَر ْﻦَﻋ ٍﺪْﻌَﺳ ِﻦْﺑ

ﻲِﻟ ْﻦَﻤْﻀَﻳ

َﺔﱠﻨَﺠﻟا ُﻪَﻟ ْﻦَﻤْﺿَأ ِﻪْﻴَﻠْﺟِر َﻦْﻴَـﺑ ﺎَﻣَو ِﻪْﻴَـﻴْﺤَﻟ َﻦْﻴَـﺑ ﺎَﻣ

)

يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور

(


(44)

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’id dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda: siapa saja yang mampu menjamin bagiku apa yang ada di antara kedua mulutnya (lisan)dan apa saja yang berada di antara dua kakinya (pahanya/kemaluannya), maka aku jamin baginya (masuk) surga. (HR. al-Bukhari )

Hadits yang pertama diriwayatkan oleh Muslim (Shahih Muslim, Kitab Al-Bir wa as-Shilah wa al-Adāb, Bab Zulm al-Muslim, wa Khadzlah wa ikhtiqar). Dan hadits yang kedua diriwayatkan oleh al-Bukhari (Shahih al-Bukhari, Kitab ar-Riqaq Bab Hifdz al-Lisan) (Shalahuddin, 2015 : 114-115).

Kedua hadits di atas menghasilkan tiga nilai akhlak yakni: pertama, menjaga amal perbuatan (ikhlas), kedua, menjaga lisan (berkata baik), dan ketiga, menjaga kemaluan (menutup aurat).

a. Menjaga amal perbuatan (ikhlas)

Menjaga amal perbuatan sangatlah dianjurkan kepada setiap muslim, karena Allah SWT tidak melihat pada bagusnya fisik seseorang dan banyaknya harta yang dimiliki, akan tetapi Allah SWT memandang pada hati dan amal perbuatan (Shalahuddin, 2015: 114-115). Dalam hal ini jika seseorang ingin melakukan suatu kebaikan, maka segala sesuatu yang dilakukan tidaklah harus diperlihatkan atau diumumkan.

Dalam al-Qur’an terdapat penjelasan makna ikhlas yang bisa ditemukan dalam empat ayat dari tiga surah sebagai berikut:


(45)

36

ُﻩﻮُﻋْداَو ٍﺪِﺠْﺴَﻣ ﱢﻞُﻛ َﺪﻨِﻋ ْﻢُﻜَﻫﻮُﺟُو اﻮُﻤﻴِﻗَأَو ِﻂْﺴِﻘْﻟﺎِﺑ ﻲﱢﺑَر َﺮَﻣَأ ْﻞُﻗ

َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ

َنوُدﻮُﻌَـﺗ ْﻢُﻛَأَﺪَﺑ ﺎَﻤَﻛ

.

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan." Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)."

b) Firman Allah SWT:

َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا اُﻮَﻋَد ْﻢِﻬِﺑ َﻂﻴِﺣُأ ْﻢُﻬﱠـﻧَأ اﻮﱡﻨَﻇَو ٍنﺎَﻜَﻣ ﱢﻞُﻛ ﻦِﻣ ُجْﻮَﻤْﻟا ُﻢُﻫَءﺎَﺟَو

َٰﻫ ْﻦِﻣ ﺎَﻨَـﺘْﻴَﺠﻧَأ ْﻦِﺌَﻟ َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ

َﻦﻳِﺮِﻛﺎﱠﺸﻟا َﻦِﻣ ﱠﻦَﻧﻮُﻜَﻨَﻟ ِﻩِﺬ

.

Dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.

c) Firman Allah SWT:

َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪﱠﻟ ﺎًﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا ِﺪُﺒْﻋﺎَﻓ ﱢﻖَﺤْﻟﺎِﺑ َبﺎَﺘِﻜْﻟا َﻚْﻴَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَﺰﻧَأ ﺎﱠﻧِإ

.

ُﺺِﻟﺎَﺨْﻟا ُﻦﻳﱢﺪﻟا ِﻪﱠﻠِﻟ َﻻَأ

.

“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab al-Qur’an dengan membawa kebenaran. Mmaka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepynyaan Allah lah agama yang bersih.

Allah SWT memerintahkan kepada semua umat muslim untuk memperbaiki niat sebelum melakukan suatu pekerjaan. Seorang muslim haruslah melatih diri untuk menumbuhkan keikhlasan dalam hati setiap melakukan suatu pekerjaan, karena Allah SWT hanya melihat dari keikhlasan hati seseorang. segala amal perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tergantung pada niatnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw:


(46)

ىَﻮَـﻧﺎَﻣ ٍءِﺮْﻣا ﱢﻞُﻜِﻟ ﺎَﻤﱠﻧِإَو ِتﺎﱠﻴﱢـﻨﻟﺎِﺑ ُلﺎَﻤْﻋَﻷْا ﺎَﻤﱠﻧِإ

) .

نﺎﺨﻴﺸﻟا ﻩاور

(

Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang sesuai dengan niatnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud dengan amal perbuatan dalam hadits tersebut adalah semua perbuatan, meliputi perbuatan lisan yang disebut dengan ucapan dan perbuatan anggota badan lainnya. Sedangkan niat adalah kehendak yang diarahkan kepada perbuatan untuk mencari ridha Allah SWT dan melaksanakan hukum-Nya (Al-Khuly, 2010 : 5-6).

Dapat diketahui bahwa derajat amal perbuatan tergantung dengan derajat niatnya. semua amal perbuatan mendapat balasan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Seseorang yang memiliki niat agar mendapatkan pahala dan keridhaan Allah SWT, maka dia akan mendapatkannya. Barangsiapa yang memiliki niat yang buruk, maka diapun akan celaka, dan seseorang yang niatnya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak menadapat pahala. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa sesuatu yang tidak diniatkan oleh seseorang tidak bernilai apapun (Al-Khuly, 2010 : 10).

Seorang muslim dituntut untuk ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Ikhlas merupakan dasar dari sebuah tindakan tanpa pamrih yang seharusnya melandasi apa pun yang dilakukan. al-Qur’an menyatakan bahwa seorang muslim yang lebih baik agamanya adalah


(47)

38

orang yang ikhlas (Sani dan Kadri, 2016 : 84), sebagaimana firman Allah SWT:

َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ َﺔﱠﻠِﻣ َﻊَﺒﱠـﺗاَو ٌﻦِﺴْﺤُﻣ َﻮُﻫَو ِﻪﱠﻠِﻟ ُﻪَﻬْﺟَو َﻢَﻠْﺳَأ ْﻦﱠﻤﱢﻣ ﺎًﻨﻳِد ُﻦَﺴْﺣَأ ْﻦَﻣَو

ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ

ًﻼﻴِﻠَﺧ َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ ُﻪﱠﻠﻟا َﺬَﺨﱠﺗاَو

.

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (QS. An-Nisa : 125)

Perintah untuk ikhlas, juga tercantum dalam Qur’an surah al-Bayyinah ayat 5:

َة َﻼﱠﺼﻟا اﻮُﻤﻴِﻘُﻳَو َءﺎَﻔَـﻨُﺣ َﻦﻳﱢﺪﻟا ُﻪَﻟ َﻦﻴِﺼِﻠْﺨُﻣ َﻪﱠﻠﻟا اوُﺪُﺒْﻌَـﻴِﻟ ﱠﻻِإ اوُﺮِﻣُأ ﺎَﻣَو

َةﺎَﻛﱠﺰﻟا اﻮُﺗْﺆُـﻳَو

َٰذَو

ِﺔَﻤﱢﻴَﻘْﻟا ُﻦﻳِد َﻚِﻟ

.

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, (Ghoffar dan al-Atsari, 2013 :403). Ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk melepaskan kemusyrikan menuju kepada tauhid, dan menjadi umat yang lurus dan tidak menyimpang. Imam az-Zuhri dan as-Syafi’i menggunakan ayat tersebut sebagai dalil bahwa amal perbuatan masuk dalam keimanan.

Dalam beberapa ayat lain juga menyatakan tentang perlunya keikhlasan dalam menjalankan agama, sebagaimana firman Allah SWT.

ﺎِﺑ اﻮُﻤَﺼَﺘْﻋاَو اﻮُﺤَﻠْﺻَأَو اﻮُﺑﺎَﺗ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﱠﻻِإ

َٰﻟوُﺄَﻓ ِﻪﱠﻠِﻟ ْﻢُﻬَـﻨﻳِد اﻮُﺼَﻠْﺧَأَو ِﻪﱠﻠﻟ


(48)

َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َﻊَﻣ

ﺎًﻤﻴِﻈَﻋ اًﺮْﺟَأ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻪﱠﻠﻟا ِتْﺆُـﻳ َفْﻮَﺳَو

.

Kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada agama Allah SWT dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah SWT, maka mereka itu bersama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa:146)

ِﻟ َﻚَﻬْﺟَو ْﻢِﻗَأ ْنَأَو

َﻦﻴِﻛِﺮْﺸُﻤْﻟا َﻦِﻣ ﱠﻦَﻧﻮُﻜَﺗ َﻻَو ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ ِﻦﻳﱢﺪﻠ

.

Dan (Aku telah diperintah),”Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan jangan sekali-kali engkau termasuk orang yang musyrik. (QS. Yunus : 105)

Keikhlasan dalam menyembah Allah SWT merupakan dasar untuk memperoleh ridha Allah SWT. Jika seseorang beribadah karena takut akan azab neraka atau karena ingin masuk surga maka ia belum ikhlas dalam melakukan ibadah (Sani dan Kadri, 2016 : 85).

Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan adalah termasuk pondasi iman dan merupakan keharusan dalam Islam. Allah SWT tidak menerima suatu amal perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas.

b. Menjaga lisan

Seorang muslim memiliki peran yang sangat besar dalam menjalani hidup. Seorang muslim dituntut untuk dapat menjaga lisan dari perkataan yang buruk (Sani dan Kadri, 2016 : 90), karena dalam ajaran Islam, seorang muslim tidak boleh mencela dan memanggil dengan panggilan buruk yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 263.


(49)

40

ىًذَأ ﺎَﻬُﻌَـﺒْﺘَـﻳ ٍﺔَﻗَﺪَﺻ ﻦﱢﻣ ٌﺮْـﻴَﺧ ٌةَﺮِﻔْﻐَﻣَو ٌفوُﺮْﻌﱠﻣ ٌلْﻮَـﻗ

،

ٌﻢﻴِﻠَﺣ ﱞﻲِﻨَﻏ ُﻪﱠﻠﻟاَو

.

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah:263)

Lisan merupakan salah satu nikmat Allah SWT yang dianugerahkan kepada hamba-Nya. Dengan adanya lisan, seorang hamba dapat berkomunikasi dengan sesama manusia. Begitu besarnya peranan lisan sehingga Allah SWT menyebutkan dalam banyak ayat, diantaranya Firman Allah SWT:

ِﻦْﻴَـﻨْـﻴَﻋ ُﻪﱠﻟ ﻞَﻌْﺠَﻧ ْﻢَﻟَأ

،

ِﻦْﻴَـﺘَﻔَﺷَو ﺎًﻧﺎَﺴِﻟَو

،

ِﻦْﻳَﺪْﺠﱠﻨﻟا ُﻩﺎَﻨْـﻳَﺪَﻫَو

.

Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad : 8-10)

Lisan dapat menggambarkan kepribadian luhur seseorang, menunjukkan kecerdasan dan Intelektualitasnya serta menandakan ketakwaan dan keshalihan. Demikian pula sebaliknya, lisan dapat memperlihatkan amoralitas, kepicikan dan kerendahan derajat seseorang. Seorang mukmin harus menjaga lisan dengan baik agar tidak mudah mengucapkan perkataan yang buruk yang tidak disukai oleh Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT:

ﺎًﻌﻴِﻤَﺳ ُﻪﱠﻠﻟا َنﺎَﻛَو َﻢِﻠُﻇ ﻦَﻣ ﱠﻻِإ ِلْﻮَﻘْﻟا َﻦِﻣ ِءﻮﱡﺴﻟﺎِﺑ َﺮْﻬَﺠْﻟا ُﻪﱠﻠﻟا ﱡﺐِﺤُﻳ ﱠﻻ

ﺎًﻤﻴِﻠَﻋ

.


(50)

Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan) secara terus terang, kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. An-Nisa:148)

Di dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa Allah SWT tidak menyukai umat muslim saling bergunjing sesama teman, dengan menyebut aib dan kejelekan orang lain, karena perbuatan tersebut membawa banyak kerusakan, diantaranya adalah:

1) Menyebabkan permusuhan dan dendam antara orang secara terang-terangan mempergungjingkan keburukan orang lain dengan orang yang dipergunjingkan.

2) Memiliki pengaruh yang buruk dalam hati orang yang mendengarkan.

Mendengarkan keburukan sama halnya dengan melakukan keburukan dan mempengaruhi hati orang yang mendengarkan, serta mempengaruhi hati orang yang melihatnya. seseorang yang menggunjing orang lain akan melemahkan hati untuk menilai betapa buruk perbuatan tersebut (Abubakar, Aly dan Sitanggal, 1993 : 6-7).

Berkata yang baik sangatlah dianjurkan, namun ketika seseorang tidak dapat mengeluarkan perkataan yang baik, maka diam lebih baik baginya. Karena Allah SWT tidak menyukai seseorang berkata yang buruk atau mengeluarkan perkataan yang dapat menyakitkan.

Rasulullah saw tidak berkata keji dan menggunakan sindiran jika hendak menegur atau mencela, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut:


(51)

42

ُﻦْﺑ ُلَﻼِﻫ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ َنﺎَﻤْﻴَﻠُﺳ ُﻦْﺑ ُﺢْﻴَﻠُـﻓ ﺎَﻧﺎَﺛﱠﺪَﺣ ٍنﺎَﻨِﺳ ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

ﱟﻲِﻠَﻋ

َلﺎَﻗ ٍﺲَﻧَأ ْﻦَﻋ

:

َﻻَو ًﺎﺸﺣﺎَﻓ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻪﱠﻠﻟا ُلﻮُﺳَر ْﻦُﻜَﻳ ْﻢَﻟ

ًﺎﻧﺎﻌَﻟ

ًﺎﺑﺎﱠﺒَﺳ َﻻَو

ُﻪُﻨﻴِﺒَﺟ َبِﺮَﺗ ﻪَﻟﺎَﻣ ِﺔَﺒَﺘْﻌَﻤﻟا َﺪْﻨِﻋ ُلﻮُﻘَـﻳ َنﺎَﻛ

) .

يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور

(

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan, telah menceritakan kepada kami Fulaih bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hilal bin Ali dari Anas ia berkata:“Rasulullah saw tidak pernah berkata keji, melaknat, dan mencela, apabila beliau hendak mencela, maka beliau akan berkata,”Mengapa dahinya berdebu (dengan bahasa sindiran).

(HR. Bukhari)

Allah SWT melarang orang yang beriman untuk mengejek dan menertawakan, serta menghina orang lain seperti yang dinyatakan dalam surah Al-Hujurat ayat 11.

َﻳ

ٰﻰَﺴَﻋ ٍمْﻮَـﻗ ﻦﱢﻣ ٌمْﻮَـﻗ ْﺮَﺨْﺴَﻳ َﻻ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎ

اًﺮْـﻴَﺧ اﻮُﻧﻮُﻜَﻳ نَأ

ٰﻰَﺴَﻋ ٍءﺎَﺴﱢﻧ ﻦﱢﻣ ٌءﺎَﺴِﻧ َﻻَو ْﻢُﻬْـﻨﱢﻣ

ﱠﻦُﻬْـﻨﱢﻣ اًﺮْـﻴَﺧ ﱠﻦُﻜَﻳ نَأ

،

اوُﺰِﻤْﻠَـﺗ َﻻَو

ْﻢُﻜَﺴُﻔﻧَأ

ِبﺎَﻘْﻟَْﻷﺎِﺑ اوُﺰَـﺑﺎَﻨَـﺗ َﻻَو

،

ﻮُﺴُﻔْﻟا ُﻢْﺳ ِﻻا َﺲْﺌِﺑ

ِنﺎَﻤﻳِْﻹا َﺪْﻌَـﺑ ُق

َٰﻟوُﺄَﻓ ْﺐُﺘَـﻳ ْﻢﱠﻟ ﻦَﻣَو

ُﻢُﻫ َﻚِﺌ

َنﻮُﻤِﻟﺎﱠﻈﻟا

.

Wahai orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat:11)

Maksud dari ayat tersebut adalah larangan Allah SWT kepada umat muslim agar tidak menghina dan merendahkan orang lain. Orang yang mengolok dan mencela orang lain, baik laki-laki maupun perempuan,


(52)

maka mereka sangat tercela dan terlaknat (Ghoffar dan al-Atsari, 2013 : 119-120). Sebagaiman yang difirmankan Allah SWT:

ٍةَﺰَﻤﱡﻟ ٍةَﺰَﻤُﻫ ﱢﻞُﻜﱢﻟ ٌﻞْﻳَو

.

Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela.(QS. Al-Humazah:1)

c. Menjaga kemaluan

Menjaga kemaluan merupakan perintah Allah SWT. maksud dari Perintah menjaga kemaluan yakni sama halnya dengan larangan berbuat zina. kemaluan adalah aurat yang sangat dianjurkan untuk menutupinya.

Aurat merupakan segala sesuatu yang memalukan jika terlihat. Menutup aurat adalah suatu perkara yang disukai, karena membuka aurat dan mengumbarnya termasuk penyebab kedengkian dan dapat memutuskan hubungan. Aurat yang harus ditutup adalah aurat yang jika ditutup akan membawa kemaslahatan melebihi jika dibuka. Jika menutupinya mengandung kerusakan agama

Rasulullah saw menyerupakan orang yang menutupi aurat seperti orang yang menghidupkan anak perempuan yang dikubur dalam keadaan hidup, yakni menyelamatkan dari tindakan yang buruk, sebagaimana firman Allah SWT:

َﻫﺎَﻴْﺣَأ ْﻦَﻣَو

ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ َسﺎﱠﻨﻟا ﺎَﻴْﺣَأ ﺎَﻤﱠﻧَﺄَﻜَﻓ ﺎ

.

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan semuanya.(QS. Al-Maidah : 32).


(53)

44

Pengertian perumpamaan tersebut adalah bahwa orang yang menutupi aurat berarti telah menghidupkan pemiliknya secara moril. Rasulullah saw menyerupakan orang yang menutupi aurat orang lain dengan orang yang menghidupkan anak perempuan yang dikubur dalam kondisi hidup, karena masing-masing mempunyai kontribusi dalam menyelamatkan kehidupan (Al-Khuly, 2010 : 406-407).

Menutup aurat dalam pandangan pakar hukum Islam berarti menutup dari batas minimal anggota tubuh manusia yang wajib ditutupi karena adanya perintah Allah SWT. Adanya perintah menutup aurat ini karena aurat adalah anggota atau bagian tubuh manusia yang menimbulkan birahi atau syahwat dan nafsu bila dibiarkan tebuka. Bagian atau anggota tubuh manusia tersebut harus ditutupi dan dijaga, karena bagian dari kehormatan manusia (Mafa dan Sa’adah, 2011 : 25-26).

Menutup aurat adalah tanda atas kesucian jiwa dan baiknya kepribadian seseorang. Jika diperlihatkan maka hal itu merupakan bukti hilangnya rasa malu dan matinya kepribadian seseorang (Aziz, 2004 :576). Aurat yang terbuka akan memberi dan juga mendatangkan dampak negatif bagi yang bersangkutan dan terutama bagi yang melihat (Mafa, 2011 : 26)

Dalam al-Qur’an surah an-Nur ayat 30-31 membahas tentang adanya perintah untuk menutup aurat.


(54)

ْﻢُﻬَﺟوُﺮُـﻓ اﻮُﻈَﻔْﺤَﻳَو ْﻢِﻫِرﺎَﺼْﺑَأ ْﻦِﻣ اﻮﱡﻀُﻐَـﻳ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻠﱢﻟ ﻞُﻗ

،

َٰذ

ٰﻰَﻛْزَأ َﻚِﻟ

ْﻢُﻬَﻟ

،

ٌﺮﻴِﺒَﺧ َﻪﱠﻠﻟا ﱠنِإ

ﺎَﻤِﺑ

ْﺼَﻳ

َنﻮُﻌَـﻨ

.

ﱠﻦِﻫِرﺎَﺼْﺑَأ ْﻦِﻣ َﻦْﻀُﻀْﻐَـﻳ ِتﺎَﻨِﻣْﺆُﻤْﻠﱢﻟ ﻞُﻗَو

ﱠﻦُﻬَﺟوُﺮُـﻓ َﻦْﻈَﻔْﺤَﻳَو

ﺎَﻬْـﻨِﻣ َﺮَﻬَﻇ ﺎَﻣ ﱠﻻِإ ﱠﻦُﻬَـﺘَﻨﻳِز َﻦﻳِﺪْﺒُـﻳ َﻻَو

،

ﱠﻦِﻫِﺮُﻤُﺨِﺑ َﻦْﺑِﺮْﻀَﻴْﻟَو

ٰﻰَﻠَﻋ

ﱠﻦِﻬِﺑﻮُﻴُﺟ

،

ﺎَﺑآ ْوَأ ﱠﻦِﻬِﺘَﻟﻮُﻌُـﺒِﻟ ﱠﻻِإ ﱠﻦُﻬَـﺘَﻨﻳِز َﻦﻳِﺪْﺒُـﻳ َﻻَو

ْوَأ ﱠﻦِﻬِﺘَﻟﻮُﻌُـﺑ ِءﺎَﺑآ ْوَأ ﱠﻦِﻬِﺋ

ﱠﻦِﻬِﺘَﻟﻮُﻌُـﺑ ِءﺎَﻨْـﺑَأ ْوَأ ﱠﻦِﻬِﺋﺎَﻨْـﺑَأ

ْوَأ ﱠﻦِﻬِﺗاَﻮَﺧَأ ﻲِﻨَﺑ ْوَأ ﱠﻦِﻬِﻧاَﻮْﺧِإ ﻲِﻨَﺑ ْوَأ ﱠﻦِﻬِﻧاَﻮْﺧِإ ْوَأ

ْﺖَﻜَﻠَﻣ ﺎَﻣ ْوَأ ﱠﻦِﻬِﺋﺎَﺴِﻧ

َﻦِﻣ ِﺔَﺑْرِْﻹا ﻲِﻟوُأ ِﺮْﻴَﻏ َﻦﻴِﻌِﺑﺎﱠﺘﻟا ِوَأ ﱠﻦُﻬُـﻧﺎَﻤْﻳَأ

ِوَأ ِلﺎَﺟﱢﺮﻟا

ٰﻰَﻠَﻋ اوُﺮَﻬْﻈَﻳ ْﻢَﻟ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ِﻞْﻔﱢﻄﻟا

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟا ِتاَرْﻮَﻋ

،

ﺎَﻣ َﻢَﻠْﻌُـﻴِﻟ ﱠﻦِﻬِﻠُﺟْرَﺄِﺑ َﻦْﺑِﺮْﻀَﻳ َﻻَو

ﱠﻦِﻬِﺘَﻨﻳِز ﻦِﻣ َﻦﻴِﻔْﺨُﻳ

،

َنﻮُﺤِﻠْﻔُـﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ َنﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َﻪﱡﻳَأ ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ ِﻪﱠﻠﻟا ﻰَﻟِإ اﻮُﺑﻮُﺗَو

.

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.(QS. An-Nur :30-31)

Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah SWT ditujukan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar menahan pandangan mata terhadap hal-hal yang diharamkan. Allah SWT melarang melihat sesuatu kecuali yang dihalakan untuk melihatnya. Dalam ayat di atas juga


(55)

46

diperintahkan untuk menjaga kemaluan. Maksud dari menjaga kemaluan yakni memelihara dari perbuatan keji dan tidak menampakkannya.

Dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw menganjurkan kepada laki-laki dan wanita yang beriman agar mereka menahan pandangan mereka dari apa yang diharamkan dan tidak melihat kecuali yang dibolehkan untuk melihatnya. selain menjaga pandangan, Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah saw supaya menganjurkan kepada laki-laki dan manita yang beriman agar memelihara kemaluannya, sehingga tidak dipergunakan untuk berbuat keji dan tidak dilihat orang lain (Departemen Agama [pengh.], 1990 : 622-623).

Dalam al-Qur’an surah an-Nur ayat 30-31 ada beberapa poin yang berkaitan dengan aurat, yaitu sebagai berikut:

1) Menjaga pandangan dari sesuatu yang diharamkan. Sebgaimana firman

Allah SWT:

ْﻢِﻫِرﺎَﺼْﺑَأ ْﻦِﻣ اﻮﱡﻀُﻐَـﻳ َﻦﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻠﱢﻟ ﻞُﻗ

.

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya...(QS. an-Nur:30)

Perintah pertama untuk menjaga pandangan adalah ditujukan kepada laki-laki, karena kaum laki-laki mempunyai potensi lebih besar menggoda daripada kaum perempuan. Setelah kaum laki-laki diperintahkan utuk menahan pandangan, selanjutkan kaum perempuan juga diperintahkan untuk menahan pandangan, sebagaimana firman Allah SWT:


(56)

ﱠﻦِﻫِرﺎَﺼْﺑَأ ْﻦِﻣ َﻦْﻀُﻀْﻐَـﻳ ِتﺎَﻨِﻣْﺆُﻤْﻠﱢﻟ ﻞُﻗَو

.

Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangan...(QS. an-Nur:30)

Adanya perintah tersebut adalah dalam rangka untuk menjunjung tinggi martabat dan kemuliaan seorang perempuan. Karena Islam juga memerintahkan agar kaum perempuan menjaga mata dari hal-hal yang dilarang seperti melihat laki-laki dengan penuh nafsu.

Perintah ini tidak terlepas dari pergaulan atau interaksi sosial dari laki-laki dan perempuan yang tidak dapat dielakkan. Para psikologi menyatakan bahwa ada alasan umum berkenaan dengan psikoseksual laki-laki dengan perempuan. Hasrat seksual laki-laki-laki-laki lebih aktif dan mudah teransang (bahkan kadang-kadang tanpa ransangan sama sekali). dari sinilah Islam memberi batasan-batasan. Islam tidak memerintahkan membunuh nafsu, tetapi memerintahkan untuk mengendalikannya. Karena itu ditemukan aneka tuntunan kepada laki-laki dan perempuan dalam konteks hubungan (Shihab, 2004: 49).

Perintah menjaga pandangan dalam QS. an-Nur ayat 30-31 ini merupakan perintah untuk tidak menatap atau melihat aurat, karena hal itu merupakan sesuatu yang terlarang atau kurang baik yang dapat menjerumuskan pada hal-hal yang negatif. Larangan untuk tidak melihat ini bukan berarti tidak melihat sepenuhnya dengan cara memejamkan mata, akan tetapi lebih terfokus pada upaya untuk tidak melihat atau memandangnya.


(57)

48

2) Menjaga kemaluan. Sebagaimana firman Allah SWT:

ْﻢُﻬَﺟوُﺮُـﻓ اﻮُﻈَﻔْﺤَﻳَو

.

“Dan memelihara kemaluannya.. (QS. An-Nur:30)

Thabathaba’i dalam Quraisy Shihab, memahami perintah memelihara kemaluan ini bukan dalam arti memeliharanya sehingga tidak digunakan bukan pada tempatnya, akan tetapi memeliharanya sehingga tidak terlihat oleh orang lain (Shihab, 2004: 325). Jadi, maksud ayat di atas adalah perintah untuk menutupinya agar tidak terlihat oleh orang yang tidak halal baginya.

Perintah memelihara kemaluan tidak hanya ditujukan pada kaum laki-laki saja, akan tetapi perintah tersebut juga ditujukan pada kaum perempuan. Sebagaiman Firman Allah SWT:

ﱠﻦُﻬَﺟوُﺮُـﻓ َﻦْﻈَﻔْﺤَﻳَو

.

Dan memelihara kemaluannya. (QS. An-Nur: 30)

Jadi, dalam hal ini antara kaum laki-laki dan kaum perempuan mendapatkan perintah dan mempunyai tanggung jawab yang sama, yaitu sama-sama menjaga pandangan dan kemaluan. Manusia diberi karunia oleh Allah SWT dengan akal dan akal sendiri menghendaki hubungan-hubungan yang teratur dan bersih (Amrullah, 1999 : 4925). Dengan adanya pemberian anugrah tersebut, tentunya dalam hal ini harus ada


(58)

perbedaan antara sikap manusia dan hewan. Syahwat adalah keperluan hidup dan akan menjadi baik jika digunakan sebagaimana mestinya.

3) Batasan ukuran perhiasan yang boleh ditampakkan kaum perempuan kepada kaum laki-laki. Sebagaimana firman Allah SWT:

َﻬْـﻨِﻣ َﺮَﻬَﻇ ﺎَﻣ ﱠﻻِإ ﱠﻦُﻬَـﺘَﻨﻳِز َﻦﻳِﺪْﺒُـﻳ َﻻَو

.

Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa tampak daripadanya. (QS. An-Nur: 30)

Wanita muslim diperintahkan untuk tidak menampakkan sesuatu dari perhiasan kepada laki-laki lain, kecuali apa yang tidak bisa disembunyikan. Masalah aurat sangat erat dengan soal pakaian, karena aurat wajib ditutupi dan alat penutupnya adalah pakaian. Pakaian umat muslim adalah menutup batas-batas aurat seperti yang dikemukakan di atas. Adapun perhiasan yang dimaksud yakni perhiasan seperti kalung, gelang kaki, dada, dan rambut.

Pada akhir ayat, Allah SWT menganjurkan agar manusia bertaubat, taat dan patuh mengerjakan perintah Allah SWT ,serta menjauhi larangan-Nya seperti, membatasi pandangan, dan menjaga kelamin (Departemen Agama [pengh.], 1990 : 623-624).


(59)

50

A. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Adāb

Al-Nabawiyyah Fī Al-A’māl Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa Bagi Praktek Pendidikan Islam

Untuk mengetahui hubungan nilai-nilai pendidikan karakter yang

terkandung dalam kitab Adāb Nabawiyyah Fī A’māl

Al-Yaumiyyah tentang Mensucikan Jiwa dengan praktek pendidikan Islam, terlebih dahulu dapat dilakukan dengan mengetahui beberapa hal tentang pendidikan Islam yakni:

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Achmadi, 2005 : 28-29).

Menurut Muhammad SA. Ibrahim (Kebangsaan Banglades), pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupan sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah dapat membentuk hidup sesuai dengan ajaran Islam (Nafis, 2011 : 22).

Sedangkan dalam pandangan Muhammad Athiyah al-Abrasyi, pendidikan Islam adalah sebuah proses untuk mempersiapkan manusia agar hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air,


(1)

Noeng, Muhadjir. 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nurdin, Muslim (et.al). 2008, Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta.

Poerwadinata. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Raharjo. 2000. Membumikan Nilai-nilai Qur’ani dalam Proses Pembelajaran, Majalah Media. IAIN Walisongo Semarang. Edisi 33.

Rahim, Husni. 2002. Pendidikan Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia.

Ramayulis. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Ciputat : Ciputat Press Group.

Rohmat, Mulyana. 2004, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Said. 1976. Etika Masyarakat Indonesia. Jakarta : Pradnya Paramita.

Samani, (et.al). 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sani, Ridwan Abdullah dan Muhammad Kadri. 2016, Penddikan Karakter: Mengembangkan Karakter Anak Yang Islami. Jakarta: Bumi Aksara. Sarosa, Samiaji. 2012. Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar. Jakarta : Indeks. Sastraprtedja. 2000. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta : Gramedia. Shihab, M. Quraish. 2004. Jilbab Pakaian Perempuan Muslimah. Jakarta: Lentera

Hati.

Shihab, M. Quraish. 2006. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Sholihah, Anisa Khabibatus. 2013, Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pada QS. An’am Ayat 151-153 dan Implementasinya Dalam PAI (Telaah Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.


(2)

Sugiyono. 2015, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, cv.

Susanto. 2009. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wibowo, Agus. 2012, Pendidikan Karakter : Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wiyani, Novani Ardy. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa. Yogyakarta : Penerbit Teras.

Ya’qub, Hamzah. 1993. Etika Islam. Bandung: Diponegoro. Yunus, Hamid. tt. Da’irab Al-Ma’arif, Asy-Sya’ib. Kairo : tk.

WEBSITE:

http://www.bloganhar.blogspot.com/2014/03/KH Ahmad Badawi-tokoh-islam-muhammadiyah-yang memiliki-pemikiran-yang maju. Akses, 15 Mei 2016 Pukul 09:20 WIB

http://www.informasi-pendidikan.com/2013. Akses, 25 Mei 2016 Pukul 06:20 WIB.

http://www.newjoesafirablog.blogspot.com/2012/05/macam-macam-nilai-dalam-islam. Akses, 18 Mei 2016 Pukul 16:00 WIB.

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/metode-penelitian-kualitatif-dan karakteristiknya. Akses, 24 Mei 2016 Pukul 22:19 WIB.

http://.www.zonainfosemua.blogspot.com/2012/01/pengertian-metode-penelitian-kualitatif-dan kuantitatif. Akses, 24 Mei 2016 Pukul 21:13 WIB


(3)

(4)

(5)

Lampiran

CURRICULUM VITAE

Nama : Riska

Alamat : Palopo (Sulawesi Selatan)

Hobi : Membaca buku, mendengar lantunan ayat suci al-Qur’an, musik, dan menulis

Cita-cita : pendidik dan penasehat yang bijaksana TTL : Buriko, 13 Desember 1992

Email : Riskaputm@gmail.com Masa Studi:

- SDN 13 Kombong, Suli, Luwu (2005) - MTS Suli (2008)

- SMA Pesantren Moderen Datok Sulaiman Palopo (2011)


(6)