UJI EFEKTIVITAS TEPUNG BULU AYAM SEBAGAI SUMBER NITROGEN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. saccharata) DI TANAH REGOSOL

(1)

SKRIPSI

Oleh : Yakub Saroni

20120210104

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Yakub Saroni 20120210104

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

ii

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Yakub Saroni

20120210104

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 1 November 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Pembimbing/Penguji Utama: Anggota Penguji

Ir. Mulyono, M.P. Dr. Ir. Gatot Supangkat, M.P. NIP :19600608198031002 NIP: 196210231991031003

.

Pembimbing/Penguji Pendamping:

Ir. Haryono, M.P.

NIP : 196503301991031002

Yogyakarta, Desember 2016 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dekan Fakultas Pertanian

Ir. Sarjiyah, M.S. NIP 196109181991032001


(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Karya tulis Skripsi ini asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun diperguruan tinggi lainya

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Pembimbing

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya ataupun pendapat yang telah ditulis maupun dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan naskah dengan disebut nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Yogyakarta Yang Membuat Pernyataan

Yakub Saroni 20120210104


(5)

iv MOTTO

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.S. Al-Mujadalah: 11)

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan dibumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”

(Q.S. Asy Syu’araaa’ : 7)

“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin tuhannya. Allah SWT membuat perumpamaan-perumpamaan untuk manusia supaya

mereka selalu ingat”

(Q.S Ibrahim : 25)

“Bersama Alloh dijalan yang benar,

berlomba-lomba dalam kebaikan” (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah)


(6)

v

Persembahan

Skripsi ini ku persembahkan untuk Ibu dan Bapak tercinta

Teh Ade dan Kak Taufan

Segenap keluarga yang telah mendukung dan mendoakan

Terimakasih atas perhatiannya


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Alhamdulillahilladzi arsalarrosulu bilhuda wadinilhaq liyudhilhu aladdini walikullih wakafaa billahi syahida. Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua, solawat beserta salam kita haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Semoga kita mendapatkan safaat dari beliau di yaumil akhir. Amiin.

Pada kesempatan ini saya selaku penulis skripsi ini dapat diberi

kesempatan untuk dapat menyelesaikannya, skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Tepung Bulu Ayam Sebagai Sumber Nitrogen pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays l. saccharata) di Tanah

Regosol” telah selesai ditulis pada bulan November 2016. Skripsi ini disusun dalam rangka sebagai syarat untuk mendapatkan predikat sarjana pertanian pada jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan dukungan baik moril ataupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Ir. Mulyono, M.P. selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberikan bimbingan ilmu dan dukungan moral kepada penulis tanpa kenal lelah sehingga skripsi ini dapat selesai;

2. Ir. Hariyono, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang senantiasa memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai;

3. Dr. Ir. Gatot Supangkat, M.P. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini;

4. Ir. Sarjiyah, MS selaku dekan Fakultas Pertanian UMY sekaligus selaku DPA yang selama ini telah banyak memberikan arahan akademik kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan masa studi dengan tepat waktu;


(8)

vii

6. Seluruh dosen FP UMY yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama belajar di Fakultas Pertanian UMY;

7. Seluruh karyawan dan laboran FP UMY yang telah banyak membantuk kelancaran pelaksanaan penelitian ini;

8. Kepada yang mulia Ibunda Marpu’ah dan Ayahanda Taryono tercinta yang selalu memberikan doa dan support nya setiap waktu;

9. Kepada segenap keluarga yang telah membantu atas kelancaran study dan penyusunan skripsi ini, terimakasih atas dukungan moril dan materilnya; 10.Kawan-kawan seperjuangan Imam susila, Nazri, Nofison, Darul, Teguh,

Rizky, Takaful, Muklis, Udin, Kiko, Amallia Wijiwinarsih, Agem, dan masih banyak lagi yang belum bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberikan warna kepada penulis selama menempuh masa studi di UMY; 11.Kawan-kawan Agro C 2012 yang telah menempuh masa study bersama.

Terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pembelajaran selama kuliah; 12.Semua teman-teman angkatan 2012, terimakasih atas persaudaraan yang telah

dibangun selama ini;

13.Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah PC AR Fakhruddin kota yogyakarta 2015-1016, IMM Komisariat Pertanian UMY yang selalu menemani dan memberi ruang-ruang aktifisme dan akademis yang seimbang; Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Yogyakarta, Desember 2016


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Jagung Manis ... 4

B. Unsur Hara Nitrogen ... 10

C. Bulu Ayam ... 16

D. Tanah Regosol ... 18

E. Hipotesis ... 19

III. TATA CARA PENELITIAN ... 20

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 20

C. Metode Penelitian... 20

D. Tata Cara Penelitian ... 21

E. Parameter yang Diamati ... 25

F. Analisis Data ... 27


(10)

ix

A. Pertumbuhan Vegetatif... 28

1. Tinggi tanaman... 28

2. Jumlah daun ... 33

3. Warna hijau daun ... 35

4. Luas daun ... 36

5. Berat segar tanaman ... 39

6. Berat kering tanaman ... 41

B. Pertumbuhan Generatif ... 24

1. Berat segar tongkol tanpa klobot... 45

2. Panjang tongkol ... 46

3. Diameter tongkol ... 47

4. Jumlah biji per tongkol ... 49

5. Hasil ton per hektar ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN ...


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rerata tinggi tanaman (cm) pada umur 8 minggu setelah tanam ... 28

2. Rerata jumlah daun (helai) pada umur 8 minggu setelah tanam ... 33

3. Hasil pengamatan warna hijau daun pada umur 2 – 8 minggu ... 35

4. Rerata luas daun (dm2) pada umur 7 minggu setelah tanam ... 37

5. Rerata berat segar tanaman (g) pada umur 9 minggu setelah tanam ... 39

6. Rerata berat kering tanaman (g) pada umur 9 minggu setelah tanam ... 41

7. Rerata berat segar tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, dan jumlah biji per baris ... 44


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tinggi tanaman selama 8 minggu setelah tanam ... 29

2. Tinggi tanaman pada umur 8 minggu setelah tanam ... 32

3. Jumlah daun pada umur 8 minggu setelah tanam ... 34

4. Luas daun ... 37

5. Berat segar tanaman ... 40

6. Berat kering tanaman ... 42

7. Berat segar tongkol tanpa klobot... 45

8. Panjang tongkol ... 47

9. Diameter tongkol ... 48

10. Jumlah baris per tongkol ... 49


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I. Rumus perhitungan kebutuhan pupuk ... 60

II. Layout percobaan ... 61

III. hasil sidik ragam pertumbuhan vegetatif ... 62

IV. Hasil sidik ragam pertumbuhan generatif ... 63

V. Regresi kuadratik... 65

VI. Deskripsi jagung manis varietas sweet boy ... 66


(14)

(15)

xiv

Faculty Agriculture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, aimed to know the effectiveness of the usage of the element nitrogen from feather meal on the growth and yield of sweet corn, and to determine dose of the best feather meal for the growth and yield of sweet corn.

This method is done by using of experimental method with a single factor. This experiment were arranged by completely randomized design. The treatments tested are six doses of feather meal and one control that there are seven levels, namely: 766 kg/ha feather meal (14,36 g/plant); 920 kg/ha feather meal (17,25 g/plant); 1150 kg/ha feather meal (21,56 g/plant); 1533 kg/ha feather meal (28,74 g/plant); 2300 kg/ha feather meal (43,12 g/plant); 4600 kg/ha feather meal (86,25 g/plant); and 300 kg/ha Urea (5,62 g/plant).

The result showed that feather meal as a source of nitrogen on the growth and yield of sweet corn provides effective result. The dose of the best feather meal for sweet corn yield is at a dose of 2300 kg/hectare.


(16)

1

Unsur hara sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman jagung membutuhkan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro yang esensial untuk jagung antara lain nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Sedangkan secara kuantitas unsur hara yang paling banyak dibutuhkan adalah nitrogen (N). Maka dari itu, diperlukan informasi tentang ketersediaan hara pada berbagai macam bahan organik, salah satunya adalah limbah bulu ayam.

Menurut data dari direktorat Jendral Peternakan (2013) jumlah total berat ayam dari seluruh peternakan ayam di Indonesia pada tahun 2012 dan 2013 secara berturut-turut yaitu Populasi Ayam Buras sebanyak 264.80 ribu ton dan 267.5 ribu ton, Ayam Ras Petelur 62.15 ribu ton, dan 66.1 ribu ton, Ayam Ras Pedaging 1,337.91 ribu ton dan 1,400.5 ribu ton, Itik 28.18 ribu ton dan 30.1 ribu ton. Hal ini menujukan bahwa dari populasi tersebut akan banyak sekali limbah yang dihasilkan dari peternakan ayam tersebut, khususnya pada limbah padat bulu ayam yang dihasilkan.

Peningkatan usaha peternakan ayam menimbulkan peningkatan limbah bulu ayam yang dihasilkan dari industri rumah potong ayam dan dari tempat pemotongan ayam lainnya. Pada industri rumah potong ayam, limbah bulu ayam merupakan suatu hal yang perlu penanganan khusus karena menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap pencemaran lingkungan karena akan menimbulkan bau dan sulit untuk terdegradasi pada tanah sehingga dibutuhkan penanganan


(17)

khusus. Salah satu alternatif yaitu dengan memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai sumber unsur hara nitrogen (N) yang dibutuhkan oleh tanaman.

Namun dalam pemanfaatannya, limbah bulu ayam sulit untuk didegradasi karena adanya kandungan keratin. Keratin merupakan protein fibrous dan banyak terdapat pada rambut, kuku, dan semua produk epidermal (Haurowitz, 1984). Kecernaan yang rendah karena tepung bulu ayam mengandung ikatan sistin disulfida, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991). Maka dari itu perlu adanya pengolahan limbah bulu ayam sehingga bulu ayam ini dapat dimanfaatkan.

Bulu ayam merupakan limbah yang masih punya potensi untuk dimanfaatkan, karena masih memiliki kandungan nutrisi protein yang sangat tinggi, selain itu juga bulu ayam yang diolah menjadi tepung bulu ayam (feather meal) mempunyai kandungan nitrogen (N) total sebesar 14,2 % (Hartz and Jhonstone, 2006). Dengan demikian bulu ayam yang diolah menjadi tepung bulu ayam mempunyai potensi sebagai sumber nitrogen (N) yang dibutuhkan oleh tanaman.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan limbah bulu ayam yang dihasilkan dari rumah potong ayam (RPA) sehingga mempunyai nilai yang lebih berguna sebagai sumber nitrogen (N) yang dibutuhkan oleh tanaman khususnya tanaman jagung Manis.


(18)

B. Perumusan Masalah

Pengaruh unsur nitrogen yang terkandung dalam Bulu ayam pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis belum diketahui, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas penggunaan unsur Nitrogen dari bulu ayam pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Manis.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efektivitas penggunaan unsur Nitrogen dari bulu ayam untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Manis.

2. Menetapkan takaran tepung bulu ayam yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Manis.


(19)

4

Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae. Jagung manis mempunyai sistem taksonomi yaitu Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonena, Ordo: Graminae, Famili: Graminaceae, Subfamili: Ponicoidae, Genus: Zea, Species: Zea mays saccharata Sturt. Adapun bentuk anatominya dapat dikatakan sebagai berikut:

1. Akar dan perakaran

Menurut Effendi dan Sulistianti (1991) Ada 4 macam akar pada tanaman jagung, yaitu akar tunggang, akar tunjang, akar lateral (samping), dan akar rambut, selai itu ada pula bulu akar. Akar utama keluar dari pangkal batang berjumlah antara 20-30, sedangkan akar lateral yang tumbuh dari sini banyak sekali yaitu ratusan untuk setiap akar utama dengan panjang 2,5-25 cm dan mungkin dari ini tumbuh akar lateral lagi. Bulu akar berbentuk rambut dan halus, bulu akar ini tumbuhnya tidak lama dan akan mati kemudian diganti oleh bulu akar yang baru, bulu akar ini berfungsi sebagai penghisap unsur hara tanaman maupun air tanah. Jumlah akar yang dibentuk oleh tanaman jagung tergantung kepada kebutuhan tanaman untuk dapat tumbuh dan jumlah akar yang dapat dibentuk oleh tanaman ini tergantung juga kepada kandungan air dalam tanah dimana bila kandungan air tanah memadai untuk pertumbuhan maka jumlah akar yang dibentuk akan lebih banyak dibandingkan bila kandungan air dalam tanah berlebih. Pertumbuhan perakaran praktis terhenti setelah penyerbukan terjadi.


(20)

Pada periode masak tanaman, hanya 2% bobot akar berada di bawah kedalaman 60 cm. berat kering rata-rata dari akar untuk setiap tanaman adalah 30 gram.

Fungsi akar pada tanaman jagung yaitu menghisap air dan garam-garam dalam larutan, mengeluarkan zar-zat organik terutama karbon dioksida, kemungkinan juga asam-asam organik dan garam-garam mineral dari asam-asam organik, mengeluarkan (ekskresi) senyawa yang tidak diperlukan, dan untuk pernapasan.

2. Batang

Effendi dan Sulistianti (1991) juga menerangkan bahwa batang jagung mempunyai ruas-ruas yang jumlahnya bervariasi antara 10-40 ruas, umumnya tidak bercabang, walaupun ada beberapa yang bercabang atau beranak yang mucul dari pangkal batang, misalnya pada jagung manis, yaitu batang mempunyai jumlah ruas antara 8-21 ruas tetapi pada umumnya 14 ruas. Tinggi batang berbeda-beda dari 90 cm untuk varietas berumur genjah dan pada umumnya jagung mempunyai ketinggian antara 1,5-3 meter. Ruas batang jagung bagian bawah pendek dan tebal, sedangkan ruas batang atas lebih panjang, berbentuk agak silindris kemudian meruncing sampai pada ujung jantan (poros malai). Tunas batang yang telah berkembang akan menghasilkan tajuk bunga dan pada bagian tengah batang terdapat lapisan epidermis yang terdiri dari sel-sel parensim dengan seludang pembuluh yang dilapisi kulit yang keras.

3. Daun

Jumlah daun jagung berbeda-beda, yaitu antara 8 sampai 48 dengan rata-rata 12-18 helai daun, jagung berumur genjah pada umumnya sedikit, sedangkan


(21)

tanaman yang berumur dalam (panjang) berdaun banyak, Panjang daun berbeda-beda antara 30-150 cm dan lebarnya antara 4-5 cm (Effendi dan Sulistianti, 1991). Pada umumnya, jumlah daun jagung manis kurang lebih sebanyak 12 helai. Daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri atas 3 bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun atau ligula, dan helaian daun. Duduk daun berselang-seling dalam 2 barisan pada batang, kadang kedudukan daun ini tidak tampak karena kelopak daun tersebut mengubah letak helaian daun terhadap batangnya. Kelopak daun pada umumnya membungkus batang seluruhnya atau sebagian, kadang sampai kepada bukunya tertutup kelopak sehingga buku-buku tersebut tidak tampak lagi. Pada umumnya susunan kelopak daun berhimpitan, kelopak yang lama tertutupi oleh kelopak yang baru. Pertumbuhan daun mengikuti pertumbuhan batangnya, daun tumbuh paling cepat pada waktu daun masih sedang membungkus. Luas permukaan daun antara waktu daun sedang dalam kondisi membungkus dengan pada waktu dalam kondisi pertumbuhan maksimal sedikit berbeda.

Pada tengah-tengah helaian daun terdapat ibu tulang daun yang diikuti dalam arah sejajar oleh tulang-tulang daun lainnya.Pada permukaan helaian daun terdapat sel-sel higroskopis atau sel-sel kipas. Apabila mengalami kekeringan maka sel-sel tersebut berkurang turgornya sehingga mengkerut dan akibatnya daun menggulung dan penguapan menjadi berkurang. Antara pelepah dan helaian daun terdapat lidah daun (ligula) yang transparan, bagian atas epidermis umumnya berbulu dan mempunyai barisan memanjang yang terdiri dari sel-sel buliform. Perubahan tekanan turgor akan menyebabkan daun menggulung. Pada bagian bawah daun tidak terdapat bulu (glabrous) dan umumnya mengandung


(22)

jumlah stomata yang lebih banyak dibanding permukaan sebelah atas. Jumlah stomata di permukaan daun bagian atas diperkirakan sebanyak 7.000 – 10.000/cm2, sedangkan bagian bawah permukaan daun lebih dari 10.000 – 16.000/cm2 (Effendi dan Sulistianti, 1991). Daun jagung mempunnyai beberapa fungsi yaitu untuk memberikan kemungkinan peredaran yang bebas dari oksigen di seluruh bagian daun, melepaskan jumlah air yang berlebih yang diabsorpsi oleh akar, membentuk makanan dari mineral-mineral dan air yang diambil dari tanah dengan karbon dan oksigen yang diambil dari udara dalam proses fotosintesis, mengambil energi dari matahari untuk proses pertumbuhannya.

4. Bunga

Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dan bersifat protrandy yaitu bunga jantan umumnya tumbuh 1-2 hari sebelum munculnya rambut (style) pada bunga betina, sehingga jagung mempunyai sifat penyerbukan silang. Bunga jantan (staminate) terbentuk pada ujung batang dan bunga betina (pistilate) terletak pada pertengahan batang, produksi tepung sari (pollen) pada bunga jantan kurang lebih 25.000 – 50.000 butir/tanaman (Effendi dan Sulistianti, 1991). Pada bunga betina terdapat ovary atau sel telur yang dilindungi oleh karpel yang tumbuh terus menjadi rambut (tangkai putik). Rambut ini akan tambah panjang dan berakhir di ujung tongkol untuk keperluan pembuahan apabila tepung sari melekat padanya. Apa bila bakal biji masak, maka pada ujungnya terdapat tangkai putik yang panjang berbentuk benang dan disebut rambut. Tangkai putik ini mengarah ke atas sampai pada ujung tongkol. Tepung sari dari bunga jantan sebelum masak akan diterbangkan angin dan diantaranya


(23)

ada yang jatuh pada tangkai putik (rambut) pada tanaman yang sama atau pada yang lain dan kemudian terjadi pembuahan.

Tongkol (jantung) jagung merupakan gudang simpanan makanan tanaman jagung, dimana dibentuk bukan hanya lembaga muda, tetapi juga simpanan zat pati, protein, minyak, dan hasil lain sebagai persediaan makanan untuk pertumbuhan biji (keturunannya). Pada mulanya produk-produk ini dibentuk oleh daun-daun dan kemudian dikirimkan ke tongkol dan disimpan di dalam biji.

Menurut Effendi dan Sulistianti (1991) Panjang tongkol sangat bervariasi yaitu 8-42 cm dengan kisaran ekstrim panjangnya antara 2,5 – 50 cm, diameter tongkol pada umumnya 3-5 cm. biasanya biji yang dihasilkan pada janggel jagung sekitar 100-300 biji. Bentuk biji berbeda-beda tergantung varietas, ada yang berbentuk bulat dan gigi kuda, dan berwarna beda-beda yaitu putih, kuning, merah, dan ungu sampai mendekati warna hitam, ukuran biji juga beragam tergantung dari bahan makannya.

Jagung mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotip, lama penyinaran, dan suhu. Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P,


(24)

dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara. Tidak semua pupuk yang diberikan ke dalam tanah dapat diserap oleh tanaman. Nitrogen yang dapat diserap hanya 55-60% (Patrick and Reddy, 1976), P sekitar 20% (Nurul, 2008), K antara 50-70% (Tisdale and Nelson, 1975), dan S sekitar 33% (Morris, 1987). Tanggapan tanaman terhadap pupuk yang diberikan bergantung pada jenis pupuk dan tingkat kesuburan tanah.

Dosis pemupukan untuk jagung secara umum yaitu 300 kg/h Urea, 100 kg/h TSP, dan 50 kg/h KCL bersamaan dengan waktu penanaman, pupuk yang diberikan ialah Urea 1/3 bagian, pupuk TSP dan KCL seluruhnya yaitu 100 kg/h Urea, 100 kg/h TSP dan 50 kg/h KCL, pada umur 1 bulan, tanaman diberi pupuk Urea 1/3 bagian lagi yaitu 100 kg/h Urea, pada umur kira-kira 2 bulan diberikan 1/3 bagian lagi pupuk urea (Aak, 2008).

Jagung manis mampu beradaftasi dengan berbagai kondisi lingkungan, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering, tetapi untuk pertumbuhan optimalnya jagung manis menghendaki beberapa persyaratan. Pertumbuhan tanaman jagung manis sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung manis yang ternaungi pertumbuhannya akan terhambat dan menghasilkan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah, sedangkan suhu yang dikehendaki jagung manis antara 21o –


(25)

34oC, dan pada saat benih jagung berkecambah suhu yang diperlukan yaitu 30oC (http://repository.politanipyk.ac.id/329/7/11%20isi%20TA%20angger%20perbaik an%205%20last.pdf).

B. Unsur Hara Nitrogen

Nitrogen adalah unsur hara utama dalam penyediaan nutrisi tanaman, dan merupakan komponen utama dalam klorofil, protoplasma dan protein. Nitrogen berperan dalam banyak proses fisiologi, terutama fase pertumbuhan vegetatif dan memberikan warna hijau daun, tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan bahkan mengundang hama dan penyakit (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23043/5/Chapter%2011 .pdf). Nitrogen merupakan elemen hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Bentuk nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman adalah ion nitrat (NO3-) dan ion amonium (NH4+). Ion-ion ini kemudian membentuk material kompleks seperti asam amino dan asam-asam nukleat yang dapat langsung diserap dan digunakan oleh tanaman tingkat tinggi (http://silvikultur.com/unsur-hara-nitrogen.html).

Nitrogen dalam bentuk pupuk terdiri dari pupuk nitrat, ammonium dan amida. Pupuk nitrat atau kalsium nitrat/ Ca(NO3)2 mengandung 13 atau 15,5% N. pupuk ini mengandung nitrogen berbentuk nitrat. Respon tanaman jagung sangat cepat bila diberikan pupuk ini, terutama saat tanaman menunjukan kekurangan nitrogen. Pupuk ammonia atau ammonium sulfat (NH4)2 SO4 mengandung 21-22,5% N. beratnya tingkat kandungan S pupuk ini akan menjadi problem apabila digunakan terus menerus karena dapat memasamkan tanah, selain ammonium sulfat bisa digunakan ammonium klorida (26% N dengan ¼ nya berbentuk nitrat,


(26)

¾ nya ammonium). Kemudian dalam bentuk Amida, yaitu urea dengan kandungan N sebesar 46%. Urea ini mengandung nitrogen dalam bentuk amida yang mudah larut dalam air dan dalam tanah bentuk nitrogen ini akan mengalami hidrolisis menjadi ammonia. Selain urea, kalsium sianamida juga mengandung 18 -22% N dan sampai 60% CaO. Pupuk ini kasiatnya lambat, karena sianamida bersifat racun terhadap tanaman dan harus diubah dahulu menjadi amida. Ammonium, dan nitrat nitrogen (Effendi dan Sulistiati, 1991).

Marschner (1986) dalam Rohaedi (2009) menjelaskan bahwa nitrat dan ammonium akan dirangkaikan ke dalam bentuk senyawa organik di dalam akar, sementara nitrat bergerak bebas di dalam xylem dan juga disimpan di dalam vacuola jaringan akar, ranting dan organ penyimpanan makanan cadangan. Marschner (1986) dalam Rohaedi (2009) mengatakan juga bahwa nitrogen adalah faktor pembatas dalam semua bentuk proses produksi bahan pangan. Nitrogen tanah merupakan determinan penting bagi produktifitas, dan keragaman tanaman. Dikarenakan perubahan-perubahan bentuk yang dialaminya, nitrogen banyak menarik perhatian pakar kimia, dan sering disebut sebagai unsur yang eksklusif serta unik (Usage, 2003). Interaksi antar berbagai nitrogen dalam tanah, tanaman, hewan dan kandungan nitrogen di atmosfer akan berpengaruh kepada status nitrogen di alam. Berdasarkan hal inilah di dalam tanah transformasi nitrogen berpengaruh kepada statusnya. Di dalam tanah nitrogen berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman karena terimmobilisasi dalam biomassa organik organisme dalam tanah, atau terfiksasi di permukaan situs mineral lempung dan pupuk. Nitrogen dalam tanah dapat tersedia bagi tanaman jika unsur tersebut


(27)

berada dalam bentuk ion yang larut dalam sistem larutan tanah. Secara garis besar status nitrogen di alam dipengaruhi oleh imbangan antara proses perolehan dan kehilangan dalam tanah. Perolehan nitrogen organik dapat berasal dari proses pemupukan bahan organik (pupuk kandang, kompos maupun pupuk hijau), sedangkan bentuk nitrogen anorganik diperoleh tanah dari proses fiksasi atmosferik dan biologi serta pelarutan hujan gas nitrogen dan upaya pemupukan unsur nitrogen. Kehilangan nitrogen air dalam tanah dapat terjadi lewat proses pemanenan, denitrifikasi (penguapan N ke udara), volatilisasi, aliran lintas permukaan, erosi serta pelindian (leaching) yang menyebabkan nitrogen nitrat keluar dari rizosfer perakaran (Rohaedi, 2009).

Tsidale, dkk. (1985) dalam Rohaedi (2009) menyatakan bahwa nitrogen yang berada dalam tanah dapat dikelompokan menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik, sementara 95% lebih nitrogen di tanah permukaan berada dalam bentuk nitrogen organik. Bentuk nitrogen anorganik dalam tanah antara lain ammonium (NH4+), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), oksida nitrogen (N2O), oksida nitrit (NO) dan nitrogen elemental (N2). Dari sudut kesuburan tanah, ion ammonium, nitrit dan nitrat bersifat lebih penting, sedangkan N2O dan NO lebih banyak dipandang dari sisi negatif, yaitu proses kehilangan nitrogen dari dalam tanah lewat proses denitrifikasi. Hesse (1971) dalam Rohaedi (2009) menyatakan bahwa sebagian besar bentuk nitrogen anorganik dalam tanah biasanya berada di dekat permukaan, dan bentuk nitrogen anorganik tersebut termasuk nitrat yang larut dalam larutan tanah, mudah diserap dan mudah terlindi, sementara ion


(28)

ammonium berada dalam bentuk yang mudah dipertukarkan dan bentuk ammonium terfiksasi yang tidak tersedia bagi tanaman.

Wahid (2003) dalam Wisnu (2013) mengatakan bahwa kerusakan lingkungan akibat pemupukan nitrogen yang berlebihan disebabkan adanya emisi gas N2O pada proses amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi. Emisi gas N2O dipengaruhi oleh takaran pupuk nitrogen yang diberikan, makin tinggi takaran nitrogen makin besar emisi gas N2O. Lebih lanjut dinyatakan bahwa emisi gas N2O berkaitan erat dengan bentuk pupuk nitrogen. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan pada tanaman dapat meningkatkan kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit, memperpanjang umur tanaman, dan menyebabkan kerebahan. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil dan sistem perakarannya terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuningan dan cenderung cepat rontok (senesens) (Soepardi, 1988).

Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4+ kemudian dimasukan ke dalam semua asam amino dan protein. Ada juga bentuk pokok nitrogen dalam tanah mineral, yaitu nitrogen organik, bergabung dengan humus tanah, nitrogen ammonium dapat diikat oleh mineral lempung tertentu, dan ammonium anorganik dapat larut dan senyawa nitrat. Nitrogen yang tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami berbagai proses terlebih dahulu. Pada tanah yang immobilisasinya rendah, nitrogen yang ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi proses nitrogen. Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih menyukai senyawa dalam bentuk


(29)

ion ammonium dari pada ion nitrat (http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/23043/5/Chapter%2011.pdf).

Masuknya nitrogen ke dalam biosfer terutama disebabkan oleh kegiatan jazad mikro penambat nitrogen, baik yang hidup bebas maupun bersimbiosis dengan tanaman. Dalam bersimbiosis dengan tanaman nitrogen yang diikat digunakan dalam pembentukan asam amino dan protein oleh tanaman inang. Bila tanaman atau jazad mikro bebas penambat nitrogen mati, bakteri pembusuk melepaskan asam amino dari protein dan bakteri amonifikasi kemudian melepaskan asam amino dari protein dan bakteri amonifikasi kemudian melepaskan ammonium dari grup amino, yang selanjutnya dilarutkan dalam larutan tanah. Ammonium atau setelah diubah menjadi nitrit kemudian nitrat oleh bakteri nitrifikasi dapat diserap tanaman (Wallace dan Nicholas, 1969) dalam Soepardi (1988).

Jumlah NH4+ dan NO3- di dalam tanah dapat bertambah akibat dari pemupukan N, fiksasi N biologis, hujan, dan penambahan bahan organik. Sedangkan berkurangnya jumlah NH4+ dan NO3- disebabkan oleh pencucian, pemanenan, denitrifikasi, dan volatilisasi. Air sangat berperan sekali dalam dinamika nitrogen tanah. Apabila kadar air optimum, semua proses biologis pengambilan nitrogen, pertumbuhan tanaman, serta mineralisasi nitrogen akan berlangsung pada laju yang maksimum tergantung pada suhu tanah. Bila kadar air terbatas, proses-proses biologis ini akan berjalan lambat sekali. Jika kadar air berlebih, nitrogen akan hilang melalui pencucian dan pengeringan terjadi secara


(30)

bergantian. Namun jika kadar air terlalu besar, oksigen tanah menjadi terbatas dan laju denitrifikasi meningkat (Indranada, 1986).

Kekahatan atau defisiensi nitrogen menyebabkan proses pembelahan sel terhambat dan akibatnya pertumbuhan terhambat. Selai itu, kekahatan senyawa protein menyebabkan kenaikan nisbah C/N, dan kelebihan karbohidrat ini akan meningkatkan kandungan selulosa dan lignin. Hal ini menyebabkan tanaman jagung yang kahat nitrogen tampak kecil, kering, dan tidak sukulen, dan sudut terhadap batang sangat kecil.

Menurut Engelstand (1985) dalam Yuningsih (2002) sebagian besar akar tanaman dalam tanah menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat. Tujuan utama dari pemberian pupuk nitrogen pada tanaman adalah untuk meningkatkan hasil bahan kering. Nitrogen berperan dalam membantu pertumbuhan vegetatif tanaman, menyusun zat hijau daun, protein dan lemak. Sumber nitrogen dapat diperoleh dari pupuk kandang, Urea (CO(NH2)2), Pupuk ZA ((NH4)2SO2), dan berbagai pupuk daun (https://faedahjaya.com/distributor-pupuk/unsur-hara-makro).

Menurut Sutedjo (2010) fungsi nitrogen bagi tanaman yaitu berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatnya kualitas tanaman penghasil daun-daunan, dan meningkatkan berkembangbiaknya mikro-organisme didalam tanah.

Tanaman jagung mempunyai dua tahap pertumbuhan sepanjang hidupnya, yaitu pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanaman jagung pada fase vegetatif lebih membutuhkan nitrogen (N), unsur tersebut dibutuhkan tanaman


(31)

karena untuk pembentukan bagian vegetatifnya, terutama pada batang, akar dan daun. Sedangkan unsur nitrogen pada masa pertumbuhan generatifnya diperlukan untuk pembentukan tongkol. Usaha yang dilakukan untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil jagung yang baik, maka perlu dilakukan pemupukan yang tepat (Lingga dan Marsono, 2000) dalam Yuningsih (2002).

Suwardi dan Efendi (2009) dalam Wisnu (2013) mengatakan bahwa kebutuhan pupuk N untuk tanaman jagung adalah 150 – 225 kg N/hektar. Tetapi menurut Rukmana (1997) dalam Wisnu (2013) bahwa pupuk nitrogen yang dapat diberikan pada tanaman jagung sekitar 200-300 kg/hektar dan diberikan 3 kali. Pemberian nitrogen yaitu 1/3 bagian pada saat tanam, 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 30 hari, dan 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 45 hari. Hasil penelitian Kusworo (1983) dalam Yuningsih (2002) tanaman jagung yang dipupuk N 150 kg/hektar hasil yang didapatkan sebesar 5,98 ton pipilan kering/hektar, apabila takaran pupuk nitrogen dinaikan menjadi 225 kg N/hektar hasilnya akan meningkat menjadi 6,59 ton pipilan kering/hektar.

C. Bulu Ayam

Pencemaran lingkungan merupakan suatu permasalahan yang sangat global sehingga menuntut suatu sistem pengelolaan limbah secara efektif dan efisien dalam waktu cepat. Hal ini sebagai aplikasi dari kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dengan cara meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam yang terjadi di lingkungan. Pengelolaan lingkungan bertujuan agar limbah bulu ayam yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri peternakan ayam menghasilkan dampak pencemaran seminimal mungkin atau menjadikan limbah


(32)

tersebut tidak berbahaya bagi lingkungan. Sehingga tidak menimbulkan penurunan kualitas udara dan tanah atau setidaknya dampak pencemaran tersebut

dapat diminimalisir (Budiyono, 2004) dalam Nurjama’yah (2008).

Bulu ayam ini adalah limbah yang berasal dari rumah pemotongan ayam. Bulu ayam merupakan salah satu hasil samping ternak ayam (petelur, pedaging, dan buras) dari rumah potong dan tempat pemotongan ayam lainnya. Limbah bulu ayam menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit. Hal ini merupakan permasalahan lingkungan yang perlu segera ditangani, seiring dengan peningkatan populasi ayam. Berat bulu ayam menurut Card (1962) berkisar antara 4-9 % dari bobot hidup. Sedangkan menurut siregar, dkk (1989), berat bulu ayam 4% dari berat tubuh total.

Pada pengelolaannya, bulu ayam diproses terlebih dahulu sehingga dinamakan tepung bulu ayam terhidrolisis atau terproses. Tepung bulu memiliki kandungan leusin dan isoleusin yang baik, tetapi miskin akan metionin dan triptopan serta mengandung nitrogen (N) total sebesar 14,2 %. Menurut Gaskell et all (2006) dalam Gaskell and Richard (2007) dalam jurnalnya menunjukan bahwa kandungan NPK organik pada tepung bulu ayam adalah 12% N, 0% P dan 0% K. Sedangkan, menurut hasil penelitian (Hartz and Johnstone, 2006) kandungan bulu ayam mempunyai nitrogen (N) total sebesar 14,2%, C 49,0%, anorganik N<0,1%, P 0,2%, K 0,1%, dan C/N rasio 3,5.

(Rachmat dkk., 2014) melaporkan bahwa pemrosesan bulu ayam dengan metode pemasakan/fisik dengan tekanan 2,5 kgf/cm2 pada temperature 140oC dalam waktu selama 50 menit menyimpan nitrogen sebesar 32,23%. Sumber lain


(33)

mengatakan bahwa jumlah N total tepung bulu ayam adalah 13% dan kandungan C/N rasio 4. Dari jumlah total N tersebut terdapat sebanyak 63% N tersedia untuk tanaman, dengan proses penguraian selama 28 hari. Sehingga apabila dijumlah kadar N tersedia untuk tanaman yang bersumber dari tepung bulu ayam adalah 4,81% (http://grantextension.nmsu.edu/documents/organic-methods-of-supplying nitrogen-to-plants-based-on-soil.pdf). Kandungan nitrogen pada bulu ayam tidak dapat larut, tetapi jika dilarutkan akan menghasilkan kandungan N terlarut yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Robert and Hartz, 2008). Dengan kandungan N total yang tinggi sangat dimungkinkan apabila tepung bulu ayam ini dijadikan sumber N pada budidaya tanaman khususnya tanaman jagung.

D. Tanah Regosol

Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material gunung api. Tanah regosol berupa tanah aluvial yang baru diendapkan. Material jenis tanah ini berupa abu vulkan dan pasir vulkan. Tanah regosol merupakan tanah yang termasuk ordo entisol. Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang belum mengalami perkembangan yang sempurna, dan hanya memiliki horizon A yang marginal. Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning, dan bahan organik rendah yaitu 3,72%. Sifat tanah yang demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur dengan pH 6-7. Tanah regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau, dan buah-buahan yang tidak banyak membutuhkan air. Regosol banyak tersebar


(34)

di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang kesemuanya memiliki gunung berapi (Hedisasrawan, 2013).

Berdasarkan bahan induknya tanah regosol dibagi menjadi regosol abu vulkanik dan regosol bukit pasir dengan ciri-ciri tanah regosol abu vulkanik terdapat di sekitar bangunan api dengan visiografi vulkanik fan dan semua bahan vulkanik hasil eropsi gunung berapi berupa debu, pasir, kerikil, batu, bom dan lapilli, bahan kasar di tengah lahan halus di tepi, kaya hara tanaman kecuali N tapi belum terlapuk sehingga perlu pupuk organik, pupuk kandang, dan pupuk hijau, dan umumnya tekstur makin halus makin produktif. Regosol bukit pasir memiliki ciri-ciri tanah terdapat di sepanjang pantai (cilacap, parangtritis, kerawang), (sand dunes) bukit pasir terbentuk dari pasir di pantai oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan akumulasi, pasir kasar terletak dekat garis pantai makin halus makin jauh, umumnya tekstur kasar mudah diolah, gaya menahan air rendah, dan permeabilitas baik, dan makin tua tekstur makin halus dan permeabilitas kurang baik kaya unsur hara (Hedisasrawan, 2013).

E. Hipotesis

1. Tepung bulu ayam efektif digunakan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan dan hasil jagung Manis.

2. Perlakuan 1150 kg/ha Tepung bulu ayam (21,56 gram/tanaman) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Manis.


(35)

20

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2016 sampai dengan Agustus 2016. Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Tanah Fakultas Pertanian UMY, dan pengaplikasian pada tanaman jagung dilakukan di lahan percobaan fakultas pertanian UMY.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan: bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu ayam, benih jagung, pupuk urea, tanah dan air. H2SO4 pekat, H2SO4 0,1 N, campuran katalisator K2SO4,CuSO4 20:1, indicator methyl red

Alat: peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, mesin penggiling (tepung), talenan, sendok, polibag, autoklaf, kompor, LAM (Leaf area meter), Monsell Soil Color Chart, Jangka sorong. Timbangan analitik, Digestion apparatus (pemanas listrik/ block digestor Kjeldahl therm), Unit destilator/labu Kjeldahl, Titrator/buret, Erlenmeyer vol. 100 ml, gelas piala 100-150 ml.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode percobaan, dengan rancangan perlakuan faktor tunggal, yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang diujikan adalah 6 takaran tepung bulu ayam dan 1 perlakuan kontrol sehingga terdapat 7 aras, yaitu:

1). 766 kg/ha Tepung bulu ayam (14,36 gram/tanaman) (A), 2). 920 kg/ha Tepung bulu ayam (17,25 gram/tanaman) (B), 3). 1150 kg/ha Tepung bulu


(36)

ayam (21,56 gram/tanaman) (C), 4). 1533 kg/ha Tepung bulu ayam (28,74 gram/tanaman) (D), 5). 2300 kg/ha Tepung bulu ayam(43,12 gram/tanaman) (E), 6). 4600 kg/ha Tepung bulu ayam (86,25 gram/tanaman) (F), 7). 300 kg/ha Urea (5,62 gram/tanaman) (G).

Masing-masing perlakuan diulang 3 kali dan masing-masing ulangan terdapat 3 unit, ditambah 1 tanaman korban dan 1 tanaman cadangan, sehingga diperoleh 105 tanaman.

D. Tata Cara Penelitian

1. Persiapan alat dan bahan

Kegiatan ini meliputi pengadaan limbah bulu ayam yang diambil dari tempat Rumah Potong Ayam (RPA), penyediaan benih jagung, penyediaan pupuk urea, penyediaan air. Penyediaan alat diantaranya pisau, mesin penggiling (tepung), talenan, gelas ukur, erlenmeyer, sendok, autoklaf, kompor.

2. Pemrosesan limbah bulu ayam a. Pembuatan tepung bulu ayam.

1. Bulu ayam dibersihkan dan dikeringkan.

2. Bulu ayam dipanaskan dalam tekanan 3 – 4 bar dengan menggunakan panas yang bersumber dari batu bara dan dihancurkan dengan mesin penggiling yang bermata pisau sampai berubah menjadi seperti abon sapi dan berwarna coklat dengan kadar air maksimal 10 %.

3. Setelah itu dimasukan kedalam mesin cruiser untuk dijadikan tepung bulu ayam.


(37)

b. Uji kadar Hara Nitrogen

Uji kadar Nitrogen dilakukan dengan metode kjeldah. Analisis Nitrogen cara kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

Tahap Destruksi

1. Menimbang tepung bulu ayam sekitar 1 gram, dan dimasukan ke dalam tabung kjeldahl serta ditambahan 6 ml H2SO4 pekat.

2. Tambahkan 1 atau 2 sendok kecil campuran serbuk CUSO4 dan K2SO4, kemudian dikocok dengan rata. Setelah itu dipanaskan dengan hati-hati sampai tidak berasap lagi dan larutan menjadi putih kehijau-hijauan, kemudian didinginkan.

Tahap Destilasi

1. Setelah larutan dalam tabung kjeldahl menjadi dingin, maka ditambahkan 25

– 50 ml air suling. Dikocok kemudian diendapkan. Setelah itu, dimasukan larutannya (bulir tepung tidak sampai terikut serta) ke dalam labu destilasi. 2. Menyiapkan 1 gelas piala 100 ml atau 150 ml dan diisi dengan 10 ml H2SO4

0,1 N serta ditambahkan 2 tetes indicator methyl red hingga berwarna merah. Kemudian gelas piala ditempatkan dibawah alat pendingin destilasi sedemikian rupa hingga ujung alat pendingin tersebut tercelup dibawah permukaan asam sulfat.

3. Tambahkan 20 ml NaOH ke dalam labu destilasi (langkah no.1) tadi, secara hati-hati melewati dinding labu. (pekerjaan ini hanya dilakukan jika proses destilasi segera akan dikerjakan).


(38)

4. Kemudian dilakukan proses destilasi dan dijaga agar larutan di dalam gelas piala tetap berwarna merah. Kalau berubah/hilang, segera ditambahkan lagi H2SO4 0,1 N dengan jumlah yang diketahui. (pemberian ini diberikan dalam jumlah yang sama).

5. Setelah proses destilasi selesai, alat pemanas dimatikan dan ujung alat destilasi dibilas dengan air suling.

Tahap Titrasi

Larutan didalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna merah hilang, dan catatlah pemakaian NaOH 0,1 N.

3. Pengaplikasian tepung bulu ayam pada budidaya jagung a. Persiapan media tanam

Pada penelitian ini tanah yang akan digunakan adalah tanah regosol dengan berat 14,7 kg/polibag dimasukan kedalam polybag ukuran 45 x 45 cm. b. Penanaman benih jagung

Bahan tanam berupa benih jagung manis varietas sweet boy dibeli dari toko saprodi pertanian lalu dilakukan penanaman pada media tanam yang sudah disiapkan sebelumnya dengan cara membuat lubang tanam dengan menggunakan alat tugal. Kedalaman lubang tanam yaitu antara 3 – 5 cm, dan setiap lubang hanya diisi dua butir benih (Aak, 2008).

c. Pemeliharaan

1. Penyiangan dan penyulaman

Penyulaman dapat dilakukan selama bibit tanaman jagung yang tumbuh belum terlalu tinggi. Sehingga keseragaman umur tanaman dapat terjaga, tidak


(39)

terlalu beda umur dan penampakan fisik tetap sama. Hal ini biasanya dilakukan sebelum bibit lain berumur 15 hari. Penyiangan pertama dilakukan pada tanaman umur 15 hari setelah tanam. Pada penyiangan pertama ini dilakukan dengan sangat hati-hati karena pada umur tersebut perakaran tanaman belum begitu kuat sehingga cukup dilakukan dengan cara manual. Penyiangan kedua dapat dilakukan pada waktu tanaman berumur satu bulan. Saat itu perakaran jagung mulai berkembang dan pada saat itu pula tanaman perlu ditimbun dengan tanah atau dengan istilah lain ialah pembumbunan. Penyiangan ketiga dilakukan pada saat tanaman berumur lebih kurang 2 bulan dengan cara yang sama.

2. Pemupukan

Pemupukan dilakukan tiga kali yaitu pemberian pupuk dasar yang dilakukan pada saat tanam yaitu TSP dan 1/3 sumber N sesuai masing-masing perlakuan dilakukan dengan cara dibenamkan sedalam 5 cm, pupuk susulan I pada saat tanaman 21 hari setelah tanam yaitu 1/3 sumber N dan ½ KCl dan pupuk susulan II pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam yaitu 1/3 sumber N dan ½ KCl. Pupuk yang digunakan adalah berasal dari perlakuan yang diujikan. Cara pemberian pupuk nitrogen pada waktu tanam ialah dengan memasukannya ke dalam lubang atau lubang larikan yang sudah dibuat dengan jarak 7 cm dari lubang benih dan sedalam 10 cm dari permukaan tanah. Pemberian pupuk pada periode sebelum berbunga ialah memasukannya ke dalam lubang atau lubang larikan yang dibuat dengan jarak 15 cm di samping tanaman dan dalamnya 10 cm dari permukaan tanah (Effendi, S, dan Sulistianti, N,. 1991).


(40)

3. Pengairan

Pengairan dilakukan dengan cara penyiraman lokal, yaitu pada lubang tanam. Dilakukan 2 hari sekali pada waktu pagi atau sore hari.

4. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida kimia bermerek Dithane dan fungisida bermerek Antrakol disemprotkan pada umur 30 dan 45 hari setelah tanam dan pengendalian manual dengan cara mengambil hama dan membuang bagian tanaman yang terserang penyakit.

5. Panen

Panen dilakukan setelah jagung menunjukan masak fisiologis yang ditunjukan dengan tongkol yang sudah penuh terisi biji jagung dan sudah keras, klobot berwarna kuning tetapi tidak kering atau berumur 65 hari setelah tanam.

E. Parameter yang Diamati

1. Pertumbuhan vegetatif a. Tinggi tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan mulai umur 2 minggu setelah tanam, setiap satu minggu sekali dengan cara mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang sampai ujung titik tumbuh tertinggi tanaman atau titik tumbuh daun terujung dengan menggunakan penggaris.

b. Jumlah daun (helai)

Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai umur 2 minggu setelah tanam, setiap 1 minggu sekali dengan menghitung jumlah daun yang terbuka sempurna.


(41)

c. Warna hijau daun

Pengukuran warna daun dilakukan saat tanaman dalam pertumbuhan vegetatif pada minggu ke 2 setelah tanam, dilakukan 2 minggu sekali sampai masa vegetatif maksimal (awal masa generatif atau munculnya bunga) yaitu pada 45 hari setelah tanam dengan mengamati tiga helai daun dari bawah pada tanaman sampel lalu diukur dengan menggunakan bagan warna daun (monsell colour chart) (Wisnu, 2013).

d. Luas daun (dm2)

Pengukuran luas daun tanaman dilakukan saat tanaman memasuki pertumbuhan generatif (vegetatif maksimal) dengan menggunakan leaf area meter.

e. Berat segar tanaman (g)

Menimbang berat segar tanaman jagung yang diambil dari ujung akar sampai pangkal daun tertinggi dengan menggunakan timbangan analitik. Dilakukan pada saat tanaman memasuki awal pertumbuhan generatif (vegetatif maksimal) yaitu pada umur 45 hari dan pada akhir pembongkaran yang bersamaan dengan masa panen yaitu pada umur 65 hari setelah tanam.

f. Berat kering tanaman (g)

Dijemur selama 3 hari dibawah sinar matahari kemudian dioven dengan suhu 70oC sampai beratnya konstan dengan menggunakan timbangan analitik. 2. Pertumbuhan generatif

a. Berat segar tongkol tanpa klobot (g)


(42)

tongkol yang telah dihilangkan klobotnya dalam satuan gram menggunakan timbangan analitik.

b. Diameter tongkol

Pengukuran diameter tongkol dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dengan mengukur bagian pangkal, tengah, dan ujung tongkol yang kemudian dirata-rata.

c. Panjang tongkol

Panjang tongkol diukur dengan menggunakan meteran atau penggaris dengan satuan centimeter.

d. Jumlah biji per tongkol

Jumlah biji per tongkol dihitung secara manual dengan menghitung jumlah baris biji pada tongkol dan jumlah biji per barisnya.

e. Hasil ton per hektar

Pengamatan hasil tanaman dilakukan pada umur 65 hari setelah tanam dengan menjumlahkan semua tongkol yang telah ditimbang dengan timbangan analitik, kemudian dikonversi dalam hektar dengan satuan ton/ha.

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan secara periodik disajikan dalam bentuk histogram dan grafik, sedangkan hasil akhir dianalisis dengan sidik ragam (Analisys of variance) menggunakan uji F dengan tingkat kesalahan α 5%. Untuk perlakuan yang berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (UJGD).


(43)

28

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Vegetatif 1. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam pada taraf alfa 5% terhadap tinggi tanaman menunjukan bahwa semua perlakuan tepung bulu ayam memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Rerata tinggi tanaman (cm) pada umur 8 minggu setelah tanam

Perlakuan Rerata Tinggi

Tanaman (cm) 766 kg/ha Tepung bulu ayam (14,36 gram/tanaman) 180,39 920 kg/ha Tepung bulu ayam (17,25 gram/tanaman) 163,55 1150 kg/ha Tepung bulu ayam (21,56 gram/tanaman) 165,89 1533 kg/ha Tepung bulu ayam (28,74 gram/tanaman) 159,55 2300 kg/ha Tepung bulu ayam (43,12 gram/tanaman) 163,78 4600 kg/ha Tepung bulu ayam (86,25 gram/tanaman) 147,17 300 kg/ha Urea (5,62 gram/tanaman) 173,22 Ket: Nilai rerata tinggi tanaman menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji F. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan seminggu sekali yang dimulai pada umur dua minggu setelah tanam sampai umur sembilan minggu setelah tanam. Dari hasil rerata pada Tabel 1 menunjukan bahwa setiap perlakuan tepung bulu ayam mulai dari 766 kg/hektar sampai 4600 kg/hektar yang diujikan berpengaruh tidak nyata pada parameter tinggi tanaman, sehingga tepung bulu ayam dapat menggantikan urea sebagai penyuplai nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman jagung manis. Meskipun demikian, ada kecenderungan perlakuan dosis Tepung


(44)

bulu ayam 766 kg/hektar menghasilkan nilai rerata tinggi tanaman yang paling baik yaitu dengan rerata 180,39 cm.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman (Lingga, 2003). Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Marschner (1986) dalam Nesia (2014) menyatakan bahwa tanaman yang kekurangan unsur nitrogen akan tumbuh lambat dan kerdil. Dengan demikian, jika tanaman mengalami kekurangan unsur hara nitrogen maka akan menghambat proses pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti batang, akar dan daun. Sumber nitrogen yang dihasilkan dari tepung bulu ayam berdasarkan hasil sidik ragam 5% menunjukan bahwa pada setiap takaran dosis yang diberikan pada tanaman jagung manis dapat memberikan pengaruh yang sama pada parameter tinggi tanaman, hal ini dapat dibandingkan dengan perlakuan kontrol (300 kg/hektar Urea) dengan nilai rerata kontrol 173,22 cm yang menunjukan tidak beda nyata dengan setiap dosis perlakuan.

Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman selama 8 minggu setelah tanam.. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

2 3 4 5 6 7 8

T ing g i Ta na m a n (cm ) Minggu Ke

766 kg/h TBA 920 kg/h TBA 1150 kg/h TBA 1533 kg/h TBA 2300 kg/h TBA 4600 kg/h TBA 300 kg/h Urea


(45)

Grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman dapat dilihat berdasarkan gambar 1. Setiap perlakuan mengalami laju pertumbuhan yang hampir sama pada setiap waktu pertumbuhan. Pada minggu ke-2 sampai minggu ke-5 tanaman mengalami laju pertumbuhan yang sangat lambat, kemudian pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 tanaman mengalami laju pertumbuhan yang sangat cepat hingga akhirnya mengalami stagnan atau optimum pada minggu ke-8. Menurut Riko, dkk (2013) bahwa pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada umur 2 sampai 4 minggu setelah tanam masih lambat karena pada fase ini tanaman jagung masih terfokus pada pertumbuhan dan penyebaran akar sedangkan pada umur 4 sampai 7 minggu setelah tanam akan mengalami percepatan pertumbuhan karena pada fase ini serapan hara untuk kebutuhan pembentukan bahan kering meningkat. Tetapi pada percobaan ini dimungkinkan tanaman mengalami fase pembentukan akar sampai dengan minggu ke-5 yang kemudian berpengaruh pada proses penyerapan hara yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan vegetatifnya. Pada penelitian ini akar tanaman menyerap hara dengan cara intersepsi. Sugeng (2005) menjelaskan bahwa intersepsi adalah suatu sistem perakaran menyerap unsur hara karena kontak langsung antara bagian aktif akar (sebagian bulu-bulu akar) dengan unsur hara tanaman. Serapan unsur hara melalui cara ini disebut serapan aktif. Banyaknya unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman melalui cara ini sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan akar, yaitu makin banyak akar sehingga makin luas kontak akar dengan permukaan tanah, memungkinkan untuk proses serapan hara juga makin banyak. Dimungkinkan juga tepung bulu ayam mengalami penguraian dari bentuk organik ke dalam bentuk an-organik dalam


(46)

waktu yang relatif singkat hal ini dapat dilihat dari perubahan warna tepung bulu ayam dari coklat berubah menjadi hitam dan menggumpal dalam waktu kurang dari satu minggu sehingga kandungan nitrogen yang terdapat di dalamnya akan berubah menjadi tersedia tetapi kondisi tanaman sampai umur 5 minggu belum memungkinkan perakarannya untuk dapat menyerap hara dengan maksimal. Nitrogen organik yang terkandung di dalam tepung bulu ayam sebanyak 12%, kemudian nitrogen organik ini akan berubah menjadi nitrogen amonium (NH4+ -N) dalam proses amonifikasi, kemudian mengalami proses nitrifikasi dari amonium berubah menjadi nitrogen nitrit (NO2- -N) lalu menjadi Nitrogen nitrat (NO3- -N). Jangung akan menyerap nitrogen dalam bentuk amonia (NH4+) dan Nitrat (NO3-) (Gardner et al, 1991). Tetapi dalam penelitian ini belum diketahui secara pasti berapa kandungan nitrogen dalam bentuk an-organik tepung bulu ayam yang terurai dan tersedia di dalam tanah. Dimungkinkan pelepasan nitrogen dalam bentuk organik ini terjadi secara cepat yang disebabkan karena bentuk fisik sumber pupuk berupa tepung yang telah di proses secara hidrolisis dengan cara dipanaskan, sehingga akan merusak partikel-partikel keratin yang terkandung didalamnya. Keratin yang terkandung didalam bulu ayam dapat menyebabkan sulitnya bulu ayam terdegradasi didalam tanah.

Menurut Mulyani (2010) bahan organik memiliki peranan bagi tanah yang dapat mengatur berbagai sifat tanah, sebagai penyangga persediaan unsur-unsur hara bagi tanaman, dan berpengaruh pada struktur tanah. Begitu juga dengan tepung bulu ayam yang termasuk bahan organik yang berfungsi untuk menyediakan hara nitrogen dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman.


(47)

Ketika tanaman memasuki umur 6 minggu setelah tanam, tanaman jagung mengalami percepatan pertumbuhan tinggi tanaman, hal ini dimungkinkan dari pemberian pupuk susulan pada umur 30 dan 45 hari setelah tanam dapat menyediakan kembali hara Nitrogen dalam tanah yang kemudian akan mudah diserap oleh tanaman dan mendukung pembentukan bahan kering tanaman ketika tanaman memasuki fase vegetatif maksimal.

Pada umur 7 sampai 8 minggu setelah tanam pertumbuhan tinggi tanaman kembali melambat, karena pada fase ini tanaman mengalami fase tasseling atau munculnya bunga jantan yang mengindikasikan awalnya fase generatif yang selanjutnya mengalami pembuahan hingga panen dan tanaman memasuki tinggi maksimum. Menurut Nuning et al., (2007) dalam Riko, dkk (2013) pada fase ini dihasilkan biomasa maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.

Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam

766, 920, 1150, 1533, 2300, 4600 = Dosis TBA

Gambar 2. Diagram tinggi tanaman pada umur 8 minggu setelah tanam.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

TBA 766 TBA 920 TBA 1150 TBA 1533 TBA 2300 TBA 2300 UREA 300

T ing g i Ta na m a n (cm ) Perlakuan (kg/hektar)


(48)

Berdasarkan diagram pada gambar 2 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman yang paling baik yaitu pada perlakuan 766 kg/hektar tepung bulu ayam. Sehingga dengan dosis 766 kg/hektar tepung bulu ayam bisa menghasilkan tinggi tanaman yang optimum. Dari sini dapat diasumsikan dosis yang berbeda akan menghasilkan proses penguraian yang berbeda, semakin tinggi dosis tepung bulu ayam maka akan semakin lama proses penguraian nitrogen yang tersedia di dalam tanah, begitu pun sebaliknya semakin berkurang dosis tepung bulu ayam maka akan semakin cepat proses penguraian nitrogen yang tersedia di dalam tanah.

2. Jumlah daun

Berdasarkan hasil sidik ragam pada taraf alfa 5% terhadap jumlah daun menunjukan bahwa semua perlakuan tepung bulu ayam memberikan pengaruh yang sama pada parameter jumlah daun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Rerata jumlah daun (helai) pada umur 8 minggu setelah tanam.

Perlakuan Rerata Jumlah Daun (helai) 766 kg/ha Tepung bulu ayam (14,36 gram/tanaman) 15,99 920 kg/ha Tepung bulu ayam (17,25 gram/tanaman) 15,77 1150 kg/ha Tepung bulu ayam (21,56 gram/tanaman) 15,77 1533 kg/ha Tepung bulu ayam (28,74 gram/tanaman) 15,95 2300 kg/ha Tepung bulu ayam (43,12 gram/tanaman) 15,72 4600 kg/ha Tepung bulu ayam (86,25 gram/tanaman) 15,22 300 kg/ha Urea (5,62 gram/tanaman) 16,00 Ket: Nilai jumlah daun menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji F.

Pengamatan jumlah daun dilakukan seminggu sekali yang dimulai pada umur dua minggu setelah tanam sampai umur delapan minggu setelah tanam. Dari hasil rerata pada Tabel 2 menunjukan bahwa perlakuan berbagai dosis tepung bulu


(49)

ayam memberikan pengaruh tidak nyata pada parameter jumlah daun dan memiliki kecenderungan nilai rerata yang sama dari setiap perlakuannya. Sehingga dengan berbagai dosis tepung bulu ayam dapat menggantikan perlakuan urea untuk keberlangsungan pertumbuhan daun tanaman jagung manis. Diagram jumlah daun dari setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar berikut:

Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam

766, 920, 1150, 1533, 2300, 4600 = Dosis TBA

Gambar 3. Diagram jumlah daun pada umur 8 minggu setelah tanam. Pemberian dosis tepung bulu ayam yang diujikan diasumsikan telah memberikan pengaruh hasil jumlah daun yang tercukupi, hal ini dapat dilihat dari hasil nilai rerata (Tabel 2) menunjukan bahwa pemberian berbagai dosis tepung bulu ayam mempunyai nilai rerata yang tidak berbeda nyata dengan nilai kontrol, hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan unsur hara Nitrogen (N) untuk tanaman jagung manis dapat tercukupi oleh pemberian berbagai dosis tepung bulu ayam. Tetapi berdasarkan diagram pada gambar 3 nilai rerata jumlah daun memiliki kecenderungan terbaik pada perlakuan kontrol (300 kg/hektar urea) dan untuk perlakuan tepung bulu ayam pada dosis 766 kg/hektar.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

TBA 766 TBA 920 TBA 1150 TBA 1533 TBA 2300 TBA 4600 UREA 300

J um la h da un ( hela i) Perlakuan (kg/hektar)


(50)

Peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman menyebabkan bertambahnya jumlah daun karena laju pertumbuhan semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, namun pada saat tanaman memasuki fase vegetatif maksimal atau masuk fase generatif peningkatan jumlah daun jagung menunjukan tidak beda nyata. Warsito (1998) dalam Nicolas (2009) menyatakan bahwa banyaknya helaian daun, panjang dan lebarnya tergantung dari varietas dan kesuburan tanah. Maka dari itu ada kemungkinan jumlah helai daun tanaman dominan dikarenakan faktor genetik tanaman jagung manis yang diujikan.

3. Warna hijau daun

Pengamatan warna hijau daun dilakukan setiap 2 minggu sekali pada saat tanaman memasuki umur tanaman 2 sampai 8 minggu atau memasuki fase vegetatif maksimal dengan mengukur warna daun setiap sampel dengan menggunakan monsell color chart atau sering kita sebut bagan warna daun (BWD). Daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi. Permukaan luar daun yang luas dan datar memungkinkannya menangkap cahaya semaksimal mungkin.

Tabel 3. Hasil pengamatan warna hijau daun pada umur 2 sampai 8 minggu setelah tanam.

Perlakuan Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8 766 kg/h TBA 5GY 3/4 5GY 4/6 5GY 4/8 5GY 6/10 920 kg/h TBA 5GY 3/4 5GY 4/6 5GY 4/8 5GY 5/8 1150 kg/h TBA 5GY 3/4 5GY 4/6 5GY 4/6 5GY 4/8 1533 kg/h TBA 5GY 3/4 5GY 4/6 5GY 4/6 5GY 4/8 2300 kg/h TBA 5GY 3/4 5GY 4/6 5GY 4/6 5GY 4/8 4600 kg/h TBA 5GY 4/4 5GY 5/8 5GY 4/6 5GY 4/6 300 kg/h Urea 5GY 3/4 5GY 4/6 5GY 4/6 5GY 4/8 Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam


(51)

Berdasarkan Tabel 3 menunjukan adanya perbedaan tingkat kecerahan warna hijau daun pada setiap perlakuan dosis pupuk dan umur tanamnya, hal ini dimungkinkan ketersediaan nitrogen sebagai unsur utama dalam fase vegetatif memberikan pengaruh pada pembentukan klorofil daun. Semakin tinggi dosis tepung bulu ayam terlihat skala warna daun yang semakin hijau kegelapan, dan pada dosis 4600 kg/hektar tepung bulu ayam menunjukan hasil skala warna daun paling hijau kegelapan. Tetapi ada kemungkinan semakin dinaikan dosis tepung bulu ayam maka ketersediaan nitrogen didalam tanah akan semakin banyak sehingga tanaman lebih banyak dalam penyerapannya. Soepardi (1983) dalam wisnu (2013) mengatakan bahwa dari tiga unsur yang biasanya diberikan sebagai pupuk, nitrogen merupakan yang paling mencolok dan cepat. Nitrogen berperan merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil dan memiliki sistem perakaran terbatas daun menjadi kekuningan dan cenderung mudah jatuh.

4. Luas daun

Berdasarkan hasil sidik ragam pada taraf alfa 5%, perlakuan tepung bulu ayam memberikan pengaruh yang sama pada parameter luas daun. Pengamatan luas daun dilakukan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif maksimal atau awal fase generatif yaitu pada umur 7 minggu setelah tanam dengan mengambil satu tanaman korban dari setiap unit ulangan yang diujikan lalu diukur seluruh luas permukaan daun dengan menggunakan LAM (leaf area meter). Hasil rerata luas daun dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.


(52)

Tabel 4. Rerata luas daun (dm2) pada umur 7 minggu setelah tanam.

Perlakuan Rerata Luas Daun

(dm2) 766 kg/ha Tepung bulu ayam (14,36 gram/tanaman) 343,20 920 kg/ha Tepung bulu ayam (17,25 gram/tanaman) 337,57 1150 kg/ha Tepung bulu ayam (21,56 gram/tanaman) 390,73 1533 kg/ha Tepung bulu ayam (28,74 gram/tanaman) 423,23 2300 kg/ha Tepung bulu ayam (43,12 gram/tanaman) 439,93 4600 kg/ha Tepung bulu ayam (86,25 gram/tanaman) 440,60 300 kg/ha Urea (5,62 gram/tanaman) 390,90 Ket: Nilai luas daun menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji F.

Beradarkan hasil rerata pada Tabel 4 perlakuan dosis tepung bulu ayam menunjukan pengaruh tidak nyata terhadap parameter luas daun. Tetapi dapat dilihat perlakuan dosis 4600,0 kg/hektar memiliki kecenderungan nilai rerata luas daun paling baik yaitu 4406,0 cm2 dan hasil terendah pada dosis 920 kg/hektar dengan nilai rerata luas daun 3375,7 cm2. Diagram luas daun dari setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar berikut:

Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam

766, 920, 1150, 1533, 2300, 4600 = Dosis TBA

Gambar 4. Diagram luas daun pada umur 7 minggu setelah tanam.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

TBA 766 TBA 920 TBA 1150 TBA 1533 TBA 2300 TBA 4600 UREA 300

L u a s d a u n ( cm 2) Perlakuan (Kg/hektar)


(53)

Berdasarkan nilai rerata pada Tabel 4 pemberian berbagai dosis tepung bulu ayam dapat memenuhi kebutuhan hara Nitrogen (N) tanaman jagung manis yang dibutuhkan tanaman untuk pembentukan luas daun, yang dikarenakan perlakuan kontrol (300 kg/hektar Urea) memiliki nilai rerata 3909,0 cm2 yang menunjukan tidak berbeda nyata dengan perlakuan berbagai dosis tepung bulu ayam. Gambar 4 menunjukan semakin tinggi dosis tepung bulu ayam maka semakin tinggi pula perkembangan luas daun. Soegito (2003) menyatakan bahwa semakin besar jumlah nitrogen yang tersedia maka akan memperbesar jumlah hasil fotosintesis sampai dengan optimum. Luas daun tanaman berhubungan dengan kemampuan tanaman dalam melakukan proses fotosintesis dan respirasi. Semakin lebar luas daun maka kemampuan daun dalam menyerap cahaya matahari akan semakin tinggi, begitu juga dalam proses respirasi, semakin lebar luas daun tanaman maka akan semakin besar pula dalam melakukan proses respirasi. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Syarif (2004) yang menyatakan luas daun merupakan parameter yang menunjukan potensi tanaman melakukan fotosintesis dan juga merupakan potensi produktif tanaman di lapangan. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan, berat dan luas maksimum daun suatu tanaman tercapai pada awal daur hidupnya, setelah itu meningkatnya berat dan luas daun sama dengan menurunnya suatu status yang disebut sebagai luas kritis daun (Gardner, dkk., 1991).

Menurut Renaldi, dkk. (2013) Luas daun yang tinggi berpotensi menurunkan hasil karena daun yang paling bawah terus melakukan respirasi yang lebih besar dari pada yang dihasilkan pada proses fotosintesis sehingga pembagian


(54)

fotosintat ke organ lain menjadi berkurang, sebaliknya luas daun yang tinggi akan menguntungkan jika hasil yang diinginkan adalah biomasa.

5. Berat segar tanaman

Berat segar tanaman menunjukan hasil total serapan nutrisi dan air yang diserap oleh tanaman.Berdasarkan hasil sidik ragam pada taraf alfa 5% terhadap berat segar tanaman menunjukan bahwa semua perlakuan tepung bulu ayam memberikan pengaruh yang sama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Rerata berat segar tanaman (gram) pada umur 9 minggu setelah tanam.

Perlakuan Rerata Berat Segat Tanaman (g) 766 kg/ha Tepung bulu ayam (14,36 gram/tanaman) 238,16 920 kg/ha Tepung bulu ayam (17,25 gram/tanaman) 239,42 1150 kg/ha Tepung bulu ayam (21,56 gram/tanaman) 252,50 1533 kg/ha Tepung bulu ayam (28,74 gram/tanaman) 280,60 2300 kg/ha Tepung bulu ayam (43,12 gram/tanaman) 288,67 4600 kg/ha Tepung bulu ayam (86,25 gram/tanaman) 294,21 300 kg/ha Urea (5,62 gram/tanaman) 258,00

Ket: Nilai berat segar tanaman menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji F. Berat segar tanaman merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman. Pengamatan berat segar tanaman dilakukan pada saat tanaman memasuki masa panen atau pembongkaran tanaman yaitu pada umur 9 minggu setelah tanam dengan mengambil tiga tanaman sampel dari setiap unit ulangan yang diujikan kemudian menimbang seluruh bagian tanaman jagung. Berat segar ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar nutrisi dan air yang dapat diserap tanaman (Lakitan, 2008). Dari hasil rerata pada Tabel 5 perlakuan dosis tepung bulu ayam menunjukan pengaruh tidak nyata terhadap parameter berat segar tanaman. Tetapi dapat dilihat perlakuan dosis 4600


(55)

kg/hektar memiliki kecenderungan nilai rerata berat segar tanaman paling baik yaitu 294,21 gram dan nilai terendah pada dosis 766 kg/hektar yaitu 238,16 gram. Berat segar tanaman dipengaruhi oleh kandungan air dalam tanaman tersebut. Hasil asimilasi yang diproduksi oleh jaringan hijau ditranslokasikan ke bagian tubuh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan, cadangan makanan dan pengelolaan sel (Gardner, dkk., 1991). Diagram berat segar tanaman dari setiap perlakuan dosis tepung bulu ayam dapat dilihat berikut ini.

Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam

766, 920, 1150, 1533, 2300, 4600 = Dosis TBA

Gambar 5. Diagram berat segar tanaman pada umur 9 minggu setelah tanam.

Gambar 5 menunjukan semakin tinggi dosis tepung bulu ayam maka semakin tinggi pula berat segar tanaman yang dihasilkan. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi kandungan nitrogen yang terkandung didalam tanah maka akan semakin meningkatkan pula hasil segar tanaman jagung manis. Kandungan air dan nutrisi yang terdapat pada tanaman menunjukan kemampuan tanaman dalam menyerap air dan nutrisi yang ada didalam tanah. Pada dosis tepung bulu ayam 766 kg/hektar menghasilkan rerata berat segar tanaman 238,16 gram.

0 50 100 150 200 250 300 350

TBA 766 TBA 920 TBA 1150 TBA 1533 TBA 2300 TBA 4600 UREA 300

B er a t seg a r ta na m a n (g ) Perlakuan (Kg/hektar)


(56)

Kemudian apabila dosis dinaikan lagi menjadi 920 kg/hektar akan mengalami kenaikan hasil segar menjadi 239,42 gram, 1150 kg/hektar menjadi 252,5 gram, 1533 kg/hektar menjadi 280,6 gram, 2300 kg/hektar menjadi 288,67 gram, dan 4600 kg/hektar menjadi 294,21 gram. Dengan hasil tersebut kandungan nutrisi dalam tanah yang bersumber dari tepung bulu ayam mempunyai pengaruh yang cenderung berbeda walau pun tidak berbeda nyata dari setiap perlakuannya terhadap hasil berat segar tanaman jagung manis.

6. Berat kering tanaman

Berat kering tanaman menunjukan hasil total serapan unsur hara oleh tanaman selama masa pertumbuhan atau akumulasi fotosintat yang dihasilkan selama tanaman mengalami fotosintesis. Unsur hara yang diserap oleh tanaman berfungsi untuk membentuk sel-sel tanaman selama pertumbuhan. Oleh karena itu, semakin banyak unsur hara yang diserap oleh tanaman maka akan semakin besar nilai berat kering tanaman. Berdasarkan hasil sidik ragam pada taraf alfa 5% terhadap berat kering tanaman menunjukan bahwa semua perlakuan tepung bulu ayam memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter berat kering tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Rerata berat kering tanaman (gram) pada umur 9 minggu setelah tanam Perlakuan Rerata Berat Kering

Tanaman (g) 766 kg/ha Tepung bulu ayam (14,36 gram/tanaman) 78,72 920 kg/ha Tepung bulu ayam (17,25 gram/tanaman) 79,27 1150 kg/ha Tepung bulu ayam (21,56 gram/tanaman) 81,81 1533 kg/ha Tepung bulu ayam (28,74 gram/tanaman) 94,66 2300 kg/ha Tepung bulu ayam (43,12 gram/tanaman) 93,78 4600 kg/ha Tepung bulu ayam (86,25 gram/tanaman) 79,29 300 kg/ha Urea (5,62 gram/tanaman) 76,00


(57)

Berdasarkan hasil rerata pada Tabel 6 menunjukan perlakuan dosis tepung bulu ayam memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter berat kering tanaman. Perlakuan 766 kg/hektar, 920 kg/hektar, 1150 kg/hektar, 1533 kg/hektar, 2300 kg/hektar, 4600 kg/hektar, dan perlakuan 300 kg/hektar urea tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap parameter berat kering tanaman. Hal ini terjadi karena ada kemungkinan tanaman jagung manis telah tercukupi kebutuhan unsur haranya oleh pemberian dosis terendah sampai tertinggi pupuk tepung bulu ayam sebagai sumber nitrogen pada masa pertumbuhannya. Dari semua perlakuan tepung bulu ayam, dosis 1533 kg/hektar memiliki kecenderungan nilai bobot kering paling besar dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. hal ini dapat dilihat berdasarkan diagram pada gambar 6.

Diagram berat kering tanaman dari setiap perlakuan dosis tepung bulu ayam dapat dilihat berikut ini:

Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam

766, 920, 1150, 1533, 2300, 4600 = Dosis TBA

Gambar 6. Diagram berat kering tanaman. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

TBA 766 TBA 920 TBA 1150 TBA 1533 TBA 2300 TBA 4600 UREA 300

B er a t k er ing t a na m a n (g ) Perlakuan (Kg/hektar)


(58)

Berdasarkan gambar 6 hasil berat kering tanaman setiap perlakuan mengalami peningkatan secara berurutan dari dosis terendah yaitu 766 kg/hektar dengan nilai 78,72 gram, 920 kg/hektar 79,27 gram, 1150 kg/hektar 81,81 gram, sampai mengalami nilai hasil maksimum pada dosis 1533 kg/hektar yaitu 94,66 gram kemudian mengalami penurunan kembali apabila dosisnya dinaikan menjadi pada dosis 2300 kg/hektar 93,78 gram, dan semakin menurun lagi pada dosis 4600 kg/hektar menjadi 79,29 gram berat kering tanaman. Hal ini menunjukan bahwa pada dosis 1533 kg/hektar tepung bulu ayam telah optimum untuk dijadikan bahan suplai nitrogen pada tanaman jagung manis. Menurut Effendi dan Sulistianti (1991) nitrogen penting untuk pertumbuhan tanaman terutama sebagai unsur pembangun protoplasma di mana nitrogen ini penting sekali bagi pertumbuhan setiap sel hidup. Selanjutnya kelebihan atau kekurangan nitrogen akan segera berpengaruh terhadap struktur jaringan tanaman dan pertumbuhan. Nitrogen akan mendorong pertumbuhan vegetatif yang mungkin akan memperlambat dewasanya tanaman dan dalam hal yang ekstrim akan mengurangi pembuahan karena pertumbuhan bagian-bagian generatif terganggu. Sebaliknya bila kekurangan nitrogen maka besarnya sel pun akan bertambah dengan dinding sel yang lebih tipis, karena pertambahan pertumbuhan vegetatif ini mengakibatkan terlalu banyak bagian dari karbohidrat terpakai dalam pembentukan protein dan kurang dalam pembentukan dinding sel yang kuat. Hal ini berkaitan dengan nilai parameter tinggi tanaman dan jumlah daun tertinggi pada dosis 766 kg/hektar tepung bulu ayam tetapi memiliki struktur vegetatif atau berat biomasa kering yang kurang baik apabila dibandingkan dengan dosis tepung bulu ayam yang


(59)

lainnya. Perkembangan vegetatif tanaman pada awal pertumbuhan sangat memerlukan unsur hara yang cukup tersedia terutama hara nitrogen (N) yang digunakan untuk pertumbuhan batang, jumlah daun, dan perkembangan akar tanaman jagung sehingga dapat mengingkatkan hasil biomasa tanaman dan berat kering biomasa yang diperoleh akan tinggi (Theresia, dkk,. 2015).

B. Pertumbuhan Generatif

Fase generatif tanaman jagung manis yaitu fase tanaman dalam memproduksi hasil tongkol yang diawali dengan munculnya bunga jantan sampai pematangan hasil buah berupa tongkol. Pada fase ini dilakukan pengukuran parameter berat segar tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, dan jumlah biji per baris. Parameter ini menunjukan hasil tanaman secara ekonomis dari percobaan pemberian pupuk tepung bulu ayam pada tanaman jagung manis. Hasil sidik ragam dengan taraf alfa 5% terhadap semua parameter pada pertumbuhan generatif ini disajikan dalam Tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 7. Rerata berat segar tongkol (gram), panjang tongkol (cm), diameter tongkol (mm), jumlah baris per tongkol, dan jumlah biji per baris.

Perlakuan Berat Segar Tongkol tanpa klobot (g) Panjang Tongkol (cm) Diameter Tongkol (mm) Jumlah Baris Per Tongkol (baris) Jumlah Biji Per Baris (biji) 766 kg/ha Tepung bulu ayam 82,90 16,16 c 30,48 13,27 25,54 920 kg/ha Tepung bulu ayam 105,71 16,76 bc 31,88 14,22 31,05 1150 kg/ha Tepung bulu ayam 119,10 17,07 bc 34,12 15,11 29,22 1533 kg/ha Tepung bulu ayam 128,35 17,22 abc 34,30 13,33 32,89 2300 kg/ha Tepung bulu ayam 160,50 18,77 ab 37,54 14,77 32,83 4600 kg/ha Tepung bulu ayam 136,15 19,33 a 35,55 14,00 22,83

300 kg/ha Urea 119,29 17,14 bc 33,57 14,16 31,90

Ket: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan UJGD pada taraf alfa 5%.


(60)

1. Berat segar tongkol tanpa klobot

Pengukuran berat segar tongkol dilakukan dengan menimbang berat hasil tongkol tanpa klobot dengan menggunakan timbangan analitik dengan cara mengambil satu tongkol dari setiap unit tanaman sampel yang diujikan. Tongkol jagung dipanen saat memasuki masak fisiologis dengan ditandai kelobot paling luar telah mengering dan lapisan pati sudah mengeras. Berdasarkan hasil rerata pada Tabel 7 perlakuan dosis tepung bulu ayam memberikan pengauh tidak nyata terhadap parameter berat segar tongkol tanpa klobot. Tetapi hasil rerata berat segar tongkol tanpa klobot tertinggi cenderung pada perlakuan 2300 kg/hektar yaitu dengan nilai rerata 160,5 gram, dan nilai terendah pada dosis 766 kg/hektar yaitu 82,9 gram. Diagram berat segar tongkol pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 7. berikut ini.

Keterangan: TBA = Tepung Bulu Ayam

766, 920, 1150, 1533, 2300, 4600 = Dosis TBA

Gambar 7. Diagram berat segar tongkol tanpa klobot.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

TBA 766 TBA 920 TBA 1150 TBA 1533 TBA 2300 TBA 4600 UREA 300

B er a t seg a r to ng k o l (g ) Perlakuan (Kg/hektar)


(61)

.

Pada gambar 7 menunjukan terjadi kenaikan berat segar tongkol dari setiap dosis pemberian tepung bulu ayam, pada dosis 766 kg/hektar hasil menunjukan 82,9 gram, 920 kg/hektar 105,71 gram, 1150 kg/hektar 119,1 gram, 1533 kg/hektar 128,35 gram, 2300 kg/hektar 160,5 gram, 4600 kg/hektar 136,15 gram, dan pada perlakuan kontrol (300 kg/hktar urea) yaitu 119,29 gram berat segar tongkol. Hasil berat segar tongkol maksimum pada pemberian dosis 2300 kg/hektar, tetapi apabila dosis dinaikan lagi maka nilai berat segar tongkol akan berkurang. hal ini menunjukan semakin tingginya nitrogen yang berada didalam tanah yang mampu diserap oleh tanaman yang kemudian berpengaruh pada proses pembentukan tongkol yang dihasilkan. Menurut Ninyoman (2007) Peningkatan berat segar tongkol diduga berhubungan erat dengan besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tongkol, semakin besar fotosintat yang ditranslokasikan ke tongkol maka semakin meningkat pula berat segar tongkol. Tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan bahkan mengundang hama dan penyakit (http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/23043/5/Chapter%20II.pdf, diakses 24 Agustus 2016).

2. Panjang tongkol

Panjang tongkol diamati setelah hasil tongkol dipanen, setiap tongkol yang menjadi sampel dilepas seluruh klobotnya lalu diukur panjangnya dengan menggunakan penggaris. Pada hasil terata Tabel 7 perlakuan dosis tepung bulu ayam memberikan pengaruh berbeda nyata pada parameter panjang tongkol. Perlakuan 766 kg/hektar berbeda nyata dengan dengan dosis 4600 kg/hektar,


(1)

Lampiran III. Sidik ragam pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, dan berat kering tanaman) pada taraf alfa 5%. 1. Sidik ragam tinggi tanaman

Sumber DB JK KT F hitung Prob

Perlakuan 6 1968.252 328.042 1.45 0.2659 ns Galat 14 3175.671 226.833

Total 20 5143.924

ns = non significant (tidak beda nyata) 2. Sidik ragam jumlah daun

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 1326 0.221 0.58 0.7387 ns

Galat 14 5314 0.379

Total 20 6641

ns = non significant (tidak beda nyata) 3. Sidik ragam luas daun

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 3273725.62 545620.94 1.11 0.4062 ns Galat 14 6902265.33 493018.95

Total 20 10175990.95

ns = non significant (tidak beda nyata) 4. Sidik ragam berat segar tanaman

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 9695.59136 1615.93189 1.25 0.3408 ns Galat 14 18126.65661 1294.76119

Total 20 27822.24796

ns = non significant (tidak beda nyata) 5. Sidik ragam berat kering tanaman

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 1050.405719 175.06762 0.96 0.4843 ns Galat 14 2546.783055 181.913075

Total 20 3597.188775


(2)

Lampiran IV. Sidik ragam pertumbuhan generatif (berat segar tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, dan jumlah biji per baris) pada taraf alfa 5%.

1. Sidik ragam berat segar tongkol

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 10596.90663 1766.15111 2.59 0.0665 ns Galat 14 9531.98599 680.85614

Total 20 20128.89262

ns = non significant (tidak beda nyata) 2. Sidik ragam panjang tongkol

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 23.09812689 3.84968782 2.87 s 0.0488 Galat 14 18.78315507 1.34165393

Total 20 41.88128197

s = significant (beda nyata) 3. Sidik ragam diameter tongkol

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 96.1856308 16.0309385 1.32 0.3124 ns Galat 14 170.3429687 12.1673549

Total 20 266.5285996

ns = non significant (tidak beda nyata) 4. Sidik ragam jumlah baris per tongkol

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 8.30954095 1.38492349 1.46 0.2619 ns Galat 14 13.29629326 0.94973523

Total 20 21.60583421

ns = non significant (tidak beda nyata) 5. Sidik ragam jumlah biji per baris

Sumber DB JK KT F hitung Prob.

Perlakuan 6 273.0551836 45.5091973 2.8 0.0529 ns Galat 14 227.7690699 16.2692193

Total 20 500.8242535


(3)

6. Sidik ragam hasil ton per hektar jagung manis

Sumber DB JK KT F hitung Prob

Perlakuan 6 120.5790278 20.0965046 2.59 0.0664 ns Galat 14 108.4563120 7.7468794

Total 20 229.0353398


(4)

Lampiran V. Regresi kuadratik pengaruh dosis tepung bulu ayam terhadap hasil ton per hektar jagung manis

Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Hasil jagung manis

Equation Model Summary

Quadratic R Square F df1 df2 Sig.

.561 9.602 2 15 .002

The independent variable is Dosis tepung bulu ayam.

Dependent Variable: Hasil jagung manis Equation Parameter Estimate

Constant b1 b2

Quadratic 3.039 .010 -1.568E-6

The independent variable is Dosis tepung bulu ayam.

Hasi

l jagun

g ma

n

is


(5)

Lampiran VI. Deskripsi Jagung Manis Varietas Sweet Boy

Nomor : 456/Kpts/SR.120/2005

Tanggal : 26/12/2005

Golongan Varietas : Hibrida silang tunggal F2139 X M 2139 Umur mulai berbunga : 45 hari setelah tanam

Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 184 cm Tinggi tongkol : 89 cm

Kerebahan : Tahan

Batang : Hijau kokoh

Warna daun : Hijau gelap

Bentuk daun : Agak terkelai Bentuk malai (tessel) : Agaak terkulai Warna sekam (glume) : Hijau pucat Warna malai (anther) : Kuning pucat

Warna rambut : Kuning

Ukuran tongkol : Panjang = 18,9 cm dan Diameter = 4,8 cm Jumlah tongkol per

tanaman : 2

Warna biji : Kuning cerah dan mengkilat Baris biji : lurus terisi penuh

Jumlah baris biji : 14 - 16 baris Kadar gula : 14,1o Brix Berat 1000 biji : 124,5 gram

Hasil 18,0 ton/ha

Keterangan : Beradaptasi baik di dataran rendah sampai sedang

Pengusuk/peneliti : PT Benihinti Suburintani / Nasib W.W,Putu Darsama dan Setiogir


(6)

Lampiran VII. Gambar penelitian

Tepung bulu ayam

Hasil tongkol Jagung manis