7 2010 19 kasus , tahun 2011 16 kasus , tahun 2012 21 kasus , tahun
2013 22 kasus , tahun 2014 20 kasus , dan tahun 2015 atau yang sedang ditangani sebanyak 6 kasus.
Berdasarkan penjelasan dan data diatas yang menunjukan bahwa sejak tahun 2009 hingga maret 2015 jumlah kasus yang ditangani oleh
pihak Kepolisian Resor Tobasa mengalami naik turun maka penulis sangat tertarik untuk membahas dan mengkaji mengenai upaya yang dilakukan
dalam menanggulangi Penyalahgunaan narkotika dan kendala-kendala apa saja yang selama ini dihadapi oleh Kepolisian Resort Tobasa dalam
Penanggulangan Penyalahgunaan narkotika Di Wilayah Kabupaten Toba Samosir. Untuk itu penulis membuat penulisan skripsi yang berjudul
“PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA STUDI
KASUS DI
WILAYAH HUKUM POLRES TOBASA”.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang permasalahan diatas maka penulis membuat rumusan Masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana
penyalahgunaan narkotika di Indonesia ? 2.
Bagaimana perkembangan
dan faktor-faktor
penyebab penyalahgunaan narkotika di wilayah Kabupaten Toba Samosir
pada sekarang ini ?
Universitas Sumatera Utara
8 3.
Bagaimana peranan Kepolisian Resort Tobasa POLRES TOBASA dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian pada hakekatnya mencari jawab atas masalah yang diteliti dan memberikan pedoman agar penelitian dapat berlangsung
sesuai apa yang dikehendaki. Karena itu dalam penyusunan Skripsi ini, tujuan penelitian ini adalah:
a Tujuan Objektif :
1 Untuk mengetahui tentang perkembangan penyalahgunaan
narkotika pada masa sekarang ini dan mengetahui hukum yang mengatur tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
2 Untuk mengetahui kebijakan upaya yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum dalam hal ini pihak Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika guna menciptakan
keamanan dan ketertiban dalam masyarakat diwilayah Kabupaten Samosir.
3 Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh aparat penegak
hukum dalam hal ini pihak Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika diwilayah Kabupaten Samosir.
b
Tujuan Subjektif
1 Untuk memperoleh data bahan penyusunan Skripsi guna
memenuhi salah satu syarat akademis untuk mencapai gelar
Universitas Sumatera Utara
9 Sajana dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2 Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan penulis
dalam ilmu Hukum khususnya dalam Hukum dan Kebijakan Publik dalam kaitannya dengan tugas dan wewenang polisi
dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan Narkotika
diwilayah Kabupaten Samosir.
2. Manfaat Penulisan
Selain tujuan yang akan dicapai sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk :
a. Manfaat Teoritis :
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan hukum
pidana, khususnya
mengenai perkembangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, peran
aparat penegak hukam dalam hal ini kepolisian dalam menanggulagi penyalahgunaan narkotika serta hambatan yang
yang dihadapi
Kepolisian dalam
menanggulangi penyalahgunaan narkotika.
b. Manfaat Praktis
1 Bagi Penulis : penelitian ini dapat memperluas pengetahuan
tentang penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan dilapangan, serta menambah wacana ilmu hukum pidana
Universitas Sumatera Utara
10 tentang peran aparat penegak hukam dalam hal ini
kepolisian dalam menanggulagi penyalahgunaan narkotika. 2
Bagi Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Kepolisian : Penelitian ini diharapkan dapat membantu para aparat
penegak hukum
dalam mengkampanyekan
bahaya penyalahgunaan narkotika kepada masyarakat.
3 Bagi Pemerintah : Penelitian ini diharapakan dapat
membantu pemerintah
dalam mengetahui
tentang perkembangan penyalahgunaan narkotika guna dapat
membentuk peraturan yang baru ataupun menambah dana pembiayaan penanggulangan penyalahgunaan narkotika.
4 Bagi Masyarakat : Penelitian ini diharapakan dapat
membuka wawasan masyarakat agar dapat berperan serta dan
membantu Kepolisian
dalam menanggulangi
penyalahgunaan narkotika.
D. Keaslian Penulisan
Setelah di telusuri daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Pidana
belum ditemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul dan permasalahan yang akan diangkat yaitu tentang “Peranan Kepolisian
dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Studi Kasus Di Wilayah Hukum POLRES Tobasa
”. Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, pemikiran, gagasan dan usaha penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari
Universitas Sumatera Utara
11 hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, namun
apabila terdapat kesamaan maka penulis siap bertanggungjawab atas keaslian penulisan skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Narkotika
Jika kita mengambil dari sudut bahasa, maka kata Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu
“narkan” atau “narke” yang berarti menjadi kaku, lumpuh, dan dungu
11
. Di dalam dunia kedokteran dikenal dengan narcose atau narcosis yang berarti dibiuskan terutama dalam
peristiwa pembedahan narcotikumobat bius dalam bahasa latin
12
. Secara Umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat
yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukan ke dalam tubuh.
Istilah narkotika yang digunakan disini bukanlah “narcotics” pada farmacologie farmasi, melainkan sama artinya dengan
“drug” yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-
pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu: a.
Mempengaruhi kesadaran; b.
Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia;
c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:
11
Wison Nadack, Korban Ganja dan Masalah Narkotika, Bandung : Indonesia Publishing House, 1983, hal. 122.
12
Susi Adisti, Belenggu Hitam Pergaulan “HANCURNYA GENERASI AKIBAT
NARKOBA”, Jakarta : RESTU AGUNG, 2007, hal 24
Universitas Sumatera Utara
12 1.
Penenang; 2.
Perangsang bukan ransangan sex; 3.
Menimbulkan halusinasi pemakai tidak mampu membedakan
antara khayalan
dan kenyataan,
kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat
13
.
Sedangkan menurut farmacologie farmasi medis, yaitu “
Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan terutama rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral dan dapat menimbulkan efek stupor
bengong masih sadar namun masih haruis di gertak serta adiksi
14
. Menurut
peraturan perundang-undangan
Indonesia juga
memberikan definisi tentang Narkotika. Pada Undang – undang Nomor 9
Tahun 1976 tentang narkotika memberikan pengertian narkotika sebagai berikut :
Narkotika adalah ; a.
Bahan – bahan yang disebut dalam angka 2 sampai angka 3.
b. Garam – garam dan turunan – turunan dan morfhine dan kokaina.
c. Bahan – bahan lain namun alamiah sintesa maupun semi sintesa
yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfhine atau kokaina yang ditetapkamn oleh Menteri Kesehatan
13
Moh. Taufik Makarao , Suhasri, dan Moh. Zakky, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003, hal 16.
14
Wijaya A.W, Masalah Kenakan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung : Armico, 1985, hal. 145.
Universitas Sumatera Utara
13 sebagai narkotika, bilamana disalahgunakan dapat menimbulkan
ketergantungan yang merugikan, sepertimorfina dan kokaina.
d. Campuran – campuran yang sedian – sedian mengandung bahan
yang tersebut dalam huruf a,b, dan c.
Menurut Undang – undang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika menyebutkan yaitu narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan – golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang – undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan
Menteri Kesehatan
15
. Sedangkan menurut Bunyi Undang – undang nomor
35 tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 dapat dipahami bahwa narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa sakit, mengurangi sampai menghilangkan rasa
ngeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika
16
.
15
Kusno Adi, Op. Cit., hal.12
16
F Asya, Narkotika dan Psikotropika, Jakarta : Asa Mandiri, 2009, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
14 Selain menurut peraturan perundang-undangan ada juga menurut
para ahli. Menurut Soedjono D. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan dimasukkan
dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai. Pengaruh tersebut berupa : menenangkan, merangsang, dan menimbulkan
khayalan halusinasi
17
. Soedjono juga mengemukakan bahwa narkotika adalah zat yang bermanfaat dan berkhasiat, yang dibutuhkan bagi kepentingan
umat manusia terutama dari sudut medis
18
.
Menurut Smith Kline dan Frech Clinical Staff mengemukakan defenisi tentang narkotika yaitu:
Narcotic are drugs which produch insensibility or stuporduce to their depressant offer on the central nerveous system, included in this definition
are opium-opium derivativis morphine, codein, methadone. Artinya lebih kurang ialah
Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja
mempengaruhi susunan syaraf sentral.Dalam defenisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu morphine, coein,
methadone.
Menurut Elijah Adams memberikan definisi narkotika adalah sebagai berikut, “Narkotika adalah : terdiri dari zat sintesis dan semi
sintesis yang terkenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak
17
D Soedjono, Segi Hukum tentang Narkotika di Indonesia, Bandung : Karya Nusantara, 1977, hal. 5.
18
D Soedjono, Narkotika dan Remaja, Bandung : Alumni, 1991, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
15 dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan
– perdagangan gelap, selain juga terkenal istilah dihydo morfhine
19
. Sedangkan menurut Verdoovende Middelen Ordonantie Staatblad
1927 No. 287 jo. No. 536 yang telah diubah, yang dikenal sebagai undang- undang obat bius, narkotika adalah “bahan-bahan yang terutama
mempunyai efek kerja pembiusan, atau yang dapat menurunkan kesadaran. Di samping menurunkan kesadaran juga manimbulkan gejala-gejala fisik
dan mental lainnya apabila dipakai secara terus-menerus dan liar dengan akibat antara lain terjadi ketergantungan pada bahan-
bahan tersebut”. Dalam undang-undang bius tersebut, yang dikategorikan sebagai
narkotika tidak hanya obat bius saja melainkan disebut juga candu, ganja, kokain, morphin, heroin, dan zat-zat lainnya yang membawa pengaruh
atau akibat pada tubuh.Zat-zat tersebut berpengaruh karena bergerak pada hampir seluruh system tubuh, terutama pada syaraf otak dan sumsum
tulang belakang. Selain itu karena mengkonsumsi narkotika akan menyebabkan lemahnya daya tahan serta hilangnya kesadaran.
Zat-zat narkotika yang semula ditujukan untuk kepantingan pengobatan, namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya perkembangan teknologi obat-obatan maka Jenis- jenis narkotika dapat diolah sedemikian banyak seperti yang terdapat pada
saat ini, serta dapat pula disalahgunakan fungsinya yang bukan lagi untuk kepantingan
dibidang pengobatan,
bahkan sudah
mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa.
20
19
Wison Nadack, Op. Cit. hal. 124.
20
Moh. Taufik Makarao , Suhasri, dan Moh. Zakky, Op. Cit. hal 17.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika
Penyalahgunaan adalah menggunakan kekuasaan dan sebagainya tidak sebagaimana mestinya. Dengan menyalahgunakan sesuatu baik itu
kekuasaan, benda dan lain sebagainya, seseorang ingin mendapatkan sesuatu yang menurut mereka dapat menguntungkan mereka. Sedangkan
penyalahgunaan yang dikemukakan oleh Soedjono Dirdjosisworo, adalah bentuk kejahatan berat yang sekaligus merupakan penyebab yang dapat
menimbulkan berbagai bentuk kejahatan
21
. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan seseorang dapat
diartikan menggunakan narkotika tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini
tentunya di
luar pengawasan
seorang dokter.
Terjadinya penyalahgunaan di dalam masyarakat tentunya sangat mempengaruhi
masyarakat itu sendiri. Pengaruh itu bisa berupa pengaruh terhadap ketenangan dalam masyarakat, pengaruh terhadap timbulnya kejahatan
dalam masyarakat dan sebagainya. Banyak ahli yang memberikan pendapat tentang pengertian atau
definisi penyalahgunaan Narkoba Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif meski dengan istilah yang berbeda-beda : zat, obat, narkoba
ataupun napza
22
. Misalnya menurut Widjono dkk. Mendefinisikan Penyalahgunaan obat sebagai pemakaian obat secara terus menerus, atau
sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek kedokteran. Hal ini sesuai dengan rumusan WHO yang mendefinisikan
21
Soedjono , Kriminologi, Bandung : Citra Aditya, 1995 , hal. 157
22
Tina Afiatin, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Dengan Program Aji, Yogyakarta : Gadjah Mada Univesity Press, 2008, hal 12
Universitas Sumatera Utara
17 penyalahgunaan zat sebagai pemakaian zat yang berlebihan secara terus-
menerus, atau berkala, di luar maksud medic atau pengobatan
23
. Sedangkan Gordon D. membedakan pengertian pengguna,
penyalahguna dan pecandu Narkoba. Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk bersenag-
senang, rileks atau rileksasi, dan hidup mereka tidak berputar disekitar narkoba. Penyalahguna adalah seseorang yang mempunyai masalah yang
secara langsung berhubungan narkoba. Masalah tersebut bias muncul dalam ranah fisik, mental, emosional, maupun spiritual. Sedangkan
pecandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasratobsesi secara mental maupun emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang
lebih penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan
kesakitan
24
. Jika merujuk pada peraturan perundang-undangan, Undang-undang
Narkotika juga memberikan pengertian penyalahgunaan. Misal pada pasal 1 butir 14 Undang-undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika yang
menyebutkan bahwa : “Pengertian penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter”.
Sedangka pada pasal 1 ayat 15 Undang-undang No. 35 tahun 2009 menyebutkan bahwa : ” Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan
Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
23
Ibid, hal 13
24
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
18 Penyalahgunaan narkotika juga berkaitan erat dengan peredaran
gelap sebagai bagian dari dunia tindak pidana. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika menurut pasal 1 ayat 5 Undang-undang No. 35
tahun 2009 tentang Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang
ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika. Kegiatan disini antara lain berupa kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan,
bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, dan bukan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selanjutnya mafia peredaran gelap narkotika memasok narkotika agar orang memiliki ketergantungan sehingga jumlah supply meningkat.
Terjalinnya hubungan antara pengedarbandar dengan korban membuat korban sulit melepaskan diri dari pengedarbandar, bahkan tidak jarang
korban juga terlibat peredaran gelap karena meningkatnya kebutuhan dan ketergantungan mereka akan narkoba
25
Dari hasil penelitian seorang psikiater Dr. Graham Blaine antara lain mengemukakan bahwa biasanya seseorang mempergunakan narkotika
dengan beberapa sebab, yaitu : a.
Untuk mencari dan menemukan arti dari hidup. b.
Untuk mengisi kekosongan dan kesepian kebosanan. c.
Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepetan hidup.
25
Lydia Harlina Martono Satya Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya, , Jakarta,: Balai Pustaka2006.Hal.1.
Universitas Sumatera Utara
19 d.
Hanya iseng-iseng atau didorong rasa ingin tahu. e.
Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas
f. Mempermudah penyaluran dan perbuatan seks.
g. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan yang
berbahaya seperti berkelahi, ngebut, bergaul dengan wanita dan lain-lain
26
. Penyalahgunaan narkotika biasanya dilakukan dengan cara
sebagai berikut : a.
Disuntik ; heroin dicampur dengan bahan lainnya dan dimasukan ke dalam jarum suntik.
b. Dihisap : menggunakan aluminium foil dengan bong terus dibakar.
c. Dicampur dengan rokok
Adapun efek atau dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika antara lain:
1. Efek Depresant
Yaitu mengendorkan atau mengurangi aktivitas atau kegiatan susunan syaraf pusat, antara lain :
a. Berbicara kacau
b. Tidak dapat mengendalikan diri
c. Tingkah laku seperti mabuk, tetapi tanpa berbau
minuman beralkohol
26
Sudarsono.Drs, Kenakalan Remaja, Jakarta : Rineka Cipta, 1990, hal 67
Universitas Sumatera Utara
20 d.
Akibat kelebihan pemakaian akan menyebabkan : 1
Napas tersegal-segal 2
Kulit lembab dan dingin 3
Pupil mata mengecil 4
Denyut nadi cepat dan lemah 5
Bisa koma dan meninggal dunia e.
Gejala putus obat : 1
Gelisah 2
Sukar tidur 3
Mengigau 4
Tertawa tidak wajar 5
Dapat meninggal dunia 2.
Efek Stimulant
27
. Yaitu meningkatkan keaktifan susunan syaraf pusat, antara
lain: a.
Lebih waspada b.Bergairah rasa senang
c. Pupil membesar
d.Denyut nadi meningkat e.
Susah tidur f.
Hilang nafsu makan g.Akibat kelebihan pemakaian akan menyebabkan :
1 Gelisah
27
Silvia Roosmaya, skripsi,” Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan Oleh POLWILTABES SEMARANG Terhadap Remaja Dalam Penyalahgunaan Narkotika, Semarang :
Fakultas Hukum UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA,2005, hal 19-21
Universitas Sumatera Utara
21 2
Suhu badan naik 3
Suka berkhayal 4
Tertawa tidak wajar 5
Dapat meninggal dunia h. Gejala putus obat :
1 Badan terasa lesu
2 Malas dan tidur berlama-lama
3 Depresi tidak dapat mengendalikan diri
3. Efek halusinogen
Yaitu menimbulkan perasaan-perasaan yang tidak riil atau khayalan khayalan yang menyenangkan antara lain :
a. Suka berkhayal.
b. Tidak punya gambaran ruang dan waktu.
c. Bila overdosis dapat menimbulkan kematian.
Selain efek biologis terhadap penyalahguna diatas ada juga dampak social yang diakibatkan penyalahgunaan narkotika yakni
28
: 1.
Dampak terhadap kehidupan sosial Gangguan mental emosional yang diderita oleh si
penyalahguna akan mempengaruhi fungsi dan keberadaannya sebagai anggota masyarakat. Pada umumnya, prestasi si
pengguna akan menurun seperti pemecatan di tempat kerjanya, melakukan tindakan kekerasan dan lain-lain.pelanggaran-
28
Muchlis Catio, Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Di Lingkungan Pendidikan, Jakarta : Badan Narkotika Nasional, 2006, hal.32
Universitas Sumatera Utara
22 pelanggaran baik norma social maupun norma hukum akan
mempengaruhi kehidupan social si pengguna. 2.
Dampak terhadap perekonomian : a.
Uang habis dengan percuma. b.Pengeluaran meningkat yaitu untuk biaya
kesehatan serta pengobatan. c.
Menurunnya tingkat produktivitas sumber daya manusia.
d.Terjadi transaksi illegal. e.
Terjadinya money laundering pencucian uang. 3.
Dampak terhadap Mayarakat : a.
Berbuat tidak senonoh mesum dengan orang lain, yang berakibat tidak saja bagi diri yang
berbuat melainkan
mendapat hukuman
masyarakat yang berkepentingan. b.Mengambil milik orang lain mencuri demi
memperoleh uang untuk membeli narkoba. c.
Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum
dan tidak menyesali
perbuatannya. d. Meningkatnya
angka kriminalitas
dan kekerasan di lingkungan masyarakat
4. Dampak terhadap Bangsa dan Negara
Universitas Sumatera Utara
23 Apabila penyalahgunaan Narkotika sudah semakin
meluas maka akan menimbulkan efek yang lebih besar lagi terhadap suatu Negara. Dampak itu dapt berupa :
a. Hilangnya generasi muda lost generation .
b. Kualitas generasi muda sebagai aset bangsa menurun.
c. Hilangnya jiwa patriotism.
d. Menurunya rasa cinta bangsa yang pada gilirannya mudah untuk dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan yang
menjadi ancaman terhadap ketahanan nasional dan
stabilitas nasional. e.
Negara terjajah sindikat Narkoba. f.
Runtuhnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa. g. Negara akan menjadi kacau dan tidak stabil
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa seorang pengguna narkotika tidak dapat hidup secara normal karena penyalahgunaan narkotika sudah
merusak mental, organ vital dalam tubuh, dan bahkan dapat menyebabkan kematian bagi pemakainya
29
. Bila tidak segera ditanggulangi maka akan memperlemah negara Indonesia baik dari segi keamanan, pembangunan
dan keberlangsungan kehidupan berangsa dan beragama. Untuk itu, bagi korban penyalahgunaan narkotika perlu dilakukannya penanganan yang
serius, sehingga tidak akan ada korban penyalahgunaan narkotika
30
.
29
Ibid, hal 29.
30
Silvia Roosmaya, Op Cit, hal 19
Universitas Sumatera Utara
24
3. Pengertian Kepolisian
Menurut Soerjono Soekanto mengenai pengertian penegak hukum adalah: “Pihak -pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum”.
Sehingga disini pengertian penegak hukum itu dapat dibagi menjadi yaitu : a.
Penegak hukum sebagai Law enforcement adalah penegak hukum berupa perorangan atau individu yang berusaha untuk menegakkan
peraturan. b.
Penegak hukum sebagai peace maintenance adalah penegak hukum tidak berupa individu tapi suatu instansi yang berusaha
untuk menegakkan peraturan dengan tujuan kedamaian, sehingga dalam menegakkan peraturan mereka tidak hanya berpedoman
kepada peraturan saja tetapi mereka juga harus mempertimbangkan suasana ketertiban umum di dalam masyarakat
31
. Aparat penegak hukum pada penerapan hukum agar benar-benar
memikirkan dengan cermat penjatuhan hukuman sehingga dirasakan masyarakat hukuman tersebut telah setimpal dengan kesalahan pelaku.
Penyelesaian perkara dengan cepat dan tepat sangat membantu penegakan ketertibanketentraman masyarakat serta terciptanya kepastian hukum.
Aparat penegak hukum terdiri atas anggota kepolisian, kejaksaan, kehakiman. Polisi merupakan aparatur negara yang bertugas mewakili
negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum. Polisi dan masyarakat adalah dua subjek sekaligus objek yang tak
mungkin terpisahkan. Polisi lahir karena adanya masyarakat, masyarakat
31
Soerjono Soekamto, Op Cit, hal 13
Universitas Sumatera Utara
25 membutuhkan kehadiran polisi, guna menjaga ketertiban, keamanan, dan
keteraturan masyarakat itu sendiri. Demikianlah teori lahirnya polisi politea, yunani kuno sampai pada lahirnya teori kepolisian modern
dewasa ini. Pengertian Polisi dalam sepanjang sejarah arti dari polisi
mempunyai tafsiran yang berbeda-beda, polisi yang sekarang dengan yang awal di temukan istilah sangat berbeda. Pertama kali polisi di temukan dari
perkataan yunani, politea,yang berarti semua usaha dan kegiantan pemerintah negara kota termasuk urusan-urusan keagamaan
32
. Di negara Belanda pada zaman dahulu istilah Polisi dikenal melalui konsep Catur
Praja dan Van VOLLENHOVEN yang membagi pemerintahan menjadi empat bagian yaitu :
a. Bestuur
b. Politie
c. Rechtspraak Peradilan
d. Regeling Peraturan
Dengan demikian Polite dalam pengertian ini sudah dipisahkan dari Bestuur dan merupakan bagian dari pemerintah tersendiri
33
. Pada pengertian ini Polisi termasuk organ-organ pemerintahan yang mempunyai
wewenang melakukan pengawasan terhadap kewajiban-kewajiban umum.
32
Djoko Prakoso,S.H., POLRI Sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, Jakarta : PT. BINA AKSARA, 1987, hal 34
33
Ibid. hal 52
Universitas Sumatera Utara
26 Didalam kamus besar bahasa Indonesia, kepolisian diartikan
sebagai “polisi diartikan sebagai badan pemerintahan yang diberi tugas
memelihara keamanan dan ketertiban umum”.
Ada beberapa ahli juga memberikan definisinya tentang Kepolisian, misalnya
Eko Budiharjo polisi adalah “tokoh dalam masyarakat yang harus tetap menggambarkan sebagaimana diharapkan
masyarakat tentang di rinya”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
tugasnya, gambaran polisi adalah seorang yang jujur, berintegritas, rajin, loyal dan semua kualitas yang diharapkan ditemukan dalam warga negara
teladan
34
. Menurut pakar sosiologi hukum, Satjipto Rahardjo:“Kepolisian
adalah profesi unik, sehingga untuk merumuskan secara tuntas adalah pekerjaan yang tidak mudah. Ia merupakan perpaduan antara kekuatan dan
pelayanan, padahal keduanya merupakan kategori yang berdiri sendiri dan sering bersebrangan. Ia juga perpaduan antara kekerasan dan
kelembutan”
35
. Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History mengemukakan Pengertian Polisi dalam bahasa Inggris: Police
Indonesia The English Language Came to Mean of planning for improving ordering communal exsistence, yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk
memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan masyarakat. Sedangkan menurut menurut Sadjijono polisi dan kepolisian
memiliki arti yang berbeda dinyatakan bahwa: “Istilah polisi adalah sebagai organ atau lembaga pemerintahan yang ada dalam negara,
34
Eko Budiharjo, Reformasi Kepolisian, Semarang : CV. Sahabat, 1998, hal 31
35
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta:Kompas, 2010, hal. 101
Universitas Sumatera Utara
27 sedangkan istilah kepolisian adalah sebagai organ dan sebagi fungsi.
Sebagi organ yaitu suatu lembaga pemerintahan yang terorganisasi dan terstruktur dalam organisasi negara. Sedangkan sebagai fungsi, yakni tugas
dan wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa Undang-undang untuk menyelenggarakan fungsinya, antara lain pemeliharaan keamanan,
ketertiban masyarakat,
penegak hukum
pelindung, pengayom,
pelayananan masyaraka
36
. Peran polisi saat ini adalah sebagai pemelihara Kamtibmas juga
sebagai aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum pidana pada sistem peradilan pidana di Sub Penyidikan. Dengan hal itulah antara
tugas serta kewaijiban yang diemban oleh seorang Polisi sangatlah berat, karena antara satu dengan yang lainnya bertentangan dan kontradiktif,
akan tetapi ikhwal manusia sebagai aparat penegak hukum yang melindungi serta mengayomi masyarakat harus lebih mengedepankan
sikap profesionalisme dan humanisme yang tinggi dalam melayani masyarakat ke arah pelayanan yang prima dan optimal.
Jika melihat dari sisi Undang-undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian pada pasal 1 butir 1 dan butir 2 memberikan suatu definisi
tentang kepolisian, yaitu : Pasal 1 butir 1
“Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”. Pasal 1 butir 2
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
36
Sadjijono, Memahami hukum Kepolisian, Yogyakarta : P.T Laksbang Presindo, 2010, hal.56
Universitas Sumatera Utara
28 Sedangkan pada pasal 5 ayat 1 menyatakan : “Kepolisian Negara
Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Dalam pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa “Fungsi kepolisian adalah menjalankan salah satu fungsi
Pemerintahan negara dalam tugas penegakan Hukum, selain perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”. Sedangkan dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 pasal 3 m enyatakan bahwa “Fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum, perlindungan, dan pembibimbingan masyarakat dalam
rangka terjaminya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat”.
Menurut Sadjijono dalam menjalankan fungsinya sebagai aparat penegak hukum polisi wajib memahami asas-asas hukum yang digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas yaitu: 1.
Asas Legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum.
2. Asas Kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam
menangani permasalahan dalam masyarakat yang bersifat diskresi, karna belum diatur dalam hukum.
3. Asas Partisipasi, Dalam rangka mengamankan lingkungan
masyarakat polisi
mengkoordinasikan pengamanan
Universitas Sumatera Utara
29 swakarsa untuk mewujudkan kekuatan hukum dikalangan
masyarakat. 4.
Asas Preventif selalu mengedepankan tindakan pencegahan dari pada penindakan kepada masyarakat.
5. Asas Subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak
menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum di tangani oleh institusi yang membidangi
37
. Lembaga kepolisian memiliki tugas yang sangat besar untuk
melindungi negara, dengan ruang lingkup yang sangat luas tersebut didalam tubuh kepolisian harus ada pemberian tugas yang jelas. Dalam
pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 telah disebutkan tentang tugas pokok kepolisian
38
. Menurut Rahardjo Sadjipto, pembagian tugas pokok kepolisian berdasarkan substansi tugas pokok dan sumber yang melandasi
tugas pokok tersebut yakni sebagi berikut: “Substansi tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat bersumber dari
kewajiban umum kepolisian untuk menjamin keamanan umum. Sedangkan substansi tugas pokok menegakan hukum bersumber dari ketentuan
peraturan perundang-undangan tertentu lainya. Selanjutnya substansi tugas pokok polri untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat bersumber dari kedudukan dan fungsi kepolisian sebagai bagian dari fungsi pemerintahan negara yang pada hakekatnya
37
Ibid, hal 17.
38
Lihat pasal 13 undang- undang nomor 2 tahun tahun 2012 tentang kepolisian : ” Tugas
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pe layanan kepada masyarakat”.
Universitas Sumatera Utara
30 bersifat pelayanan publik yang termasuk dalam kewajiban umum
kepolisian”
39
. Mengenai tugas yang harus dilaksanakan oleh POLRI diatur dalam
pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002. Hal ini sebagai rincian tugas pokok Kepolisian pasal 13 yang terdiri dari
40
: a.
Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan
kebutuhan; b.
Menyelenggarakan segala kegiatan dan menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang- undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamaanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan tekhnis
kepada kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lain;
39
Satjipto Rahardjo, 2003 Mengkaji Kembali Peran Dan Fungi Polri Dalam Era Reformasi, Makalah Seminar Nasional, Jakarta, hal.27-28
40
Yoyok Ucuk Suyono, Hukum Kepolisian Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubehan UUD 1945, Surabaya : Laksbang Grafika, 2013
hal.69-70.
Universitas Sumatera Utara
31 h.
Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium porensik dan psikologi kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan
lingkungan hidup dan ganguan ketertiban dan atau bencana termasuk
memberikan bantuan
dan pertolongan
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang. k.
Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian serta;
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan yang diatur di pasal 15 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 16
ayat 1 Undang-undang No. 2 Tahun 2002. Wewenang kepolisian meliputi wewenang umum dan wewenang
khusus. Wewenang umum sebagaimana diatur dalam pasal 15 ayat 1 yang meliputi
41
: a.
Menerima laporan danatau pengaduan; b.
Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
41
Ibid, hal 70-71
Universitas Sumatera Utara
32 d.
Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administrative kepolisian; f.
Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang; i.
Mencari keterangan dan barang bukti; j.
Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k.
Mengeluarkan surat izin danatau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Berkaitan dengan wewenang khusus kepolisian, antara lain :
pertama, kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan Pada pasal 15 ayat 2 , dan Kedua, Wewenang penyelidikan atau penyidikan proses
pidana, diatur dalam pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002
42
.
42
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
33 Pada pasal 15 ayat 2 Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang : a.
Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan
peledak, dan senjata tajam; f.
Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian
khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam
menyidik dan memberantas kejahatan internasional; i.
Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi
terkait; j.
Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup
tugas kepolisian.
Universitas Sumatera Utara
34 Pada pasal 16 ayat 1 Dalam rangka menyelenggarakan tugas di
bidang proses pidana Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan, penahanaan, pengeledahan dan
penyitaan b.
Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan d.
Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat Memanggil orang
untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi f.
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
g. Mengadakan penghentian penyidikan
h. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum
i. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkap orang
yang disangka melakukan tindak pidana j.
Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik
pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum dan
Universitas Sumatera Utara
35 k.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Sedangkan tugas utama dari polisi Indonesia sebagai penyelidik dan penyidik serta kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan juga diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.
Menurut menurut Pasal 1 butir 8 undang-undang No. 2 tahun 2002 penyelidik adalah “Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melaksanakan penyelidikan”. Pasal 1 5 KUHAP mengenai pengertian penyelidikan
adalah : “Serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini”. Menurut Pasal 5 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP : Ayat 1 Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 :
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang :
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanya tindak pidana; 2.
Mencari keterangan dan barang bukti; 3.
Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
Universitas Sumatera Utara
36 4.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. Atas perintah penyidik dapat dilakukan tindakan berupa :
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan dan penyitaan; 2.
pemeriksaan dan penyitaan surat; 3.
Mengambil sidik jari dan memotret seorang; 4.
Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. Ayat 2 Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksaaan
tindakan sebagaimana tersebut pada ayat 1 huruf a dan huruf b kepada penyidik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penyelidikan sebenarnya adalah mencari atau menentukan ada tidaknya
tindak pidana dalam suatu peristiwa. Untuk penyidikan, pengertian penyidik menurut Pasal 1 10
undang- undang No. 2 Tahun 2002 adalah “Pejabat Kepolisian Negara
Republik Indon esia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Pasal 1 ayat 2 KUHAP memberi definisi
penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Universitas Sumatera Utara
37 Dalam hal pangkat penyidik polri, syarat kepangkatan minimal
sebagai penyidik adalah berpangkat Pembantu Letnan Dua atau istilah kepolisian sekarang disebut dengan Ajun Inspektur Polisi Dua Aipda
43
. Mengenai wewenang kepolisian sebagai penyidik lebih jelas
terlihat dalam Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP adalah
44
. : 1
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari orang tentang
adanya tindak pidana; b.
Melakukan tindakan pertama pada data tempat kejadian; c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, pengeledahan dan
penyitaan e.
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat f.
Mengambil sidik jari dan memotret seorang g.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
pemeriksaan perkara i.
Mengadakan penghentian penyidikan
43
Lihat pasal 2 ayat 1a Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana : “Penyidik adalah : Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
44
Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan : USU Press, 2009, hal 16-17.
Universitas Sumatera Utara
38 j.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
2 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan
tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasaan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat 1 huruf a.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penyidikan adalah mencari serta mengumpulkan bukti untuk menemukan tersangka.
Untuk itulah dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika diperlukan peran serta penegak hukum dalam hal ini pihak Kepolisian.
Dengan membentuk tim yang bertugas mengungkap data atau informasi tentang
narkotika, melakukan
penyelidikan, serta
menangkap penyalahgunaan narkotika.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas :
1. Jenis Penelitian
Dalam tulisan skripsi ini penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif penelitian hukum doktriner
dan bersifat yuridis empiris studi lapangan. Penelitian yang bersifat Yuridis Normatif adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan
peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang berkaitan. Penelitian yang bersifat Yuridis Empiris adalah penelitian yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
39 pengumpulan data yang diperoleh dengan cara wawancara dari
narasumber informan secara langsung yang dilakukan kepada pihak yang terkait dalam hal ini, pihak yang dimaksud adalah Satuan
Reskrim Narkoba Kepolisian Resor Tobasa.
2. Sumber Data dan Bahan Hukum
Data penelitian ini adalah bersumber dari data primer dan sekunder. Sumber data Primer adalah data yang diperoleh melalui studi
lapangan untuk mendapatkan data langsung dari responden yang merupakan objek penelitian dengan cara melakukan wawancara
langsung. Sumber data primer ini diperoleh dari penelitian lapangan, berkomunikasi secara langsung dengan responden yang berada di
lokasi penelitian
45
. Sumber data primer dapat berupa opini subjek orang secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap
suatu benda fisik, kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian
46
. Maka dari itu data Primer dalam penulisan ini diperoleh dari penelitian
lapangan riset yaitu melalui wawancara dengan Petugas yang berwenang di Satuan Reskrim Narkoba Kepolisian Resor Tobasa.
Adapun juga jenis data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah bersumber dari data sekunder. Sumber data sekunder adalah
data yang diperoleh peneliti melalui penelitian kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat, tulisan para
ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh
45
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Inonesia, 1982, hal 65
46
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2010 , hal.123.
Universitas Sumatera Utara
40 informasi baik dalam bentuk ketentuan formal maupun data melalui
naskah resmi yang ada. berupa bacaan yang relevan dengan materi yang sedang diteliti.
Adapun sumber data sekunder dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Bahan Hukum Primer, dalam Penelitian ini dipakai :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2.
Undang – undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
b. Bahan Hukum Sekunder berupa buku-buku yang berupa
tulisan-tulisan atau karya-karya akademisi, ilmuwan atau praktisi hukum dan disiplin hukum lain yang relevan serta
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu juga
dapat berupa artikel hukum yang telah diseminarkan dan berkaitan dalam penulisan.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Yaitu dengan menggunakan kamus hukum
dan kamus umum dalam hal ini yang dipergunakan adalah KBBI, ensiklopedi, dan indeks kumulatif
47
, dan ditambahi dari website yang dianggap penulis baik dan benar untuk
disajikan dalam tulisan skripsi ini.
47
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, hal 52.
Universitas Sumatera Utara
41
3. Teknik Pengumpulan Data atau Bahan Hukum
Dalam penulisan skripsi ini data yang dipakai adalah data yang didapatkan melalui langkah wawancara dengan pihak Satuan Reskrim
Narkoba Kepolisian Resor Tobasa. Langkah tersebut diatas dilakukan untuk mendapat data yang akurat dan mendukung untuk pemecahan
masalah dalam penyelesaian penelitian ini. Selain itu, Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi
ini juga dilakukan dengan studi pustaka terhadap buhan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan
hukum tersier atau bahan non-hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat,
mendengarkan, maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran hukum tersebut dengan melalui media internet.
4. Analisis Data
Dalam Pengolahan data yang didapat dari pencarian data kepustakaan, maka dapat dikatakan hasil penelitian ini menggunakan
analisa kualitatif yang artinya penelitian ini dilakukan dengan menggunakan nalar si peneliti, dimana di dalam menganalisis masalah
hukum. Hal ini dapat dikatakan menggunakan analisa kualitatif karena pada tulisan ini dilakukan pemaparan tentang teori-teori yang
dikemukakan, yang mengakibatkan dari teori-teori tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
42 ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan akhir untuk
kepentingan pembahasan tulisan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sitematika pennulisan ini dibagi dalam beberapa bab, dalam bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan ini
dibuat dalam bentuk uraian : Bab I.
Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan tentang penjelasan
umum, seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar belakang masalah, Perumusan masalah,
Tujuan dan Manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan keputakaan, Metode Penulisan serta
sistematika Penulisan. Bab II.
Pengaturan tindak
pidana penyalahgunaan
Narkotika dalam hukum positif di Indonesia Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai Sejarah
Perkembangan hukum narkotika Nasional, Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dalam Undang-
undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dan Jenis-jenis Narkotika menurut Undang-undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Bab III.
Perkembangan dan
faktor-faktor penyebab
penyalahgunaan Narkotika
Universitas Sumatera Utara
43 Dalam
bab ini,
akan dijelaskan
Sejarah Perkembangan
penyalahgunaan Narkotika
di Indonesia,
Faktor Penyebab
Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika, dan Perkembangan
penyalahgunaan Narkotika di wilayah di wilayah Kabupaten Toba Samosir
Bab IV. Peranan
Kepolisian dalam
menanggulangi penyalahgunaan Narkotika
Membahas tentang upaya Kepolisian dalam
penaggulangan penyalahgunaan Narkotika oleh Kepolisian Resor Tobasa di Wilayah Kabupaten
Toba Samosir serta kendala yang dihadapi oleh Kepolisian
Resor Tobasa
dalam upaya
penaggulangan penyalahgunaan Narkotika di wilayah Kabupaten Toba Samosir.
Bab V. Kesimpulan dan Saran.
Bab ini adalah penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan disajikan kesimpulan dari
seluruh hasil penelitian dan sertai saran atas permasalahn yang menjadi pokok pembahasan.
Universitas Sumatera Utara
44
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Sejarah Perkembangan pengaturan tindak pidana narkotika Nasional 1. Lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1976, istilah narkotika belum dikenal di Indonesia. Peraturan yang berlaku sebelum ini
adalah Verdovende Middelen Ordonnantie Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927 yang diubah tahun 1949 Lembaran Negara 1949 Nomor 337,
tidak menggunakan istilah “narkotika” tetapi “obat yang membiuskan” Verdovende middelen dan peraturan ini dikenal sebagai Ordonansi Obat
Bius
48
. Pada zaman penjajahan Belanda kebiasaan penyalahgunaan obat bius
dan candu, sudah mulai terasa membahayakan masyarakat, pemakainya terutama masyarakat golongan menengah khususnya keturunan cina oleh
sebab itu, pada zaman tersebut pemerintah Hindai Belanda mengeluarkkan Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun
1927, yaitu peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu
49
. Selain itu, juga diberlakukan ketentuan mengenai pembungkusan candu yang disebut
Opium verpakkings Bepalingen Staatsblad 1927 No. 514. Setelah Indonesia Merdeka, kedua intrumen hukum kolonial Belanda tersebut tetap diberlakukan
berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Peraturan perundang-
48
Andi Hamzah, RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hal. 13
49
Moh. Taufik Makarao , Suhasri, dan Moh. Zakky, Op. Cit. hal 10
Universitas Sumatera Utara