Latar Belakang Penelitian KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT.

Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Memperhatikan pada data laporan terakhir The Travel and Tourism Competitiveness Index yang dilansir World Economic Forum WEF tahun 2013, Indonesia berada di peringkat 70 dunia dari 140 negara yang terdata, Indonesia mampu naik empat peringkat setelah sebelumnya berada di peringkat 74 pada tahun 2011. Setiap tahun terjadi kenaikan pada indeks daya saing pariwisata Indonesia, sudah semestinya kemampuan bersaing di industri hospitality ini dipertahankan bahkan ditingkatkan dengan diwujudkan dalam bentuk manajemen destinasi yang semakin berdaya saing sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1. Sumber: World Economic Forum, 2014 Gambar 1.1. Peningkatan Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia Tahun 2008-2013 Dilihat dari sisi jumlah kunjungan wisatawan pun, selalu terjadi peningkatan kuantitas kunjungan ke Indonesia. Hal ini akan berkaitan dengan komparasi daya dukung fisik destinasikawasan wisata dengan kuantitas wisatawan yang berada di dalamnya yang menuntut adanya penataan ruang wisata yang kondusif dan proporsional. Berdasarkan data Ditjen Imigrasi dan BPS yang diolah kembali oleh Pusdatin Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 81 80 70 74 Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kemenparekraf per periode tahun 2014, disebutkan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara wisman naik 12,34 yakni sebanyak 8.802.129 wisman pada periode tahun 2013 naik menjadi 9.435.411 wisman pada periode tahun 2014. Peningkatan tersebut terjadi hampir di semua pintu masuk terutama di Bandara Ngurah Rai, Kualanamu, Batam, serta Husein Sastranegara di Bandung yang peningkatannya masing-masing diatas 20. Data lengkap kunjungan wisman melalui pintu masuk dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dilihat dari Pintu Masuk Wisatawan ke Indonesia Tahun 2010-2014 Pintu Masuk Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara 2010 2011 2012 2013 2014 Ngurah Rai 2 546 023 2 788 706 2 902 125 3 241 889 3 731 735 Soekarno-Hatta 1 823 636 1 933 022 2 053 850 2 240 502 2 246 437 Batam 1 007 446 1 161 581 1 219 608 1 336 430 1 454 110 Tanjung Uban 313 945 337 353 336 547 318 154 320 861 Kualanamu 162 410 192 650 205 845 225 550 234 724 Juanda 168 888 185 815 197 776 225 041 217 193 Husein Sastranegara 90 278 115 285 146 736 176 318 180 392 Balai Karimun 100 908 104 397 107 499 104 889 100 782 Tanjung Pinang 97 954 106 180 103 785 99 593 97 672 Tanjung Priok 63 859 65 171 66 168 65 227 64 941 Adi Sucipto 46 987 48 160 58 926 86 020 89 156 Minangkabau 27 482 30 585 32 768 44 135 50 196 Entikong 23 436 25 254 25 897 24 856 22 462 Adi Sumarmo 22 350 23 830 21 612 17 738 12 911 Sultan Syarif Kasim 15 278 21 982 21 387 25 946 27 382 Sepinggan 10 824 15 607 16 828 16 904 13 156 Sam Ratulangi 20 220 20 074 19 111 19 917 17 279 Lombok 17 288 17 938 17 032 40 380 69 881 Makassar 16 211 14 295 13 881 17 730 15 713 Lainnya 427 521 441 846 477 081 474 910 468 426 Jumlah 7 002 944 7 649 731 8 044 462 8 802 129 9 435 411 Sumber: Pusdatin Kemenparekraf dan BPS, 2015 Bukan hanya wisman, perkembangan perjalanan wisatawan nusantara wisnus juga memiliki pengaruh besar terhadap pendapatan Indonesia dari sektor pariwisata. Salah satu buktinya, ketika terjadi ledakan bom Bali tahun 2002, saat itu Bali banyak ditinggalkan oleh wisman sehingga berpengaruh terhadap Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pendapatan ekonomi daerah dari sektor pariwisata. Namun justru penurunan kunjungan wisman yang drastis tertutupi oleh kunjungan wisnus yang tetap stabil, bahkan dikabarkan meningkat. Perkembangan jumlah perjalanan wisnus terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pusdatin Kemenparekraf dan BPS mencatat trend posistif arus peningkatan perjalanan wisnus. Perkembangan jumlah perjalanan wisnus tersebut secara grafik dapat dilihat pada Gambar 1.2. Sumber: Pusdatin Kemenparekraf dan BPS, 2014 Gambar 1.2. Perkembangan Jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara Tahun 2009-2013 Perkembangan jumlah perjalanan wisnus tidak terlepas dari trend berwisata masyarakat Indonesia di berbagai daerah yang terus meningkat, salah satunya di Kabupaten Garut. Kunjungan wisatawan ke kota yang terkenal dengan dodol-nya ini mengalami peningkatan dalam kurun lima tahun terakhir sejak 2010 hingga data terakhir yang dipublikasikan tahun 2014 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut seperti terlihat dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2. Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan Mancanegara danWisatawan Nusantara ke Obyek Wisata di Kabupaten Garut Tahun 2010-2014 Wisatawan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Mancaegara 6.487 6.631 6.020 6.344 6.445 250.036 245.290 236.752 234.377 229.731 Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Nusantara 1.789.879 1.981.985 2.008.746 2.247.937 2.412.258 Jumlah 1.796.366 1.988.616 2.014.766 2.254.281 2.418.703 Sumber: Disbudpar Kabupaten Garut, 2015 Berbicara pariwisata Garut memang sudah semakin menarik rasa kepenasaran para pelaku perjalanan wisata. Kabupaten yang baru saja menanggalkan statusnya sebagai daerah tertinggal berdasarkan Surat Keputusan SK Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal PDT Nomor 141 Tahun 2014 tentang Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal yang Terentaskan Tahun 2014 yang juga sekaligus menyandang status baru sebagai daerah berpotensi maju ini memang memiliki potensi besar untuk menjadi daerah maju, terutama pada sektor pariwisata. Salah satu daya tarik wisata alam di Kabupaten Garut adalah Situ Bagendit. Situ Bagendit ditetapkan menjadi kawasan lindung melalui Peraturan Daerah Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung, pada Pasal 6 Gubernur menetapkan kawasan lindung Daerah berdasarkan pola ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang di dalamnya ditetapkan bahwa Situ Bagendit sebagai ‘kawasan perlindungan setempat’ di Kabupaten Garut. Perda tersebut kemudian direspon dalam Perda Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 pada Pasal 26 mengenai rencana pola ruang wilayah kawasan lindung dengan menjadikan Situ Bagendit sebagai ‘kawasan perlindungan setempat’ di Kecamatan Banyuresmi. Situ Bagendit menjadi salah satu daya tarik wisata alam di Kabupaten Garut. Kawasan dengan total luas 124 ha ini cukup ramai dikunjungi terutama oleh wisatawan lokal Garut dan sekitarnya pada hari-hari libur. Hingga data terakhir yang dirilis Disbudpar Kabupaten Garut tahun 2014, kunjungan wisatawan ke Situ Bagendit masih pluktuatif. Kendati demikian, setiap tahunnya hampir mencapai 300 ribu wisatawan sebagaimana tersaji dalam data Tabel 1.3. Tabel 1.3. Rekapitulasi Jumlah Kunjungan Wisman dan Wisnus ke Situ Bagendit Tahun 2010-2014 Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Wisatawan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Mancanegara 304 374 340 361 372 Nusantara 201.267 255.039 203.352 221.487 234.779 Jumlah 201.571 255.413 203.692 221.848 235.151 Sumber: Disbudpar Kabupaten Garut, 2015 Status kepemilikan Situ Bagendit berada pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat di bawah kewenangan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air PSDA. Namun berdasarkan Undang-Undang UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Pemerintah PP Nomor 20 tahun 2006 tentang Irigasi, kini Situ Bagendit juga berada pada wilayah pantauan Pemerintah Pusat dengan kewenangan operasional oleh Balai Besar Wilayah Sungai BBWS koridor Cimanuk-Cisanggarung. Sebagai lembaga yang berwenang terhadap wilayah Situ Bagendit, Dinas PSDA belum menanggalkan sepenuhnya tanggung jawab terhadap Situ Bagendit, proses transisi pembagian kewenangan masih dikoordinasikan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Jawa Barat Wawancara: Yadi, 2015; Kepala Seksi Operasi dan Pengolahan Data Dinas PSDA Jawa Barat. Sebagai kawasan lindung yang dimanfaatkan menjadi kawasan wisata, Situ Bagendit harus mampu mempertahankan dan mengakomodasi hal-hal yang menjadi kriteria sebagai kawasan lindung. Dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang ditindaklanjuti dengan PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Selanjutnya dalam Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 72 diuraikan pula mengenai pemanfaatan dan pemeliharaan di kawasan lindung bahwa: 1. Pemanfaatan sumberdaya kawasan lindung dimaksudkan untuk mencegah pemanfaatan dan pemungutan sumberdaya kawasan lindung secara berlebihan. Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Di dalam hutan lindung hanya diperbolehkan melakukan kegiatan jasa lingkungan dan pengambilan hasil hutan non kayu. 3. Di dalam kawasan lindung selain kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dapat dilakukan kegiatan budidaya yang tidak mengganggu fungsi lindung dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada. 4. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan. 5. Kegiatan budidaya yang dilakukan di kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan lindung, harus dilakukan dengan menerapkan kaidah-kaidah konservasi dan civil teknis. 6. Apabila menurut kajian lingkungan kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 mengganggu fungsi lindung, maka fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap. Dalam PP Nomor 26 tahun 2008 disebutkan bahwa yang menjadi kriteria kawasan lindung di sekitar danau atau waduk adalah: 1. Daratan dengan jarak 50 lima puluh meter sampai dengan 100 seratus meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi, atau 2. Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk. Target pengelolaan kawasan lindung sebagaimana tertuang dalam Perda Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah: 1. Pelaksanaan pencapaian target kawasan lindung ditujukan untuk mempertahankan, mengembalikan dan meningkatkan luasan kawasan lindung. 2. Pelaksanaan pencapaian target kawasan lindung meliputi: a. Pemanfaatan dan pemeliharaan kawasan lindung. b. Rehabilitasi dan konservasi kawasan lindung. c. Pemulihan kawasan lindung. 3. Pencapaian target sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya. Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Berkenaan dengan pemanfaatan kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan yang menyuguhkan wisata alam, Pendit 2003 menyebutkan bahwa wisata alam merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam. Sedangkan dalam PP Nomor 36 Tahun 2010 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Berdasarkan rujukan definisi tersebut, jelas ditekankan bahwa Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam seyogyanya mengandung unsur dan dapat mempertahankan keindahan alam yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Unsur itulah yang kini dirasa hilang dari salah satu primadona wisata tirta di Kabupaten Garut ini. Unsur keindahan Situ Bagendit yang hilang terletak di obyek situ itu sendiri sebagai daya tarik utamanya, serta di kawasan sekitar situ sempadan Situ Bagendit. Dalam Perda Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 dan juga redaksi yang sama dalam Perda Kabupaten Garut Nomor 29 tahun 2011, dijelaskan bahwa kawasan sekitar danausitu adalah kawasan tertentu di sekeliling danau dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk, danau dan situ. Dari total luas Situ Bagendit 124 ha, hanya terairi sekitar 87,57 ha saja, kawasan situ ini menyempit setelah mengalami penyurutan yang diperparah dengan pendangkalan. Setidaknya terdapat beberapa titik permasalahan yang berkaitan dengan fisik kawasan Situ Bagendit, yaitu: 1. Permasalahan pada badan air Situ Bagendit. 2. Permasalahan pemanfaatan ruang sempadan Situ Bagendit. 3. Penggunaan beberapa hektar kawasan menjadi lahan pertanian sawah. 4. Berbatasan dengan kepadatan pemukiman penduduk. 5. Akomodasi fungsi lindung kawasan yang tidak optimal. Permasalahan pada badan air Situ Bagendit merupakan salah satu titik permasalahan utama yang mempengaruhi terhadap daya tarik wisata ini. Hampir sebagian badan air Situ Bagendit tertutupi vegetasi eceng gondok Eichhornia crassipes dan teratai air Nymphaea. Kondisi ini mempersempit ruang aktivitas Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu wisata tirta di kawasan ini, seperti ber-rakit ataupun bersepeda air. Selain itu, kondisi ini juga akan memberikan dampak terhadap ekosistem air yang ada di bawahnya. Sedangkan permasalahan yang muncul pada area sempadan situ adalah berdirinya warung-warung semi permanen yang memadati ruang sempadan sempadan timur Situ Bagendit secara tidak beraturan. Warung-warung semi permanen ini dibangun oleh penduduk sekitar kawasan yang hendak mengambil peluang ekonomi sejak kawasan ini diproyeksikan menjadi kawasan wisata. Namun ternyata persebaran yang tidak terkontrol menyebabkan ruang pemanfaatan dalam kawasan menjadi tidak kondusif. Sementara pada bagian sempadan lain tidak terakomodasi fungsinya sebagai bagian yang harus dilindungi sebagai kawasan lindung. Hal ini terjadi salah satunya karena pengambilalihan beberapa hektar lahan kawasan oleh penduduk sekitar menjadi lahan pertanian sawah, sehingga yang fungsinya sebagai lahan perlindungan dengan potensi optimalisasi menjadi ruang terbuka hijau RTH menjadi terhambat Disbudpar Kabupaten Garut, 2014. Pengembangan ruang wisata di kawasan Situ Bagendit juga pada realitas pelaksanaannya akan cukup sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan kawasan ini berbatasan langsung dengan kepadatan pemukiman penduduk di sekitarnya. Hanya tersedia jarak 50 m saja lebar lahan sempadan dari titik pasang tertinggi Situ Bagendit untuk pengembangan ruang wisata. Sehingga pengembangan ruang wisata di kawasan ini hanya dapat dilakukan dengan upaya optimalisasi lahan proporsional kawasan yang mendukung serta tidak mengganggu bentang alam kawasan Situ Bagendit. Permasalahan paling penting daripada kawasan Situ Bagendit ini adalah hilangnya fungsi lindung yang ditopang kawasan ini sesuai ketetapan Gubernur Jawa Barat dalam Perda No. 1 Tahun 2013. Arahan pemanfaatan lahan pada kawasan lindung sesuai dengan perda tersebut salah satunya adalah pemanfaatan RTH. Kondisi eksisting menunjukkan fungsi lindung yang tidak optimal diupayakan oleh pihak-pihak terkait untuk memaksimalkan fungsi tersebut. Optimalisasi fungsi lindung dengan pengembangan RTH selain untuk menjaga Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kelestarian alam, juga dapat menjadi salah satu daya tarik wisata tambahan dari pada kawasan ini. Gambaran beberapa permasalahan di atas merupakan komplikasi yang muncul akibat dari dua fungsi operasionalisasi kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung yang dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata, yang pada akhirnya menimbulkan kontradiksi visi dan operasi antara visi fungsi sebagai kawasan lindung dengan fungsi sebagai kawasan wisata. Sebagai kawasan wisata, tentu pihak yang berada di ranah pengelolaan urusan pariwisata, dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Disbudpar Kabupaten Garut mendorong kawasan untuk mampu memberikan pendapatan sebesar-besarnya dari sisi ekonomi. Sedangkan lain halnya dengan Dinas PSDA yang diberikan tanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya air dan kawasan di sekitarnya. Maka dari itu, untuk mengembalikan kondusifitas kawasan Situ Bagendit, menjaga keindahan alam sebagaimana tertuang dalam amanat definisi baik menurut literatur maupun regulasi, perlu disusun dan dirumuskan konsep penataan ruang kawasan yang tepat, ramah lingkungan, serta mengakomodasi peraturan- peraturan yang mengatur fungsi Situ Bagendit sebagai kawasan perlindungan setempat agar berfungsi sebagaimana mestinya, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata yang berkelanjutan. Oleh karena permasalahan tersebut, konsep penataan ruang selain untuk menata ruang dan memfasilitasi aktivitas wisata di dalam kawasan Situ Bagendit, tentu yang paling utama adalah untuk mengatur zona dan ruang wisata serta memberi solusi jalan tengah agar kegiatan wisata di zona pemanfaatan dapat berjalan secara kondusif dengan nilai-nilai dan aspek Situ Bagendit sebagai kawasan lindung dapat terakomodasi secara utuh. Dengan demikian, operasionalisasi kawasan wisata alam di Situ Bagendit dapat ditopang dengan konsep tata ruang yang mengakomodasi fungsi lindung sebagai perhatian utama. Menyusun konsep penataan ruang tentunya harus sesuai dengan fungsi peruntukkan daripada kawasan itu sendiri. Sebagaimana fungsi Situ Bagendit sebagai kawasan perlindungan setempat, maka konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam harus memenuhi, mematuhi dan mengakomodasi peraturan-peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan dan Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pengelolaan kawasan lindung. Sehingga penyusunan konsep ini harus betul-betul memperhatikan dan mengakomodasi peraturan terkait demi kelestarian kondisi dan bentang alam Situ Bagendit. Berkenaan dengan tata ruang tentu erat kaitannya dengan konsep zonasi. Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2009-2029 memberikan arahan secara umum mengenai zonasi untuk kawasan lindung yang dimanfaatkan untuk kawasan wisata alam. Pada Pasal 68 disebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang untuk wisata alam harus tanpa merubah bentang alam dari kawasan itu sendiri. Artinya tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan Situ Bagendit sesuai dengan aslinya. Konsep penataan ruang kawasan Situ Bagendit diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan solusi yang tepat dengan memberikan jalan tengah penyelenggaraan kawasan ini untuk menciptakan kondusifitas pemanfaatan pada area fisik kawasan. Uraian tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat permasalahan penataan ruang di Situ Bagendit ini di dalam sebuah karya ilmiah skripsi dengan judul: “ Konsep Penataan Ruang Situ Bagendit sebagai Kawasan Wisata Alam dengan Fungsi Lindung di Kabupaten Garut “. B. Identifikasi Masalah Penelitian Situ Bagendit memerlukan penataan ruang fisik yang sesuai, khususnya penataan untuk pengembangan ruang wisata kawasan, namun konsep penataan yang akan tetap mampu mengakomodasi fungsi lindung kawasan Situ Bagendit. Teridentifikasi beberapa titik permasalahan yang berkaitan dengan fisik kawasan Situ Bagendit sehingga memerlukan penataan ruang secara fisik, yaitu: 1. Permasalahan pada badan air Situ Bagendit. 2. Permasalahan pemanfaatan ruang sempadan Situ Bagendit. 3. Penggunaan beberapa hektar kawasan menjadi lahan pertanian sawah. 4. Berbatasan dengan kepadatan pemukiman penduduk. 5. Akomodasi fungsi lindung kawasan yang tidak optimal. Gambaran beberapa permasalahan di atas merupakan komplikasi yang muncul akibat dari dua fungsi operasionalisasi kawasan Situ Bagendit sebagai Dede Rusliansyah, 2015 KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kawasan lindung yang dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata, yang pada akhirnya menimbulkan kontradiksi visi dan operasi antara visi fungsi sebagai kawasan lindung dengan fungsi sebagai kawasan wisata. Sebagai kawasan wisata, tentu pihak yang berada di ranah pengelolaan urusan pariwisata, dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Disbudpar Kabupaten Garut mendorong kawasan untuk mampu memberikan pendapatan sebesar-besarnya dari sisi ekonomi. Sedangkan lain halnya dengan Dinas PSDA yang diberikan tanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya air dan kawasan di sekitarnya. Maka dari itu, konsep penataan ruang wisata Situ Bagendit dengan memperhatikan fungsi lindung kawasan diharapkan dapat menjadi solusi jalan tengah diantara operasionalisasi kawasan lindung Situ Bagendit yang dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata.

C. Pembatasan Masalah Penelitian