Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab Prinsip tanggung jawab mutlak Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab presumption of liability principle, sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si Tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik omkering van bewijslast diterima dalam prinsip tersebut. UUPK pun mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, 23 lihat ketentuan Pasal 28 UUPK Dasar pemikiran dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap tidak bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah presumption of innocence yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidaklah berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan-gugatan. Posisi konsumen sebagai Penggugat selau terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukan kesalahan si tergugat.

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of non liability principile hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Universitas Sumatera Utara

4. Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut absolute liability. Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian- pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualian. Biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena: 1 konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks. 2 waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga pokoknya, 3 asas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati.

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability principle sangat disenangi oleh pelaku untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya ditentukan bila film yang dicuci cetak itu hilang atau rusak termasuk akibat kesalahan petugas, maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen , bila diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Universitas Sumatera Utara Dalam UUPK yang baru, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus ada peraturan perundang- undangan yang jelas. 32 32 Shidarta, op.cit hal 58-65 Universitas Sumatera Utara

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH ASURANSI

A. Perlindungan Hak Nasabah Asuransi

Menurut Pasal 246 KUHDagang premi merupakan kewajiban tertanggung untuk membayarnya kepada penanggung sebagai kontra prestasi dari ganti kerugian yang akan penanggung berikan kepadanya. Demikian pula menurut Pasal 256 ayat 7, polis harus memuat premi asuransi yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut, premi merupakan syarat esensial dalam perjanjian asuransi. Biasanya penetapan besarnya premi berdasarkan persentase tertentu harus memperhatikan beberapa faktor, seperti perkiraan resiko yang penanggung hadapi, dan besarnya uang asuransi. Mengingat setiap penanggung mempunyai penilaian sendiri-sendiri terhadap resiko yang dihadapi, penetapan besarnya persentase tersebut dapat berbeda-berbeda antara penanggung yang satu dengan penanggung yang lainnya. Mengenai waktu pembayaran premi bergantung pada perjanjian antara para pihak dan biasanya disebutkan dalam polis bersangkutan atau dalam asuransi wajib bergantung kepada penentu undang-undang. Biasanya premi itu dibayar di muka secara tunai. Tetapi bila pertanggungan itu akan berlaku lama, maka pembayaran premi itu dapat dperjanjikan secara angsuran. Apabila penutupan perjanjian asuransi itu dilakukan dengan perantara makelar, maka penanggung Universitas Sumatera Utara