Latar belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat berikut : penduduk tetap, wilayah yang tertentu; pemerintah; kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain. 1 Unsur wilayah adalah merupakan unsur negara dengan syarat bahwa kekuasaan negara yang bersangkutan harus secara efektif di seluruh wilayah negara yang bersangkutan. Hal ini berarti didalam wilayah tersebut tidak boleh ada kekuasaan lain selain kekusaan negara yang bersangkut. 2 Pengakuan merupakan pernyataan dari suatu negara yang mengakui suatu negara lain sebagai subjek hukum internasional. Pengakuan berarti bahwa selanjutnya antara negara yang mengakui dan negara yang diakui terdapat hubungan sederajat dan dapat mengadakan segala macam hubungan kerja sama satu sama lain untuk mencapai tujuan nasional masing-masing yang diatur oleh ketentuan- ketentuan Hukum Internasional. Pengakuan juga berarti menerima suatu negara baru ke dalam masyarakat Internasional. 3 Suatu negara tidak dapat ada sebagai subyek hukum tanpa adanya pengakuan. Pengakuan ini memungkinkan negara baru untuk mengadakan 1 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, edisi kesepuluh, Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hal.127. 2 Max Boli Sabon, Ilmu Negara, Jakarta : Gramedia, 1994, hal.16 3 Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, edisi kedua, Bandung : Penerbit P.T Alumni, 2005, hal.65 hubungan-hubungan resmi dengan negara-negara lain, dan dengan subyek Hukum Internasional lainnya. 4 Sebuah negara menggunakan media diplomasi sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Setiap negara memiliki kepentingan nasional yang berbeda – beda, dalam pencapaian kepentingan tersebut terkadang menimbulkan konflik antara dua negara. Media diplomasi dapat digunakan untuk meredakan konflik yang terjadi antara negara – negara yang sedang berselisih, yakni dengan menggunakan sarana lobbying dan bargaining. Namun apabila cara tersebut tidak berhasil maka dibutuhkan manajemen perubahan, melalui alternatif– alternatif lain yang tujuannya untuk mencapai kepentingan nasional. 5 pada tatanan dunia yang selalu berubah. Oleh karena itu sarana diplomasi yang digunakan negara juga ikut mengalami transformasi untuk mewujudkan kepentingan nasional. Berdasarkan kondisi nyata dan globalisasi, pelaksanaan diplomasi disesuaikan dengan tuntutan Internasional merupakan keharusan sebagai upaya agar dapat menyesuaikan diri dengan segala perubahan baik perubahan politik dan isu – isu Internasional. Dengan adanya kepiawaian seorang diplomat dalam mengelola dan memahami perubahan situasi global secara kekinian, maka akan memudahkan pencapaian tujuan dan kepentingan nasional negaranya. Hal terpenting dalam hubungan suatu negara dengan negara lain tergantung 6 Dari pernyataan tersebut menggambarkan bahwa media diplomasi dapat mengalami perubahan yang disesuaikan oleh kebutuhan suatu negara, yakni dari diplomasi dengan cara damai dapat berubah menggunakan kekerasan, seperti halnya 4 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 69 5 Ibid 6 S.L. Roy, Diplomasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,1995, hal. 3 ancaman dan tindakan tegas untuk menekan negara lain. Adanya perubahan sarana diplomasi dikarenakan antara dua negara yang berselisih tidak memiliki trust kepercayaan, respect rasa saling menghormati dan keselarasan, sehingga sarana diplomasi melalui alternatif tindakan tegas dan ancaman dapat dipakai untuk membuat kesepahaman bersama. Salah satu bentuk dari penggunaan tindakan tegas dan ancaman yaitu dengan melakukan penangguhan hubungan diplomatik antara negara satu dengan negara lain. Itu dilakukan karena dua negara bersikeras untuk mempertahankan argumennya. Penangguhan hubungan diplomatik biasanya terjadi akibat penolakan untuk memberikan pengakuan yang sah terhadap wilayah suatu Negara. 7 Apabila terjadi penangguhan hubungan diplomatik, komunikasi diantara dua negara yang berkonflik tetap perlu dipertahankan, karena merupakan kebutuhan untuk meminimalisir akibat dari menurunnya hubungan diplomatik atau jalur untuk memulihkan hubungan dua negara agar kembali normal. 8 Taiwan merupakan bagian dari wilayah China yang tidak boleh dipisahkan. Dalam aspek topografi, semasa zaman kuno, Pulau Taiwan menyambung dengan Tanah Besar China. Kemudian, disebabkan pergerakan bumi, bagian penyambung Terkadang adanya keselarasan kepentingan diantara dua Negara yakni Cina dan Taiwan, dapat mengakibatkan terjadinya konflik. Ini terjadi karena dua negara memiliki kepentingan yang sama, dimana keduanya bersikeras dan berupaya dengan berbagai cara untuk mendapatkan kepentingan mereka yang bertujuan memberi kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyatnya, seperti dalam kasus Taiwan. 7 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008,hal 86 8 Ibid, hal 87 itu turun dan berubah menjadi selat, maka Taiwan pun menjadi pulau. Terdapat banyak benda budaya yang digali di berbagai tempat Taiwan diantaranya alat batu, keramik hitam dan keramik berwarna membuktikan kebudayaan Taiwan sebelum catatan sejarah sama dengan kebudayaan di Tanah Besar China. Berdasarkan catatan dokumen zaman kuno, pada tahun 230, Raja Negara Wu Sun Quan pernah menugaskan Jeneral Wei Wen dan Zhuge Zhi mengetuai 10 ribu laskar marinir tiba di Taiwan. Ini merupakan permulaan penduduk Tanah Besar China menggunakan pengetahuan maju. Pada akhir Abad ke-6 dan awal Abad ke-7 yaitu Dinasti Sui, Raja Yangdi pernah 3 kali mengantar pegawainya ke Taiwan untuk mengadakan kajian dan membantu penduduk setempat. Dalam waktu kira-kira 600 tahun berikutnya yaitu semasa Dinasti Tang dan Song, untuk menghindari diri dari peperangan dan kematian dalam tentera, terdapat keramaian penduduk yang tinggal di pantai Tanah Besar China khususnya di kawasan sekitar bandar Quanzhou dan Zhangzhou, Provinsi Fujian lari ke Kepulauan Penghu atau pindah ke Pulau Taiwan. Pada tahun 1355, Dinasti Yuan secara resmi menubuhkan “Jabatan Penghu” di Kepulauan Penghu untuk menangani pentadbiran Penghu dan Taiwan. Ini juga merupakan permulaan kerajaan Tanah Besar China menubuhkan jabatan pentadbiran khas di Taiwan. Setelah Dinasti Ming, pertukaran antara rakyat Tanah Besar China dengan Pulau Taiwan semakin sering terjadi. Ahli pelayar Zheng He semasa mengetuai pasukan kapal besar melihat berbagai negara Asia Tenggara, pernah singgah di Taiwan dan memberi barang serta hasil pertanian kepada penduduk setempat. Pada tahun 1628, bencana kering terjadi di Provinsi Fujian sehingga rakyat jelata mengalami penderitaan besar. Penduduk Fujian, Zheng Zhilong mengetuai puluhan ribu orang massa pindah ke Taiwan untuk mengadakan penyerangan secara besar- besaran. Sejak pertengahan abad ke-16, Pulau Taiwan yang indah dan kaya sumbernya mulai dirampas penjajah barat. Berbagai negara asing termasuk Spanyol dan Portugal berturut-turut menyerang Taiwan, atau merampas sumber, atau secara terpaksa menyebar ajaran agama, atau secara langsung mengadakan penaklukan. Pada tahun 1642, Belanda mengalahkan Sepanyol dan menduduki bahagian utara Pulau Taiwan, dan Taiwan turut menjadi tempat penjajahan Belanda. Penjajah Belanda mengadakan ekploitasi yang kejam terhadap rakyat Taiwan semasa penjajahannya. Rakyat Taiwan selalu menggalakkan perjuangan antiBelanda. Pada tahun 1662, berdasarkan bantuan rakyat Taiwan, pahlawan nasional China Zheng Chenggong berhasil mengalahkan penjajah Belanda dan mengambil kembali Taiwan. Pada masa tidak lama kemudian, Zheng Chenggong terkena penyakit dan meninggal dunia. Anaknya Zheng Jing dan Zheng Keshuang menangani pentadbiran di Taiwan selama 22 tahun. Semasa 3 genegrasi ZhengChenggong menangani pentadbiran di Taiwan, mereka melaksanakan banyak tindakan untuk menjaga perkembangan ekonomi dan kebudayaan Taiwan antaranya menggalakkan pembuatan gula dan garam, mengembangkan industri dan perniagaan, meningkatkan perdagangan, mendirikan sekolah dan memperbaiki cara pengeluaran pertanian etnik Gaoshan. Ini dikenal sebagai “Zaman Mingzheng” dalam sejarah pembangunan Pulau Taiwan. Belum diakuinya Taiwan sebagai sebuah Negara oleh sebagian besar Negara lain di dunia merupakan kendala besar bagi Taiwan untuk menjalin hubungan diplomatik dan hubungan kerjasama yang lebih luas. Bahkan, PBB sebagai suatu organisasi Internasional yang menaungi seluruh Negara tidak mengakui Taiwan sebagai anggotanya. Hal ini membuat banyak Negara di berbagai belahan dunia hanya melakukan hubungan kerjasama dalam perdagangan, perekonomian, dan ketenagakerjaan dengan Taiwan termasuk Indonesia. Indonesia sendiri telah memiliki hubungan kerjasama dengan Taiwan sejak tahun 1960. Namun Indonesia selalu berpegang teguh dengan prinsip One China Policy atau kebijakan satu China. Artinya, secara de jure Indonesia hanya menjalin hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat China RRC. Indonesia tidak mengakui Taiwan sebagai sebuah Negara yang berdaulat dan merdeka dari China. Namun bukan berarti antara Indonesia dan Taiwan tidak terjalin hubungan kerjasama. Hubungan antara Indonesia dengan Taiwan hanya sebatas hubungan kerjasama perdagangan dan ekonomi. Hal ini dikarenakan Indonesia ingin tetap menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah RRC baik hubungan diplomatik maupun hubungan kerjasama ekonomi. Taiwan merupakan mitra dagang Indonesia yang cukup diperhitungkan. Banyak sekali hubungan kerjasama perdagangan yang telah dijalin dengan Taiwan di berbagai bidang kehidupan. Mulai dari bidang perdagangan dan perekonomian, investasi - investasi perusahaan Taiwan, ketenagakerjaan, pendidikan dan kepariwisataan. Kesemua aspek tersebut sangat menguntungkan baik bagi Indonesia maupun bagi Taiwan. Wilayah Taiwan yang sekarang secara de facto merupakan wilayah Republik Cina pernah menjadi protektorat dari negara Jepang setelah peperangan antara Cina dengan Jepang pada akhir abad ke-19 1894-1895 yang berbuah pada kekalahan Cina dan perjanjian Shimonoseki berakhirnya masa Perang Dunia II dan Taiwan diambil alih oleh pemerintahan Kuomintang saat itu, Cina masih berada di bawah Dinasti Qing dari Manchuria, 1895. Sejarah pemisahan Taiwan dan Cina dimulai dari perang saudara di tahun 1949. Republik Cina yang dipimpin oleh Chiang Kai Shek yang berhaluan nasionalis kalah dari perang saudara dengan Partai Komunis Cina Zhongguo Gongchandang pimpinan Mao Zedong dan mundur ke Taiwan. Mao Zedong kemudian memproklamirkan berdirinya negara baru Republik Rakyat Cina di Beiping, yang kemudian diubah namanya menjadi Beijing dan selanjutnya ditetapkan sebagai ibukota negara baru tersebut. Mao Zedong mendeklarasikan Republik Rakyat Cina dan mendirikan sebuah negara komunis. Sejak Oktober 1949, Taiwan terus berusaha memisahkan diri dari Cina. Usaha yang dilakukan oleh Taiwan yaitu Pragmatic Diplomacy yang dijalankan Taiwan memperlihatkan keinginan untuk melepaskan diri dari Cina. Taiwan giat membuka hubungan diplomatik dengan berbagai negara di Afrika ataupun memberi bantuan dana kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB yang diterjemahkan oleh Beijing sebagai keinginan untuk mendirikan negara terpisah. Taiwan selanjutnya mencoba kembali untuk menjadi anggota PBB, akan tetapi gagal setiap kali mencoba karena Cina menghalanginya. Cina berusaha mengedepankan Dasar Satu Cina yang dipromosikan oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok di Cina Daratan disamping melakukan tekanan ekonomi dan diplomatik kepada Taiwan. Kebanyakan negara dunia mengubah arah diplomatiknya ke pemerintahan Republik Rakyat di daratan pada tahun 1970-an dan kini, Republik Cina di Taiwan hanya diakui 25 negara saja. Demikianlah, maka perlu dilakukan suatu telaah terhadap masalah yang menyangkut pelaksanaan hubungan diplomatik dengan mengambil judul: “ Hubungan Diplomatik Taiwan dengan Negara Lain Dalam Statusnya Sebagai Subjek Hukum Internasional”.

B. Perumusan Masalah