xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan pemerintahannya
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Prinsip dalam negara kesatuan adalah bahwa yang
memegang tampuk kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara adalah Pemerintah Pusat tanpa adanya suatu delegasi atau pelimpahan kekuasan
kepada Pemerintah Daerah
local government
. Dalam negara kesatuan tanggungjawab pelaksanaan tugas-tugas pemerintah pada dasarnya tetap berada
di tangan Pemerintah Pusat. Namun karena sistem pemerintahan Indonesia salah satunya menganut asas negara kesatuan yang didesentralisasikan, maka
ada tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri, sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan adanya hubungan kewenangan dan pengawasan.
Pilihan bentuk desentralisasi sendiri bukan merupakan pilihan yang mudah bagi Indonesia, mengingat wilayah geografis yang sangat luas dan
terbentang dalam puluhan ribu pulau, serta masyarakat yang sangat heterogen. Desentralisasi seringkali menjadi dilema ketika apresiasi terhadap keberagaman
menuntut desentralisasi yang pada gilirannya melahirkan otonomi daerah. Pilihan kebijakan desentralisasi sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 22
Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 juga bukan merupakan pilihan final. Indonesia harus mengadopsi sebuah kebijaksanaan desentralisasi atau
otonomi daerah yang baru dan berbeda sama sekali dengan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 30 tahun lebih yang ditempuh
pemerintahan Orde Baru. Jika dulu otonomi luas dianggap mengancam integritas nasional, saat ini
otonomi justru diyakini bisa mempererat integrasi. Tidak pernah ada negara
xiv yang hancur karena otonomi. Kehancuran justru disebabkan sentralisme
Ni’matul Huda, 2007: 12. Otonomi pada prinsipnya berusaha mendorong potensi daerah agar
berkembang menurut preferensi daerah itu sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakatnya yang terus berkembang, karena hanya orang-orang daerahlah
yang mengetahui persoalan, potensi, dan preferensi masyarakatnya dalam membawa ke arah mana pembangunan dilaksanakan. Selain itu, keberagaman
yang ada di bumi pertiwi membuat konsep pembangunan yang sentralistik tidak lagi memiliki pijakan. Keberagaman berbagai daerah dengan sendirinya akan
mengarah pada spesialisasi masing-masing daerah sesuai dengan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan letak geografis dalam
meningkatkan kemakmuran. Sudah enam puluh tahun lebih perjalanan pemerintahan dan politik di
Indonesia. Berbagai macam pengalaman dan percobaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah dilalui oleh bangsa Indonesia.
Dari UU Nomor 1 Tahun 1945 sampai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004. Sejak tahun 2004, melalui UU Nomor 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis Peraturan Daerah sudah secara resmi menjadi sumber hukum dan masuk dalam tata urutan peraturan
perundang-undangan, sehingga eksistensi Peraturan Daerah telah diatur secara tegas dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
Terdapat tiga aspek dalam penyusunan Perda, yakni yuridis, filosofis, dan sosiologis. Namun seringkali penyusunan Perda mengabaikan aspek
sosiologis, yakni hukum yang berlaku dimasyarakat, dan karena tidak melihat potensi dan karakteristik masyarakat, implementasi Perda banyak terganggu.
Selain itu sebagian besar Perda yang bermasalah umumnya bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, juga terjadi tumpah tindih antara kebijakan
pusat dan daerah Ni’matul Huda, 2007: 84.
xv Sejumlah permasalahan terkait Perda layak untuk dikemukakan karena
pemahaman masyarakat terhadap otonomi daerah sangat beragam, sehingga perlu ditegaskan koridor otonomi daerah dalam bingkai yang jelas agar tidak
keluar dari rel yang sudah disepakati bersama dan membahayakan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya penulis tertarik
melakukan penelitian dengan mengambil judul: TELAAH PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN MAKSIAT DALAM NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BER-BHINEKA TUNGGAL IKA STUDI KASUS DI PROVINSI GORONTALO
B. Perumusan Masalah