7
Dari segi umur, studi dari Semarang melaporkan bahwa NAFLD memiliki kecenderungan pada usia antara 23
–74 tahun dengan rata-rata terjadi pada usia 48 tahun. Sekitar 58,3 pasien berada dalam kelompok usia 41-60 tahun.
Sedangkan, pasien lainnya 33,3 berada dalam kelompok usia 21-40 tahun. Sari, 2012
2.5. Penyebab NAFLD
Sampai saat ini, terjadinya NAFLD dipercaya berkaitan dengan sindrom metabolik. Menurut International Diabetes Federation IDF tahun 2005, kriteria
sindrom metabolik terdiri dari lima komponen yang tercantum dalam tabel 2.1. Apabila tigalebih diantara lima kriteria tersebut terpenuhi, maka diagnosis
sindrom metabolik dapat ditegakkan. Namun, sumber lain mengatakan bahwa diagnosis sindrom metabolik ditegakkan apabila ditemukannya obesitas sentral
yang disertai minimal dua kriteria berikut. Chalasani et al, 2012 ; Ratnasari et al, 2012
Tabel 2.1. Kriteria Sindrom Metabolik Menurut IDF 2005 No
Kriteria Nilai
1 Obesitas
≥94 cm Pria Eropa, ≥80 cm Wanita Eropa ;
≥90 cm Pria Asia, ≥80 Wanita Asia 2
Trigliserida ≥150 mgdL 1.7 mmolL atau sedang
dalam terapi
3 Penurunan HDL
40 mgdL 1.03 mmolL pada pria ; 50 mgdL 1.29 mmolL pada wanita atau
sedang dalam terapi 4
Peningkatan Tekanan Darah
Tekanan Sistolik ≥ 130 atau Tekanan Diatolik ≥ 85 atau sedang dalam terapi
5 Kadar Gula Darah KGD
Puasa ≥ 100 mgdL 5.6 mmolL atau sebelumnya
didiagnosa DM tipe 2
Universitas Sumatera Utara
8
Studi dari Jakarta melaporkan bahwa kelima kriteria tersebut baik tunggal maupun kombinasi memiliki prevalensi masing-masing terhadap kejadian
NAFLD yang tertera dalam tabel berikut : Alvina, 2009
Tabel 2.2. Prevalensi NAFLD Berdasarkan Distribusi Sindrom Metabolik No
Faktor Risiko Nilai
1 Dislipidemia
12.2 2
DM Diabetes Mellitus 14.4
3 Hiperkolesterolemia
15.5 4
Hipertrigliseridemia 4.4
5 Hipertensi
2.2 6
Obesitas 10
7 Dislipidemia
+ Hypertension 3.3
8 Dislipidemia
+ DM 5.5
9 DM + Hiperkolesterolemia
3.3 10
DM + Hipertrigliseridemia 1.1
11 DM + Hipertensi
11.6 12
Hiperkolesterolemia+ Hipertensi 1.1
13 Obesitas
+ Dislipidemia
2.2 14
Obesitas + DM
1.1 15
Obesitas + Hiperkolesterolemia
5.5 16
Tiga Faktor Risiko 6.6
Tanda :DM-hipertensi-dislipidemia dan obesitas-DM-hipertensi
2.6. Mekanisme NAFLD
Pola makan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan akumulasi lemak pada hati yang terdiri dari aspek kuantitas dan kualitas makanan.
Universitas Sumatera Utara
9
Konsumsi makanan yang mengandung asam lemak jenuh dan kolesterol dapat menyebabkan resistensi insulin dan inflamasi hepatocyte. Selain itu, konsumsi
fruktosa juga dapat meningkatkan trigliserida pada plasma dan jaringan adiposa visceral. Alwahsh et al, 2014 ; Al-Jiffri et al, 2013; Schwenger et al, 2014
Hubungan pola makan dengan sindrom metabolik akan jelas terlihat pada skema berikut :
Tanda : Kriteria sindrom metabolik
Gambar 2.1. Skema Penyebab NAFLD
Trigliserida yang diperoleh dari makanan akan ditangkap oleh hepatocyte. Selanjutnya, trigliserida tersebut akan mengalami peroksidasi lipid yang akan
meningkatkan produksi pro inflammatory cytokines. Selain itu, penumpukan trigliserida juga menyebabkan pengeluaran stress oxidative yang memicu
Resistensi Insulin
NON ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE NAFLD TANDA-TANDA SINDROM METABOLIK
Peningkatan lemak perifer dan visceral
Akumulasi pada hati
Peningkatan Tekanan Darah Hipertensi
Peningkatan TG ; Penurunan HDL
Pola Makan
Obesitas Kuantitas makanan
makan berlebihan Kualitas Makanan Tinggi lemak
jenuh, kolesterol, dan kalori
Terbentuknya atherosclerotic
Resistensi Insulin
Hepatic Peningkatan
KGD DMT2
Universitas Sumatera Utara
10
terjadinya inflamasi. Schwenger et al, 2014 Hubungan NAFLD terhadap pola hidup sehari-hari juga berkaitan dengan
pemilihan jenis makanan. Studi dari Jerman melaporkan bahwa makanan yang mengandung pemanis buatan diyakini sebagai penyebab NAFLD. Salah satu jenis
pemanis buatan yang sering digunakan oleh pabrik industri yaitu fruktosa. Golongan monosakarida ini banyak ditemukan pada softdrink dan makanan
kemasan. Alwahsh et al, 2014 Tidak sepeti glukosa yang dapat dipakai langsung oleh jaringan tubuh,
fruktosa akan mengalami metabolisme terlebih dahulu. Tentunya, metabolisme zat ini terjadi di dalam hati. Adanya fruktosa pada hati akan mempermudah terjadinya
kerusakan oksidatif sel dan peroksidasi lipid, yaitu proses degradasi oksidatif lemak tidak jenuh di bagian sel yang mengalami inflamasi. Dengan begitu, dapat
disimpulkan bahwa fruktosa dapat memperparah kondisi inflamasi hepatocyte. Alwahsh et al, 2014
Salah satu produk akhir dari peroksidasi lipid ini yaitu 4-hydroxynonenal 4-HNE. Adanya 4-HNE ini akan menyebabkan gerakan kemotaksis sehingga
menarik neutropil granulosit menuju sel-sel hati yang mengalami inflamasi. Selain itu, adanya Lipocalin-2 LCN-2 pada neutrofil juga dapat dijadikan indikator
adanya sel yang telah terekspos oleh bakterimikroorganisme. Alwahsh et al, 2014
Selain sebagai indikator terhadap mikroorganisme, LCN-2 juga dianggap sebagai indikator fatty liver pada beberapa studi hewan coba. LCN-2 yang beredar
di sirkulasi berfungsi sebagai transporter umum yang dapat mengikat substansi lipofilik kecil salah satunya adalah lipid. Sehingga, apabila ditemukan kadar LCN-
2 yang berlebih, maka dapat disimpulkan bahwa kadar lipid sirkulasi juga meningkat. Alwahsh et al, 2014
Studi yang sama juga melaporkan bahwa peningkatan LCN-2 merupakan penanda adanya apoptosis dan respon fase akut yang disertai dengan penurunan
fungsi mitokondria. Dengan begitu, LCN-2 juga berperan dalam fungsi regulasi
Universitas Sumatera Utara
11
imun tubuh pada hati. Alwahsh et al, 2014 Selain itu, penekanan pada LCN-2 dapat menurunkan obesitas yang
diinduksi oleh insulin resistensi. Hal tersebut juga didukung oleh data yang diperoleh pada pemeriksaan manusia yaitu adanya peningkatan konsentrasi serum
LCN-2 pada pasien diabetes. Alwahsh et al, 2014 Selain itu, pemasukan fruktosa secara berlebihan dan terus-menerus akan
menyebabkan peningkatan translokasi lipopolysaccharide LPS, endotoxin dari usus menuju vena portal. Akibatnya, permeabilitas intestinal akan meningkat dan
menjadi tempat berkembangnya bakteri. Alwahsh et al, 2014 Fakta tersebut didukung oleh hasil studi dari wilayah Cina yang mengkaji
mengenai microbiota usus gut microbiota. Microbiota ini merupakan unsur biologi yang berfungsi dalam proses metabolisme, fisiologi, dan imunologi tubuh.
Apabila terjadi gangguan pada microbiota ini, maka dapat menyebabkan kerusakan pada ketiga fungsi tersebut. Studi ini juga melaporkan bahwa
akumulasi lemak pada hati hepatic fat accumulation dapat terjadi akibat ketidakseimbangan komposisi microbiota yang disebabkan oleh obesitas yang
berkaitan dengan sindrom metabolik, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, kuantitas hepatocyte yang terinfiltrasi lemak juga
dipengaruhi oleh keberadaan microbiota ini. Melalui vena porta penghubung antara hati dan usus, microbiota usus ini dapat menjadi stimulator inflamasi sel-
sel hati dan resistensi insulin pada hati hepatic insulin resistence. Liu et al, 2014 ; Alwahsh et al, 2014
Namun, studi dari Korea memberikan paparan yang berbeda terhadap kasus ini. Studi tersebut meyakini bahwa resistensi insulin hepatik disebabkan
oleh akumulasi lemak pada tempat yang salah ectopic adiposa pada hepatocyte bukan karena visceral adiposa. Hal inilah yang menyebabkan resistensi insulin
hepatik tetap terjadi meskipun telah dilakukan penurunan visceral adiposa bagi individu obesitas. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa ectopic adiposa
merupakan penyebab terjadinya resistensi insulin hepatik tanpa adanya visceral obesity. Seo et al, 2013
Universitas Sumatera Utara
12
Selain microbiota usus, Helicobacter pylori H. pylori juga berperan terhadap resistensi insulin. Infeksi bakteri ini ternyata lebih banyak ditemukan di
negara berkembang daripada negara maju. Infeksi yang berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya respon imun dan inflamasi kronis. Efek dari kedua
respon ini akan menyebabkan lesi lokal dan non lokal remote lesion. Adanya lesi lokal akan menyebabkan penyakit gastritis, peptic ulcer disease, dan kanker
lambung. Apabila lesi tersebut ditemukan di hati, maka akan menginduksi terjadinya NAFLD. Li et al, 2013
Beberapa studi melaporkan bahwa fetuin-A merupakan zat intermediate yang berfungsi sebagai mediator resistensi insulin yang diinduksi oleh H. pylori.
Studi pendukung melaporkan bahwa individu yang terinfeksi H. pylori ternyata memiliki kadar fetuin-A yang tinggi. Manolaksis et al, 2011
Fetuin-A disekresikan oleh hati dan diedarkan secara sistemik melalui pembuluh darah. Adanya zat ini di dalam sirkulasi diyakini berhubungan dengan
resistensi insulin, metabolisme glukosa, dan awal timbulnya DM. Li et al, 2013 Mekanisme kerja zat ini yaitu dengan menghambat reseptor endogen
insulin-tyrosine kinase pada hati dan otot lurik skeletal muscle. Selain itu, fetuin-A juga menghambat insulin-tyrosinephosphorylase dari substrat reseptor
insulin yang akhirnya akan mempengaruhi sinyal insulin. Apabila sinyal insulin terganggu, maka akan berdampak pada regulasi glukosa yang mayoritas diperoleh
dari otot, hati dan cadangan lemak. Sinyal yang terganggu ini akan berujung pada resistensi insulin. Jika terjadi di hati, maka akan terjadi NAFLD. Li et al, 2013
Studi lainnya meyakini bahwa fetuin-A merupakan pertanda adanya inflamasi karena fetuin-A berfungsi sebagai sitokin anti-inflamasi yang diproduksi
dan disekresikan ketika terjadi inflamasi dan memodulasi reaksi inflamasi. Kebapcilar et al, 2010
Sebagai pusat metabolisme, hati berperan dalam pengubahan vitamin D menjadi 25OHD. Proses pengubahan ini dipercepat dengan adanya produksi
garam empedu dan kadar vitamin D sirkulasi. Kadar vitamin D sirkulasi akan berpengaruh terhadap jumlah dan kecepatan uptake vitamin D tersebut ke dalam
hati. Sehingga, akan lebih banyak 25OHD yang terbentuk. Seo et al, 2013
Universitas Sumatera Utara
13
Selain itu, vitamin D dapat meningkatkan konsentrasi adiponectin melalui penghambatan sistem RAS Renin Angiotensin System. Sebaliknya, peningkatan
aktivitas RAS akan menurunkan fungsi vitamin D sehingga akan menurunkan sekresi adiponectin yang merupakan zat protektif terhadap NAFLD. Seo et al,
2013. Fungsi protektif adiponectin ini meliputi dua cakupan yaitu sebagai antiinflamasi dan stimulator sensitivitas insulin. Apabila terjadi penurunan kadar
adiponectin, maka resistensi insulin juga akan terjadi. Schwenger et al, 2014 Terjadinya resistensi insulin akan meningkatkan aktivitas lipolisis jaringan
lemak perifer peripheral adipose tissue sehingga menyebabkan peningkatan masuknya Free Fatty Acid FFA ke hepatocyte. Selain itu, keadaan
hyperinsulinemia dan hyperglycemia juga meningkatkan aktivitas lipogenesis pembentukan lemak dan penghambatan oksidasi FFA secara tidak langsung. Qu
et al, 2013 Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar vitamin D dapat menyebabkan terjadinya NAFLD melalui mekanisme adiponectin dan resistensi
insulin. Selain itu, data yang diperoleh dari studi hewan coba melaporkan bahwa defisiensi vitamin D akan semakin memperburuk NAFLD karena menyebabkan
peningkatan hepatic resistin dan aktivasi reseptor Toll. Seo et al, 2013
2.7. Diagnosis NAFLD