1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pokok dan landasan agama Islam adalah akidah. Pendidikan akidah menjelaskan tentang hakikat manusia yang sebenarnya dan tujuan diciptakannya
manusia di permukaan bumi ini. Potensi dan fitrah yang dimiliki manusia dalam beragama menuntun pada kesadaran mereka untuk bertuhan atau menuhankan
sesuatu. Banyaknya bukti historis dan antropologis menunjukkan bahwa manusia- manusia terdahulu yang tidak pernah mendapatkan informasi mengenai Tuhan,
ternyata mempercayai adanya wujud Tuhan. Mereka meyakini Tuhan sebatas pada khayalan mereka yang berupa benda-benda alam misterius di sekeliling
mereka, seperti pohon besar yang berusia ratusan tahun, batu besar dan sebagainya. Mereka menyembahnya, menjaganya dan mempercayai adanya
kekuatan dalam benda-benda alam tersebut, kepercayaannya disebut dengan dinamisme. Pada perkembangan selanjutnya kekuatan misterius dari benda-benda
alam itu tergantikan oleh istilah roh yang memiliki karakter, yang kepercayaannya disebut dengan animisme. Lalu masih ada lagi kepercayaan politeisme, yaitu suatu
kepercayaan ketika roh-roh itu dipersonifikasikan berbentuk dewa yang berjumlah banyak dan masing-masing memiliki kekuatan khusus.
3
Kenyataan-kenyataan tersebut tidak lain menunjukkan bahwa pada diri manusia terdapat potensi yang sangat besar untuk bertuhan. Namun dikarenakan
potensi yang tidak diarahkan, manusia cenderung mengambil bentuk keyakinan
3
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2002, hlm. 16-19.
yang bermacam-macam sehingga keadaannya serba relatif. Dalam situasi tersebut, Allah mengutus para Nabi dan Rasul kepada mereka untuk mengajarkan bahwa
Tuhan yang mereka cari sesungguhnya adalah Allah yang memiliki sifat-sifat sebagaimana yang tertulis dalam kitab yang dibawa para Nabi dan Rasul.
4
Saat ini manusia memiliki kemampuan yang sangat besar untuk menguasai alam dan luar angkasa. Manusia telah melakukan loncatan-loncatan besar dalam
bidang sains, teknologi, ilmu-ilmu sosial dan pendidikan. Manusia memperoleh kenikmatan dan kenyamanan dari alat-alat yang mempermudah mereka untuk
mencapai segala kebutuhannya. Kemampuan untuk menguasai sumber-sumber energi dari atom, matahari, ombak, laut serta angin, kini bukanlah merupakan
suatu khayalan belaka, tetapi benar-benar telah menjadi realitas dalam kehidupan manusia di jaman ini. Akan tetapi banyak pemikir yang merasa resah atas semua
realitas zona nyaman ini. Mereka memikirkan situasi dimana kekuatan-kekuatan fisik serta pengetahuan ilmiah dan kebudayaan manusia berbanding terbalik
dengan pencapaian kepentingan individu untuk memecahkan persoalan-persoalan kehidupan dari segi moral. Hal tersebut tidak lain terjadi karena pengetahuan dan
science terpisah dari nilai. Manusia telah memperluas jangkauan dan kuantitas pengetahuan, tetapi belum bisa memahami tujuan, cita-cita perseorangan dan
realisasi diri self-realization. Manusia telah memperoleh keamanan dan kenikmatan, tetapi pada waktu yang sama, mereka merasa tidak aman,
4
Rosihon Anwar, dkk, Pengantar Studi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 115.
dikarenakan tidak adanya keyakinan akan arti kehidupan dan tidak adanya sebuah arah yang benar dalam kehidupan mereka.
5
Pada saat yang lain, sebagian umat muslim tidak dapat mengambil makna dan hikmah dari ibadah-ibadah yang dilakukannya, yang disebabkan oleh
pemahaman akidah yang kurang atau terdapat penyimpangan dari pemahaman akidah yang benar. Ketika seseorang mengerjakan suatu ibadah, seharusnya ia
tidak lagi merasakan kekeringan spiritual dalam hidupnya karena ibadah yang dilakukan dengan khusyuk tidak mungkin menimbulkan kebosanan. Nilai-nilai
akidah yang kurang pada kehidupan spiritual seorang muslim telah menyebabkan sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang kurang pula. Ilmu akidah yang
tidak difahami dengan baik juga membuat kebanyakan kaum muslimin terjebak pada pengamalan agama formalistik, yakni mengamalkan ibadah dengan susah
payah akan tetapi tidak bermakna, sehingga membuatnya tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya terkandung di dalam ibadah tersebut.
6
Umat Islam membutuhkan petunjuk yang benar dan bernilai mutlak untuk meraih kepuasan dan kebahagiaan jasmani dan rohani, dunia dan akhirat. Maka di
samping akal, Allah juga membekali keistimewaan lain yang akan membimbing gerak akal, yaitu agama Islam. Agama Islam adalah agama yang fitrah, sehingga
pokok-pokok isi ajaran Islam tentunya sesuai dengan fitrah manusia. Sebagai agama fitrah, substansi ajaran Islam akan tumbuh dan berkembang secara serasi
bersama dengan perkembangan fitrah manusia tersebut dan beradaptasi serta
5
Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, Jakarta: Rajawali Pers: 2005, hlm. 1-4.
6
Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historitas?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 65-69.
berinteraksi dengan setiap sistem hidup dan lingkungan budaya yang dijumpai umat Islam sesuai dengan jamannya.
7
Faktor lain yang menyebabkan seorang Muslim harus memahami ajaran akidah ialah kehidupannya yang senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik
yang datang dari dalam dirinya maupun dari luar. Tantangan dari dalam diri dapat berupa dorongan hawa nafsu, adapun tantangan dari luar dapat berupa bisikan
setan yang berbentuk jin dan manusia, yang membentuk rekayasa-rekayasa dan upaya-upaya untuk memalingkan dirinya agar menjauh dari Allah. Tantangan lain
bagi seorang Muslim untuk berakidah dengan baik dan benar adalah orang-orang kafir. Mereka dengan sukarela mengeluarkan biaya, tenaga dan pikiran yang
dimanifestasikan dalam bentuk kebudayaan, yang di dalamnya mengandung misi agar umat islam tidak lagi menjalankan ketaatan pada agamanya. Oleh karena itu,
pemahaman serta pendidikan akidah yang benar wajib ditanamkan pada diri setiap muslim sebagai upaya pembentengan dirinya dari pemikiran akidah yang
menyimpang dan tantangan kehidupan yang semakin meningkat.
8
Salah satu usaha menyimpangkan akidah tersebut adalah pendidikan orientalis barat, yang dalam mengajarkan studi Islam selalu mengangkat citra
bahwasanya Islam senantiasa penuh dengan perbedaan dan konflik. Para ulama digambarkan tidak pernah sepakat dalam hal-hal pokok ajaran Islam. Selalu ada
perbedaan dan perselisihan pendapat dalam berbagai masalah seperti akidah, sumber hukum Islam, maupun dalam aspek politik. Mereka berusaha membuat
kesan bahwasanya Islam tidak satu dan memiliki banyak macam sehingga tidak
7
Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali Pers, 1996, hlm. 11-12.
8
Murtadha Muthahhari, Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama, Bandung: Penerbit Mizan, 1990, hlm. 56-57.
perlu meyakini satu paham Islam tertentu. Keadaan semacam ini sengaja dibuat agar umat Islam digiring untuk menerima relativisme tafsir akidah dan relativisme
kebenaran. Gambaran orientalis tentang Islam yang semacam itu akan berujung pada sikap skeptis terhadap kebenaran yang dibawa oleh Islam.
9
Ulama kaum muslimin telah berhasil menepis tuduhan tersebut, salah satunya adalah ulama tafsir al-mufassir
ūn. Mereka berusaha untuk menjelaskan kebenaran kepada umat Islam seiring dengan munculnya berbagai macam
problematika kehidupan. Hal ini menimbulkan kesadaran mengenai urgensi memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat al-
Qur‟an. Oleh karena itu lahirlah berbagai macam tafsir al-Qur‟an yang dikembangkan oleh para mufasir. Metode-metode tersebut dikembangkan untuk
menghasilkan penafsiran al- Qur‟an yang representatif, yang diharapkan akan
menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kaum muslimin dan sebagai pemecahan dari masalah-masalah kontemporer yang sedemikian
kompleks.
10
Berdasarkan berbagai masalah dalam diri dan lingkungan yang terjadi sepanjang sejarah manusia di atas, peneliti melihat pentingnya pendidikan akidah
Islam sebagai solusi. Salah satu sumber yang sarat akan nilai-nilai pendidikan akidah adalah ibrah dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS, berupa doa-doa yang
beliau panjatkan kepada Allah. Nabi Ibrahim merupakan sosok yang bertaqwa, sabar, teguh pada pendirian, dan memiliki sifat ideal lainnya yang sudah
9
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, penj. H Andi Subarkah, Orientalisme dan Misionarisme. Menelikung Pola Pikir Umat Islam, Bandung: Rosda, 2008, hlm. 18-21.
10
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm. 56-58.
seharusnya melekat pada diri setiap muslim. Secara eksplisit Nabi Ibrahim disebutkan oleh Allah sebagai suri teladan bagi umat muslim di seluruh dunia,
sebagaimana dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya, telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Nabi Ibrahim dan orang-
orang yang bersama dengannyaṬ” QSṬ al-Mumtahanah: 4
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh nilai-nilai pendidikan akidah yang terkandung dalam salah satu doa Nabi
Ibrahim dalam al- Qur‟an, yaitu pada surat Ibrahim ayat 35-41. Peneliti
merumuskan nilai-nilai pendidikan akidah apa saja yang terdapat pada ayat tersebut setelah menelaah dua buah kitab tafsir. Peneliti memilih untuk menelaah
dua kitab tafsir mutaqoddimin, yaitu Tafsir ar- R z yang merupakan at-tafs r bi
ar-ra ‟yi dan Tafsir at- abar yang merupakan at-tafs r bi al-ma‟ ur. Kedua kitab
tafsir tersebut merupakan kitab tafsir besar dan monumental, yang penafsirannya menggunakan metode tahlili analitis, sehingga pembahasannya sangat terperinci
serta mencakup banyak hal. Peneliti mencari penafsiran ayat dengan menelaah lebih dalam dua kitab
tafsir menggunakan metode perbandingan, yaitu metode muqarin atau komparatif. Peneliti melihat adanya kelebihan dalam menggunakan metode komparatif
tersebut, yaitu memberikan wawasan yang lebih luas dibandingkan metode tafsir yang lainnya. Peneliti berharap penelitian ini akan mendatangkan solusi bagi
problematika di kalangan umat muslim terutama mengenai pendidikan akidah.
B. Rumusan Masalah