TAFSIR SURAT IBRAHIM AYAT 18 SURAT AL-BAQARAH AYAT 68 DAN SURAT YUSUF AYAT 41 (Kajian Metode Amtsal dalam Pembelajaran Agama Islam)

(1)

TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT

AL-BAQARAH AYAT 68, DAN SURAT YÛSUF AYAT 41

(Kajian Tentang Metode

Amś

âl

dalam Pembelajaran

Agama Islam)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh

Fathurrohmah Aviciena

NIM 1111011000059

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

ABSTRAK

Fathurrohmah Aviciena (1111011000059). TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL-BAQARAH AYAT 68, dan SURAT YÛSUF AYAT 41: Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam.

Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai apa kandungan dari surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41, serta bagaimana analisis metode pembelajaran amśâl yang terkandung di dalamya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isi kandungan surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41, mengenai kajian metode amśâl dalam pembelajaran Agama Islam.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research (penelitian kepustakaan) dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan metode tahlilî, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat al-Qur`ân dari seluruh aspeknya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam surat Ibrâhîm ayat 18, surat al- Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41 terkandung pendekatan pembelajaran amśâl, yang pada masing-masing surat mengandung jenis amśâl yang berbeda. Dalam surat Ibrâhîm ayat 18, metode amśâl yang terkandung adalah amśâl muşarrahah, yaitu jenis perumpamaan yang jelas terlihat pada teks atau ucapannya. Dalam surat al-Baqarah ayat 68, jenis amśâl yang terkandung adalah amśâl kâminah, yaitu jenis perumpamaan yang tersembunyi yang tidak nampak pada lafadz atau teksnya, namun memiliki persamaan arti dengan ungkapan-ungkapan Arab, atau peribahasa yang berlaku. Dan dalam surat Yȗsuf ayat 41, jenis amśâl yang terkandung adalah amśâl mursalah, yaitu jenis perumpamaan yang tidak tampak dari teksnya dan tidak ada persamaan dengan ungkapan-ungkapan atau peribahasa yang berlaku, namun tetap dihukumi sebagai amśâl/perumpamaan.


(7)

ii

KATA PENGANTAR

ح ّرلا نمحّرلا ه مسب

مي

Assalamu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh

Kiranya tiada kalimat yang pantas diucapkan selain Alhamdulillâh, yang merupakan kalimat terindah yang dapat penulis sampaikan. Segala puji hanya bagi Allah, merupakan manifestasi rasa syukur terhadap kehadirat Ilâhi Rabbi dengan rahmat dan hidâyahnya telah menghadiahkan anugerah yang begitu mahal nilainya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Şalawat dan salâm semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, orang yang begitu mencintai kita sehingga di akhir hayatnya yang beliau sebut dan kenang hanyalah kita umatnya.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menyadari bahwa suksesnya penulis dalam menyelesaikan skripsi ini bukan semata-mata karena usaha penulis sendiri, melainkan tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, baik batuan moril ataupun materil. Oleh karena itu sudah menjadi kepatutan untuk penulis sampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Orang tua penulis, yaitu: Bapak. H. Sangidun, M.A dan Ibunda Amah yang telah merawat, mendidik putra-putrinya dengan tulus ikhlas, dan mencukupi kebutuhan moril dan materil serta membimbing,

memotivasi dan mendo’akan penulis dalam menempuh langkah hidup di dunia yang sementara ini. Tak lupa juga kepada Bapak Misbahuddin dan Ibu Salamah (almh) yang telah memberikan pengorbanan yang tak terhitung nilainya dan tak terbalas bagi penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor Universitas Islam


(8)

iii

3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

4. Bapak H. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag. Dan ibu Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA selaku ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. Semoga kebijakan yang telah dilakukan selalu mengarah kepada kontinuitas eksistensi mahasiswanya.

5. Bapak Abdul Ghafur, MA selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, bimbingan, nasehat, kritik dan saran, serta motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Ibu Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan konsultasi bagi penulis.

7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai materi perkuliahan.

8. Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan berbagai referensi yang menunjang dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA selaku direktur Pesantren Luhur Sabilussam serta jajaran pengurus Pesantren Luhur Sabilussalam yang senantiasa membimbing penulis sebagai mahasantriawati.

10.Bapak Dr. H Muslih Idris, Lc, MA dan ibu Dra. Djunaidatul Munawwaroh, MA selaku pemilik asrama putri Pesantren Luhur Sabilussalam yang selama kurang lebih empat tahun terakhir ini tak pernah lelah memberikan bimbingan, nasehat, kritik dan saran serta motivasinya bagi penulis.

11.Kakak dan Adikku tersayang, Mas Randhu Ahimsa Asa dan dede Nahaary Fortuna Averoes yang selalu memberikan semangat kepada penulis, semoga kita selalu menjadi anak-anak yang bisa membanggakan kedua orang tua kita.


(9)

iv

12.Teman-teman “S-11” Pesantren Luhur Sabilussalam angkatan 2011 yang selalu memberikan contoh dan motivasi, sekaligus sebagai keluarga bagi penulis.

13.Teman-teman sejawat jurusan PAI angkatan 2011, khususnya sahabat TWO PAI (PAI B) yang selalu ada untuk menemani membimbing dan terus memberikan semangat kepada penulis.

14.Kepada keluarga “al-Barkah” yaitu: Ka Nafisah beserta suami dan buah hatinya, Ka Masmuhah Oecha, Feni Syarifaeni Fahdiah, dan Ulfah Zakiyah, mereka adalah keluarga yang selalu memberikan semangat, nasehat, inspirasi, dan motivasi penulis dari awal kami menempuh pendidikan S1 di kampus UIN Jakarta ini.

15. Kepada sahabat yang selalu sedia untuk memberikan nasehat, arahan, serta semangatnya untuk penulis, yaitu: Anisya Ulfah, Eka Maharani, Marsita Eka Yuliani, Nailah Alfiani, Nuni Nuraini, Ummu Hanifah, Yohanna Makatangin, dan Yolla Diatry Marlian yang sama-sama menepuh studi pada jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 16.Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah

berjasa membatu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan pahala dan rahmat Allah SWT. Dan semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Âmîn Yâ Rabbal ‘Âlamîn.

Jakarta, 15 Juni 2015


(10)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB

LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Konsonan Tunggal

No. Huruf Arab Huruf Latin No. Huruf Arab Huruf Latin

1 ا Tidak

dilambangkan

16 ط ţ

2 Å b 17 ظ ť

3 Ë t 18 ع „

4 Ï ś 19 غ ġ

5 ج j 20 ف f

6 ح h 21 ċ q

7 Û kh 22 ď k

8 د d 23 ē l

9 á ż 24 ė m

10 ر r 25 ě n

11 å z 26 و w

12 س s 27 ğ h

13 ش sy 28 ء `

14 ص ş 29 ي y

15 ó đ 30 ة h

2. Vokal Tunggal

Tanda Huruf Latin

َـ a

ِـ i


(11)

vi

3. Vokal Rangkap

Tanda dan Huruf Huruf Latin

يـ ai

وــ Au

4. Mâdd

Harakat dan Huruf Huruf Latin

اــ â

يــ î

وــ ȗ

5. Tâ’ Marbuţah

Tâ’ Marbuţahhidup translitrasiya adalah /t/. Tâ’ Marbuţahmati transliterasinya adalah /h/.

Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbuţah diikuti oleh kaya sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka Tâ’ Marbuţah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh:

َح ِد َقي ة َحلا َي َو َنا

ËÄ = hadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât

َملا ْد َر َس ة ْإا ْب ِت َد ِئا

ةّي = al-madrasat al-ibtidâ`iyyâh atau al-madrasatul

ibtidâ`iyyâh 6. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah/tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah (digandakan).

َمَĖَع Ditulis „allama

ر ِّرَĒ ي Ditulis yukarriru

7. Kata Sandang

a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung/hubung.


(12)

vii

Contoh:

ةَاَصلا= aş-şalâtu

b. Kata sadang diikuti dengan hufuf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

قَĖَĊلا= al-falaqu

8. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia seperti alif, contoh:

ÌْĖَكأ= akaltu َيِت ْو أ = ȗtiya

b. Bila di tengah dan di akhir, ditransliterasikan dengan aprostof, contoh:

ěوĖكأَت= ta’kulȗna ئْيَش = syai`un

9. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata sandangnya. Contoh:

ěآرقلا = al-Qur`ân


(13)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Penelitian ... 11

D. Perumusan Masalah ... 11

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II : KAJIAN TEORITIK METODE AMŚÂL A. Acuan Teori ... 13

1. Pengertian Metode Pembelajaran Amśâl ... 13

2. Kedudukan Amśâl dalam Pembelajaran ... 20

3. Macam-Macam Istilah Metode Amśâl ... 24

4. Syarat-Syarat Metode Amśâl ... 28

5. Tujuan Metode Amśâl ... 30

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Fokus Penelitian ... 34


(14)

ix

BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18, Surat Al-Baqarah Ayat 68 dan Surat

Yȗsuf Ayat 41 ... 38

1. Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18 a) Teks Ayat dan Terjemah Surat Ibrâhîm Ayat 18 ... 38

b) Makna Kosa Kata Inti ... 38

c) Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18 ... 41

2. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 68 ... 46

a) Teks Ayat dan Terjemah Surat al-Baqarah Ayat 68 ... 46

b) Makna Kosa Kata Inti ... 46

c) Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 68 ... 49

3. Tafsir Surat Yȗsuf Ayat 41 ... 54

a) Teks Ayat dan Terjemah Surat Yȗsuf Ayat 41 ... 54

b) Makna Kosa Kata Inti ... 54

c) Tafsir Surat Yȗsuf Ayat 41... 56

B. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18,Surat al-Baqarah Ayat 68 dan Surat Yȗsuf Ayat 41 ... 60

1. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18 ... 60

2. Analisis Metode Amśâl dalam Surat al-Baqarah Ayat 68 ... 65

3. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Yȗsuf Ayat 41 ... 69

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Implikasi ... 73

C. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Dari sejak awal kehadiran Islam di muka bumi, ia telah memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan, sehingga mampu mengubah pusat kebudayaan dan peradaban yang semula ada di Cina, India, Romawi, Persia dan lainnya berpindah ke dunia Islam, sebagaimana terlihat di Baghdad, Mesir dan lainnya.1

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Karena pendidikanlah yang akan mengembangkan potensi manusia. Berkaitan dengan hal ini, pendapat Muhammad Amin yang dikutip oleh Abudin Nata menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan individual sehingga potensi-potensi tersebut dapat diaktualisasikan secara sempurna. Potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan manusia yang amat berharga.2 Oleh karena pentingnya peranan pendidikan, maka sebagai umat Islam dalam menjalankan sebuah pendidikan hendaknya pendidikan tersebut dilandasi dengan nilai-nilai keislaman.

Al-Qur`ân sebagai kitab suci sekaligus pedoman hidup umat Islam, banyak membicarakan dan menjelaskan tentang seluk beluk dan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Ia juga mendorong umat manusia untuk mencari ilmu dan mendudukannya sebagai sesuatu yang utama dan mulia. Sebagaimana dalam Surat al-Qalam/68 ayat 1

َنْوُرُطْسَي اَمَو ِمَلَقْلاَو ن

1Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 207 2Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 103


(16)

2

Nun. Demi pena dan apa saja yang mereka tuliskan.3

Musthafa Husni Assiba’i menjelaskan bahwa yang dimaksud pada Surat al-Qalam ayat pertama yaitu Allah telah menjadikan alat menulis (pena) untuk bahan bersumpah, sebagaimana juga yang ditafsirkan oleh jumhȗr ahli al-Qur`ân. Barang siapa yang suka menyelidiki Kitabullah yang Mulia, maka ia pasti mengetahui bahwa Allah bersumpah dengan makhluk-Nya adalah untuk menyatakan betapa sangat pentingnya apa yang disumpahkan itu, juga untuk menarik perhatian seluruh manusia kepadanya.4

Menurut Quraish Shihab, al-Qur`ân secara harfiah berarti “bacaan yang mencapai puncak kesempurnaan”.5 Kemudian beliau juga menuturkan bahwa “al-Qur’an memperkenalkan dirinya hu-dan li al-nas (petunjuk untuk seluruh manusia). Inilah fungsi utama kehadirannya”.6 Al-Qur`ân merupakan salah satu sumber hukum agama Islam, di dalamnya banyak terdapat aturan hukum bagi kehidupan manusia yang akan menjamin kebahagiaan pemeluknya di dunia dan akhirat nanti. Dan para ulama juga sepakat bahwa dalam penggunaan sumber hukum Islam, al-Qur`ân lah yang menjadi prioritas utama dibandingkan sumber hukum Islam lainnya.7 Karena al-Qur`ân mempunyai fungsi untuk memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya.

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Isrâ` ayat 9,

. . . ُمَوْ قَأ َيِه ِِلِل ىِدْهَ ي َناَءْرُقْلا اَذه نِإ

Sesungguhnya al-Qur`ân ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus … 8

Menurut ulama besar kontemporer, Muhammad Husein

Ath-Thabathaba’iy sebagaimana yang dikutip oleh guru besar kita Quraish

3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syamil Al-Qur’an, 2007), h. 564

4Musthafa Husni Assiba’i, Kehidupan Sosial Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), Cet III, h. 112

5M.Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an, (Jakarta: PT Mizan Pustaka, 2008), Cet. II, h.21 6Ibid, h. 26

7Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2011), h. 25 8Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op Cit.,h. 283


(17)

3

Shihab menyatakan bahwa “sejarah al-Qur`ân demikian jelas dan terbuka, sejak turunnya hingga masa kini. Al-Qur`ân sudah dibaca oleh kaum muslimin sejak dulu hingga sekarang, sehingga dengan demikian al-Qur`ân tidak membutuhkan sejarah untuk membutikan keotentikannya”.9

Dengan semua bukti-bukti keistimewaan al-Qur`ân, maka sudah sepatutnya sebagai manusia harus menjadikan al-Qur`ân sebagai dasar, landasan serta hukum dalam setiap langkah kehidupannya. Semua urusan manusia secara menyeluruh telah diatur sebaik-baiknya dalam al-Qur`ân. Hal ini juga menjadi salah satu prinsip yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam, sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Abudin Nata bahwa, “agama Islam yang menjadi dasar pendidikan islami itu bersifat menyeluruh dalam pandangan terhadap agama, manusia, masyarakat, dan kehidupan”.10

Menurut Syafri, al-Qur`ân berperan besar dalam proses pendidikan yang dilakukan kepada umat manusia, beliau berpendapat bahwa ada dua alasan pokok yang membuktikan hal tersebut. Alasan pertama karena al-Qur`ân banyak menggunakan term-term yang mewakili dunia pendidikan, kemudian alasan yang kedua, al-Qur`ân mendorong umat manusia untuk berfikir dan melakukan analisis pada fenomena yang ada di sekitar kehidupan mereka.11

Mengacu pada pernyataan di atas, dapat penulis katakan bahwa al-Qur`ân sudah memberi anjuran dan aturan dalam pendidikan. Ini berarti bahwa dalam kajian pendidikan, al-Qur`ân sebagai kitab suci umat Islam turut mengatur jalannya pendidikan. Hal ini senada dengan pendapat Erwati Aziz yang menjelaskan bahwa “dalam pendidikan Islam,

al-Qur’an merupakan sumber pertama utama. Hal ini dikarenakan al-Qur’an yang diturunkan Allah swt lebih dari 14 abad yang lalu telah memuat

9M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), cet. IV, h. 21 10Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2012), cet. III, h. 12 11Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 59-60


(18)

4

prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan manusia dalam menjalani hidup

dan kehidupan di muka bumi ini termasuk pendidikan.”12

Maka sudah seharusnya al-Qur`ân dijadikan acuan pokok dalam melaksanakan pendidikan, karena al-Qur`ân adalah sumber nilai utama dalam kehidupan manusia. Dan tujuan hidup manusia dapat dicapai hanya dengan proses pendidikan.

Dalam hal pendidikan, banyak para ahli mendefinisikan arti dari pendidikan tersebut, diantaranya adalah Ara Hidayat dan Imam Machali, menurut mereka “pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.13

Alisuf Sabri menyimpulkan definisi pendidikan dari beberapa ahli

pendidikan bahwa, “pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan perkembangan

anak/peserta didik secara teratur dan sistematis ke arah kedewasaan”.14 Sementara itu, Hasan Langgulung menjelaskan definisi pendidikan sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata, bahwa pendidikan adalah

“suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk

menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik.”15

Kemudian Ara Hidayat dan Imam Machali menjelaskan kembali tentang pendidikan lebih spesifik dari perspektif Islam bahwa:

Dalam perspektif Islam, kata pendidikan merujuk pada beberapa istilah yaitu “al-tarbiyah”, “al-ta`dib”, dan “al-ta’lim”( بيدأتلا– ةيبرتلا

12Ernawati Azizi, “Keberhasilan Pendidikan Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal At-Tarbawi Kajian Kependidikan Islam, Vol.2, 2005, h. 169

13Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), h. 29

14Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta PRESS, 2005), h. 7 15Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. II, h. 28


(19)

5

-ميلعتلا ). Dari ketiga istilah tersebut, yang paling popular digunakan dalam menyebutkan praktik pendidikan Islam adalah terminologi “ al-tarbiyah” seperti penggunaan istilah “at-Tarbiyah al-Islamiyah”/

(

ةيماسإا ةيبرتلا) yang berarti pendidikan Islam. Syed Muhammad Al-Nuqaib Al-Atas -seorang tokoh pemikiran pendidikan Islam- berpendapat bahwa sesungguhnya istilah yang paling tepat

untuk pendidikan Islam adalah “ta`dib”, sebab struktur konsep ta`dib sudah mencakup unsur-unsur ilmu intruksi (ta’lim) dan pembinaan yang baik (tarbiyah).16

Kemudian banyak para ahli yang mendefinisikan pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berbasis al-Qur`ân, sebagaimana menurut Hasan Bashri, “ilmu pendidikan Islam adalah seperangkat pengetahuan yang berbasis pada al-Qur’an dan as-Sunnah yang dijadikan landasan untuk pembelajaran dalam kehidupan”.17

Muhammad Hamid An-Nashir dan Kaulah Abd al-Qadir Darwis mendefinisikan pendidikan Islam sebagaimana yang telah dikutip oleh

Moh. Roqib sebagai “proses pengarahan perkembangan manusia

(ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan kehidupan sosial dan keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju

kesempurnaan.”18

Sejalan dengan definisi di atas, M. Arifin menjelaskan bahwa,

“pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fiţrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam

ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya”.19

Lebih luas lagi Ramayulis menjelaskan bahwa,” pendidikan agama Islam adalah upaya sadar terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam, dari sumber

16Ara Hidayat dan Imam Machali, Op Cit., h. 30

17Hasan Bashri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009) h. 14

18Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2011), h. 17

19M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 22


(20)

6

utamanya kitab suci al-Qur`ân dan al-Hadiś melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman”.20

Kemudian Abudin Nata menjelaskan tentang perbedaan pendidikan

Islam dengan pendidikan lainnya bahwa, ”perbedaan pendidikan Islam dengan pendidikan lainnya ditentukan oleh adanya dasar ajaran Islam tersebut. Jika pendidikan lainnya didasarkan pemikiran rasional sekuler dan impristik semata, maka pendidikan Islam selain menggunakan pertimbangan rasional dan data empiris juga berdasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah, pendapat para ulama dan sejarah tersebut”.21

Jika berbicara tentang pendidikan, maka tidak dapat dilewatkan begitu saja mengenai hal-hal yang menyangkut dengan metode pendidikan. Lebih spesifiknya adalah metode pendidikan Islam. Yang dimaksud metode pedidikan Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan

sebagaimana yang dikutip oleh Aat Syafa’at adalah “jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim”.22

Metodologi pendidikan Islam merupakan jalan untuk memudahkan pendidikan dalam membentuk pribadi muslim yang berkepribadian Islam dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh al-Qur’an dan Hadith. Oleh karena itu penggunaan metode dalam pendidikan tidak harus terfokus pada satu bentuk metode, tetapi dapat memilih diantara metode-metode yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga dapat memudahkan sipendidik dalam mencapai tujuan yang diinginkan.23 Melanjutkan penjelasannya, Abdulah Nashih Ulwan menyatakan bahwa tehnik atau metode pendidikan Islam itu ada lima macam, yaitu: 1) Pendidikan dengan keteladanan, 2) Pendidikan dengan adat kebiasaan,

20Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. IV, h. 21

21Abudin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta PRESS, 2005), h. 15

22TB Aat Syafa’at, Sohari Sahrani dan Muslih, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 40 23 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) , h. 22


(21)

7

3) Pendidikan dengan nasehat, 4) Pendidikan dengan memberi perhatian, 5) Pendidikan dengan memberi hukuman24

Selanjutnya Moh. Roqib mengatakan bahwa, “metode pendidikan Islam adalah prosedur umum dalam menyampaikan materi untuk penyampaian tujuan pendidikan yang didasarkan pada asumsi tertentu

tentang hakikat Islam sebagai supra sistem”.25

Lebih lanjut Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan terkait metode pendidikan Islam, bahwa:

Metode pendidikan Islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik, dan memotifasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk Ilahi dan konsep-konsep peradaban Islam. Selain itu, metode pendidikan Islam akan mampu menempatkan manusia di atas luasnya permukaan bumi dan dalam lamanya masa yang tidak diberikan kepada penghuni bumi lainnya.26 Sementara itu M. Arifin berasumsi tentang metode pendidikan yang

baik yaitu apabila, “memiliki watak dan relevansi yang senada dengan tujuan pendidikan Islam”.27

Kemudian, beberapa metode yang dianggap penting dan paling menonjol menurut Abdurrahman An-Nahlawi antara lain: 1) Metode dialog Qur`ani dan Nabawi, 2) Mendidik melalui kisah Qur’ani dan Nabawi, 3) Mendidik melalui perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, 4) Mendidik melalui keteladanan, 5) Mendidik melalui aplikasi pengalaman, 6) Mendidik melalui ibrah dan nasihat, 7) Mendidik melalui tarġîb dan tarhîb28

Sejalan dengan pendapat an-Nahlawi di atas, Jejen juga berpendapat bahwa metode pendidikan dalam perspektif Islam mencakup tujuh metode, antara lain: Metode Perumpamaan )Amśâl), Metode Kisah, Metode Tarġîb-Tarhîb, Metode Dialog (Hiwâr), Metode Teladan (Uswah

24Ibid, h. 40-47

25Moh. Roqib, Op, Cit., h. 9

26Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, terj: Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 204

27M. Arifin, Op Cit., h. 144


(22)

8

Hasanah), Metode Latihan dan Praktik (Tajrîbah), dan Metode Nasehat.29

Pada penelitian ini, penulis akan mengedepankan salah satu metode

pendidikan Islam, yaitu metode amśâl atau perumpamaan. Al-Qur`ân dalam menyampaikan pesan-pesan di dalamnya banyak menggunakan

amśâl, seperti dalam Surat ar-Ra’d ayat 17:

اةَمِلَك اًَثَم ُّا َبَرَض َفيَك َرَ ت َََأ

ِءامسلا ِِ اهُعرَفَو ٌتِبا اهُلصَأ ٍةَبِّيَط ٍةَرَجَشَك اةَبِّيَط

اَِِّر ِنذِِِ ٍنح لُك اهَلُكُأ ىتؤُت

ۗ

َنوركَذَتَ ي مُهلَعَل ِساّنلِل َلاثمَأا ُّا ُبِرضَيَو

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Ayat 24-25 Surat Ibrahim di atas menjelaskan bahwa kalimat yang baik itu seperti pohon yang baik yang menghasilkan buah di setiap musimnya, dan bermanfaat untuk orang lain. Masih banyak contoh contoh perumpamaan yang disebutkan dalam Qur`ân, seperti Surat al-Hasyr ayat 21:

َه اَنْلَزنَأ ْوَل

اَذ

ٱ

ىَلَع َناَءْرُقْل

ُهَتْ يَأَرل ٍلَبَج

ۥ

َخ

ِةَيْشَخ ْنِّم ااعِّدَصَتم ااعِش

ٱ

ِّ

ۚ

َكْلِتَو

ٱ

َثْمَْأ

اَهُ بِرْضَن ُل

َنوُركَفَ تَ ي ْمُهلَعَل ِسانلِل

Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.

Surat al-Hasyr di atas menjelaskan bahwa seandainya al-Qur`ân dibuat untuk gunung, niscaya gunung tersebut akan tunduk dan patuh terhadap perintah dan ajaran dalam al-Qur`ân.

Dengan adanya metode pendidikan Islam, maka diharapkan terwujudnya tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan Islam menurut Imam Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Armai

29Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 107


(23)

9

Arief, yaitu “untuk membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat”.30 Sejalan dengan pendapat di atas, tokoh pemikiran pendidikan Syeid Naquib al-Atas sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Roqib menyatakan

bahwa, “pendidikan yang penting harus diambil dari pandangan (philosophy of life). Jika pandangan hidup itu Islam maka tujuannya adalah membentuk manusia sempurna (insân kâmil) menurut Islam”.31 Sementara itu Ramayulis juga berpendapat bahwa tujuan dari

pendidikan agama Islam ini untuk “meningkatkan keimanan,

pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.32

Namun, Abdurrahman An-Nahlawi merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:

Pendidikan harus mempunyai tujuan yang sama dengan tujuan penciptaan manusia. Bagaimana pun, pendidikan Islam sarat dengan pengembangan nalar dan penataan perilaku serta emosi manusia dengan landasan dînul Islam. Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara sosial.33 Kemudian Abudin Nata menguraikan tujuan pendidikan Islam secara universal sebagaimana yang dirujuk pada hasil kongres sedunia tentang pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:

Education should aim at the balanced growth of total personality of man through the training of man’s spirit, intellect the rational self, feeling and bodily sense. Education should therefore cater for the

growth of man in all it’s aspects, spiritual, intellectual, imaginative,

physical, scientific, linguistic, both individual and collectivally, and motivate all thes aspect toward goodness and attainment of perfection

30Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) , h. 22

31Moh. Roqib, Loc Cit., h. 27 32Ramayulis, Op Cit., h. 22


(24)

10

. The ultimate aim of education lies in the realization of complete submission to Allah on the level individual, the community and humanity at large. 34

Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan harus ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, perasaan, serta fisik manusia. Dengan demikian pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik bersifat spiritual, intelektual, daya khayal, fisik, ilmu pengetahuan maupun bahasa, baik secara perorangan maupun kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok, maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-luasnya.35

Untuk itu, dalam proses pendidikan terutama pendidikan Islam, salah satu hal yang tak kalah penting adalah metode. Karena dengan metode pembelajaran yang tepat guna, akan mengantarkan peserta didik mencapai inti dari pendidikan yaitu tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Setelah mengkaji pentingnya pendidikan yang berbasis Islam, dengan berbagai macam metode untuk mencapai tujuannya, maka hendaknya sebagai pelaku pendidikan, diharapkan dapat menjalankan dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait kajian tentang metode pendidikan yang terdapat dalam al-Qur`ân, yaitu metode amśâl. Untuk

itu penulis mengambil judul “TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL-BAQARAH AYAT 68, DAN SURAT YÛSUF AYAT 41 (Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam).

34Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Op Cit., h. 61 35Ibid


(25)

11

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam skripsi ini, diantaranya yaitu:

1. Masih banyak guru yang belum mengimplementasikan metode

amśâl dalam pembelajaran, terutama pembelajaran Agama Islam masa kini.

2. Kurangnya pengetahuan tentang kegunaan metode amśâl dalam pembelajaran Agama Islam.

3. Tumbuhnya pendidikan yang mengadopsi budaya sekuler tanpa melihat nilai-nilai yang bersumber dari al-Qur`ân.

C.

Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, dan dengan adanya identifikasi masalah di atas, penulis akan membatasi beberapa hal yang berkatian dengan masalah, yaitu: “Kandungan Surat Ibrâhîm ayat 18, Surat al-Baqarah ayat 68, dan Surat Yȗsuf ayat 41 mengenai metode

amśâl”.

D.

Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:

1. Apa saja kandungan surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41?

2. Bagaimana analisis metode amśâl yang terkandung dalam surat Ibrâhîm ayat 18, surat Al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41?

E.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui isi kandungan surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41.


(26)

12

2. Kegunaan dari penelitian ini antara lain untuk:

a. Menambah khazanah keilmuan pada bidang tafsir pendidikan, serta membuka kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut dan peninjauan kembali dari hasil penelitian ini.

b. Memberi sumbangsih pemikiran terkait konsep dan teori tentang pendidikan dalam al-Qur`ân, serta menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami al-Qur’an sebagai petunjuk.

c. Mengetahui bagaimana pandangan al-Qur`ân terhadap metode pendidikan.

d. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(27)

13

BAB II

KAJIAN TEORI METODE PEMBELAJARAN

AM

ÂL

A.

Acuan Teori

1.

Pengertian Metode

Am âl

Dalam pelakasaan pendidikan Islam sangat dibutuhkan adanya metode yang tepat, efektif, dan efisien dengan tujuan untuk menghantarkan tercapainya suatu tujuan pendidikan yang telah direncanakan dan dicita-citakan. Materi yang baik dan benar saja tidak akan tercover dengan baik jika tidak diimbangi dengan metode yang baik pula. Oleh karena itu, kebaikan suatu materi yang akan disampaikan dalam ranah pendidikan harus ditopang dengan adanya metode pendidikan.

Istilah metode pembelajaran terdiri dari dua kata yaitu “metode” dan

“pembelajaran”. Untuk itu, agar bisa memahami lebih dalam maka penulis

akan sampaikan uraian arti dari masing-masing kata tersebut. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia kata metode berarti “cara teratur yang

digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang besistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.1 Kata metode jika dilihat dari segi bahasa, M. Arifin menjelaskan

“suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan”. Metode berasal dari dua kata yaitu, “Meta” dan “Hodos”. Meta berarti “melalui” dan Hodos berarti “jalan atau cara”.2

Sejalan dengan pendapat di atas, Nur Uhbiyati juga menjelaskan

tentang pengertian metode, menurutnya “metoda berasal dari dua

perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan

1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 910

2M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), (Jakarta: Buna Aksara, 2005) Cet. I, h. 65.


(28)

14

atau cara. Jadi metoda artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai

suatu tujuan”.3

Aat Syafaat juga mengatakan bahwa “dalam bahasa Arab metode disebut thariqah artinya jalan, cara, sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Menurut istilah, metode ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita”.4

Kemudian Abdul Majid menuturkan pendapatnya tentang definisi

metode, menurutnya “metode adalah cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata

agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”.5

Prof. Abudin Nata berpendapat bahwa “metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori atau temuan.6

Pada literatur lain beliau juga menjelaskan bahwa, “metode dapat diartikan sebagai cara-cara atau langkah-langkah yang digunakan dalam menyampaikan sesuatu gagasan, pemikiran, atau wawasan yang disusun secara sistematik dan terencana serta didasarkan pada teori, konsep dan prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu terkait, terutama ilmu psikologi, manajemen, dan sosiologi”.7

Zakiyah Daradjat menjelaskan bahwa, “metode berarti suatu jalan

kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan”.8

Sementara itu Moh. Roqib menjelaskan bahwa metode “secara bahasa berarti cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Metode juga dapat diartikan sebagai cara yang dipakai oleh

3Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. II, h. 99 4TB Aat Syafa’at,Sohari Sahrani dan Muslih, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 39 5Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2013), h. 193

6Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005) h, 143

7Abudin Nata, Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 176

8Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) h. 1


(29)

15

pendidik dalam menyampaikan materi dengan menggunakan bentuk tertentu, seperti ceramah, diskusi (halaqah), penugasan, dan cara-cara

lainnya”.9

Sedikit berbeda Ahmad Tafsir mendefinisikan istilah metode sebagai

“cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”.10

Sementara itu, Kadar M. Yusuf menjelaskan pengertian metode secara spesifik dari segi pendidikan, yaitu:

Metode merupakan cara yang dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Dalam bahasa Arab metode disebut juga dengan al-ţarîqah. Kata ini selain diartikan kepada metode, ia juga diartikan kepada jalan. Dengan demikian, metode dapat pula diartikan kepada suatu jalan yang dapat ditempuh dalam menyampaikan materi pelajaran.11

Begitu pun dengan Ramayulis, beliau mengatakan bahwa:

Metode dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah ţarîqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka strategi tersebut haruslah diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka pengembangan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik menerima materi ajar dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan baik.12

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode itu adalah suatu jalan atau cara yang ditempuh seseorang demi mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Beralih ke definisi pembelajaran, kata pembelajaran berasal dari kata

“belajar” yang dibubuhkan dengan sambungan pem- dan -an. Untuk itu sebagai langkah awal maka harus dipahami pula makna dari kata belajar itu sendiri.

9Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS Group, 2011), h. 91

10Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. VII, h. 9

11Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan, (Jakarta: AMZAH, 2013), h. 114

12Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. IV, h. 2-3


(30)

16

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata belajar berasal dari kata

“ajar” yang memiliki makna secara etimologi “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”.13

Sedangkan secara terminologis, belajar menurut B.F. Skinner sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah berpendapat bahwa belajar adalah “… a process of progressive behavior adaption”, yaitu suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif”.14

Pendapat Chaplin dalam Dictionary of Pschology sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yaitu “… acquisition of any relatively permanent change in behavior is a result of practice and experience (perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman) dan process of acquiring responses as a result of special practice (proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus)”.15 Lebih lanjut Degeng menjelaskan tentang definisi belajar sebagaimana yang telah dikutip oleh Yatim Riyanto, bahwa:

Belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar. Hal ini mempunyai arti bahwa dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Dengan kata lain belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi seperti fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.16

Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan yang menetap dari tingkah laku individu

13Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op Cit., h. 23

14Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. XVII, h. 88

15Muhibbin Syah, Psikolgi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001) Cet. III, h. 60.

16Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009) h. 5-6


(31)

17

sebagai hasil pengalaman, ilmu pengetahuan, dan interaksi dengan lingkungan.

Setelah memahami pengertian belajar, selanjutnya adalah istilah pembelajaran. Secara etimologi, kata pembelajaran berasal pula dari kata ajar dan belajar. Penambahan imbuhan pem- dan akhiran –an membuat

kata pembelajaran memiliki arti “proses, cara, perbuatan menjadikan orang

atau mahluk hidup belajar”.17

Menurut Rusman “pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode, dan evaluasi”.18

Sedangkan menurut Hamzah, “istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam pembelajaran siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan”.19

Menurut Abudin Nata, “yang diharapkan dari penggunaan istilah pembelajaran adalah usaha membimbing peserta didik dan menciptakan

lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar”.20 Setelah dua kata tersebut diketahui definisinya, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode pembelajaran berarti suatu jalan atau cara yang ditempuh seseorang guru kepada muridnya untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Sebagaimana yang dikatakan Jejen dalam “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam, bahwa:

Metode pengajaran atau pendidikan adalah suatu cara yang digunakan pendidik untuk menyampaikan materi pelajaran, keterampilan, atau sikap tertentu agar pembelajaran dan pendidikan berlangsung efektif,

17Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Loc Cit., h. 23

18Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 1

19Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. VI, h. 2 20Abudin Nata, Prespektif Islam .. Op Cit., h. 87


(32)

18

dan tujuannya tercapai dengan baik. Guru harus menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga ia mudah memilih metode yang tepat untuk mengajarkannya.21

Berkaitan dengan penelitian ini, metode pembelajaran yang akan dibahas adalah metode pembelajaran amśâl. Maka selanjutnya dipahami terlebih dahulu perngertian kata amśâl. Kata amśâl “merupakan bentuk

jama’ dari kata berbahasa Arab yaitu maśal (

Ĕَثَم

).22 Syekh Manna’ Al -Qaththan menjelaskan bahwa amśâl merupakan “penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain demi tujuan yang sama, yaitu pengisah

menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya”.23

Kemudian Hasani Ahmad Syamsuri menjelaskan definisi amśâl secara etimologis bahwa:

Kata amśâl merupakan bentuk jamak dari maśal yang berarti serupa atau sama. Dilihat dari pola (wazan) nya, kata maśal, miśl dan maśil satu pola dengan kata syabah, syibh dan syabih. Pengertian maśal secara etimologis ini ada tiga macam. Pertama, bisa berarti perumpamaan, gambaran, atau perserupaan. Kedua, bisa berarti kisah atau cerita, jika keadaanya sangat menakjubkan. Ketiga, bisa berarti sifat, keadaan, atau tingkah laku yang menakjubkan.24

Sedangkan secara terminologis sebagaimana yang telah didefinisikan oleh para ahli sastra maśal atau amśâl adalah “ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang dimaksudkan untuk menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu

yang akan dituju”.25

Sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan di atas, Kadar M. Yusuf juga mejelaskan bahwa, secara harfiah kata maśal semakna dengan syabah yang berarti serupa, sama atau seperti. Dalam bahasa Arab kata ini selalu digunakan untuk menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

21Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 107

22Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman dan Aunur Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 353

23Ibid, h. 354

24Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Zikra-Press, 2009), h. 173-174 25Ibid., h. 174


(33)

19

Maśal juga berarti suatu ungkapan yang menyerupakan keadaan sesuatu atau seseorang dengan apa-apa yang terkandung dalam ungkapan itu.26 Selanjutnya Ibnu Qayyim juga menjelaskan tentang amśâl,

sebagaimana yang dikutip oleh Manna’ al-Qaththan bahwa amśâl adalah

“menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum, mendekatkan yang rasional kepada yang indrawi, atau salah satu dari dua

indra dengan yang lain karena ada kemiripan”.27

Jejen menjelaskan bahwa, metode perumpamaan atau metode amśâl

adalah, “metode pendidikan yang digunakan pendidik kepada anak didik

dengan cara memajukan berbagai perumpamaan agar materinya mudah

dipahami.”28

Dengan memperhatikan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat dipahami bahwa metode amśâl dalam pembelajaran merupakan sebuah cara guru menjelaskan sesuatu kepada muridnya dengan menggunakan perumpamaan sesuatu tersebut dengan hal yang lainnya karena adanya kemiripan dengan tujuan mempermudah nalar siswa untuk memahami sesuatu.

Dalam beberapa literatur yang penulis dapatkan, mayoritas narasumber menjelaskan bahwa amśâl termasuk metode pendidikan Islam. Meskipun demikian, amśâl dalam pembelajaran atau pendidikan dapat dikategorikan pula dalam istilah approach atau yang sering dikenal sebagai pendekatan dalam pembelajaran.

Dalam literatur asli berbahasa Arab (bukan terjemahan), kata amśâl termasuk dalam kategori minhâj (ج ن ) yang berarti pendekatan, bukan kategori ţarîqah (ةقيرط) yang diartikan sebagai metode. Kata ج ن sendiri berasal dari akar kata ج ن . Dalam Kamus Lisânul „Arab kata ج ن memiliki persamaan arti dengan kata قيرط.

26Kadar M. Yusuf, Op Cit., h. 118-119 27Syekh Manna’ Al-Qaththan, Op Cit., h. 355 28Jejen Inong, Loc Cit.


(34)

20

جه لا و و ،حضاو نب : جه قيرط :جه

29

Menurut Ramayulis, pendekatan merupakan pandangan falsafi terhadap subject matter yang harus diajarkan dapat juga diartikan sebagai pedoman mengajar yang bersifat realistis/konseptual.30 Pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai sudut pandangan terhadap terjadinya suatu proses pembelajaran. Dan pendekatan inilah yang akan menginspirasi lahirnya suatu metode pembelajaran. Jadi, pengertian pendekatan lebih luas dibandingkan dengan metode.

Jika kata amśâl (perumpamaan) ini dikaitkan dengan istilah al-miśâl

(

ēÄثملا

) pemberian contoh, maka dalam pendidikan hal ini juga merupakan

sesuatu yang sangat penting. Sebagaimana Muhammad Quthb mengatakan dalam karyanya yang berjudul Minhaj al-Tarbiyah al-Islâmiyah:

ل ث لا عقا لا نيب :رشع د حلا بلا

اهلك ةيبرلا مظن

-اه يب نم ةيماسإا ةيبرلاو

ققحتت ا ةيلايخ ةيلاثم جذاَ مسرت اهأ ةمهتم

.قيقحتلل ةلباق ْغ اهأ ،عقاولا ماع

ا د ع كلو ،ق ا نم ءيش كلذ ودبي رمأا ر اظ و

.لوزي نأ ثبلي ا قيقدتل

يلاو ،نوكت نأ "يغب ي" يلا ةحيحصلا ةروصلا مسري نأ ةيبرلا ج ا م نم جه م لك ةمهم نإ

نأ نكم ا ةلماكتما ةروصلا ذ ْغبو .سيياقما طبضو عاضوأا حيحصت اًمئاد اهيلإ عجري

هْا سيق ل ،قيرطلا يقب مكو ،طوشلا نم ا عطق مك طبضلا فرعن

،لذبي نأ يغب ي يذلا د

.بولطما دهْا اذ ىإ ا تقاط سيقنو

2.

Kedudukan

Am

âl

dalam Pembelajaran

Dalam beberapa literatur yang penulis dapatkan, mayoritas narasumber menjelaskan bahwa amśâl termasuk metode pendidikan Islam.

Seperti dalam buku “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat” karya Abdurahman an-Nahlawi yang menyebutkan bahwa

amśâl merupakan salah satu metode pendidikan.

29

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 2, h. 446

30Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. IV, h. 23


(35)

21

Beliau menyebutkan bahwa beberapa metode yang dianggap penting dan paling menonjol antara lain: 1) Metode dialog Qur`ani dan Nabawi, 2)

Mendidik melalui kisah Qur’ani dan Nabawi, 3) Mendidik melalui

perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, 4) Mendidik melalui keteladanan, 5) Mendidik melalui aplikasi pengalaman, 6) Mendidik melalui ibrah dan nasihat, 7) Mendidik melalui tarġîb dan tarhîb 32.

Selain itu, hal semacam ini juga terdapat pada jurnal pendidikan Islam. Salah satu tulisan yang menyebutkan bahwa amśâl merupakan suatu metode adalah tulisan dari Jejen Musfah, beliau menyatakan bahwa metode pendidikan dalam perspektif Islam mencakup tujuh metode, antara lain: Metode Perumpamaan (Amśâl), Metode Kisah, Metode Tarġ îb-Tarhîb, Metode Dialog (Hiwâr), Metode Teladan (Uswah Hasanah), Metode Latihan dan Praktik (Tajrîbah), dan Metode Nasehat.33

Di dalam kitab

قيبطتلا و ةيرظنلا نيب : ىماسإا نيدلا ميĖعت

disebutkan bahwa dalam pembelajaran tidak hanya terdapat satu metode, melainkan ada beberapa macam, salah satunya adalah metode pemberian amśâl (perumpamaan).

ةدّدعتم قرط كا هف ،ميلعتلل ةدحاو ةقيرط كا تسيل ّنأ ىإ تافتلاا بج

عو تب ةعّو تم

تادادعتسا عو تبو تاوتحو ملعتلا ضارغأ

،مهاوتسم ددعتو ،نملعتما

.سيردتلا قرط ىعارت نأ بج تارابتعا كا ّنأ ْغ

لئاسو تذخا اّهإ لب،اهئا بأ ةيبرت ة ةدحاو ةقيرط ذختت م ةيماسإا ةيبرلا

وم صئاصخ اهيف تعار ةْثك بيلاسأو

تعار امك ،مهيدل ىادجولاو ىلقعلاو يلقعلا

او مهكاردإ ىوتسا

ءيه و م رشاعم ْثت نأ نكم لا عفاودلاو مهيف ةرثوما زلاو

لا مهئدابم مارحا عم ميلعتلا و ىقلتلل مهسوفن

مهتكراشمو ىتاذلا مهطاشن و ةيصخش

32Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, terj:

Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 204

33Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 107


(36)

22

اوشحو نقلتلا قيرط نع سيلو ،رصبتو ىعوو مهفب ةبترما و ميلعتلا ةيلمع ةلاعفلا

و اهمهف نود فراعماو تامولعما نا ذأا

. اهاعيتسا

ةيبرلا ماسإا ةقيرط ّنإ

كرتا ةلماش ةْاعم لك ىرشبلا نئاكلا ةْاعم ى

طاشن لكو ةيو عماو ةيداما ةايح ، حورو لقعو مسج ،ءىش نع لفغتاو ائيش م

.ضرأا ىلع

Dari teks kitab

قيبطتلا و ةيرظنلا نيب : ىماسإا نيدلا ميĖعت

di atas dapat dipahami bahwa, dalam dunia pendidikan Islam tidak hanya terdapat satu metode pembelajaran saja, akan tetapi terdapat berbagai macam metode pembelajaran, metode tersebut disesuaikan dengan tujuan pembelajaran itu sendiri maupun disesuaikan dengan kesiapan para pengajarnya.

Kemudian dalam buku tersebut tertulis beberapa metode pembelajaran agama Islam antara lain sebagai berikut:

م أ ضرغ نكم و

لي اميف ماسإا نيدلا ميلعت قرط

ى

:

ة س ا ةودقلا

-صصقلا

-لاثمأا برضو داشرإاو حص لا

-راو ا

-رلا و بيغ-رلا

بي

لمعلا قيرط نع ملعتلا

-باقعلا و باوثلا

رك ما نع ىه لا و فورعما رمأا

ةيراْا ثادحأا

1

-ة س ا -ةظعوما

اهتلازإ وأ ةداعلا سرغ

ةظحاما ةقيرط

مز ا ميلعتلا

-ةقاطلا يجتلا ميلعتلا

34 ،3 ط ،)3991 ،ÅÄتĒلا ةيبرعلا رادلا ةبتĒم :رصن ةنيدم( ،قيبطتلا ةيرظنلا نيب : اسإا نيدلا ي عت ،ةتÄحش نسح .ص

65 -65


(37)

23

Dapat dipahami dari teks yang dikutip dari kitab

: ىماسإا نيدلا ميĖعت

قيبطتلا و ةيرظنلا نيب

bahwa amśâl atau pemberian perumpamaan termasuk

salah satu metode dari beberapa metode pembelajaran agama Islam khususnya. Jadi, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku tersebut amśâl termasuk dalam kategori metode atau ةقيرط , bukan kategori pendekatan (approach) atau ج ن .

Dalam buku tersebut juga dijelaskan tujuan dari metode amśâl, sebagai berikut:

عما بيرقت و حيضوتلل ةلثمأا مادختسا رثك دقو

مركلا نآرقلا ملسما لقع ىإ ةدرجا ىا

ةروظ ما ْغو ةدرجا ءايشأل ليثم يفو، ةبيجعلا ةصقلا و لا ا ىلع قلطيو .ىوب لا ثيد ا و

،بوبحا كولسلا ىإ وعدتو ،فطاوعلاو رعاشما ىلع رثؤت ي و .سوسحا ىإ اهرقن اه يبشتو

ا ىلع ردقأ و سف لا عقوأ اهأ

قيوشتلاو عماسلا ةراإو ةرعلاو ةركذتلاو ةج ا ةماقإ و عا قإ

تلاو

.ْسفتلاو حرشلاو داشرإاو ميلع

،ةروظ ما ْغو ةيداما ْغ ءايشأا ليثم و سوسحا ْغ بيرقتل ةقيرطلا ذ مدختستو

قت ىلع دمتعت ةقيرط ي و ، ا ربدتي و اهمهفيل ناسنإا لوا تم حبصت ثيح

نم لوقع بير

، احوضو و اسح م رثكأ نم سوسح وأ ، سوسح

ءيشب ءيش يبشت و ىآرقلا لثما و

.رخآا امدحأ رابتعا و رخآا نم نسوسحا دحأ وأ سوسحا نم لوقعما بيرقت و ، مكح

تلا و فطاوعلا ْثأتلا اغلا ارود بعلتو ،نآرقلا ةْثك لاثمأاو

كولسلا ىلع ْثأ

إا

نآرقلا لاثمأا نم ىاعت ه رثكأ دقو ، ةبسا ما فورظ و ةمكح تلمعتسا ول اميف ،ىاسن

رصع لك نوعادلا اه ناعتسا و ثيدح ملسو يلع ه ّاص ي لا اهرض دقو ،ةرعلا و ةركذتلل

وذختي و نوبرما اه نعتسي و ، ةج ا ةماقإ و ق ا ةرص ل

يإا لئاسو نم اه

و ، قيوشتلاو حاض

. مذلا وأ حدما ْف تلا وأ بيغرلا ةيبرلا لئاسو

Demikianlah beberapa referensi yang menyatakan bahwa amśâl meupakan salah satu dari berbagai maca metode pembelajaran, khususnya metode pembelajaran Islam.

Disamping itu, ada juga referensi lain yang menyatakan secara implisit bahwa amśâl tergolong pendekatan (approach/ ج ن ), di dalamnya tertulis sebagai berikut:

35Ibid., h. 59-77 36Ibid., h. 64-65


(38)

24

جه ماف . عمتجا نم دوجو دمتسي نلا ا و ، اّيلاثم نوكي دقو ،اّيعقاو جه ما نوكي دقو

لعفلا سردي ام و و ، عقاولا

ام و و , ىاثما جه ما ام يب ؛ مئاقلا عمتجا نم نايك ىقتسي ،

. ةلضافلا مهدم نوركفما ب بلطي

Jadi kesimpulannya, mayoritas ahli pendidikan Islam menyebutkan bahwa amśâl merupakan salah satu dari beberapa metode pembelajaran. Dimana istilah metode itu diungkapkan dengan kata ةقيرط . Namun demikian, ada referensi juga yang menyatakan secara implicit bahwa

amśâl merupakan suatu manhaj (ج ن ) atau pendekatan (approach).

3.

Macam-Macam Istilah Metode

Am âl

Selain istilah amśâl, ada beberapa istilah lagi yang digunakan untuk menjelaskan metode ini. Beberapa istilah tersebut antara lain:

a. Perumpamaan

Abdurrahman An-Nahlawi menyebutkan, mendidikan melalui perumpamaan adalah salah satu metode yang dugunakan dalam pendidikan Islam. Kemudian beliau mengatakan bahwa:

Perumpamaan al-Qur`ân memiliki maksud-maksud tertentu, antara lain: 1) menyerupakan suatu perkara yang hendak dijelaskan kebaikan atau keburukannya, dengan perkara lain yang sudah wajar atau diketahui secara umum ihwal kebaikan dan keburukannya. 2) menceritakan suatu keadaan dari berbagai keadaan dan membandingkan keadaan itu dengan keadaan lain yang sama-sama memiliki akibat dari keadaan tersebut. 3) menjelaskan kemustahilan adanya persamaan antara dua perkara.38

b. Metafora

Menurut M Arifin, metode metafora ini termasuk kedalam metode yang tidak bertentangan dengan metode modern yang diciptakan oleh ahli pendidikan saat ini.39 Mengacu pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kata “metafora” memiliki arti, “pemakaian kata atau

37351 .ص ،)3951 ، رصمب فرÄعملا راد : رصم( ، اسإا ف ةيبرتلا ، ىناوحأا داؤف دمحأ

38Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, terj: Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h.252-254


(39)

25

kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai

lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan”.40

Sebagai contoh, M. Arifin mengemukakan contoh penggunaan metode metafora yang ada di dalam al-Qur`ân yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran, yaitu surat An-Nur ayat 35:



















































Dalam surat ini M. Arifin menjelaskan bahwa terdapat perumpamaan:

Yang menggambarkan tentang sifat-sifat Allah dengan sinar lampu di kaca yang kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara dan seterusnya, yang menujukkan tentang sifat-sifat Allah yang yang amat terang cahayanya, sehingga segala sesuatu akan lenyap dalam cahaya Allah itu. Perumpamaan ini dimaksudkan untuk menafikan (menghilangkan) cahaya dari kepercayaan menyembah objek-objek pemujaan selain Allah.41

c. Analogi

Dilihat dari definisinya kata analogi juga dapat dikatakan merupakan salah satu nama lain dari amśâl. Seperti salah satu definisi yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa kata analogi sedikitnya memiliki empat definisi yang diutarakan, yaitu:

Pertama, persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yang berlainan. Kedua, kesepadanan antara bentuk bahasa yang menjadi dasar terjadinya bentuk lain. Ketiga, sesuatu yang sama dalam bentuk, susunan, atau fungsi, tetapi berlaianan asal-usulnya sehingga tidak ada hubungan kekerabatan. Keempat, kesamaan

40Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 908 41M. Arifin, Loc Cit.


(40)

26

sebagai ciri dua benda atau hal yang dapat dipakai untuk dasar perbandingan.42

Jadi, jika seorang guru dalam menjelaskan materi pembelajaran menggunakan metode analogi, maka dapat dikatakan bahwa guru tersebut juga sedang menggunakan metode pembelajaran amśâl.

d. Personifikasi

Syekh Manna’ al-Qaththan menjelaskan bahwa ayat yang mengandung amtsâl, “biasanya dilakukan dengan metode

“mempersonifikasikan” sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang hadir,

yang abstrak dengan yang konkret, atau dengan menganalogikan

sesuatu hal dengan hal yang serupa”.43

Sebagaimana pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa personifikasi juga merupakan nama lain dari amśâl, hal ini didukung dengan definisi yang tertera dalam Kamu Besar Bahasa Indonesia bahwa, personifikasi memiliki arti pengumpamaan (pelambangan), hanya saja kata personifikasi lebih khusus kepada pengumpamaan benda mati sebagai orang atau manusia, seperti bentuk pengumpamaan alam dan rembulan menjadi saksi sumpah setia.44

e. Peribahasa

Menurut Quraish Shihab dalam al-Qur’an ada ayat-ayat amśâl yang maknanya serupa dengan peribahasa yang digunakan oleh masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut, artinya ada beberapa ayat amśâl yang memiliki kesamaan dengan peribahasa. Oleh karena itu peribahasa juga dapat dikategorikan sebagai nama lain dari jenis amśâl.45

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata peribahasa sedikitnya memiliki dua arti, pertama: kelompok kata atau kalimat yang tetap

42Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 59 43Syaikh Manna’ Al-Qaththan.,, h. 352

44Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 1062

45Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan Yang Patut Anda Ketahui Dalam Memahami Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2013), Cet. II, h. 265


(41)

27

susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan). Kedua: ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku.46

f. Qiyâs

Kata qiyâs juga merupakan salah satu nama lain dari amśâl, hal ini dapat diketahui dari beberapa definisi yang sudah dinyatakan oleh beberapa ahli, terutama ahli fiqih. Berikut beberapa definisi qiyâs yang dapat disampaikan.

Dalam bahasa Indonesia, kata qiyâs disebut dengan “kias”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tercantum beberapa definisi dari kata

kias yaitu, “perbandingan )persamaan); ibarat; contoh yang telah ada )terjadi)”.47

“Dilihat dari segi bahasa, kata

سÄَيِقْلا

berasal dari bahasa Arab. Ia merupakan bentuk maşdar dari kata

ÄًسÄَيِق

,

سْيِقَي

,

َسÄَق

, artinya mengukur

dan membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya”.48

Menurut Abu Zahra sebagaimana yang dikutip oleh Sapiuddin Siddiq, menurut istilah syara’ adalah

ِ اَمِهِْيَ ب ِكاَِرْش ِا ِِمْكُح َىلَع ٍصْوُصَْم َرَخآ ٍرْمَِأ ِِمْكُح َىلَع ٍصْوُصََْ َِْْغٍرْمَأ ُقاَْ ِإ

ِمْكُْ ا ِةملِع

“Menghubungkan suatu perkara yang tidak ada hukumnya dalam nash dengan perkara lain yang ada naş hukumnya karena ada

persamaan „illat.”49

Abdul Wahab Khallaf menjelaskan makna kata qiyâs menurut

bahasa adalah “mengukur sesuatu dengan benda lain yang dapat menyamainya”. Juga dikatakan: Qiyâs ialah menyamakan, karena

46Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 1055 47Ibid., h. 695

48Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 69 49Ibid.


(1)

38 Rusman, Model-Model

Pembelajaran:Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 1

18 17

39 Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. VI, h. 2

19 17

40 Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 107

21, 28 dan 33

18, 19 dan 21

41 Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman dan Aunur Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 353, 354, 355, 352, 362

22, 23, 27, 43, 65 dan

66

18, 19, 26 dan 32

42 Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Zikra-Press, 2009), h. 173-174, 183-184

24, 25 dan 62

18 dan 31

43 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 2, h. 446

29 21

44 Muhammad Quthb, Minhaj al-Tarbiyah al-Islâmiyah.

31 21

45 نيب : ى اسإا نيدلا ي عت ،ةتÄحش نسح قيبطتلا و ةيرظنلا ةبتكم :رصن ةنيدم) ،

،ÅÄتكلا ةيبرعلا رادلا 3991

ط ،) 3 .ص ،

65 -65

34, 35 dan 36

22 dan 23

46 ، اسإا ىف ةيبرتلا ، ىناوحأا داؤف دمحأ ، رصمب فرÄعملا راد : رصم) 3951

.ص ،) 351

37 24

47 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, terj: Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h.252-259

32, 38 dan 61

21, 24 dan 31

48 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan Yang Patut Anda Ketahui Dalam Memahami Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2013), Cet. II, h. 265


(2)

49 Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 69, 71, 72

48, 49, 52, 53, 54 dan

55

27, 28, dan 29

50 Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaida Hukum Islam: Ilmu Ushulul Fiqh, Terj. Noer Iskandar al-Barsany dan Moh Tolchah Mansoer, (Jakarta: Grafindo Persada, 2002), Cet. VIII, h. 74

50 28

51 Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. III, h. 82

51 28

52 Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. II, h. 35-36

56 30

53 Hasbi Ash-Shidiieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an: Media-Media Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988) Cet. II, h. 175

63 31

54 Didin Saefudin Buchori, Pedoman Memahami

Kandungan Al-Qur’an, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), h.167

64 32

55 Cindi Pratiwi, Metode

Pendidikan Dalam Prespektif Al-Qur’an Kajian QS. An-Nahl Ayat 125-127, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014)

67 33

56 Zain Fannani, Tafisr Surat An-Nahl Ayat 125 (Kajian Tentang Metode Pembelajaran), (Jakarta: UIN Jakarta, 2014)

68 33

BAB III

57 U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo Persada Press, 2006), h. 80

1 33

58 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan


(3)

Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 209

59 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 219

3 dan 4 34

60 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011), h.287

5 34

61 Abudin Nata, Studi Islam

Komprehensif, (Jakarta: Prenada media Group, 2011) h, 169

6, 7, 8 dan 9

35 dan 36

62 Nasaruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 31

10 30

63 Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman dan Aunur Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 352

11 37

64 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan Yang Patut Anda Ketahui Dalam Memahami Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2013), Cet. II,h. 267

12, dan 13

37

BAB IV

65 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Special for Women, (Bandung: Syamil Al-Qur’an, 2007), h. 257, 10, 41

1, 29 dan 59

38, 48 dan 54

66 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 410, 147, 192, 149, 373, 127, 69, 287 dan 173

2, 6, 9, 11, 15, 31, 32, 40 dan

62

33, 34, 35, 40, 42 dan 48

67 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h.1309, 531, 702, 544, 406, 1047, 613, 787, 1130,1034

3, 7, 10, 12, 30, 33, 60, 63, 64 dan 65

33, 34, 40, 48 dan 49


(4)

68 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 11, h. 726-727

4 33

69 Ahmad Al-Hasyim, Jawahir al-balaghah Fi al-Ma’ani wa al -Bayani wa al-Badi’, (Indonesia: maktabah Daar Ihya Kutub al-Arabiyyah, 1960), h.248

5 34

70 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 3, h. 228

8 34

71 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 2, h. 543, 1905

13 dan 14

34

72 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 1, h. 840

16 35

73 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan) , Jilid. V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 135, 136

17, 18, 19 dan

21

35, 36 dan 37

74 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 6 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 349, 350, 267

20, 23, 24, 27, 68 dan

70

36, 37, 38, 50 dan 51

75 Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Syihabuddin, jilid. 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h.948-949

22, 26 37, 38

76 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, , jilid. 15 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 480

25 38

77 Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran


(5)

Surah-Surah Al-Qur’an,

(Tangerang: Lentera Hati, 2012), h. 96

78 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 7, h. 229

34 dan 36

41

79 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, jilid. 2 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 71, 73, 74, 70, 77

35, 37, 41, 53 dan 57

41, 42, 46 dan 47

80 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 4, h. 91

38 41

81 Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, TafsirFathul Qadir, Terj. Amir Hamzah Fachruddin dan Asep Saefullah, jilid. 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 382, 381

39, 51 dan 58

42, 45 dan 47

82 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 13, h. 364, 247

42 dan 61

42 dan 48

83 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan),jilid.1, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 127

43, 47 dan 49

43, 44 dan 46

84 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 267, 269

44, 45, 48, 52,

55

43, 44, 45, 46

85 Mumahammad Nashib Ar-Rifa’I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj., Budi Permadi, jilid.1, (Jakarta: Gema Insani 2011), h. 119, 857-858

46, 72 dan 78

44, 51 dan 53

86 Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz.1, (Jakarta: Pustaka Panjimas,

50, 54 dan 56

45, 46 dan 47


(6)

2001), h. 283-284

87 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003) vol. 15, h. 170

66 49

88 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan), Jilid. IV, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 531

67 dan 71

50 dan 51

89 Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir Ibnu Mas’ud: Studi Tentang Ibnu Mas’ud dan Tafsirnya, Terj. Ali Murtadho Syahudi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 604

69 dan 77

50 dan 53

90 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, jilid. 14, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 690, 691, 694

73, 74, 75 dan

76

52 dan 53

91 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Terj. Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), Cet. I, h. 256

79 55

92 Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim bin Abdul Qawi Al-Mundziri, Muktashar Shahih Muslim (Ringkasan Shahih Muslim), Terj. Pipih Imran Nurtsani, Lc dan Fitri Nurhayati, Lc, (Solo: Insan Kamil, 2012), h. 933-934

80 56

93 Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an, (Jakarta:

Penerbit Zikra Press, 2009), Cet. I, h. 179, 181

81, 83 dan 84

59 dan 61

94 Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta: Pustka Al-Kausar, 2005), Cet.I, h. 358, 359

82 dan 85