BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Persaingan pasar dalam memenuhi permintaan konsumen saat ini membutuhkan upaya agar perusahaan mampu bersaing. Persaingan dapat muncul
di setiap bidang industri baik itu industri jasa maupun manufaktur. Salah satu penerapan strategi yang baik adalah dengan memperhatikan dan menjaga mutu
produk. Mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi avaibility,
delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness Crosby, 1979. Mutu juga adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan,
orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan Geotch and Davis, 1995. Berdasarkan pengertian dasar tentang mutu diatas,
tampak bahwa mutu selalu berfokus pada kepuasan pelanggan customer focused quality. Dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan
diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena mutu mengacu kepada
segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan bermutu apabila sesuai dengan keinginan
pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dan dihasilkan dengan cara yang baik dan benar.
PT. Mutiara Mukti Farma merupakan suatu perusahaan farmasi yang bergerak di bidang produksi obat-obatan. Adapun jenis obat-obatan yang
dihasilkan adalah dalam bentuk tablet, kaplet, kapsul, sirup, puyer, dan salep. Hasil produksi dari perusahaan ini disalurkan kepada apotik atau toko obat di
wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. PT. Mutiara Mukti Farma yang selalu berusaha memberikan yang terbaik
bagi pelanggannya dihadapkan pada tantangan yang berat dimana perusahaan harus selalu menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan standar CPOB
Cara Pembuatan Obat yang baik. Perusahaan tidak boleh menghasilkan produk cacat karena setiap produk obat yang cacat akan mengurangi khasiat obat yang
dihasilkan tersebut, dan tentunya hal ini akan mengecewakan konsumen. Proses produksi pada PT. Mutiara Mukti Farma melalui beberapa tahap
dimana setiap tahapan tersebut memiliki standar mutu dari produk yang dikerjakan dan mutu hasil pengerjaan tiap proses diperiksa oleh operator. Namun
pada kenyataannya, masih terdapat beberapa masalah-masalah yang ditemukan di bagian produksi dalam mencapai tingkat mutu tersebut. Hal ini terlihat dari
adanya produk-produk dengan spesifikasi di luar standar mutu yang ditetapkan PT. Mutiara Mukti Farma dan dikategorikan sebagai produk cacat defect. Pihak
PT. Mutiara Mukti Farma masih mengalami kesulitan dalam mencapai target maksimal produk cacat per bulan yaitu sebesar 10.
Berikut merupakan presentase jumlah kecacatan produk obat jenis tablet yang terjadi pada tahun 2014 :
Tabel 1.1. Presentase Kecacatan Produk Tablet pada Tahun 2014
No. Bulan
Jumlah Produksi unit
Jumlah Kecacatan
Produk unit Persentase
Kecacatan
1. Januari
2.200.000 158.642
7 2.
Februari 3.800.000
421.990 11
3. Maret
3.000.000 369.840
12 4.
April 2.400.000
362.568 15
5. Mei
3.500.000 393.085
11 6.
Juni 4.100.000
543.291 13
7. Juli
3.700.000 374.551
10 8.
Agustus 2.800.000
232.512 8
9. September
3.200.000 359.712
11 10. Oktober
3.300.000 409.662
12 11. November
3.800.000 346.674
9 12. Desember
4.300.000 486.158
11
Total 40.100.000
4.458.685
Sumber : PT. Mutiara Mukti Farma Dari tabel terlihat ada 9 bulan pada tahun 2014 dimana persentase
kecacatan melebihi standar produk cacat yang ditetapkan perusahaan. Jika
permasalahan produk cacat ini dibiarkan terus-menerus, perusahaan akan mengalami penurunan laba di dalam memasarkan produknya. Produktivitas di
perusahaan tersebut akan mengalami penurunan dalam jangka waktu panjang yang dapat menurunkan profitabilitas perusahaan. Perusahaan pun tidak akan
mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan pembuat obat-obatan lainnya. Melihat kondisi serta pentingnya jaminan mutu terhadap suatu produk,
maka perlu dilakukan strategi yang dapat memberikan jaminan mutu terhadap suatu produk. Perusahaan sangat menginginkan untuk dapat mengurangi tingkat
kecacatan yang terjadi, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengukur, menganalisis dan mengajukan usulan perbaikan untuk meminimisasi jumlah
produk cacat dengan menggunakan metode Statistic Quality Control SQC dan Failure Mode and Effect Analysis FMEA untuk membantu memahami dan
menyelesaikan permasalahan yang ada di seluruh bagian yang berhubungan langsung dengan proses produksi.
Penggunaan Metode Statistic Quality Control SQC adalah untuk memonitor, mengelola, menganalisis, dan memperbaiki kinerja proses produksi
menggunakan metode-metode statistik. Sedangkan penggunaan Metode Failure Mode and Effect Analysis FMEA adalah untuk menganalisis maslah prioritas
yang menyebabkan kecacatan dari produk yang dihasilkan. Penelitian terdahulu dengan menggunakan Metode SQC Islam, 2013
dilakukan pada perusahaan industri garmen, dimana industri garmen merupakan sektor ekonomi yang paling penting di Bangladesh. Ada berbagai faktor biaya
yang terkait dengan pembuatan pakaian diantaranya adalah biaya pemeriksaan
mutu. Secara tradisional diketahui bahwa sebagian besar pabrik garmen di Bangladesh adalah 100 inspeksi mutu saluran untuk menjaga mutu. Hal ini
dilakukan baik dari bagian manufaktur dan bagian finishing. Dalam penelitian ini dipelajari sistem pengendalian mutu statistik yang diusulkan dalam bagian
finishing untuk menghilangkan 100 inspeksi dengan sampling pemeriksaan berbasis. Dalam esensi dari penelitian ini disarankan bahwa pendekatan
pengambilan sampel berdasarkan kontrol mutu bekerja dengan baik di Comfit Composite Knit dan menyarankan untuk industri garmen lainnya Bangladesh.
Penelitian terdahulu dengan menggunaan Metode FMEA Gudale, 2014 mencoba untuk menyajikan FMEA sebagai metodologi untuk menganalisis
masalah kelayakan yang potensial di awal siklus pengembangan, dimana lebih mudah untuk mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini sehingga dapat
meningkatkan kelayakan melalui perancangan. Sebuah proses atau desain harus dianalisis terlebih dahulu sebelum diimplementasikan dan juga sebelum
mengoperasikan mesin mode kegagalan dan dampak harus dianalisa secara kritis. Penelitian ini berkaitan dengan mode kegagalan dan analisis dampak
perancangan, untuk pengembangan peralatan semi-otomatis untuk blok mesin silider. Menentukan prioritas dilakukan berdasarkan nomor prioritas risiko, serta
risiko paling potensial diidentifikasi dan diminimalkan. Hal ini menghasilkan penghematan biaya besar bersama dengan wibawa pelanggan dalam hal fitur
bermutu. FMEA adalah sebuah pendekatan proaktif untuk menyelesaikan mode kegagalan yang potensial.
1.2. Perumusan Masalah