ANALISIS PENGARUH BELANJA DAERAH, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA DAN KABUPATEN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PADA TAHUN 2010 – 2015

(1)

BRUTO (PDRB) DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA DAN KABUPATEN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PADA TAHUN 2010 – 2015

ANALYSIS THE INFLUENCE OF REGIONAL EXPENDITURE, GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT AND HUMAN DEVELOPMENT INDEX TO POVERTY IN CITY/

DISTRICT EAST NUSA TENGGARA PROVINCE IN 2010 - 2015

Oleh

SARI ZULFIANA HASAN 20130430290

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

i

ANALISIS PENGARUH BELANJA DAERAH, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

(IPM) TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA DAN KABUPATEN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PADA TAHUN 2010 – 2015

ANALYSIS THE INFLUENCE OF REGIONAL EXPENDITURE, GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT AND HUMAN DEVELOPMENT INDEX TO POVERTY IN CITY/ DISTRICT EAST NUSA TENGGARA

PROVINCE IN 2010 – 2015

Diajukan Guna Memanuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakrta

Oleh

SARI ZULFIANA HASAN 20130430290

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

vii

MOTTO

Sesungguh sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai

(dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain).

Dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharapa

(Q.S Al – Insyiroh : 6 – 8)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tetapi berusahalah

menjadi manusia yang berguna

(Albert Einstein)

Orang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan dan kenyamanan.

Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan dan air mata


(5)

Persembahan

Skripsi ini ku persembahkan untuk Emma dan Aba tercinta, dan

untuk adik-adikku tersayang


(6)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucupakan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis sampai saat ini masih diberikan kemudahan dan kenikmatan tiada ternilai harganya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Belanja Daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap kemiskinan di Kota dan Kabupaten Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Tahun 2010 –2015”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukkan bagi pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur dalam upaya mengurangi jumlah kemiskinan yang ada dan memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.

2. Ibu Dr. Lilies Setiartiti, M. Si selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, motivasi, masukan-masukan, nasehat dan saran yang sangat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

3. Seluruh Dosen dan staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat luar biasa

4. Ayahanda tercinta Hasan Rauf dan Ibunda tersayang Bahria Kapitan, atas segala curahan kasih sayang, untaian doa dan motivasi yang sangat besar dan selalu mengalir bagi penulis. Terima kasih untuk semua yang telah kalian berikan.

5. Adik-adikku, Dini, Asti, Ardiman dan Najma, terima kasih atas dorongan dan semangatnya.

6. Teman-teman kontrakan “KOYA” yang selalu bersedia direpotkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, bahkan sejak awal duduk dibangku perkuliahan.

7. Keluarga 87 “Anti Mati gaya” yang luar biasa dan sangat bahagia bisa menjadi salah bagian dari kalian. Doa terbaik untuk kita semua.

8. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Ekonomi, terima kasih atas pelajaran dan pengalaman yang luar biasa. Dan untuk Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 2013, terima kasih untuk hari-hari yang tak bisa saya lupakan.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan studi dan tugas akhir ini.

Akhirnya penulis ikut mendoakan semoga semua pihak-pihak sebagaimana tercantum diatas mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah


(8)

xi

SWT. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk kedalaman karya tulis dengan topik ini selanjutnya.

Yogyakarta, 03 Maret 2017

Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTARCT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian... 8

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 11

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 18

3. Pembangunan Ekonomi ... 21

4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 24

5. Kemiskinan ... 26

B. Hubungan Antar Variabel ... 29

C. Hasil Penelitian Terdahulu ... 32

D. Hipotesis ... 38


(10)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN... 40

A. Obyek dan Subyek Penelitian ... 40

B. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data... 41

C. Variabel Penelitian ... 41

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

E. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 55

A. Kondisi Geografis dan Administratif ... 55

B. Keadaan Ekonomi dan Sosial Nusa Tenggara Timur ... 57

C. Pengeluaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 59

D. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia pada kota dan kabupaten di Nusa Tenggara Timur ... 62

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

A. Uji Kualitas Instrumen Data ... 67

1. Uji Kualitas Data (Uji Heteroskedastisitas) ... 67

2. Uji Multikolinearitas ... 68

3. Pemilihan Metode pengujian Data Panel ... 68

4. Hasil Estimasi Model data Panel ... 70

B. Uji Statistika ... 74

C. Interprestasi Hasil Pengujian Random Effect Model ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 10 Provinsi dengan Angka Kemiskinan Tertinggi di Indonesia ... 2

Tabel 1.2 PDRB Atas Dasar Harga Konstant tahun 2010 – 2015 ... 5

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Miskin di Nusa Tenggara Timur ... 7

Tabel 4.1 Presentase Rumah Tangga Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita Per Tahun 2014 – 2015 ... 58

Tabel 4.2 penegluaran Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013 – 2015 (juta) ... 60

Tabel 4.3 Pengeluaran Pemerintah Daerah Seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 – 2015 (juta) ... 61

Tabel 4.4 Komponen IPM Kabupaten/Kota Nusa Tenggara Timur 2014 – 2015 63 Tabel 5.1 Uji Heteroskedasitas ... 67

Tabel 5.2 Uji Multikolinearitas ... 68

Tabel 5.3 Uji Hausman ... 69

Tabel 5.4 Random Effect Model ... 70

Tabel 5.5 Realisasi Belanja Tidak Langsung ... 77

Tabel 5.6 Realisasi Belanja Langsung ... 77

Tabel 5.7 Indikator Ekonomi Provinsi Nusa Tenggara 2010 – 2015 ... 79


(12)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 8 Gambar 2.1 Model Penelitian ... 39 Gambar 4.1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 56


(13)

(14)

(15)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Belanja Daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap kemiskinan pada kota dan Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2010 – 2015

Panel data dengan Random Effect Model digunakan sebagai teknik analisis pada penelitian ini. Data yang digunakan adalah data sekunder dan merupakan data kuantitatif. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistika pada Kota / Kabupaten di Nusa Tenggara Timur tahun 2010 - 2015

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan di Nusa Tenggara Timur mampu dijelaskan oleh Belanja Daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 37,21 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 62,79 % dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Selanjutnya secara persial koefisien (1) Belanja Daerah berpengaruh signifikan pada tingkat 5 % dengan nilai probabilitas 0,0000 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0,112978, (2) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh signifikan pada tingkat 5 % dengan nilai probabilitas 0,0012 dan memiliki pengaruh positif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,185600, (3) Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh signifikan pada tingkat 5 % dengan nilai probabilitas 0,0383 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,009963.

Kata kunci : Kemiskinan di NTT, Belanja daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


(16)

ABSTARCT

This study aims to analyze the influence of regional expenditure, gross regional domestic product and human development index on poverty in city / district east nusa tenggara province period 2010 - 2015

Panel data with Random Effect Model is used as an analytical technique in this study. Used the secondary data, quantitave data. Data is gotten from documented Badan Pusat Satistika East Nusa Tenggara period 2010 - 2015

The result showed that poverty in the province of east nusa tenggara able to be explained by regional expenditure, gross regional domestic product and human develpment index rate to 37,21 %. While the rest, the 62,79 %, explained by other factors outside of the model. Furthermore, the partial regression coefficient indicates (1) a significant effect on regional expenditure 5 % significance level with a probability value of 0,0000 and negetively related to the value obtained for the coefficient of -0,112978, (2) a significant effect on gross regional domestic product 5 % significance level with a probability value of 0,0012 and positively related to the value obtained for the coefficient of 0,185600, (3) a significant effect on human development index 5 % significance level with a probability value of 0,0383 and negetively related to the value obtained for the coefficient of -0,009963

Keywords : poverty in NTT, regional expenditure, gross regional domestic product, human developmentindx


(17)

(18)

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia dengan berbagai daerah dan kepulauan yang tersebar dalam 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing. Sehingga dibutuhkan sebuah strategi yang tepat dari pemerintah pusat dan daerah untuk dapat mewujudkan kesejahteraan dan pembangunan ekonomi yang merata. Salah satu masalah yang masih dihadapi Indonesia hingga saat ini adalah tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh berbagai hal, yaitu laju pertumbuhan penduduk yang tidak dimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang mapan, tingkat pendidikan rendah dan distribusi pendapatn yang tidak merata.

Kemiskinan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah ukuran kemiskinan yang pasti dan tidak terbatas ruang dan waktu. Yang berarti ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, papan dan sandang. Kemiskinan absolut biasa diterjemahkan dengan keadaan finansial seseorang. Sedangkan kemiskinan relatif adalah sebuah ukuran kemiskinan berdasarkan pendapatan dan distribusi pengeluaran sesorang. Kemiskinan relatif biasa diukur dengan perbandingan antar daerah. Kemiskinan absolut adalah contoh kemiskinan yang terjadi pada daerah Jawa dan Ibukota. Dan kemiskinan relatif


(20)

2

adalah ukuran kemiskinan yang terjadi pada daerah Indonesia timur dan sekitarnya.

Tabel 1.1 10

Provinsi dengan Angka Kemiskinan Tertinggi di Indonesia

NO Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (000 orang)

Presentase Penduduk miskin (%)

1 Papua 859,15 28,17

2 Papua Barat 225,37 25,82

3 Nusa Tenggara Timur 1159,84 22,61

4 Maluku 328,41 19,51

5 Gorontalo 206,85 18,32

6 Bengkulu 334,07 17,88

7 Nusa Tenggara Barat 823,89 17,10

8 Aceh 851,58 17,08

9 D.I Yogyakarta 550,22 14,91

10 Sulawasi Tengah 421,63 14,66

*Data diolah dari laporan Sosial Ekonomi BPS November 2015

Dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi termiskin ke-3 di Indonesia. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi dengan luas sekitar 48718,10 km yang terletak di Pulau Nusa Tenggara dan ber-ibukota di Kupang. Dari total populasi penduduk sekitar 4.683.827 jiwa yang tersebar dalam 21 Kabupaten dan 1 Kota, angka di atas menunnjukkan bahwa 22,61% di antaranya masuk dalam kategori penduduk miskin. Kemiskinan yang terjadi di NTT disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sumber daya alam yang tidak mampu dikelola dengan baik, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan kesenjangan alokasi pembanguan yang hanya terfokus pada beberapa daerah seperti Ibukota provinsi saja. Selama ini sumber daya alam masih dikelola


(21)

secara tradisional oleh masyarakat setempat karena mahalnya biaya produksi jika diproduksi secara modern. Selain itu, pelayanan sosial (seperti pendidikan, kesehatan, dan lainnya) juga masih kurang mendapat perhatian. Krisis multidimensional dan kebijakan-kebijakan yang kurang berpihak terhadap rakyat miskin juga menyebabkan Nusa Tenggara Timur semakin sulit untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Oleh karena itu, provinsi Nusa Tenggara Timur sangat membutuhkan perhatian, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk bersama memperbaiki pertumbuhan ekonomi NTT pada khususnya dan untuk Indonesia pada umumnya.

Sesuai dengan amanat yang terdapat dalam Pancasila sila ke-5 menegaskan bahwa adanya suatu keadilan ataupun pemerataan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, sangatlah bertentangan dengan Pancasila apabila keadilan sosial tersebut belum didapatkan oleh masyarakat yang ada di Nusa Tenggara Timur. Maka dari itu, Pemerintah Pusat telah menetapkan kebijakan otonomi daerah pada 1 Januari 2001. Otonomi daerah adalah suatu kebijakan yang memberikan wewenang penuh pada Pemerintah suatu daerah untuk mengelola ataupun mengatur urusan rumah tangga daerah itu sendiri dengan tetap berpedoman pada peraturan-peraturan Negara yang berlaku. Kebijakan otonomi daerah ini lahir akibat adanya permasalahan kesenjangan pembangunan antara Daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa dengan Daerah-daerah yang berada di Pulau-pulau lainnya. Otonomi daerah ini pun telah diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dengan adanya otonomi daerah tersebut, diharapkan adanya pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya Nasional yang ada secara adil agar tidak ada lagi kesenjangan antara Pulau Jawa dengan Pulau-pulau lainnya, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang nomor 33 tahun 2004. Namun, otonomi daerah ini hanya dipahami sebagai pelimpahan wewenang dari elite


(22)

4

politik Nasional kepada elite politik Daerah, sehingga kebijakan ini digunakan secara sewenang-wenang oleh para elite politik tersebut. Padahal Otonomi Daerah menghendaki adanya peran masyarakat, yakni menjadikan masyarakat sebagai subyek dalam pengambilan keputusan, bukan menjadikan masyarakat sebagai obyek dari suatu kebijakan yang diambil oleh elite politik.

Salah satu bentuk program dari otonomi daerah adalah Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD merupakan rencana keuangan suatu kegiatan yang dilakukan oleh Daerah selama satu tahun (1 Januari – 31 Desember) yang disusun oleh Pemerintah Daerah dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Di mana APBD ini terdiri atas : (1) Anggaran pendapatan yang meliputi pendapatan asli daerah (PAD) maupun pendapatan lain-lain yang sah; (2) Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan, seperti halnya biaya tugas ke luar daerah maupun biaya untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Jika suatu kegiatan Daerah tidak tercantum dalam APBD, maka kegiatan tersebut tidak akan memiliki kekuatan untuk dilaksanakan. APBD ini sangat penting digunakan untuk menjadi tolak ukur penilaian terhadap keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan Pemerintah Daerah. APBD harus diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan langkah menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, pemerataan pembangunan, perbaikan sarana dan prasarana pelayanan publik, maupun keadilan dan kepatutan pendapatan masyarakat.

Setiap pemerintah daerah pada hakikatnya mencita-citakan masyarakatnya untuk mencapai kesejahteraan. Pencapaian kesejahteraan masyarakat ini dapat diupayakan melalui kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada pembangunan manusia. Dengan masyarakat yang


(23)

sejahtera diharapakan tidak lagi terbelenggu dalam kondisi kemiskinan (Sulistiyani, 2004: 31), kelaparan dan kebodohan. Namun semua belenggu tersebut tidak terlepas dari keberpihakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Dearah (APBD) kepada masyarakat. Keberpihakan APBD terhadapa masyarakat dapat diwujudkan melalui fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi.

Anggaran yang mempunyai keberpihakan kepada masyarakat agar terbebas dari belenggu kemiskinan secara global adalah hasil kesepakatan Millenium Development Goals (MDGs). Pemerintah Indonesia ikut hadir dan menandatangani kesepakatan Millenium Development Goals (MGDs) pada bulan September tahun 2000 di New York. Penandatanganan kesepakatan ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia termasuk Inonesia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untu dapat menyelesaikan pendidikan dasar, mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan, menguramgi kematian anak balita hingga 2/3 dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak mempunyai akses memperoleh air bersih pada tahun 2015.

Menurut Saputra (2011: 26), tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dapat dilihat juga dari pandapatan dan pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut. Jika pendapatan dan pertumbuhan ekonomi meningkat maka tingkat kesejahteraan penduduk juga meningkat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan dari berbagai kegiatan ekonomi suatu daerah dalam kurun waktu satu peroide. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber peneriman daerah tersebut.


(24)

6

Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan dan jumla penduduk miskin di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2010 – 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.2 PDRB

Atas Dasar Harga Konstant tahun 2010 – 2015

Provinsi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015 NTT 43.846,61 46.334,13 48.863,19 51.505,19 54.106,27 56.820,10

Sumber : BPS NTT

Tabel 1.3

Jumlah Penduduk Miskin di Nusa Tenggara Timur

Wilayah (Provinsi)

Jumlah penduduk Miskin (Ribu Jiwa)

2010 2011 2012 2013 2014 2015 NTT 1 021.60 986.50 1 000.29 1 006.88 991.88 1 160.53

Sumber : BPS NTT

Berdasarkan pada tebel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa PDRB atas dasar harga konstan di provinsi NTT terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi NTT juga terus mengalami peningkatan. Namun, peningkatan tersebut tidak selalu diringi oleh penurunan jumlah kemiskinan secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kemiskinan di NTT pada tahun 2012 yang kembali mengalami peningkatan menjadi 1.000.29 jiwa. Dan terus meningkat hingga tahun 2015 sebanyak 1.160. 53 jiwa.

Selain PDRB, hal penting dalam mengukur keberhasilan suatu daerah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam IPM kita dapat mengetahui bagaimana penduduk


(25)

dapat mengakes hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator Dana Alokasi Umum (DAU).

Gambar 1.1

Indeks pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : BPS NTT

Pada tabel di atas, kita dapat mengetahui bahwa IPM di NTT terus mengalami peningkatan hingga tahun 2015. Namun, Provinsi NTT masih berada pada peringkat ke 32 dari 34 Provinsi di Indonesia. Yang artinya masih sangat jauh dari kata baik.

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan diatas, hal tersebutlah yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Pengaruh Belanja

59.21

60.24

60.81

61.68

62.26

62.67

57 58 59 60 61 62 63

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Indeks Pembangunan Manusia di NTT


(26)

8

Daerah, PDRB dan IPM terhadap Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun 2010 – 2015. (studi kasus Kota dan Kabupaten di NTT)”

B. Batasan Masalah Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Realisasi Belanja Daerah, PDRB dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap jumlah kemiskinan di Kota dan Kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2010-2015.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh Realisasi Belanja Daerah terhadap jumlah kemiskinan di Kota dan Kabupaten di NTT pada tahun 2010 – 2015?

2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap jumlah kemiskinan di Kota dan Kabupaten di NTT pada tahun 2010 – 2015?

3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusi terhadap jumlah kemiskinan di Kota dan kabupaten di NTT pada tahun 2010 – 2015?

A. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh realisasi belanja Daerah terhadap jumlah penduduk miskin di Kota dan kabupaten di NTT pada tahun 2010 – 2015

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDRB terhadap jumlah penduduk miskin di Kota dan Kabupaten di NTT pada tahun 2010 – 2015


(27)

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh IPM terhadap jumlah penduduk miskin di kota dan kabupaten di NTT pada tahun 2010 – 2015

B. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari hasil penilitian ini adalah :

1. Kegunaan di bidang teoritis

Memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu mengenai akuntansi sektor publik dan sumbangan pemikiran untuk kemajuan ilmu pengetahuan dibidang ilmu ekonomi pembangunan. Dan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan di bidang praktik

Memberikan informasi dan masukan kepada pemerintah Nusa Tenggara Timur dalam menyusun anggaran yang berpihak kepada masyarakat miskin. Dan sebagai bahan dalam mengambil kebijakan mengenai pembangunan ekonomi dalam rangka mensejahterkaan masyarakat.


(28)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah sebuah rencana keuangan pemerintah daerah yang dibahas dan disepakati bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan ditetapkan dalam peraturah daerah. Yang dimaksud dalam rencana keuangan dalam ABPD ini meliputi seluruh pendapatan atau penerimaan dan belanja atau pengeluaran pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi, kabupaten dan kota dalam rangka mencapai tujuan pembangunan dalam kurun waktu satu tahun.

a. Tujuan dan Fungsi ABPD

Pada dasarnya tujuan dan fungsi dari APBD sama dengan tujuan dan fungsi APBN, hanya saja ruang lingkupnya yang berbeda. Fungsi APBD terbagi atas :

1. Fungsi Otoritas

APBD merupakan dasar untuk pemerintah dalam melaksanakan pendapatan dan belanja daerah pada pada tahun yang bersangkutan


(29)

2. Fungsi Perencanaan

APBD sebagai pedoman untuk pemerintah daerah dalam merancanakan kegiatan dan program pada suatu daerah di tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi Pengawasan

APBD sebagai pedoman untuk menilai dan mengawasi penyelenggaraan kagiatan dan program pemerintah daerah agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Fungsi Alokasi

APBD sebagai pembagian yang diarahkan dengan tujuan untuk mengurangi penganguran, pemborosan sumber daya, dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.

5. Fungsi Distribusi

ABPD sebagai pendistribusian yang bertujuan untuk memperhatikan keadilan dan kepatutan.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdapat dua bagian penting yaitu anggaran pendapatan daerah dan anggaran belanja daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang bersumber


(30)

13

dari hasil pajak, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain. Pendapan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan pelaksanaan kegiatan dan program dalam otonomi daerah.

PAD suatu daerah merupakan gambaran kemakmuran (wealth) dari pemerintah daerah atau provinsi tersebut. Peningkatan jumlah PAD merupakan salah satu sumber pendanaan daerah untuk meningkatkat kualitas layanan publik. (Adi, 2006). Kualitas layanan publik yang baik merupakan cerminkan kinerja suatu pemerintah daerah yang baik pula dan peningkatan nilai PAD akan berdampak pada peningkatan kemakmuran pada penduduk suatu daerah. Hal ini disebabkan karena peningkatan PAD akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah menjadi lebih baik dari sebelumya. Peningkatan PAD juga mampu mengoptimalkan aktivitas dan kinerja pada sektor-sektor yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, seperti sektor industri dan perdagangan, sektor jasa dan berbagai sektor lainya.

Dalam upaya meningkatkan PAD seperti yang disebutkan dalam UU No. 33 Tahun 2004 yaitu daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk untuk lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan impor atau ekspor.


(31)

Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimna telah diatau dalam UU No. 33 tahun 2004 yaitu :

a. Pajak Daerah

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pajak daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasrkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyatnya.

b. Retribusi Daerah

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan adalah penerimaan daerah yang bersumber dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2. Belanja Daerah

Dalam struktur APBD yang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah


(32)

15

disebutkan bahwa belanja daerah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu belanja tidak langsung (BTL) dan belanja langsung (BL). Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan suatu daerah. Kelompok belanja tidak langsung dapat dibagi menurut jenis belanja yang terdiri atas:

a. Belanja Pegawai

Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan dan penghasilan lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah ditetapkan sesuai ketentuan perundang-undangan.

b. Belanja Bunga

Belanja bunga dianggarkan untuk pembayaran bunga uang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. c. Belanja Subsidi

Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi untuk perusahaan atau lembaga tertentu agar harga jual produk atau jasa dari perusahaan tersebut dapat terjangkau oleh masyarakat dari berbagai kalangan.

d. Belanja Hibah

Belanja hibah digunakan untuk pemberian hibah dalam bentuk uang, barang atauoun jasa kepada pemerintah daerah atau


(33)

kelompok masyarakat atau perorangan yang sebelumnya telah ditetapkan secara spesifik peruntukkanya.

e. Belanaj Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosail digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan atau barang kepada masyarakat yang memiliki tujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. f. Belanja Bagi hasil

Belanaj bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten atau kota dan sebaliknya, pendapatan kabupaten atau kota kepada pemerintah daerah.

g. Bantuan Keuangan

Bantuan keuangn digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusu dari provinsi kepada kapubaten atau kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah yang telah ditentukan dalam rangka pemerataan dan peningkatan kemampuan keuangan.

h. Belanja Tidak Terduga

Belanja tidak terduga adalah belanja untuk kegiatan yang bersifat tidak diharapkan untuk tidak terulang, seperti penanggulangan bencana alam, dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atau kelebihan dari penerimaan.


(34)

17

Sedangkan belanja langsung adalah belanja adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanan program dan kegiatan suatu daerah. Kelompok belanja langsung terdiri atas :

a. Belanja Pegawai

Belanja pegawai dalam kelomook belanja langsung dimaksudkan untuk pengeluaran upah honorarium dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.

b. Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa digunakan untuk pembelian atau pengadaan barang yang nilai manfaatannya kurang dari kurun waktu 12 bulan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan.

c. Belanja Modal

Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian atau pengadaan dan pembanguan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari kurun waktu 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan atau program pemerintah daerah. Wujud dari belanja modal ini seperti jalan, irigasi, jaringan dan aset tetap lainnya.


(35)

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB suatu wilayah secara umum dapat didefinisikan sebagai nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan disuatu wilayah (provinsi, kabupaten/kota) dalam periode waktu tetentu (1 tahun atau triwulan). Sesuai dengan pengertian tersebut maka PDRB suatu wilayah menunjukkan ukuran atau skala perekonomian dari wilayah yang bersangkutan dalam periode tersebut.

Dalam rangkaian kegiatan pembanguan, khususnya di bidang ekonomi, PDRB memilki peran penting, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Untuk tahap perencanaan, PDRB antara lain dapat dimanfaatkan untuk mengamati kapasitas masing-masing sektor atau lapangan usaha. Sedangkan pada tahap pelaksanaan angka-angka PDRB antara lain dapat dimanfaatkan sebagai kontrol. Sementara dalam tahap evaluasi, PDRB dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh keberhasilan yang telah dicapai.

Berdasarkan sistem penilaian yang digunakan dalam melakukan perhitungan, pengklasifikasian transaksi ekonomi dan sistem penyajiannya, maka dari PDRB dapat diturunkan kepada berbagai ukuran lain yang secara keseluruhan lebih dikenal sebagai statistika pendapata regional.

Data yang terhimpun dalam statistik pendapata regional pada dasarnya merupakan indikator makro yang menunjukkan kondisi


(36)

19

perekonomian regional. Pemanfaatan data pendapatan regional diantaranya adalah :

1. Mengetahui Struktur Ekonomi

Setiap transaksi ekonomi yang dihitung dalam PDRB diklasifikasikan sesuai dengan sifat transaksinya. Pengklasifikasian dapat dilakukan berdasarkan sektor atau lapangan usaha ataua dapat pula diklasifiukasikan menurut penggunaanya. Dengan demikian PDRB akan tersusun dari sektor-sektor ekonomi yang memungkinkan dilakukan pengamatan terhadap struktir ekonomi.

2. Mengetahi Perkembangan Perekonomian

Dengan tersedianya data PDRB secara runtun waktu maka dapat dilakukan pengamatan terhadap perekembangan perekonomian dari waktu ke waktu, baik pertumbuhannya maunpun peranan sektoral. Pengamatan semacam ini antara laian dapat memberikan gambaran umum tentang arah perekonomian.

3. Mengetahui Perbandingan Perekonomian Antara Daerah

Dengan disusunya PDRB dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil memungkinkan dilakukannya perbandingan antara daerah. Hal ini penting terutama untuk mengetahui posisi masing-masing daerah dalam wilayah perekonomian yang lebih luas.


(37)

c. Sistem Penilaian Yang Digunakan

Ada dua sistem penilaian yang digunakan dalam menghitung PDRB, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga kosntan. Pengertian dari masing-masing sistem penilaian tersebut adalah :

a. Atas Dasar Harga Berlaku

Adalah harga yang berlaku pada tahun perhitungan. Jadi PDRB atas dasar harga berlaku adalah PDRB yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada masing-masing tahun perhitungan.

b. Atas Dasar harga Konstan

Adalah harga pada tahun tertentu yang diperlukan sebagai tahun dasar. Karena menggunakan harga yang tetap, maka pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh perkembnagan produksi dapat dilihat dari PDRB atas dasar harga kosntan.

Terdapat tiga pendekatan dalam perhitungan PDRB, yaitu :

4. Pendekatan Produksi

PDRB dengan pendekatan produksi adalah jumlah nilai dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dikurangi bahan baku (input), ditambah pajak atas produk dikurangi subsidi atas produk.


(38)

21

a. Pendekatan Pengeluaran

PDRB dengan pendekatan pengeluaran adalah jumlah semua pengeluaran ungtuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta nirlaba yang melayani rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan inventori dan ekspor neto

b. Pendekatan Pendapatan

PDRB dengan pendekatan pendepatan adalah penjumlahan balas jasa faktor produksi berupa upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini PDRB masih mengandung penyusutan dan pajak tak langsung neto.

5. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi memiliki arti penting sebagai proses peningkatan taraf hidup manusia serta pengembangan kegiatan perekonomian untuk mencapai suatu kemakmuran dalam kehidupan masyarakat.

Dalam bukunya, Todaro (2011) mengemukakan arti pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur social, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan


(39)

ketidakmerataan dan penghapusan atas kemiskinan. Dari pengertian tersebut terdapat tiga nilai inti untuk memaknai pembangunan, yaitu : pertama kecukupan yang memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk mampu memenuhi semua kebutuhan dasarnya guna meningkatkan kualitas hidupnya, kedua harga diri merupakan suatu perasaan individu menjadi manusia yang seutuhnya untuk mencapai sebuah kehormatan atau pengakuan, dan ketiga kebebasan dari sikap menghamba merupakan adanya kemampuan agar mencapai kebebasan dari kondisi kekurangan dan penghambaan social lainnya.

Sen (1998) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh dipandang sebagai tujuan. Pembangunan haruslah lebih memperhatikan upaya peningkatan kualitas kehidupan yang kita jalani dan kebebasan yang kita nikmati. Sebagai upaya peningkatan kesejahteraan tidak hanya dapat dilihat dari konsumsi atas suatu komoditas saja namun juga manfaat atas komoditas tersebut.

Dalam masyarakat setidaknya terdapat tiga tujuan pembagunan yaitu : (1) peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan serta rasa aman, (2) peningkatan kualitas hidup yang tidak hanya meningkatnya pendapatan namun juga lapangan pekerjaan yang tersedia semakin luas, peningkatan kualitas pendidikan serta perhatian lebih terhadap nilai budaya dan kemanusiaan, (3) kemampuan untuk memilih status ekonomi


(40)

23

dan social bagi individu dan bangsa agar terlepas dari sikap bergantung serta menghamba yang menyebabkan kesengsaraan dan kebodohan.

Berikut beberapa teori mengenai pembangunan ekonomi yang dikemukakan oleh para tokoh :

a. Teori pembangunan Adam Smith

Sebagai bapak ekonomi Adam Smith menulis beberapa buku, salah satu bukunya yang terkenal berjudul “An Inquiry into the Nature and

Cause of the Wealth of Nations (1970)”, beliau membahas mengenai

pembangunan. Menurutnya proses pembangunan bersifat komulatif dimana kemakmuran yang ditimbulkan dari kemajuan perekonomian hanya akan dinikmati oleh kaum kapitalis dan tuan tanah. Disisi lain kaum buruh akan tetap miskin. Namun hal ini akan berakhir ketika pemupukan modal berhenti, penduduk menjadi stasioner, upah berada pada tingkat yang kehidupan minimal pendapatan perkapita menurun dan perekonomian macet. Hal ini terjadi ketika adanya pasar bebas.

b. Teori Ricardo

Dalam bukunya yang berjudul “The Principles of Political Economy and Taxation (1817)”, Ricardo membangun suatu teori bahwa suatu pembangunan ekonomi tergantung pada perbedaan antara produksi dan konsumsi, maka perlu adanya peningkatan produksi dan mengurangi konsumsi.


(41)

c. Teori Malthus mengenai perkembangan ekonomi

Penulis buka “Principle of Political Economic(1820)” yang sering dikaitkan dengan teori kependudukan dan teori pertumbuhan pada zamannya, mengemukakan bahwa pembangunan adalah suatu proses naik turunnya aktivitas ekonomi bukan hanya kelancaran ekonomi. Malthus menekankan pembangunan ekonomi dapat tercapai apabila dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini tergantung pada jumlah komoditas yang dihasilkan oleh tenaga kerja

6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Secara khusus, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen yaitu, angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan; angka melek huruf dan rata-rata lamanya bersekolah mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan; dan kemampuan daya beli mayarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Ketiga komponen tersebut memiliki pengertian yang sangat luas karena terkait banyak faktor.


(42)

25

Komponen Indeks Pembangunan Manusia

1. Angka harapan Hidup

Angka Harapan Hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Angka harapan hidup dihitung mengunakan pendekatan tidak langsung (indirect estimation). Ada dua jenis data yang digunakan dalam perhitungan Angka Harapan hidup yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH).

2. Tingkat Pendidikan

Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan dua indikator, yaitu rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) dan angka melek huruf. Rata-rata lam sekolah mengambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal. Sedangkan angka melek huruf adalah presentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Pada proses perhitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing diberikan bobot. Rata-rata lama sekolah diberi bobot sepertiga dan angka melek huruf diberi bobot dua pertiga

Untuk perhitungan indeks pendidikan, dua batasan dipakai sesuai kesepakatan beberapa negara. Batas maksimum untuk angka melek huruf adalah 100 sedangkan batas minimum adalah 0. Hal


(43)

ini menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu mebaca dan menulis, dan nilai 0 mencerminkan kondisi sebaliknya. Sementara batas maksimum untuk rata-rata lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum 0 tahun. Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum yang ditargetkan adalah setara lulus Sekolah Menengah Atas.

3. Standar Hidup Layak

Dimensi ketiga dari ukuran kualiutas hidup adalah standar hidup layak. Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikamti oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya keadaan ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak mengunakan rata-rata pengeluaran per kapita yang disesuaikan dengan formula Atkinson.

7. Kemiskinan

Pengertian tentang kemiskinan secara garis besar dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif dinyatakan dengan beberapa persen dari pendapatan nasional yang diterimakan oleh kelompok penduduk dengan kelas pendapatan tertentu dibandingkan dengan proporsi pendapatan nasional yang diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas pendapatan


(44)

27

lainnya. Sedangkan kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan absolut dari satu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Konsumsi nyata tersebut dinyatakan secara kuantitatif dan atau dalam uang berdasarkan harga pada tahun pangkal tertentu. Kemudian, karena biaya hidup di daerah kota dan desa berbeda-beda, demikian juga antara kelompok masyarakat didalamnya.

Disamping itu, pengertian kemiskinan lain yang dikembangkan oleh Sajogyo adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minumum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.

Berbeda dengan ukuran khas yang digunakan Indonesia sebagai tolak ukur kemiskinan. Untuk mengatur ekonomi yang dapat menguntungkan masyarakat umum, termasuk golongan yang tidak kaya, maka Pemerintah Indonesia sejak lama telah menentukan sembilan bahan pokok hidup yang senantiasa harus dijaga harganya. Jangan sampai membumbung tinggi hingga tidak mampu untuk dibeli oleh sebagain besar rakyat, walaupun jumlahnya dipasr bebas cukup banyak. Sembilan bahan pokok tersebut adalah : beras, gula, minyak goreng, minyak tanah, dan lainnya yang pasti diperlukan oleh setiap rumah tangga para penduduk kampung ataupun desa. Apabila ada rumah tangga tertentu yang terus menerus tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan-bahan pokok hidup


(45)

tersebut neburut ukuran tertentu, maka rumah tangga tersebut dapat dikatakan miskin.

3. Ciri-ciri kemiskinan

Ada beberapa ciri kemiskinan yang dapat dijadikan dasar umtuk mengukur tingkat kemiskinan seseorang atau kelompok, yaitu :

1. Kemampuan memperoleh pendapatan sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena, pada umumnya mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal atau keterampilan.

2. Tingkat pendidikan golongan miskin umumnya rendah, bahkan, tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Waktu mereka digunakan untuk mancari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup.

3. Pada umumnya mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperoleh pun tidak mencukupi sebagai modal usaha. Dan mereka tidak dapat memenuhi persyaratan kredit perbankan, seperti jaminan kredit atau lainnya. Sehingga banyak dari masyarakat miskin yang berpaling kepada lintah darat dengan bunga yang sangat tinggi.

4. Akar penyebab keminkinan.

Akar penyebab kemiskinan dapat dibagi menjadi 2 katagori, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang diakibatkan karena jumlah sumber


(46)

29

daya yang langka dan atau karena tingkat perkembangan teknologi yang masih sangat rendah. Sedangkan kemiskinan buatan, yaitu kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada menjadikan anggota atau kelompok masyarakat tidak dapat menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas yang ada secara merata dan maksimal. Dengan demikian ada sebagian angota masyarakat yang masih tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah total produksi yang dihasilkan dapat mengeluarkan seluruh anggota masyarakat dari garis kemiskinan.

Kemiskinan buatan dalam beberapa hal terjadi bukan disebabkan karena seorang invidu atau suatu kelompok masyarakat malas bekerja ataupun karena mereka terus-menerus dalam keadaan sakit. Pada kalangan ilmuan, kemiskinan buatan seringkali didefinisikan sebagai kemiskinan struktural. Menurut Selo Soemardjan (1980), yang dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosaila masyarakat tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.

B. Hubungan Antar Variabel

Pada bagian menjelaskan hubungan antar variabel independen (Belanja Dearah, PDRB dan Indeks Pembangunan Manusia) terhadap variabel dependen (Kemiskinan).


(47)

i. Pengaruh PDRB terhadap tingkat kemiskinan

Menurut Sadono Sukirno (2000), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil. Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) secara kesuluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar kelapisan masyarakat serta siapa saja yang telah menikmati hasil-hasilnya. Sehingga menurunnya PDRB suatu daerah berdampak pada kualitas konsumsi rumah tangga. Dan apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah barang yang berkurang.

Menurut Todaro (dikutip dari Whisnu, 2011) pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional yang lebih tinggi dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun yang menjadi permasalahan bukan hanya soal bagaimana cara mamacu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasilnya.

Menurut Mudrajat Kuncoro (2001) pendekatan pembangunan tradisonal lebih dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan PDRB suatu provinsi, Kabupaten atau Kota.


(48)

31

Menurut Kuznet (dikutip dari Whisnu, 2011) perumbuhan dan kemiskinan mempunya korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur mulai berkurang.

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi dalam rangka mengurangi kemiskinan.

ii. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap Tingkat kemiskinan Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya perenan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia. Dengan melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pemgetahuan dan keahlian yang dimiliki juga akan meningkat, sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerja. Perusahaan akan memperolah hasil yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang tinggi pula. Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja juga akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang terampil akan mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang


(49)

yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui peningkatan pendapana dan konsumsinya.

C. Hasil Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang telah membahas bagaimana pengaruh belanja daerah, PDRB dan Indeks Pembanguna Manusia dalam rangka mengurangi jumlah kemiskinan. Penelitian-penelitian ini dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dengan variabel yang berbeda.

1. Waseso Segoro dan Muhamad Akbar Pou. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma. “Analisis Pengarauh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi, Indeks Pembangunana Manusia (IPM) Dan Menganggurana Terhadap Kemiskinana Di Indonesia Tahun 2009 –2012”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh PDRB, Inflasi, IPM dan pengangguran terhadapa kemiskinan di Indonesia tahun 2009 – 2012. Sampel penelitian ini terdiri dari 33 Provinsi di Indonesia periode penelitian tahun 2009 – 2012. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data PDRB, Inflasi, IPM, Pengangguran dan Kemiskinan yang diperoleh dari Badan Pusat statistika dan Sistem Informasi dan Manajemen Data Dasar Regional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Data tersebut diolah mengunakan metode analisis regresi linear berganda, uji asumsi klasik. Uji simultan (Uji F), uji parsial (uji t) dan koefisiensi determinasi dengan bantuan program SPSS22. Hasil dari


(50)

33

penelitian ini merupakan penelitian lanjutan berdasarkan temuan-temuan dari penelitian sebelumnya yang sangat menarik untuk dianalisis kembali. Hasil penelitian ini menunjukan PDRB dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Dengan nilai probabilitas PDRB 0.170 > 0.05 Ho diterima, dan inflasi dengan signifikan 0.975 > 0.05 Ho diterima. Sedangkan IPM memiliki tingkat signifikan sebesar 0.0000 yang berarti lebih kecil dari 0.05 dan pengangguran memiliki tingkat signifikan sebesar 0.033 yang juga berarti kurang dari 0.05. Sehingga IPM dan Pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan pertimbangan dikemudian hari untuk pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam menanggulangi kemiskinan.

2. Sindi Paramita Sari “Analisis PDRB, Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan Periode 2004 –2013”.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh PDRB, tingkat pendidikan dan tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi sumatera selatan periode 2004 – 2013. Adapun data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder berjenis time series sejak tahun 2004 hingga 2013 yang diperolah dari website Bank Indonesia dan Badan Pusat statistik. Variabel dependen pada penelitian ini adalah tingkat kemiskinan sedangkat variabel independennya adalah pertumbuhan PDRB, tingkat kemiskinan dan pengangguran.


(51)

Dari hasi regresi, diperoleh hasil bahwa koefisien dari PDRB sebesar -1.001 dengan angka sig. sebesar 0.03. Untuk koefisien dari tingkat pendidikan sebesar -0.494 dengan angka sig. sebesar 0,024 yang berarti PDRB dan pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. sedangkan untuk koefisien dari pengangguran adalah 0.086 dengan angka signifikan sebesar 0.029 yang artinya penganguran berpengaruh postif dan signifikan terhadap kemiskinan.

3. Himawan Yudistira Ddoama, Agnes L Ch Lapian. Jacline I Sumual. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulagi Manado “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap tingkat kemiskinan di Kota Manado”.

Produk DomestikRegional Bruto (PDRB) merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah dalam suatu perriode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk Dometik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menggambarakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun sebagai tahun dasar. Tujuan dalam penlitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap tingkat kemiskinan kota Manado. Penelitian deskriptif kuantatif yang digunakan adalah dengan model analisis linear sederhana dengan menggunakan data PDRB dan tingkat kemiskinan di Kota Mnadao dari


(52)

35

publikasi Badan Pusat Statistika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Manado dengan koefisien dari PDRB sebesar -0.151 dan angka signifikan sebesar 0.014.

4. Agustina Mega Puspitasari putri. Fakultas Ekonomi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkt Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 –2012”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengtahui dan menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di provinsi jawa Timur tahun 2008 – 2012. Vatiabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan sebagai variabel dependen dan indeks pembangunan Manusia (IPM), PDRB per kapita dan belanja publik sebagai variabel independen. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari terbitan Bdan Pusat Statistika berbagai edisi. Metode analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan pendekatan model common effect.

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis diperolah nahwa Indeks Pembangunan Munusia dan PDRB per kapita terbukti berpengaruh negatif dan sigifikan terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Timur. Sedangkan Belanja publik berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Hasil tersebut disimpulkan berdasarkan hasil estimasi dengan model Common effect dimana IPM memiliki koefisien sebesar -1.002465 dengan angka sig. sebesar 0.0000, PDRB memiliki nilai koefisien sebesar


(53)

-0.448397 dengan angka sig, sebesar 0.0003 dan untuk belanja publik memilki koefisien sebesar 0.118360 dengan angka sig. sebesar 0.0011.

5. Tito Cahya Pratama. Fakultas Ekonomi Universitas Jember “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pengangguran, PDRB dan Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten Jember 2000 –2012”.

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk, pengangguran, PDRBdan inflasi terhadap tingkat kemiskinan Kabupaten Jember. Estimasi model dianlisis dengan menggunakan softwere SPSS. Hasil analisis SPSS menjelaskan bahwa variabel jumlah penduduk memiliki nilai probabilitas t sebesar 0.236 yang artinya jumlah penduduk tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Jember. Variabel penganguran memiliki nilai probabilitas t sebesar 0.035, yang artinya pengangguran berpengaruh terhadap kemiskinan di Kanupaten Jember. Sedangkan untuk variabel PDRB dan inflasi tidak berpengaruh terhadap kemiskinan dikabupaten Jember, dengan tingkat probabilitas masing-masing 0.830 dan 0.788.

6. Basyir , Abubakar Hamzah dan Sofyan Syahnur . Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinana di Provinsi Aceh”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan pengeluaran pemerintah Aceh terhadapa kemiskinan di Provinsi Aceh. Data yang digunakan merupakan data


(54)

37

sekunder yang bersumber dari Direktoraj Jendral Perimbangan keuangan Kementerian Keuangan Repbulik Indonesia, Badan Pusat Statistika (BPS) dan Bappeda Aceh. Data tersebut berbentuk pooling data yakni gabungan antara time series data selama periode 2009 – 2013 dengan cross section data yaitu 23 abupaten kota di Provinsi Aceh. Data dianalisis dengan metode ordinary least square (OLS). Penelitian menemukan bahwa secara simultan DAU, DAK dan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap penurunan kemiskinan di provinsi Aceh. Secara parsial hanya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berpengaruh siginifikan terhadapa penurunan tingkat kemiskinan. Sebaliknya, pengeluaran pemerintah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadapa penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh.

7. Muhammad Ilhamsyah Siregar, Iqbal Muwadi “Analisis Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh realisasi belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinana di daerah Aceh, karena ketergantungan daerah Aceh pada APBD. Ruang lingkup pada penelitian ini adalah 23 kabupaten dan kota di Aceh dan menggunakan data tahun 2008 – 2011 yang bersumber dari publikasi Dinas Keuangan Aceh dan Badan Pusat Statistika (BPS). Model yang digunakan adalah regresi linier sederhana mengunakan data panel dengan metode analisis Fixed Effect model. Hasil penelitian ini menunjukkan realisasi belanja daerah berpengaruh positif


(55)

dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai koefisien determinan (Adj.R2 = 0,9646), artinya 96,46 persen dipengaruhi oleh realisasi belanja daerah, jika realisasi belanja daerah meningkat maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. Sedangkan realisasi belanja daerah berpengaruh negatif serta signifikan terhadapa pengagguran dengan nilai Adj.R2 = 0.8400 yang artinya realisasi belanja daerah 84 persen mempengaruhi pengangguran dan realisasi belanja daerah juga berpengaruh negatif serta signifikan terhadap kemiskinan dengan nilai Adj. R2 = 0,8598 yaitu 85,98 persen kemiskinan dipengaruhi oleh realisasi belanja daerah. Apabila realisasi belanja daerah meningkat maka akan mengurangi tingkat penganguran dan juga kemiskinan.

D. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian, rumusan masalah, landasan teori dan hasil pada penelitian-penelitian terdahulu, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Belanja Daerah mempunyai pengaruh negatifdan signifikan terhadap jumlah kemiskinan. Artinya, jika Belanja daerah meningkat, makan jumlah kemiskinan akan menurun

2. PDRB mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah kemiskinan. Artinya, jika jumlah PDRB meningkat, maka jumlah kemiskinan akan menurun.


(56)

39

3. Indeks Pembangunan Manusia mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah kemiskinan. Artinya, jika indeks Pembangunn Manusia meningkat, maka jumlah kemiskian akan menurun.

E. Model Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang telah diuraikan, maka model penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Penelitian

Belanja Daerah

PDRB

Indeks Pembangunan Manusia


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Obyek dan Subyek Penelitian

Obyek pada penelitian ini adalah Kota dan Kabupten yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdiri dari :

1. Kabupaten Sumba Barat 2. Kabupaten Sumba Timur 3. Kabupaten Kupang

4. Kabupaten Timor Tengah Selatan 5. Kabupaten Timor Tengah Utara 6. Kabupaten Belu

7. Kabupaten Alor 8. Kabupaten Lembata 9. Kabupaten Flores Timur 10.Kabupaten Sikka

11.Kabupaten Ende 12.Kabupaten Ngada 13.Kabupaten Manggarai 14.Kabupaten Rote Ndao 15.Kabupaten Mangarat Barat


(58)

41

16.Kabupaten Sumba Tengah 17.Kabupaten Sumba Barat Daya 18.Kabupaten Negekeo

19.Kabupaten Manggarai Timur 20.Kabupaten Sabu Raijua 21.Kota Kupang.

Dan subyek pada penelitian ini adalah realisasi Belanja Daerah, Produk Domestik Regional Bruto, dan data Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010-2015, di kota dan Kabupaten di Nusa Tenggara timur.

B. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk jumlah Belanja Daerah diperoleh dari realisasi APBD dari laporan publikasi Departement Keuangan Indonesiatahun 2010-2015. Untuk data PDRB, Indeks Pembangunan Manusia dan jumlah kemiskinan diperoleh dari publikasi laporan Badan Pusat Statistika Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2010-2015.

Data yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode library research atau kepustakaan. Yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan ilmiah, artikel, jurnal dan laporan-laporan penelitian ilmiah yang berhubungan dengan tema penelitian.


(59)

C. Variabel penelitian.

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel independent dan variabel dependen. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi perubahan pada variabel dependen. variabel ini disebut juga dengan variabel bebas. Sedangkan variabel dependen adalah variabel yang menerima dampak atau perubahan dari variabel independen. Variabel ini disebut juga dengan variabel terikat.

Variabel independen pada penelitian ini meliputi Belanja Daerah, Produk Dometik regional Bruto dan indeks pembangunan Manusia. Dan variabel dependen pada penelitian ini adalah jumlah kemiskinan.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel menurut Sugiyono (2009) adalah suatu variabel yang mendeskripsikan atau menggambarkan variabel penelitian sedemikian rupa sehingga variabel tersebut bersifat spesifik dan terukur. Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Belanja Daerah : belanja daerah terdiri dari (1) Belanja langsung (2) Belanja Tidak Langsung

Produk Domestik Regional Bruto : adalah nilai dari seluruh barang dan jasa akhir atau jumlah dari seluruh nilai yang berhasil ditambahkan terhadap barang dan jasa melalui


(60)

43

kegiatan ekonomi yang dilakukan disuatu wilayah kabupaten/kota tanpa memperhatikan kepemilikan faktor-faktor produksi yang digunakan.

Indeks Pembangunan Manusia : adalah mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor.

Kemiskinan : adalah suatu keadaan dari sisi ekonomi yang mana seseorang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. Hal ini meliputi makanan, pakaian, tempat


(61)

berlindung, pendidikan dan kesehatan.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis regresi data panel dipilih peneliti dalam menganalisis data pada penelitian ini. Analisis regresi data panel digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam menganalisi jumlah kemiskinan di Nusa Tenggara Timur.

Data Panel adalah gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Penggunaan data panel (Widarjo dalam Basuki,2015:271) dalam sebuah observasi mempunyai beberapa keuntungan yang diperoleh. Pertama, data panel yang merupakan gabungan dua data time series dan cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan lebih menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel (omitted-variabel).

Keunggulan regresi data panel menurut (Wibisono dalam Basuki,2015:271-272) antara lain :

1. Panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu.

2. Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun modl perilaku kompleks.


(62)

45

3. Data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment.

4. Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi ada data yang lebih informative, lebih variatif, dan kolinieritas (multiko) antara data semakin berkurang, dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisiensi.

5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks.

6. Data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu.

Model regresi panel dalam penelitian ini sebagai berikut: Y = α + b1X1it + b2X2it + b3X3it + b4X4it + e

Keterangan:

Y = Variabel dependen α = Konstanta

X1 = Variabel independen 1

X2 = Variabel independen 2

X3 = Variabel independen 3

e = Error term t = Waktu i = Perusahaan


(63)

a. Penentuan Model Estimasi

Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain (Basuki, 2015) :

1. Common Effect Model

Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena hanya mengkombinasi data time series dan cross section. Pada model ini tidak di perhatikan dimensi waktu maupun individu, sehingga diasumsikan bahwa perilaku data perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu. Metode ini bias menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel.

2. Fixed Effect Model

Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan individu dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Untuk mengestimasi data panel model Fixed Effect menggunakan teknik variabel dummy untuk menangkap perbedaan budaya kerja, manajerial, dan intensif. Namun demikian slopnya sama antar perusahaan. Model estimasi ini sering juga disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variabel (LSVD).

3. Random Effect Model

Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar


(64)

47

individu. Pada model Random Effect perbedaan intersep diakomodasikan oleh error terms masing-masing perusahaan. Keuntungan menggunakan model Random Effect yakni menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS).

b. Pemilihan Model

Untuk menganalisis jumlah kemiskinan di NTT, digunakan regresi data panel yang menggabungkan antara data time series dan cross section. Prosedur yang digunakan dalam melakukan regresi menggunakan data panel adalah dengan memilih model yang yang paling tepat. Pemilihan model tersebut dapat dilakukan dengan cara : 1. Uji Statistik F (Uji Chow)

Untuk mengetahui model mana yang lebih baik dalam pengujian data panel, bisa dilakukan dengan penambahan variabel dummy sehingga dapat diketahui bahwa intersepnya berbeda dapat diuji dengan uji Statistik F. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel dengan metode Fixed Effect lebih baik dari regresi model data panel tanpa vaiabel dummy atau metode Common Effect.

Hipotesis nul pada uji ini adalah intersep sama, atau dengan kata lain model yang tepat untuk regresi data panel adalah Commont


(65)

Effect, dan hipotesisi alternatifnya adalah intersep tidak sama atau model yang tepat untuk regresi data panel adalah Fixed Effect.

Nilai Statistik F hitung akan mengikuti distibusi statistik F dengan derajat kebebasan (deggre of freedom) sebanyak m untuk numerator dan sebanyak n-k untuk denumerator, m merupakan jumlah restrisi atau pembatasan di dalam model tanpa variabel dummy. Jumlah restriksi adalah jumlah individu dikurang satu. N merupakann observasi dan k merupakan jumlah parameter dalam model Fixed Effect.

Jumlah observasi (n) adalah jumlah individu dikali dengan jmlah periode, sedangkan jumlah parameter dalam model Fixed Effect (k) adalah jumlah variabel ditambah jumlah individu. Apabila nilai F hitung lebih besar dari F kritis maka hipotesis nul di tolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah Fixed Effect. Dan sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari F kritis maka hipotesisi nul diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Commont Effect.

2. Uji Hausman

Hausman telah mengembangkan suatu uji untuk memilih apakah metode Fixed Effect dan metode Random Effect lebih baik dari metode Common Effect. Uji Hausman ini didasarkan pada ide bahwa Least Square Dummy Variabel (LSDV) dalam metode Fixed Effect dan Generalized Least Square(GLS) dalam metode Random Effect


(66)

49

adalah efisien sedangkan Ordinary Least Square (OLS) dalam metode Commont Effect tidak efisien. Dilain pihak, alternatifnya adalah metode OLS efisien dan GLS tidak efisien. Karena itu, uji hipotesis nul nya adalah hasil estimasi keduanya tidak berbeda sehingga Uji Hausman bisa dilakukan berdasarkan perbedaan estimasi tersebut.

Statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi-Square dengan derajat kebebasan (df) sehingga jumlah variabel bebas. Hipotesis nul nya adalah bahwa model yang tepatt untuk regresi data panel adalah model Random Effect dan hipotesis alternatifnya adalah model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect. Apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai krisis Chi-Square maka hipotesis nul ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect. Dan sebaliknya, apabila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai krits Chi-Square maka hipotesis nul diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random Effect.

c. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi kolinear dari variabel yang lainnya. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam regresi ini ditemukan adanya


(67)

korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat problem multiolinearitas.

Salah satu cara mendeteksi adanya multikolinearitas yaitu :

a. cukup tinggi (0,7-0,1), tetapi uji-t unutuk masing-masing koefisien regresinya tidak signifikan.

b. Tingginya merupakan syarat yang cukup (sufficient) akan tetapi bukan syarat yang perlu (necessary) untuk terjadinya multikolinearitas, sebab pada yang rendah <0,5 bisa juga terjadi multikolinearitas.

c. Meregresi variabel independen X dengan variabel-variabel independen yang lain, kemudian di hitung nya dengan uji F; -Jika F* > F tabel berarti ditolak, ada multikolinearitas. -Jika F*<F berarti diterima, tidak ada multikolinearitas. Untuk mengatsi masalah kolinearitas, satu variabel independen yang memiliki korelasi dengan variabel independen lain harus dihapus. Dalam hal metode GLS, model ini sudah diantisipasi dari multikolinearitas.

2. Uji Heterokedastisitas

Model regresi dikatakan terkena heterokedastisitas apabila terjadi ketidaksamaan varians dari suatu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas. Menurut (Sumodiningrat,1998:265) menyatakan bahwa heteroskedastisitas


(68)

51

lebih sering terjadi di data cross-section dari pada times series dikarenakan data cross section populasi yang diamati hanya pada suatu titik tertentu, sedangkan data time series dalam data runtun waktu variabel-variabel cenderung memiliki ukuran besaran yang sama karena pada umumnya data dikumpulkan dalam kesatuan yang sama sepanjang suatu periode waktu tertentu.

Apabila Koefisien parameter dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistic, berarti dalam data tersebut terdapat masalah heterokedastisitas. Sebaliknya, jika tidak signifikan, maka asumsi homokedastisitas pada data dapat diterima.

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak adanya heterokedastisitas. Dalam metode GLS, model ini sudah diantisipasi dari heterokedastisitas.

Deteksi adanya heterokedastisitas :

 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heterokedastisitas.


(69)

 Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heterokedastisitas.

d. Uji Statistik Analisis Regresi

Uji statistik merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji diterima atau ditolaknya (secara statistik) hasil hipotesis nol (H0) dari sampel. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat

berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada (Gujarati, 2003).

Uji Koefisien Determinasi (R-Square)

Uji R-Square pada dasarnya digunakan untuk mengetahui presentase dari model menjelaskan variasi perilaku variabel terikat. Semakin tinggi presentase R2 (mendekati 100%), maka semakin tinggi kemampuan model menjelaskan perilaku variabel terikat.

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel dependen, (R2) pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Oleh sebab itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 untuk mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti nilai R2, nilai adjusted R2 bisa naik ataupun turun apabila satu variabel independen ditambahkan dalam model.


(70)

53

1. Uji F-statistik

Uji F-statistik dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk melakukan pengujian ini, dilakukan hipotesa sebagai berikut:

H0: β1=β2=0, artinya secara bersama-sama tidak ada

pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen.

H1: β1≠β2≠0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan tabel. Jika hitung lebih besar dari F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen

secara bersama sama mempengaruhi variabel dependen. 2. Uji t-Statistik (Uji Parsial)

Uji t dilakukan untuk menguji seberapa jauh pengaruh antara satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Jika t hitung > t tabel maka kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2001). Dalam estimasi menggunakan perangkat lunak eviews, pengukuran dapat dilihat dengan melihat t hitung pada estimasi output model di


(71)

setiap variabel independen kemudian dibandingkan dengan t tabel berdasarkan df yang disesuaikan dengan probabilitas yang digunakan.


(1)

Random Effect

Dependent Variable: LOG(KM?)

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 02/19/17 Time: 09:54

Sample: 2010 2015 Included observations: 6 Cross-sections included: 21

Total pool (balanced) observations: 126

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.34327 0.497724 20.78114 0.0000

LOG(BELANJA?) -0.112978 0.024035 -4.700512 0.0000

LOG(PDRB?) 0.185600 0.056114 3.307536 0.0012

IPM? -0.009963 0.004757 -2.094431 0.0383

Random Effects (Cross)

_KOTAKUPANG--C -0.620901

_KABKUPANG--C 0.033054

_KABTTU—C -0.123583

_KABTTS—C 0.689357

_KABROTE—C -0.395258

_KABSUMBABARAT--C 0.004362

_KABSUMBATIMUR--C 0.522628

_KABMANGGARAIBRT

—C 0.188703

_KABNGADA—C 0.547705

_KABMANGGARAI--C -0.735300

_KABENDE—C 0.032984

_KABSIKKA—C -0.630979

_KABFLOTIM—C 0.190108

_KABLEMBATA--C 0.087762

_KABALOR—C 0.375171

_KABNEGEKEO--C -0.414598

_KABBELU—C 0.792280

_KABSABU—C 0.560681

_KABSBD—C -0.244067

_KABSUMBATENGAH

—C -0.704714

_KABMANGGARAITMR

—C -0.155396

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.428837 0.9961

Idiosyncratic random 0.026779 0.0039

Weighted Statistics

R-squared 0.372162 Mean dependent var 0.270433

Adjusted R-squared 0.356724 S.D. dependent var 0.033984

S.E. of regression 0.027257 Sum squared resid 0.090639

F-statistic 24.10592 Durbin-Watson stat 1.175356


(2)

Unweighted Statistics

R-squared 0.194863 Mean dependent var 10.61151


(3)

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: PANEL

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 7.396729 3 0.0603

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

LOG(BELANJA?) -0.119105 -0.112978 0.000075 0.4802

LOG(PDRB?) 0.175584 0.185600 0.004975 0.8871

IPM? -0.008199 -0.009963 0.000012 0.6118

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: LOG(KM?)

Method: Panel Least Squares Date: 02/19/17 Time: 09:55 Sample: 2010 2015

Included observations: 6 Cross-sections included: 21

Total pool (balanced) observations: 126

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.44512 0.760252 13.73902 0.0000

LOG(BELANJA?) -0.119105 0.025554 -4.660854 0.0000

LOG(PDRB?) 0.175584 0.090131 1.948096 0.0542

IPM? -0.008199 0.005891 -1.391862 0.1670

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.997809 Mean dependent var 10.61151

Adjusted R-squared 0.997314 S.D. dependent var 0.516737

S.E. of regression 0.026779 Akaike info criterion -4.232771

Sum squared resid 0.073145 Schwarz criterion -3.692527

Log likelihood 290.6646 Hannan-Quinn criter. -4.013286

F-statistic 2019.237 Durbin-Watson stat 1.462713


(4)

Uji Heteroskedastisitas

Dependent Variable: RESID?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 02/19/17 Time: 10:20

Sample: 2010 2015 Included observations: 6 Cross-sections included: 21

Total pool (balanced) observations: 126

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.245151 0.365684 0.670391 0.5039

LOG(BELANJA?) 0.008696 0.021693 0.400873 0.6892

LOG(PDRB?) -0.033840 0.040066 -0.844623 0.4000

IPM? 0.007572 0.004054 1.867844 0.0642

Random Effects (Cross)

_KOTAKUPANG--C 0.226878

_KABKUPANG--C -0.277626

_KABTTU--C -0.190578

_KABTTS--C 0.397032

_KABROTE--C 0.086969

_KABSUMBABARAT--C -0.405680

_KABSUMBATIMUR--C 0.123430

_KABMANGGARAIBRT--C -0.207085

_KABNGADA--C 0.155550

_KABMANGGARAI--C 0.301094

_KABENDE--C -0.365888

_KABSIKKA--C 0.242999

_KABFLOTIM--C -0.237704

_KABLEMBATA--C -0.301115

_KABALOR--C -0.039825

_KABNEGEKEO--C -0.001626

_KABBELU--C 0.397380

_KABSABU--C 0.183890

_KABSBD--C -0.124728

_KABSUMBATENGAH

—C 0.269033

_KABMANGGARAITMR--C -0.232402

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.272880 0.9918

Idiosyncratic random 0.024758 0.0082


(5)

Unweighted Statistics

R-squared 0.017411 Mean dependent var 0.384061


(6)

Uji Multikolinearitas

C LOG(BEL?) LOG(PDRB?) IPM?

C 0.247729 -3.40E-05 -0.025877 0.001489

LOG(BEL?) -3.40E-05 0.000578 -0.000320 -5.87E-05

LOG(PDRB?) -0.025877 -0.000320 0.003149 -0.000164