Retardasi Mental

(1)

RETARDASI MENTAL

DISUSUN OLEH:

Ade Rahmawati Siregar, M.Psi, psikolog

NIP. 19810403 200502 200 1

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

RETARDASI MENTAL

DISUSUN OLEH:

Ade Rahmawati Siregar, M.Psi, psikolog

NIP. 19810403 200502 200 1

DIKETAHUI OLEH:

DEKAN FAKULTAS PSIKOLOGI USU

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 19530131 198003 2 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena itu penulis berharap mendapat masukan dari para pembaca untuk penyempurnaan tulisan ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para mahasiswa dan rekan-rekan sejawat di tempat penulis bekerja atas dukungan dan hangatnya persaudaraan.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi semua pihak.

Medan, 20 Januari 2012

Ade Rahmawati S, M.Psi, psikolog NIP. 19810314 200501 2 003


(4)

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ………... KATA PENGANTAR ……… DAFTAR ISI …………...………

BAB I. PENDAHULUAN ... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 1. Sejarah Retardasi Mental... 2. Definisi Retaradasi Mental………...

3. Karakteristik Retardasi Mental...……….. 4. Penyebab Retardasi Mental...………... 5. Gangguan Yang Menyertai Retaradasi Mental... 6. Intervensi dan Treatment Bagi Anak Retaradasi Mental...

BAB III. KESIMPULAN ...………... DAFTAR PUSTAKA ...

i ii iii 1 4 4 5 6 10 12 15 18 20


(5)

BAB I PENDAHULUAN

Banyak istilah yang sering digunakan untuk anak yang mengalami keterbelakangan mental seperti cacat mental, defisit mental bodoh, dungu, tunagrahita (Mangunsong,2009). Nur’aeni (1997) mengatakan bahwa anak yang mengalami keterbelakangan mental adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual atau IQ dan keterampilan penyesuaian diri di bawah rata-rata anak seusianya (Nur’aeni,1997). Esquirol (www.cromwellbooks.com) juga menambahkan bahwa anak keterbelakangan mental memiliki kecenderungan keterlambatan perkembangan. Menurut APA (dalam Mangunsong,2009) para penyandang keterbelakangan mental memiliki rentang IQ < 25-70 skala WISC yaitu dengan klasifikasi retardasi mental mild, moderate, severe dan profound. Hallahan dan Kaufman (2006) menambahkan bahwa sistem klasifikasi inilah yang hingga saat ini dipergunakan oleh sebagian besar sistem sekolah. Maka dapat disimpulkan bahwa keterbelakangan mental merupakan kata lain dari retardasi mental.

Retardasi mental dapat diartikan sebagai suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap. Retardasi mental juga istilah yang dipakai terhadap orang yang punya batasan tertentu dalam fungsi mental, keterampilan komunikasi, bantu diri sendiri dan keterampilan sosial (Agus dkk,2007). Sementara itu berdasarkan batasan yang dikemukan AAMR (American Association On Mental Retardation) menjelaskan bahwa retardasi mental menunjukkan adanya keterbatasan yang signifikan dalam berfungsi, baik


(6)

secara intelektual maupun perilaku adaptif yang terwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Kondisi ini muncul sebelum usia 18 tahun (Hallahan&Kaufman,2006). Ada dua poin penting dalam pernyataan tersebut yaitu bahwa retardasi mental mencakup tidak hanya fungsi intelektual melainkan juga tingkah laku adaptif, serta bagaimana keduanya masih dapat dikembangkan pada seseorang yang mengalaminya. Perlu diketahui juga bahwa fungsi intelektual dapat ditentukan dalam tes intelegensi yang mana tes menunjukkan pada kemampuan yang berhubungan dengan akademis. Sementara itu kemampuan adaptif kepada keberfungsian dalam kehidupan sehari-hari seperti kemampuan sosial, konseptual dan praktikal (AAMR dalam Mangunsong,2009). Sedangkan menurut Ibrahim(2007)anak-anak retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang berhenti atau tidak lengkap pada sejumlah sikap, yaitu motorik dan kemampuan berbahasa. Kondisilah ini yang menyebabkan anak belajar dan berkembang menjadi lambat daripada anak lain. Biasanya anak dengan retardasi mental membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan kebutuhan personalnya seperti memakai baju dan makan.

Lebih lanjut Ibrahim (2007) mengatakan bahwa anak-anak retardasi mental tidak dapat berkomunikasi sesuai dengan usianya. Demikian pula mereka tidak dapat bertingkah laku sesuai dengan tingkat usianya. Anak-anak yang mengalami retardasi mental tidak berkemampuan untuk mengerti situasi yang serius dan tidak dapat pula berperilaku sesuai dengan situasi hukum yang berlaku. Seseorang anak yang mengalami retardasi mental pun mengalami kesulitan dalam hal berkomunikasi, hal ini di karenakan perbendaharaan kata yang terbatas, mereka pun mengalami kesulitan dalam membaca maupun menulis.


(7)

Berdasarkan pendahuluan tersebut penulis ingin mencoba menjelaskan mengenai retardasi mental sehingga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sejarah Retardasi Mental

Pada zaman dahulu seseorang yang menyandang retardasi mental tidak terlalu diperhatikan hak-hak azasinya dan dibiarkan terlantar tanpa ada pengasuhan. Malah pada zaman bangsa Spartan, penderita retardasi mental dibuang ketempat yang jauh dari jamahan manusia dan mereka ditinggal begitu saja. Barulah kemudian disadari bahwa keadaan tersebut bukanlah karena kutukan. Hanya saja pada abad pertengahan, kurang lebih sekitar abad kesepuluh dan kedua belas penderita retardasi mental disamakan dengan dengan penderita sakit jiwa dan karena itu sikap yang diberikan adalah pengasingan dan pengusiran. Di Perancis, pada abad ke 15 dan 16, barulah mulai ada perhatian terhadap penderita retardasi mental seperti mendapatkan perawatan khusus. Para ahli pada saat itu memberi perhatian terhadap para penderita retardasi mental. Hal tersebut bermula dari tulisan Marie Gaspard yang berjudul Savage of Averyon. Tulisan tersebut bercerita tentang seorang anak laki-laki yang berusia 12 tahun, ditinggalkan orangtuanya di hutan karena anak tersebut mengalami retaradasi mental. Di karenakan ia tinggal dihutan menyebabkan ia tidak berpendidikan hingga menjadi seorang retardasi mental taraf idiot. Anak tersebut ditemukan hidup dalam hutan,dan akhirnya dicoba memberinya pelatihan. Namun tetap saja anak tersebut berada dalam taraf idiot. Hal ini disebabkan karena lamanya ia dalam pengasuhan binatang dan bukan manusia. Akhirnya murid Gaspard yaitu Eduard Seguin, mencurahkan hidupnya dalam mengasuh anak-anak retardasi mental dengan melatih dan mendidik mereka dalam pelatihan motor-sensoris. Penelitian berikutnya


(9)

berkembang sedemikian rupa seperti melakukan penelitian untuk mengukur intelegensi dsb (Ibrahim,2007).

2. Definisi Retardasi Mental

Retardasi mental adalah suatu kondisi yang didiagnosa sebelum usia 18 tahun dengan fungsi intelektual umum berada di bawah rata-rata. Kondisi ini diiringi dengan terganggunya kemampuan individu untuk menguasai keterampilan yang penting untuk kehidupan sehari-hari. Anak dengan retardasi mental akan belajar dan berkembang lebih lambat daripada anak lain yang normal. Anak dengan retardasi mental membutuhkan waktu lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan menjaga kebutuhan personalnya seperti, memakai pakaian dan makan. Mereka memiliki masalah belajar di sekolah, mereka akan belajar tetapi hal itu membutuhkan waktu lebih lama dan ada beberapa hal yang tidak bisa mereka pelajari (American Psychiatric Association, 2000).

Adapun ciri-ciri retardasi mental (Hanson& Aller dalam Mangunsong,2009):

Bergerak pelan sekali dan berjalan lebih lambat daripada yang lain

Belajar bicara lebih lambat, memiliki masalah bicara

Sulit mengingat sesuatu

Tidak mengerti bagaimana membayar sesuatu

Sulit mengerti peraturan sosial

Sulit mengerti akibat tindakannya

Sulit memecahkan masalah

Sulit berpikir logis

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa retardasi mental adalah suatu kondisi yang didiagnosa sebelum usia 18 tahun dengan fungsi


(10)

intelektual umum berada di bawah rata-rata, yang diiringi dengan terganggunya kemampuan individu untuk menguasai keterampilan yang penting untuk kehidupan sehari-hari. Adapun ciri-ciri retardasi mental antara lain adalah berjalan lebih lambat daripada yang lain, memiliki masalah bicara, sulit mengingat sesuatu, sulit mengerti peraturan sosial, sulit mengerti akibat tindakannya, sulit memecahkan masalah, serta sulit berpikir logis.

3. Karakteristik Retardasi Mental

Karakteristik retardasi mental (Mangunsong,2009) adalah sebagai berikut : 1. Individu dengan retardasi mental ringan (Mampu Didik) : IQ 50-70

 Disebut dengan istilah mild mental retardation

 Umumnya tidak terlihat berbeda dengan orang normal.

 Biasanya mengalami keterlambatan perkembangan dalam tingkat ringan sampai sedang, kecuali dalam bidang akademik.

 Tidak teridentifikasi sampai mereka memasuki usia sekolah, dimana kapasitas kognitif mereka mulai terlihat.

 Masih bisa mengikuti kelas di sekolah biasa meskipun lambat.  Di usia dewasa, mereka dapat bekerja.

 Banyak diantaranya yang menikah, memiliki anak, dan tidak berbeda secara nyata dengan orang normal lainnya. Bagi yang secara total mampu memaksimalkan potensi kecerdasannya, label sebagai penyandang retardasi mental akan hilang dengan sendirinya.

2. Individu dengan retardasi mental sedang (Mampu Latih): IQ 35-40 sampai 50-55


(11)

 Biasanya mengalami Down Syndrome.

 Terlihat berbeda secara nyata dengan orang normal lainnya.  Mengalami keterlambatan perkembangan yang signifikan.  Berperilaku seperti bayi atau anak-anak.

 Menerima pendidikan khusus selama tahun-tahun prasekolah.

 Meskipun ada beberapa individu dengan retardasi mental sedang yang bersekolah di sekolah umum, namun lebih banyak individu yang disekolahkan di sekolah khusus, tempat mereka belajar keterampilan menolong diri sendiri.

 Sebagai orang dewasa, mereka tidak mampu berfungsi secara maksimal.

 Lebih banyak bergantung pada bantuan orang lain.

 Dapat berhasil pada situasi kompetitif tertentu (situasi pekerjaan yang telah disesuaikan dengan keadaan mereka). Meskipun demikian, mereka lebih banyak bekerja pada situasi yang suportif dan tidak ada kompetisi di dalamnya.

3. Individu dengan retardasi mental berat : IQ 20-25 sampai 35-40  Disebut dengan istilah severe mental retardation

 Bergantung pada orang lain sepanjang hidupnya.

 Mengalami berbagai macam gangguan, khususnya pada aspek mobilitas (motorik) dan komunikasi.

 Banyak di antaranya yang menggunakan kursi roda dan berkomunikasi dalam bentuk yang berbeda dengan orang normal.

 Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ini menimbulkan kesulitan dalam mengukur kapasitas intelektualnya.


(12)

 Dalam setting pendidikan, individu dengan retardasi mental berat ditempatkan bersama individu dengan retardasi mental sedang atau berat lainnya, atau ditempatkan di kelas khusus tersendiri.

4. Individu dengan retardasi mental sangat berat : IQ dibawah 20-25  Disebut dengan istilah profound mental retardation

 Umumnya memperlihatkan kerusakan pada otak serta kelainan fisik seperti hydrocephalus.

 Bergantung pada orang lain sepanjang hidupnya

 Sebagian besar sangat terbatas dalam bergerak, bahkan ada yang tidak dapat bergerak sama sekali sehingga membutuhkan perawatan seumur hidup dirumah sakit.

 Kemampuan berbahasa dan berbicara sangat terbatas. Sebagian besar hanya mampu melakukan komunikasi non verbal.

Tabel 1

Tingkat Retardasi Mental, Perkiraan Rentang Skor IQ dan Jenis Tingkah Laku Adaptif Yang Terlihat Perkiraan Rentang Skor IQ Usia Prasekolah 0-5 tahun Usia Sekolah 6-12 tahun Dewasa

21 tahun keatas

RM Ringan (mild)

IQ 50-70

Sering terlihat tidak memiliki gangguan tetapi lambat dalam berjalan, makan sendiri dan berbicaradibanding kan anak-anak lainnya Menguasai ketrampilan praktis serta kemampuan membaca

dan aritmatika sampai kelas 3-6 SD dengan pendidikan khusus.

Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan vokasional untuk membiayai

diri sendiri;mungkin membutuhkan bimbingan dan

dukungan dalam menghadapai tekanan sosial dan ekonomi yang tidak biasa.

RM Sedang Keterlambatan yang

nyata pada

Dapat mempelajari komunikasi sederhana,

Dapat melakukan tugas sederhana dalam lingkungan


(13)

(moderate) IQ 35-49 perkembangan motorik, terutama dalam bicara perawatan kesehatan dan keselamatan dasar serta keterampilan tangan sederhana; tidak mengalami kemajuan dalam fungsi membaca dan aritmatika

pusat pelatihan;berpartisipasi

dalam rekreasi sederhana;bepergian secara

mandiri ketempat-tempat yang dikenal;biasanya tidak bisa melakukan self maintenance

RM Berat (severe) IQ 20-34 Adanya keterlambatan dalam perkembangan motorik, kemampuan komunikasi yang minim atau tidak ada sama sekali

Biasanya mampu berjalan tetapi memiliki ketidakmampuan yang spesifik; tidak memiliki

kemajuan dalam membaca dan aritmatika

Dapat menyesuaikan diri dengan rutinitas sehari-hari dan aktivitas repetitif; membutuhkan pengarahan dan supervisi terus-menerus dalam lingkungan yang melindungi

RM sangat berat

(profound) IQ < 20

Retardasi motorik kasar; kapasitas minimal untuk berfungsi pada area sensorimotorik;me mbutuhkan bantuan perawat/orang lain

Keterlambatan yang terlihat jelas dalam

semua area perkembangan, dapat

menunjukkan respon emosional dasar

Dapat berjalan, mungkin membutuhkan bantuan perawat/orang lain;tidaka dapat melakukan self maintanence

4. Penyebab Retardasi Mental

Salah satu penyebab retardasi mental adalah kondisi genetik. Beberapa disebabkan oleh karena gen abnormal yang diturunkan dari orang tua, kesalahan ketika perpaduan gen, atau alasan lainnya seperti down syndrome, x fragile syndrome, dan phenylketonuria (Hallahan&Kaufman,2006). Hamel (2007), menambahkan ibu ternyata tidak hanya berperan besar pada kehidupan anak setelah lahir, tetapi turut menentukan kehidupan anaknya sejak dari konsepsi. Faktor genetika ibu sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat kecerdasan anak. Begitu juga kelainan genetika dari seor ang ibu juga dapat diturunkan kepada anak-anaknya termasuk diantaranya retardasi mental. Dalam keadaan normal,


(14)

setiap manusia memiliki 23 pasang kromosom yang terdiri atas 22 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom sex. Ada 23 kromosom berasal dari ibu yang disebut kromosom XX dan 23 pasang lagi berasal dari ayah yang disebut XY. Dalam setiap sel yang normal, terdapat kira-kira 40.000 gen yang akan menentukan spesifikasi seseorang. Ibu yang cerdas berpotensi besar melahirkan anak yang cerdas pula. Akan tetapi proses pembelahan sel merupakan suatu proses yang kompleks sehingga dapat terjadi gangguan yang akan menimbulkan kelainan genetik. Kelainan genetik inilah yang kemudian dapat mengakibatkan terjadinya retardasi mental (dalam Mangunsong,1998)

Masalah selama masa kehamilan juga dapat menjadi penyebab retardasi mental. Wanita yang alkoholik atau mendapat infeksi seperti rubella selama kehamilan dapat mempunyai bayi yang retardasi mental. Begitu juga masalah waktu melahirkan seperti tidak mendapat oksigen yang cukup dan cedera pada saat proses persalinan (Hallahan&Kaufman,2006)

Masalah kesehatan, penyakit seperti batuk pertusis, cacar atau meningitis dapat menyebabkan retardasi mental. Penyakit-penyakit yang terjadi pada awal masa kanak-kanak perlu diperhatikan karena hal yang sedemikian itu juga dapat menimbulkan retardasi mental. Selain itu juga disebabkan oleh malnutrisi yang ekstrim, tidak mendapatkan perawatan medis atau karena racun seperti logam mercuri (Hallahan&Kaufman,2006).

Penyebab lainnya bisa biomedis, sosial, tingkah laku dan faktor resiko pendidikam. Biomedis berkaitan dengan proses biologis seperti kelainan genetik dan makanan. Faktor sosial berkaitan dengan interaksi sosial dan keluarga seperti kurangnya stimulasi anak. Faktor perilaku berkaitan dengan perilaku berbahaya seperti penganiayaan maternal (Hallahan&Kaufman,2006)


(15)

Lebih lanjut APA (dalam Nevid,2005) menyatakan retardasi mental dapat disebabkan oleh aspek biologis,psikososial atau kombinasi keduanya. Penyebab biologis mencakup gangguan kromosom dan genetis, penyakit infeksi dan penggunaan alkohol pada saat ibu mengandung. Walaupun demikian lebih dari setengah kasus retardasi mental tetap tidak dijelaskan, terutama yang tergolong dalam retardasi mental ringan (Flint dalam Nevid,2005). Kasus-kasus yang tidak dapat dijelaskan ini mungkin disebabkan dari faktor budaya atau keluarga seperti pengasuhan dalam lingkungan miskin atau penyebab psikososial dan genetis (Thaper dalam Nevid,2005).

5. Gangguan Yang Menyertai Retardasi Mental

Ada beberapa gangguan yang dapat muncul sekaligus bersamaan dengan retardasi mental antara lain (dalam

1. Pervasive developmental disorder

2. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) 3. Tic disorders and stereotypic movement disorder 4. Mental disorders due to a general medical condition 5. Schizophrenia and other psychotic disorders

6. Mood disorders

7. Anxiety disorders

8. Posttraumatic stress disorder

9. Obsessive-compulsive disorder

10.Eating disorders

Selain daripada kombinasi gangguan di atas, ada beberapa kombinasi gangguan mental retardasi yang sering muncul (


(16)

1. Mental Retardasi dan cerebral palsy

Ada suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerbral palsy (CP) adalah anak-anak mental retardasi. Apapun penyebabnya, baik karena genetik atau faktor lingkungan sehingga terjadi adanya kerusakan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan rusaknya cerbral cortex sehingga menimbulkan mental retardasi.

2. Kombinasi Mental Retardasi dan Tunarungu

Anak-anak tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Sementara itu, anak-anak mental retardasi akan mengalami kelambanan dan keterlambatan dalam belajar. Pada anak tunaganda, bias terjadi anak tersebut mengalami mental retardasi yang sekaligus tunarungu. Anak-anak yang demikian, mengalami gangguan pendengaran, memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. Dengan demikian, adanya kombinasi dari ketiga keadaan tersebut menyebabkan anak-anak tunaganda memerlukan pelayanan yang lebih banyak daripada anak-anak yang mengalami mental retardasi atau tunarungu saja.

3. Kombinasi Mental Retardasi dan Masalah-masalah Perilaku

Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara mental retardasi dengan gangguan emosional. Anak-anak yang mengalami tunagrahita berat ada kemungkinan besar juga memiliki gangguan emosional. Yang tidak diketahui adalah banyaknya anak secara pasti yang menampakkan kedua kelainan tersebut bersama-sama.

Autisme : Autisme adalah suatu istilah atau nama yang digunakan untuk


(17)

perkembangan sosial dan komunikasi yang berat. Anak yang mengalami autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain sehingga memberikan kesan tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan utama pada anak autistik adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering mengulang kata-kata (echolalia) dan melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang tertentu dan teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau perubahan, maka mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi ini juga sering terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada di tempat yang asing.

6. Intervensi dan Treatment bagi anak Retardasi Mental

Tujuan utama diberikannya intervensi dan treatment adalah untuk mengembangkan potensi individu secara maksimal. Pendidikan dan pelatihan khusus dimulai sedini mungkin. Hal ini termasuk keterampilan sosial untuk membantu individu berfungsi senormal mungkin (dalam www.nlm.nih.gov).

Pendidikan bagi anak retardasi mental memerlukan suatu keahlian khusus, terutama bagi guru-guru yang mengelola proses belajar mengajar. Menurut Mangunsong, 1998 penyesuaian metode dan program pengajaran tersebut, meliputi:

a. Pelajaran harus bersifat konkrit.

b. Metode mengajar dengan pendekatan individual. c. Reviu (ulangan) hendaknya dilakukan secara kontinu. d. Jangan terlalu menuntut syarat-syarat akademik yang tinggi.


(18)

e. Kata-kata yang digunakan sederhana dan cepat difahami. f. Tidak memperlihatkan sikap yang menakut-nakuti anak. g. Isi pengajaran supaya menarik minat anak.

Strategi penyusunan kurikulum bagi anak mental retardasi terbagi atas 3, yaitu: 1. Bagi anak Mental Retardasi Ringan

a. Pada dasarnya isi kurikulum(kuantitatif), sama dengan anak-anak normal. Kecuali kualitatifnya sedikit lebih rendah daripada anak normal.

b. Dapat ditambah dengan berbagai latihan ketrampilan.

2. Bagi anak Mental Retardasi Menengah

a. Isi kurikulum baik kuantitas maupun kualitas lebih rendah daripada anak normal.

b. Bobot latihan ketrampilan disarankan lebih banyak. 3. Bagi anak Mental Retardasi Berat

a. Orientasi isi pengajaran pada lingkungan didekatnya. b. Penekanan latihan ketrampilan seperti:

♦ Latihan gerakan-gerakan tertentu. ♦ Latihan mengenal warna.

♦ Latihan mengenal bunyi. ♦ Latihan mengurus diri sendiri.

♦ Latihan membuat mainan dan sebagainya.

4. Terapi terintegrasi karena umumnya anak tunagrahita mengalami “multiple handicapped” sehingga perlu pelayanan berbagai macam professional seperti speech therapist, ahli fisioterapi dan occupational therapist (Mangunsong,1998).


(19)

Menurut Sebastian (dalam treatment yang dapat dilakukan dengan pendekatan psikososial untuk mengintervensi perilaku anak retardasi mental, yaitu:

1. Pendekatan perilaku yang bertujuan untuk membentuk keahlian yang tepat dan mengurangi masalah dalam berperilaku :

Teknik percepatan perilaku seperti pemberian reward yang tepat pada target perilaku

Teknik penurunan perilaku seperti pemberian reward pada periode waktu tertentu selama masalah perilaku tidak muncul, extinction, response cost, time out.

 Pelatihan orangtua dan guru dengan tujuan untuk membantu mereka berfungsi sebagai coterapis dengan mencegah terjadinya pemberian reinforcement pada masalah perilaku yang muncul.

2. Mengatur kondisi lingkungan

Mengurangi masalah perilaku yang muncul dengan mengatur kembali kondisi lingkungan sosial yang dapat memunculkan masalah perilaku seperti mengubah suasana rebut, temperatur, pencahayaan, keramaian, tetapi memperluas lingkungan yang memberikan stimulasi sosial dan sensori.

3. Pendidikan klien dan keluarga

Memberi pengetahuan kepada keluarga anak mengenai masalah perilaku yang mungkin muncul pada anak retardasi mental dan bagaimana cara menanganinya.


(20)

BAB III KESIMPULAN

Retardasi mental adalah suatu kondisi yang didiagnosa sebelum usia 18 tahun dengan fungsi intelektual umum berada di bawah rata-rata. Kondisi ini diiringi dengan terganggunya kemampuan individu untuk menguasai keterampilan yang penting untuk kehidupan sehari-hari. Anak dengan retardasi mental akan belajar dan berkembang lebih lambat daripada anak lain yang normal. Anak dengan retardasi mental juga membutuhkan waktu lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan menjaga kebutuhan personalnya seperti, memakai pakaian dan makan. Mereka memiliki masalah belajar di sekolah, mereka akan belajar tetapi hal itu membutuhkan waktu lebih lama dan ada beberapa hal yang tidak bisa mereka pelajari. Adapun ciri-ciri retardasi mental; (1) Bergerak pelan sekali dan berjalan lebih lambat daripada yang lain (2). Belajar bicara lebih lambat, memiliki masalah bicara (3). Sulit mengingat sesuatu (4).Tidak mengerti bagaimana membayar sesuatu (5).Sulit mengerti peraturan sosial (6) Sulit mengerti akibat tindakannya (7).Sulit memecahkan masalah(8) Sulit berpikir logis.

Berikut ini karakteristik retardasi mental yang terbagi atas 4 yaitu (1) Retardasi mental ringan (Mampu Didik) : IQ 50-70, (2) Retardasi mental sedang (Mampu Latih): IQ 35-40 sampai 50-55, (3) Retardasi mental berat : IQ 20-25 sampai 35-40, (4). Retardasi mental sangat berat: IQ dibawah 20-25.

Beberapa penyebab retardasi mental, antara lain faktor genetis, ibu hamil yang alkoholik atau mendapat infeksi seperti rubella selama kehamilannya.. Begitu juga masalah waktu melahirkan seperti tidak mendapat oksigen yang cukup dan cedera pada saat proses persalinan. Kemudian faktor malnutrisi yang


(21)

ekstrim, racun logam mercuri. Selain itu faktor sosial, tingkah laku dan faktor pendidikan juga diperkirakan ikut berpengaruh sebagai penyebab retardasi mental

Tujuan utama diberikannya intervensi dan treatment untuk anak retardasi mental adalah untuk mengembangkan potensi individu secara maksimal. Pendidikan dan pelatihan khusus sebaiknya dimulai sedini mungkin. Hal ini termasuk keterampilan sosial untuk membantu individu berfungsi senormal mungkin. Oleh karena itu pendidikan bagi anak retardasi mental memerlukan suatu keahlian khusus, terutama bagi guru-guru yang mengelola proses belajar mengajar.

Demikianlah gambaran sekilas mengenai retardasi mental semoga makalah ini bermanfaat bagi masyarakat.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, S.,Arie H.,Umie,F& Rifani,L. Welcome to retardasi mental dan hukum

(on-line). Available FTP:

American Psychology Association:Publication Manual,fifth Edition.Washington, DC:APA Press.2001.

American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC: APA Press.2000.

Definition of mental retardation. (12 Januari 2005).(Online). Tanggal akses:12 April

Hamel,B (2007). Gen ibu tentukan kecerdasan anak. Available FTP:http//www.kompas.com/kompas-cetak/0301/22/iptek92747.htm

Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M. 2006. Exceptional Learner: An Introduction to Special Education. International edition: 10 th ed. Boston; allyn and Bacon Ibrahim,A.S (2007). Mental retardasi,permasalahan yang cukup pelik. Available

FTP: http//ww.pelita.or.id/baca.php?id=170

IDEA’s definition of ”Mental Retardation” by American Psychiatric Association. (Online). Tanggal akses : 12 April 2007.

Informasi pendidikan bagi anak tunaganda. (Online).Tanggal akses:16 April 2007.http://www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu=profile&pro=48.

Mangunsong, F, dkk. 1998. Psikologi dan pendidikan anak luar biasa. Jakarta : LPSP3 UI.

Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus jilid kesatu. Jakarta : LPSP3 UI

Mental Retardation. (4 April 2006).(Online). Tanggal akses : 13 April 2007.

Nevid, J.S., Rathus S.A.& Greene, B (2005). Psikologi Abnormal, Edisi kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga

Nur’aeni, 1997. Intervensi dini bagi anak bermasalah. Jakarta : Rineka Cipta. Sarana prasarana pendidikan dalam pendidikan inklusif.(Online).Tanggal

akses:16 April 2007.http://www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu=profile&pro=56.


(23)

Wenar.C. 1994. Developmental psychopatology. From Infancy to Adolescence. New York : Mc. Graw Hill Inc.

Who’s teaching our children with disabilities?. A publication of the national dissemination center for children with disabilities.(1997).(Online).Tanggal akses:13 April


(1)

e. Kata-kata yang digunakan sederhana dan cepat difahami. f. Tidak memperlihatkan sikap yang menakut-nakuti anak. g. Isi pengajaran supaya menarik minat anak.

Strategi penyusunan kurikulum bagi anak mental retardasi terbagi atas 3, yaitu: 1. Bagi anak Mental Retardasi Ringan

a. Pada dasarnya isi kurikulum(kuantitatif), sama dengan anak-anak normal. Kecuali kualitatifnya sedikit lebih rendah daripada anak normal.

b. Dapat ditambah dengan berbagai latihan ketrampilan.

2. Bagi anak Mental Retardasi Menengah

a. Isi kurikulum baik kuantitas maupun kualitas lebih rendah daripada anak normal.

b. Bobot latihan ketrampilan disarankan lebih banyak. 3. Bagi anak Mental Retardasi Berat

a. Orientasi isi pengajaran pada lingkungan didekatnya. b. Penekanan latihan ketrampilan seperti:

♦ Latihan gerakan-gerakan tertentu.

♦ Latihan mengenal warna.

♦ Latihan mengenal bunyi.

♦ Latihan mengurus diri sendiri.

♦ Latihan membuat mainan dan sebagainya.


(2)

Menurut Sebastian (dalam treatment yang dapat dilakukan dengan pendekatan psikososial untuk mengintervensi perilaku anak retardasi mental, yaitu:

1. Pendekatan perilaku yang bertujuan untuk membentuk keahlian yang tepat dan mengurangi masalah dalam berperilaku :

Teknik percepatan perilaku seperti pemberian reward yang tepat pada target perilaku

Teknik penurunan perilaku seperti pemberian reward pada periode waktu tertentu selama masalah perilaku tidak muncul, extinction, response cost, time out.

 Pelatihan orangtua dan guru dengan tujuan untuk membantu mereka berfungsi sebagai coterapis dengan mencegah terjadinya pemberian reinforcement pada masalah perilaku yang muncul.

2. Mengatur kondisi lingkungan

Mengurangi masalah perilaku yang muncul dengan mengatur kembali kondisi lingkungan sosial yang dapat memunculkan masalah perilaku seperti mengubah suasana rebut, temperatur, pencahayaan, keramaian, tetapi memperluas lingkungan yang memberikan stimulasi sosial dan sensori.

3. Pendidikan klien dan keluarga

Memberi pengetahuan kepada keluarga anak mengenai masalah perilaku yang mungkin muncul pada anak retardasi mental dan bagaimana cara menanganinya.


(3)

BAB III KESIMPULAN

Retardasi mental adalah suatu kondisi yang didiagnosa sebelum usia 18 tahun dengan fungsi intelektual umum berada di bawah rata-rata. Kondisi ini diiringi dengan terganggunya kemampuan individu untuk menguasai keterampilan yang penting untuk kehidupan sehari-hari. Anak dengan retardasi mental akan belajar dan berkembang lebih lambat daripada anak lain yang normal. Anak dengan retardasi mental juga membutuhkan waktu lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan menjaga kebutuhan personalnya seperti, memakai pakaian dan makan. Mereka memiliki masalah belajar di sekolah, mereka akan belajar tetapi hal itu membutuhkan waktu lebih lama dan ada beberapa hal yang tidak bisa mereka pelajari. Adapun ciri-ciri retardasi mental; (1) Bergerak pelan sekali dan berjalan lebih lambat daripada yang lain (2). Belajar bicara lebih lambat, memiliki masalah bicara (3). Sulit mengingat sesuatu (4).Tidak mengerti bagaimana membayar sesuatu (5).Sulit mengerti peraturan sosial (6) Sulit mengerti akibat tindakannya (7).Sulit memecahkan masalah(8) Sulit berpikir logis.

Berikut ini karakteristik retardasi mental yang terbagi atas 4 yaitu (1) Retardasi mental ringan (Mampu Didik) : IQ 50-70, (2) Retardasi mental sedang (Mampu Latih): IQ 35-40 sampai 50-55, (3) Retardasi mental berat : IQ 20-25 sampai 35-40, (4). Retardasi mental sangat berat: IQ dibawah 20-25.

Beberapa penyebab retardasi mental, antara lain faktor genetis, ibu hamil yang alkoholik atau mendapat infeksi seperti rubella selama kehamilannya..


(4)

ekstrim, racun logam mercuri. Selain itu faktor sosial, tingkah laku dan faktor pendidikan juga diperkirakan ikut berpengaruh sebagai penyebab retardasi mental

Tujuan utama diberikannya intervensi dan treatment untuk anak retardasi mental adalah untuk mengembangkan potensi individu secara maksimal. Pendidikan dan pelatihan khusus sebaiknya dimulai sedini mungkin. Hal ini termasuk keterampilan sosial untuk membantu individu berfungsi senormal mungkin. Oleh karena itu pendidikan bagi anak retardasi mental memerlukan suatu keahlian khusus, terutama bagi guru-guru yang mengelola proses belajar mengajar.

Demikianlah gambaran sekilas mengenai retardasi mental semoga makalah ini bermanfaat bagi masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, S.,Arie H.,Umie,F& Rifani,L. Welcome to retardasi mental dan hukum

(on-line). Available FTP:

American Psychology Association:Publication Manual,fifth Edition.Washington, DC:APA Press.2001.

American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC: APA Press.2000.

Definition of mental retardation. (12 Januari 2005).(Online). Tanggal akses:12 April

Hamel,B (2007). Gen ibu tentukan kecerdasan anak. Available FTP:http//www.kompas.com/kompas-cetak/0301/22/iptek92747.htm

Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M. 2006. Exceptional Learner: An Introduction to Special Education. International edition: 10 th ed. Boston; allyn and Bacon Ibrahim,A.S (2007). Mental retardasi,permasalahan yang cukup pelik. Available

FTP: http//ww.pelita.or.id/baca.php?id=170

IDEA’s definition of ”Mental Retardation” by American Psychiatric Association. (Online). Tanggal akses : 12 April 2007.

Informasi pendidikan bagi anak tunaganda. (Online).Tanggal akses:16 April 2007.http://www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu=profile&pro=48.

Mangunsong, F, dkk. 1998. Psikologi dan pendidikan anak luar biasa. Jakarta : LPSP3 UI.

Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus jilid kesatu. Jakarta : LPSP3 UI

Mental Retardation. (4 April 2006).(Online). Tanggal akses : 13 April 2007.


(6)

Wenar.C. 1994. Developmental psychopatology. From Infancy to Adolescence. New York : Mc. Graw Hill Inc.

Who’s teaching our children with disabilities?. A publication of the national dissemination center for children with disabilities.(1997).(Online).Tanggal akses:13 April