Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                d. Perubahan gaya dan cara hidup orang tua.
Kesemua  faktor-faktor  di  atas  telah  membawa  perubahan  sosial  yang  mendasar
dalam  kehidupan  masyarakat  dan  ini  akan  sangat  berpengaruh  pada  perilaku  si anak.
4
Tidak  sedikit  tindakan  tersebut  akhirnya  menyeret  mereka  berurusan dengan aparat  penegak hukum.  anak
–anak seperti itu masuk pada kategori anak nakal  yang  dapat  dijatuhkan  hukuman  atau  pun  sanksi  pidana  selain  tindakan
sesuai  dengan  peraturan  berundang-undangan  yang  berlaku  setelah  menjalani proses pembuktian baik di kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan anak.
Kejahatan  yang  melibatkan  anak  sebagai  pelaku  tindak  pidana  tentu  bukan
merupakan  hal  yang  baru  terjadi.  Dewasa  ini  banyak  kejadian-kejadian  kriminal seperti pencurian, penjambretan ataupun tindak pidana kesusilaan yang dilakukan
oleh seorang anak. Batasan tentang kenakalan anak ditekankan terhadap perilaku anak yang merupakan perbuatan yang melanggar norma, tetapi bila dilakukan oleh
orang dewasa disebut dengan kejahatan, karena tidak etis rasanya apabila pelaku anak disebut dengan penjahat anak bukan kenakalan anak karena mengingat anak
yang  melakukan  tindak  pidana  tersebut  masih  butuh  pengawasan  ataupun tindakan pembinaan.
5
Atas dasar perbuatan pelaku dan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,
maka  dilakukan  proses  penyelidikan,  penuntutan  sampai  pada  pemeriksaan  di depan
persidangan atau
dikenal dengan
sistem peradilan
pidana. Pertanggungjawaban  pidana  sendiri  dapat  diartikan  sebagai  kemampuan
4
Shanti Beliyana. Wanita dan Anak di Mata Hukum. Jakarta. Liberty. 1995. hlm. 107
5
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada , 2011 hlm. 29.
bertanggung  jawab  dari  seseorang  karena  telah  melakukan  perbuatan  yang melawan hukum. Istilah baku dalam konsep psikologi adalah juvenile delinquency
yang  secara  etimologis  dapat  dijabarkan  bahwa  juvenile  berarti  anak  sedangkan delinquency  berarti  kejahatan.  Dengan  demikian,  pengartian  secara  etimologis
adalah  kejahatan  anak.  Jika  menyangkut  subyekpelakunya,  maka  menjadi juvenile delinquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat.
6
Studi interdisiplin ilmu pengetahuan, juvenile delinquency menjadi konsepsi yang
hampir  sangat  sulit  untuk  dipahami  dengan  gamblang.  B  Simanjuntak,  memberi tinjauan secara sosiokultural tentang arti juvenile delinquency. Suatu perbuatan itu
disebut  delinkuen  apabila  perbuatan-perbuatan  tersebut  bertentangan  dengan norma-norma  yang ada  dalam masyarakat  dimana ia hidup,  atau suatu perbuatan
yang  anti  sosial  terkandung  unsur-unsur  anti  normatif.
7
Pengartian  secara etimologis  telah  mengalami  pergeseran,  akan  tetapi  hanya  menyangkut
aktivitasnya,  yakni  istilah  kejahatan  delinquency  menjadi  kenakalan.  Dalam perkembangan  selanjutnya  pengertian  subyekpelakunya  pun  mengalami
pergeseran. Psikolog  Bimo  Walgito  merumuskan  arti  selengkapnya  juvenile  delinquency
sebagai  berikut:  tiap  perbuatan,  jika  perbuatan  tersebut  dilakukan  oleh  orang dewasa,  maka  perbuatan  itu  merupakan  kejahatan,  yaitu  merupakan  perbuatan
yang  melawan  hukum,  yang  dilakukan  oleh  anak,  khususnya  anak  remaja. Sedangkan  Fuad  Hasan  merumuskan  definisi  delinquency  sebagai  berikut:
perbuatan  anti  sosial  yang  dilakukan  oleh  anak  remaja  yang  bilamana  dilakukan
6
Andi Mappiare, Psikologi remaja, Jakarta, Rineka Cipta 2012, hlm. 32-33
7
Simanjuntak, pengantar Kriminologi dan Sosiologi; Jakarta, Rineka Cipta 2007, hlm. 25
orang  dewasa  dikualifikasikan  sebagai  tindak  kejahatan.
8
Tidak  dapat  dipungkiri bahwa  dalam  masyarakat  sering  terjadi  anak  di  bawah  usia  16  tahun  melakukan
kejahatan  dan  pelanggaran,  sehingga  harus  mempertanggungjawabkan  secara hukum positf melalui proses sidang persidangan.
Tindakan  yang  dijatuhkan  kepada  anak  nakal  bisa  berupa  mengembalikan  anak
kepada  orang  tua,  wali  atau  orang  tua  asuh,  menyerahkan  kepada  Negara  untuk mengikuti  pendidikan,  pembinaan  dan  latihan  kerja,  menyerahkan  kepada
Departemen  Sosial  atau  organisasi  Sosial  Kemasyarakatan  yang  bergerak  di bidang  pendidikan,  pembinaan  dan  latihan  kerja.  Hal  tersebut  dapat  disertai
teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim.
9
Terdapat  beberapa  macam  jenis  pidana  untuk  anak  yang  berhadapan  dengan
hukum,  dalam  KUHP  Indonesia  salah  satu  jenis  pidana  yang  dapat  dijatuhkan kepada anak nakal adalah Pidana Bersyarat atau yang lebih dikenal dimasyarakat
dengan  pidana  percobaan.  Jenis  pidana  ini  diatur  dalam  Pasal  14a – 14f KUHP.
Dalam  perkembangannya,  terdapat  beberapa  jenis  macam  pidana  khusus  untuk anak yang diatur pada Pasal 71 Undang
– Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem peradilan Pidana Anak yaitu :
1 Pidana Pokok yang terdiri atas :
a. Pidana peringatan
b. Pidana dengan syarat :
1 Pembinaan diluar lembaga
2 Pelayanan masyarakat, atau :
3 Pengawasan
c.  Pelatihan Kerja d.  Pembinaan dalam lembaga, dan
e.  Penjara.
8
Bimo Walgito, Kenakalan Anak  Juvenile Delinquency , Jakarta, Rineka Cipta 2012, hlm. 2
9
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Bandung .PT Refika Aditama, .2009, hlm. 29.
2 Pidana Tambahan terdiri atas : a.
Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau : b.
Pemenuhan kewajiban adat. 3 Apabila dalam hukum  materiil  diancam  pidana kumulatif berupa penjara
dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. 4  Pidana  yang  dijatuhkan  kepada  Anak  dilarang  melanggar  harkat  dan
martabat Anak. 5 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sistem peradilan pidana anak wajib diupayakan proses diversi, yaitu penyelesaian perkara  di  luar  pengadilan.  Apabila  proses  diversi  tidak  berhasil,  maka
penyelesaian  perkara  dilanjutkan  ke  muka  pengadilan.  Sesuai  dengan  Pasal  71 diatas,  terdapat  beberapa  macam  pidana  pokok  bagi  anak,  dan  pidana  penjara
menjadi  pilihan  terakhir  bagi  hakim  dalam  memvonis  anak  yang  berhadapan dengan hukum tersebut.
Hakim  dalam  menyelesaikan  proses  penyelesaian  perkara  anak  dibantu  oleh
lembaga –  lembaga  terkait.  Lembaga  terkait  yang  memiliki  sumbangsi  besar
dalam  proses  sistem  peradilan  pidana  anak  salah  satunya  adalah  Balai Pemasyarakatan  yang  disingkat  BAPAS.  Balai  Pemasyarakatn  memiliki  tugas
– tugas Pasal 65 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak :
a. Membuat  laporan  penelitian  kemasyarakatan  untuk  kepentingan
Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan,
termasuk  melaporkannya  kepada  pengadilan  apabila  Diversi  tidak dilaksanakan.
b. Membuat  laporan  penelitian  kemasyarakatan  untuk  kepentingan
penyidikan,  penuntutan,  dan  persidangan  dalam  perkara  Anak,  baik di  dalam  maupun  di  luar  sidang,  termasuk  di  dalam  LPAS  dan
LPKA;
c. Menentukan program perawatan Anak di LPAS dan pembinaan anak
di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;
d. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan teradap
anak  yang  berdasarkan  putusan  pengadilan  dijatuhi  pidana  atau dikenai tindakan; dan
e. Melakukan  pendampingan,  pembimbingan,  dan  pengawasan
terhadap  anak  yang  memperoleh  asimilasi,  pembebasan  bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
Selanjutnya dengan merujuk kepada keputusan Menteri Kehakiman Nomor  M.02
PR.07.03  tahun  1987  tentang  Organisasi  dan  Tata  Kerja  Balai  Bimbingan Kemasyarakatan  dan  Pengentasan  Anak,  fungsi  Bispa  sekarang  BAPAS  selain
memberikan  bimbingan  dan  arahan  kepada  anak  didik,  tetapi  juga  melakukan pengawasan  terhadap  pidana  bersyarat.  Dengan  demikian  pengawasan  terpidana
bersyarat dalam perkembangannya dilakukan oleh :
10
a. Jaksa
b. Hakim pengawas dan pengamat
c. Balai Pemasyarakatan
d. Pengawasan umum dilakukan oleh polisi
e. Aparatur pemerintahan setempat.
Sesuai  ketentuan  tersebut,  maka  peran  dari  BAPAS  dalam  perkara  sidang  anak
mengalami  perubahan  peran  yang  cukup  signifikan,  sebab  dengan  ketentuan UUSPPA  ini  kedudukan  BAPAS  tidak  lagi  sepenuhnya  berada  di  lini  belakang
dalam  matarantai  proses  pemidanaan  anak.  Artinya  BAPAS  sudah  sejak  semula dari  awal  tindakan,  yaitu  mulai  dari  tahap  penyidikan,  penuntutan,  dan
persidangan  sudah  dituntut  perannya  untuk  memberikan  laporan  kemasyarakatan anak  pelaku  tindak  pidana.  Perkembangan  peran  BAPAS  ini  sudah  tentu  akan
10
Erna Dewi, Hukum Penitensier Dalam Perspektif ,  Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2013, hlm. 143-144.
menuntut  pembenahan  personalia  staffing  dan  kualitas  SDM  petugas  BAPAS yang  lebih  profesional  terhadap  penanganan  perkara  anak  agar  tercapai  yang
dikehendaki  dari  tujuan  dibuatnya  undang-undang  sistem  peradilan  pidana  anak dalam melindungi anak.
Anak  yang  dijatuhi  pidana  bersyarat  umumnya  berada  diluar  Lembaga
Pemasyarakatan  sehingga  terkesan  bebas  dari  hukuman  karena  anak  tersebut berada  dalam  lingkungan  keluarganya  dan  tetap  dapat  melakukan  aktivitasnya
sehari-hari seperti bersekolah, bermain dan lain sebagainya. Padahal anak tersebut tetap  mendapatkan  pengawasan  dari  Pembimbing  Kemasyarakatan  yang
merupakan pelaksana teknis dari Bapas. Pengawasan yang dilakukan Pembimbing Kemasyarakatan  tersebut  bertujuan  agar  anak  yang  dijatuhi  pidana  bersyarat
tersebut tidak mengulangi serta tidak melakukan tindak pidana lagi. Balai  Pemasyarakatan  dalam  melaksanakan  tugasnya  sebagaimana  diatur  pada
Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  2012  tentang  Sistem  Peradilan  Pidana  Anak, terdapat  faktor  yang  menghambat  kinerja  dari  Bapas  tersebut.  Oleh  karena  itu
maka  penulis  tertarik  untuk  mengadakan  penelitian  dan  menuangkannya  dalam bentuk  skripsi
tentang:  “Peran  Balai  Pemasyarakatan  Dalam  Pengawasan Terhadap  Anak  Yang  Dijat
uhi  Pidana  Bersyarat”  Studi  Di  Wilayah  Hukum Bandar Lampung
                