3. Teori Psikologi Politik
Dalam memahami perilaku politik, penulis menekankan pentingnya teori psikologi politik sebagai upaya untuk memahami tingkah laku manusia sebagai
makhluk politik. Dapat dikatakan bahwasannya perilaku politik merupakan kajian yang termasuk dalam ranah psikologi politik, ini dikarenakan salah satu tujuan
psikologi politik adalah untuk menyusun dalil-dalil umum tentang perilaku yang dapat membantu menjelaskan dan memprediksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di
sejumlah situasi yang berbeda-beda
27
Dalam teori psikologi politik, fenomena politik dilihat dari sudut pandang psikologi seperti halnya dalam melihat perilaku pemilih, faktor internal
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Seperti apa yang dikemukakan oleh Martha L.Cottam dkk dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Psikologi
Politik Edisi 2” mengatakan bahwasannya orang-orang bertindak terdorong oleh .
Psikologi politik pada dasarnya memiliki cakupan yang cukup luas, ini dapat dilihat mulai dari psikologi politik dalam melihat perilaku politik dalam
memilihmemberikan suara pada pemilihan umum hingga psikologi politik yang berkaitan dengan adanya konflik-konflik baik nasional maupun internasional.
Dalam penulisan skripsi ini, psikologi politik dalam melihat perilaku pemilih merupakan fokus utama yang dipilih penulis. Perilaku pemilih yang dimaksud
adalah pemilih yang berjenis kelamin perempuan. Bagi penulis, perilaku pemilih perempuan dapat dilihat dengan bantuan teori psikologi politik.
27
Matha L.Cottam,dkk. 2012. Pengantar Psikologi Politik Ed.2,Cet.1. Jakarta : Rajawali Press. hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
faktor – faktor internal seperti kepribadian, sikap, dan identitas diri; mereka mengevaluasi lingkungan mereka dan lingkungan orang lain melalui proses
kognitif yang menghasilkan citra-citra tentang orang lain; dan mereka memutuskan bagaimana cara bertindak ketika faktor-faktor ini digabungkan
28
Faktor-faktor internal tersebut saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Kepribadian merupakan unsur utama yang dianggap akan
mencerminkan perilaku pemilih. Kepribadian adalah sebuah faktor psikologis pokok yang memengaruhi perilaku politik
.
29
Adanya penilaian terhadap seseorang atau sekelompok orang ini nantinya akan menimbulkan adanya kategorisasi sosial, yaitu adanya pengelompokan-
pengelompokan secara sosial seperti kewarganegaraan, ras, agama, dan gender. Penciptaan kategorisasi sosial nantinya dapat membentuk stereotip di tengah
lingkungan masyarakat. Stereotip adalah keyakinan tentang atribut orang-orang yang berada di dalam kelompok atau kategori sosial tertentu, dan seharusnya
. Kepribadian ini akan memengaruhi unsur-unsur lain dalam faktor internal manusia seperti pemikiran yang pada
akhirnya membentuk perilaku, baik perilaku sehari-hari maupun perilaku yang berhubungan dengan politik, khususnya perilaku dalam menentukan pilihan
politiknyamemberikan suaravoting. Akan tetapi, kepribadian tersebut juga sangat dipengaruhi oleh adanya identitas sosial. Identitas sosial yang dimaksud
bagaimana seseorang mengkonsepsikan dirinya dengan melalui diri sendiri ataupun orang lain yang menilainya.
28
Matha L.Cottam,dkk. Ibid. hal. 11.
29
Matha L.Cottam,dkk. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
merupakan sebuah konsep yang dikenal
30
Menurut penulis, perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politik dapat diketahui dengan menggunakan teori psikologi politik yang melihat perilaku
perempuan berdasarkan faktor internal dari perempuan secara individu. Terkait dengan permasalahan dalam skripsi ini yaitu permasalahan mengenai
keterwakilan perempuan yang selalu memperoleh suara yang sangat minim di . Munculnya stereotip ini dikarenakan
adanya kesalahan dari persepsi seseorang terhadap orang lain, atau suatu kelompok terhadap kelompok lain, hal ini merupakan bagian dari konsekuensi
mengkategorikan orang-orang ke dalam kelompok yang karakteristiknya tidak dimiliki oleh orang tersebut.
Oleh karena itu, dalam psikologi politik adanya faktor internal seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya merupakan faktor utama bagi teori psikologi
politik dalam membentuk perilaku pemilih. Seperti halnya dalam membahas perilaku pemilih perempuan, faktor internal dari pemilih perempuan merupakan
bagian yang paling berperan penting dalam membentuk perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya. Kepribadian dan sikap perempuan tentu
berbeda dengan laki-laki ditambah lagi dengan adanya pengaruh identitas sosial yang sering membentuk streotip di tengah masyarakat. Pembentukan stereotip
dalam hal perilaku perempuan sebagai pemilih yaitu adanya anggapan bahwasannya perempuan tidak cocok untuk berpolitik, karena politik adalah
bagian dari dunia laki-laki budaya patriarkhi.
30
Matha L.Cottam,dkk. Ibid. hal.73.
Universitas Sumatera Utara
setiap periodenya, maka penulis beranggapan bahwasannya perolehan suara dn jumlah keterwakilan perempuan di legislatif yang sangat minim bukanlah
dikarenakan dari kebijakan pemerintah, akan tetapi yang jauh lebih vital yaitu faktor dari pemilih perempuannya itu sendiri yang mana jumlah penduduk dan
pemilih perempuan sangatlah mendominasi, akan tetapi calon legislatif perempuan masih juga belum memperoleh suara yang banyak. Hal ini
mengindikasikan bahwasannya perempuan lebih cenderung untuk memilih perempuan, oleh karenanya psikologi politik sangat berguna untuk membantu
menjawab permasalahan ini. Perempuan dianggap lebih memilih laki-laki sebagai pemimpin
dikarenakan adanya faktor dari pengaruh budaya patriarkhi yang selama ini membentuk “mind set” perempuan bahwa memang pemimpin berasal dari
kaum laki-laki, dan kaum perempuan fungsi utamanya adalah menjadi sosok ibu yang baik yang mengurus keluarga secara penuh. Secara faktor internalnya,
perilaku perempuan sebagai pemilih sangat ditentukan oleh kepribadian perempuan. Kepribadian perempuan secara psikologis menganggap
bahwasannya laki-laki lebih cocok untuk memimpin dikarenakan laki-laki dianggap mampu melindungi, mengayomi, pekerja keras, dan tidak mengambil
keputusan dengan berdasarkan hati nurani semata, hal ini dikarenakan kepribadian perempuan yang sudah jauh terbentuk semenjak dari kecil di
dalam lingkup keluarga, perempuan melambangkan laki-laki seperti itu karena
Universitas Sumatera Utara
melihat sosok sang Ayah sebagai pemimpin keluarga dan sosok Ibu sebagai pengurus rumh tangga yang selalu menuruti perkataan Ayah.
Selain itu, ada satu faktor yang sangat menarik dalam melihat perilaku perempuan sebagai pemilih yang bisa dijadikan alasan untuk menjawab
permasalahan perilaku perempuan yang cenderung tidak memilih perempuan yaitu adanya faktor “Perempuan vs Perempuan”. Faktor mengenai “perempuan
vs perempuan” ini merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam mengamati perilaku pemilih perempuan. Faktor ini seperti menggambarkan
adanya konflik di antara perempuan ini yang sudah lama terjadi. Pemikiran ini dimulai sejak terbitnya buku klasik berjudul Woman vs Woman karya Tara
Roth Madden 1987, seorang pakar dan pengamat masalah perempuan AS, Madden menyimpulkan fenomena kehidupan konflik perempuan sebagai
berikut. Ternyata di dalam diri perempuan selama ini selalu terjadi konflik
yang kritis dengan sesama jenis. Karena, perempuan seringkali merasa belum bisa menganggap perempuan sebagai makhluk yang
dapat memberikan rasa aman di lingkungannya privat dan publik. Lebih jelasnya, perempuan masih menganggap bahwa perempuan
lain adalah ancaman yang membahayakan dirinya dalam karier, rumah tangga, dan pribadi. Hal tersebut yang menyebabkan
perempuan lebih memilih berteman dengan laki-laki daripada dengan perempuan.
31
31
Ellys Lestari Pembayun. 2009. Perempuan vs Perempuan: Realitas Gender, Tayangan Gosip, dan Dunia Maya. Bandung: Penerbit NUANSA. hal.37.
Universitas Sumatera Utara
Berangkat dari pemikiran besar ini, Madden menegaskan bahwa konflik di antara perempuan ini bagaikan “fenomena gunung es”, artinya konflik yang
selama ini tampak ke permukaan hanyalah bagian kecil dari “pertempuran di antara pertempuran”, sementara bagian kedalamnya merupakan lautan konflik
yang terselami
32
Metode penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran
. Artinya konflik antara perempuan ini masih sangat banyak jika ditelusuri lebih mendalam, konflik ini berakibat pada timbulnya persaingan
dan rasa tidak senang antara satu perempuan dengan perempuan yang lain. Konflik ini tentunya sangat menguntungkan bagi kaum laki-laki terutama di
ranah politik. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan ilmiah mengenai perilaku
perempuan dalam menentukan pilihan politiknya, penulis memandang permasalahan kurangnya perolehan suara perempuan itu disebabkan oleh
pemilih perempuan itu sendiri, dan ini berarti adanya permasalahan menyangkut faktor internal dari perempuan sebagai pemilih, inilah yang
menjadikan teori psikologi politik lebih dipilih penulis sebagai landasan teori dalam penulisan ilmiah ini.
G. Metodologi Penelitian G.1 Metode Penelitian