1. penelitian ini hanya bersifat mengamati dan mendeskripsikan
perilaku perempuan dalam memilih calon legislatif perempuan. Hal yang akan diamati dan dideskripsikan tersebut yaitu mengapa
perempuan tidak memilih atau sangat sedikit dalam memilih calon legislatif perempuan dan hal-hal apa yang mempengaruhi
perempuan dalam menentukan pilihan politiknya. 2.
Di dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti pemilih yang berjenis kelamin perempuan di dapil 2 kota Medan pada pemilihan
anggota DPRD kota Medan 2014.
D. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil Kecamatan- Kecamatan yang ada di Daerah Pemilihan Dapil 2 kota Medan.
2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya paada pemilu anggota DPRD kota Medan tahun
2014 dan juga untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi perempuan dalam menentukan pilihan politiknya.
E. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dibuat sebagai sebuah karya ilmiah dalam upaya mengasah dan mengembangkan kemampuan penulis dalam
Universitas Sumatera Utara
melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan memberikan pengetahuan yang baru untuk peneliti sendiri.
2. Penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai perilaku perempuan
dalam menentukan pilihan politiknya termasuk dalam memilih calon legislatif perempuan pada pemilu anggota DPRD kota Medan tahun
2014. 3. Hasil penelitian ini nantinya akan mampu memberikan kontribusi
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu politik dan menambah referensikepustakaan bagi Departemen Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
F. Kerangka Teori 1. Teori Perilaku Pemilih
Perilaku pemilih menjadi bagian yang penting untuk dianalisis sebagai upaya untuk mengetahui pilihan seseorang pemilih dalam menentukan pilihan
politiknya. Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah: Aktifitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan
kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih to vote or not vote didalam suatu pemilihan umumPilkada secara
Universitas Sumatera Utara
langsung. Bila voters memutuskan untuk memilih to vote maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu.
8
Dalam menganalisis perilaku pemilih dapat dipahami dengan tiga pendekatan,yaitu Mahzab “Columbia” yang menggunakan pendekatan sosiologis
dan Mahzab Michigan” yang dikenal dengan pendekatan Psikologis, selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui
kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut
9
Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang
cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang .
10
. Peranan masyarakat dilihat sebagai sistem yang mempunyai stratifikasi, dan kajian
terhadap pekerjaan serta kedudukan seseorang di tengah masyarakat sangat penting dalam memahami perilaku pemilih
11
Penjelasan mengenai pendekatan sosiologis ini diperjelas lagi seperti yang diungkapkan P.Anthonius Sitepu dalam bukunya yang berjudul “Teori-Teori
Politik” bahwa pendekatan sosiologis, tampaknya lebih cenderung pada analisis sistem sosial atau stratifikasi sosial seperti misalnya kelompok muda-mudi ,tua
muda, dipercayai berpengaruh terhadap perilku pemilih. Selain itu, beliau juga menambahkan bahwasannya preferensi politik seseorang pemilih dalam pemilihan
umum dipengaruhi oleh latar belakang demografis, sosial ekonomi seperti jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, pendapatan dan
agama. .
12
8
Lihat Muhammad Riska Aditama. 2013. Perilaku Memilih Masyarakat pada Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kendal 2010. Semarang:Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas
Dipenogoro. hal.8.
9
Lihat T.Irmayani. 2012. Perilaku Perempuan Pemilih dalam Menetapkan Pilihan pada Pemilu 2009. Medan: POLITEIA,Jurnal Ilmu Politik.Vo.4,Nomor.1. Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Unviersitas Sumatera Utara. hal.14.
10
Muhammad Riska Aditama.Op.cit.hal. 9.
11
T.Irmayani.Loc.cit.
12
P.Anthonius Sitepu. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta:Graha Ilmu. hal.91.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pendekatan kedua yaitu pendekatan psikologis. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan
sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih
13
Oleh karena itu, pendekatan psikologis menentukan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama, yaitu: ikatan emosional pada suatu partai politik,
orientasi terhadap isu-isu, dan orientasi terhadap kandidat. Identitfikasi partai atau ikatan emosional pada suatu ikatan partai politik diartikan sebagai keyakinan yang
diperoleh dari orang tua dimasa muda dan dalam banyak kasus, keyakinan tersebut tetap membekas sepanjang hidup, walaupun semakin kuat atau memudar
selama masa dewasa. . Faktor psikologis pemilih
merupakan obyek yang menjadi sasaran untuk mempengaruhi perilaku pemilih seseorang.
14
Pendekatan psikologis ini merujuk kepada persepsi pemilih atau partai- partai politik yang ada atau adanya korelasi atau keterikatan emosional pemilih
terhadap partai-partai politik tertentu. Konkritnya, partai-partai politik yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih
tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor lainnya. Antara diri dan keadaan seseorang dengan partai politik yang hendak dipilihnya seperti identifikasi seseorang calon
pemilih dari kalangan pedagang kecil misalnya dengan citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP sebagai partai politik wong cilik. Dalam hal ini para
13
T.Irmayani.Loc.cit.
14
T.Irmayani.Ibid. hal.15.
Universitas Sumatera Utara
pemilih dilihat sebagai orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan satu partai politik tertentu.
15
Pendekatan ketiga yaitu pendekatan pilihan rasional. Dalam konteks pilihan rasional ada analogi antara pasar ekonomi dan perilaku pemilih politik.
Ketika pemilih merasa tidak mendapatkan keuntungan dengan memilih partai atau calon yang sedang berkompetisi, maka ia tidak akan memilih ketika pemilu
dilaksanakan. Hal tersebut dilandaskan pada kalkulasi ekonomi, apabila perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan
didapatkannya kelak maka jalan terbaik bagi pemilih tersebut adalah melakukan aktivitas sehari-harinya
16
. Dengan kata lain, pemilih benar-benar rasional dan sangat memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menggunakan hak
pilihnya, pertimbangan-pertimbangan tersebut berupa apa untung dan ruginya apabila pemilih mempergunakan hak pilihnya untuk memilih partai tertentu atau
kandidat tertentu. Hal ini dikarenakan pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pegetahuan dan informasi yang cukup, tindakan mereka bukanlah karena
kebetulan atau pun.
17
2. Teori Gender
Konsep gender pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial dengan memberikan perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat
lahiriah dan yang merupakan hasil dari konstruksi budaya. Pembedaan antara laki-
15
P.Anthonius Sitepu.Loc.cit.
16
T.Irmayani.Loc.cit.
17
T.Irmayani.Ibid.
Universitas Sumatera Utara
laki dan perempuan ini bermaksud untuk membedakan ciri-ciri manusia yang sudah tidak bisa diubah kodrati dan ciri-ciri manusia yang sewaktu-waktu dapat
berubah gender. Hal yang tidak bisa diubah ini sering dianggap sebagai seks, bagian dari manusia yang bersifat permanen, tidak dapat diubah ataupun ditukar.
Pembedaan tersebut bermaksud agar dalam memahami konsepdefenisi mengenai gender harus terlebih dulu membedakan antara seks dan gender.
Secara historis, konsep gender pertama sekali dibedakan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley yaitu ia membedakan antara gender dan seks
18
Dari pemahaman mengenai gender secara historis, maka dapat ditarik sebuah pengertian mengenai gender tersebut. Gender adalah perbedaan peran,
perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan
. Seks dimaknai sebagai perbedaan secara biologis yaitu yang berkaitan dengan
perbedaan jenis kelamin yang dimiliki oleh jenis kelamin tertentu anatomi biologis. Seks inilah yang merupakan karakteristik manusia yang bersifat kodrati,
permanen dan tidak dapat diubah. Sedangkan perbedaan secara gender identik dengan peranan, kemampuan, dunia pekerjaan diantara perempuan dan lak-laki
dan semua itu bersifat tidak permanen, serta peranan, kemampuan, dan dunia pekerjaan tersebut tidak bisa dipastikan dimilikimelekat oleh salah satu jenis
kelamin, karena ini bisa dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.
19
18
Harmona Daulay. Op.Cit. hal.3
19
Harmona Daulay. Loc.cit.
. Gender juga
Universitas Sumatera Utara
dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan konstruksi sosial budaya
yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
20
“Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari
tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu klas ke klas yang lainnya”
Sedangkan defenisi konsep gender menurut Mansour Fakih adalah :
21
Teori gender ini membentuk ideologi gender yang membentuk Mind Set masyarakat atau terjadinya Streotipe yang membenarkan adanya
perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang akan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi kaum perempuan. Meluasnya ideologi gender ini
seperti tidak ada yang bisa menghalangi, hal ini didukung oleh adanya faktor budaya patriarkhi yang dianut oleh masyarakat pada umumnya,
kerena budaya patriarkhi dianggap sebagai budaya yang didukung oleh .
Berdasarkan defenisi mengenai gender tersebut dapat dimaknai bahwasannya gender bersifat fleksibel. Kemudian konstruksi sosial dan
budaya terhadap penciptaan perbedaan antara laki-laki dan perempuan nantinya akan dapat dikatakan sebagai identitas gender. Identitas gender
ini biasa dikenal oleh manusia dimulai dari lingkungan keluarga, proses belajar, dan dari lingkungan masyarakat melalui kebudayaannya.
20
Herien Puspitawati. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: ITB Press. hal.1.
21
Leo Agustino. 2007. Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 229.
Universitas Sumatera Utara
agama yang memang dalam agama terdapat perbedaan peran antara laki- laki dan perempuan.
Secara umum, patriarkhi dapat didefenisikan sebagai suatu sistem yang bercirikan laki-laki ayah. Dalam sistem ini, laki-laki yang berkuasa
untuk menentukan
22
Ketidakadilan gender sering terjadi akibat kesalahpahaman memaknai gender, sehingga relasi antara perempuan dan laki-laki menjadi
rusak. Relasi yang terbentuk dianggap menjadikan laki-laki sebagai subjek dan perempuan menjadi objek, yang artinya perempuan ditempatkan
sebagai manusia kelas kedua. Hal ini berimplikasi pada adanya masalah- masalah terkait isu gender yang mengakibatkan ketidakadilan gender.
Masalah ketidakadilan gender bentuknya adalah pandangan posisi subordinat terhadap perempuan, pandangan streotipe terhadap perempuan
. Adanya budaya patriarkhi ini seakan menjadi penyebab terjadinya disparitas gender. Padahal, gender bersifat netral
terhadap perempuan dan laki-laki. Hanya saja, budaya patriarkhi ini yang selama ini membentuk kondisi sosial yang lebih menunjukkan peran laki-
laki. Maksud dari konsep gender disini adalah untuk menimbulkan kesadaran kepada kaum perempuan bahwa kaum perempuan harus
bangkit, sehingga apa yang disebut dengan kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud berkat perjuangan dari kaum perempuan itu sendiri.
22
A. Nunuk P. Murniati. 2004. Getar Gender : Buku Kedua. Magelang : Yayasan Indonesia Tera. hal. 80-81.
Universitas Sumatera Utara
dan laki-laki, beban ganda dari perempuan, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan.
23
1. Teori Nurture
Dalam permasalahan yang sering muncul terkait gender yaitu munculnya anggapan publik bahwa perempuan merupakan makhluk yang
tercipta hanya sebagai pendamping dan pelengkap dari laki-laki dengan lingkup bagian kerja diranah domestik. Oleh karenanya masalah gender ini
secara lebih luas pada bidang politik dapat berdampak pada partisipasi perempuan yang tidak lagi independen, melainkan sudah dimobilisasi
kaum laki-laki yang dianggap lebih mengetahui apa yang terbaik untuknya. Partisipasi perempuan yang dipengaruhi oleh kaum laki-laki ini
sangat berpengaruh terhadap pilihan politiknya, karena perempuan cenderung memilih untuk bergantung pada perempuan, termasuk dalam
mengikuti pilihan politik laki-laki. Pembahasan mengenai gender, melahirkan tiga teori yaitu:
Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial budaya selama ini menempatkan perempuan dan laki-laki dalam
kelas yang berbeda. Laki-laki selalu lebih superior dibandingkan perempuan.
23
A. Nunuk P. Murniati. Ibid. hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori Nature
Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang harus diterima. Perbedaan biologis memberikan
dampak berupa perbedaan peran dan tugas diantara keduanya. Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada pula
yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiah.
3. Teori Keseimbangan
Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori yang berusaha memberikan kompromi yang menekankan pada
konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan perempuan namun menuntut perlunya kerjasama yang harmonis
antara keduanya.
24
Di Indonesia, gender memiliki sejarah yang panjang dengan melalui perjuangan pergerakan perempuan di Indonesia. Perjuangan perempuan di
Indonesia mengalami fase pasang-surut seiring perubahan rezim yang selalu berganti. Tokoh yang sangat terkenal dalam memperjuangkan gerakan perempuan
adalah R.A Kartini. Beliau merupakan tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan perempuan, bahkan bukan hanya ingin menjadikan perempuan sebagai sosok yang
24
Nur Heffina. 2011. Perempuan dan Politik.: Studi Tentang Kelompok Pendukung dan Penentang Undang- Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi di Sumatera Utara.. http:repository.usu.ac.idbitstream. Diakses
pada tanggal 20 Juni 2014. Pukul: 07.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
mandiri, melainkan sebagai sosok yang bisa ikut serta bagi kemajuan bangsanyamasyarakatnya. Seperti apa yang ditulis oleh Kartini seperti berikut.
“Kecerdasan pikiran penduduk bumiputera tidak akan maju pesat bila perempuan ketinggalan dalam usaha itu, yaitu perempuan jadi
pembawa peradaban”
25
Selanjutnya, pemerintah memberikan perbaikan-perbaikan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dengan maksud untuk memberikan hak untuk
dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, salah satu kebijakan pemerintah yaitu kebijakan affirmative action dengan memberikan batasan minimal kuota
. Dengan perjuangannya, R.A Kartini menjadi titik tolak yang
menumbuhkan semangat kaum perempuan dalam menuntut keadilan dan kesetaraannya. Kesetaraan dan keadilan ini termasuk dalam bidang politik. Di
dalam bidang politik, khususnya pada pelaksanaan pemilihan umum perempuan sudah mendapat pengakuan terkait hak pilihnya di bidang politik. Pengakuan
terhadap hak pilih perempuan ini dimulai dari adanya Kongres perempuan pertamadi Yogyakarta pada tahun 1928 dan dilanjutkan dengan konvensi
mengenai hak-hak politik perempuan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa pada 20 Desember 1952. Hal ini merupakan awal kesadaran bagi
perempuan d Indonesia dalam bidang politik, sehingga pada tahun 1955 Indonesia melaksanakan pemilu yang untuk pertama kali memberikan hak pilih kepada
perempuan.
25
Artikel 1 Syahfitri Anita. 2006. Gerakan Perempuan:Tinjauan Sejarah .Jakarta : Sebagai Pengantar Diskusi Lingkar Studi Perempuan. hal.3.
Universitas Sumatera Utara
30 keterwakilan perempuan untuk ikut serta sebagai kandidat dalam pemilihan umum.
Selain itu, permasalahan gender yang menjadi isu hangat lainnya yaitu di India, dimana India merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah panjang
dalam perjuangan pergerakan perempuan. Awal perjuangan gerakan perempuan di India dimulai setelah India meraih kemerdekaannya pada 1947 yang pada saat itu
pemerintahan Congres yang pada saat itu merupakan partai yang sedang berkuasa akan mengupayakan memenuhi janji-janjinya yang salah satunya yaitu
mendeklarasikan UUD India mengenai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, memberikan jalan bagi kaum perempuan untuk masuk ke dalam pemerintahan dan
membentuk badan-badan administrasi yang membuka kesempatan pada perempuan.
Akan tetapi, apa yang dijanjikan pemerintah tidak sesuai dengan kenyataannya, sehingga muncul berbagai gerakan perempuan yang gencar
menyuarakan keinginan mereka melalui kampanye-kampanye. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes para kaum perempuan terhadap bentuk kekerasan
terhadap perempuan seperti yang dilakukan oleh gerakan Shahada pada akhir tahun 1960-an. Dari sejarah pergerakan perempuan di Indonesia dan India dapat
disimpulkan bahwasannya sejarah kaum perempuan di kedua negara dimulai dari keinginan untuk memperoleh keadilan dan keseteraan serta kesempatan yang
sama seperti apa yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, kaum perempuan melakukan perjuangan dengan segala cara untuk dapat memperoleh
Universitas Sumatera Utara
apa yang seharusnya kaum perempuan dapatkan, yaitu kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagai sesama makhluk Tuhan yang tidak perlu dibedakan
kedudukannya. Alasan penulis memakai teori gender ini sebagai landasan untuk
menjawab permasalahan dalam tema perilaku perempuan dalam pemilu legislatif 2014 yaitu teori gender sangat penting untuk dideskripsikan. Karena di dalam
melakukan pembahasan mengenai kaitannya gender dengan politik, perlu adanya pemahaman mengenai konsep dasar gender itu, karena kata gender merupakan
kata yang sudah sering didengarkan, tetapi mengenai pemahaman akan gender itu sendiri masih belum banyak dimengerti.
Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwasannya gender merupakan konsepsi yang mengharapkan kesetaraan status dan peranan antara laki-lai dan
perempuan
26
. Kesetaraan dan keadilan gender penting untuk diperjuangkan agar tidak terjadi bias gender, karena masih sering perempuan dianggap sebagai kaum
marjinal padahal perempuan bukan merupakan kaum yang sedikit jumlahnya. Streotipe dan mind set yang selama ini terbentuk juga seharusnya dijawab oleh
kaum perempuan dengan kesadaran dan perjuangan mereka serta mampu membuktikan bahwasannya perempuan mampu bekerja di dunia politik, sehingga
perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan peranan dan kemampuan.
26
Harmona Daulay. Op.Cit. hal.5.
Universitas Sumatera Utara
3. Teori Psikologi Politik
Dalam memahami perilaku politik, penulis menekankan pentingnya teori psikologi politik sebagai upaya untuk memahami tingkah laku manusia sebagai
makhluk politik. Dapat dikatakan bahwasannya perilaku politik merupakan kajian yang termasuk dalam ranah psikologi politik, ini dikarenakan salah satu tujuan
psikologi politik adalah untuk menyusun dalil-dalil umum tentang perilaku yang dapat membantu menjelaskan dan memprediksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di
sejumlah situasi yang berbeda-beda
27
Dalam teori psikologi politik, fenomena politik dilihat dari sudut pandang psikologi seperti halnya dalam melihat perilaku pemilih, faktor internal
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Seperti apa yang dikemukakan oleh Martha L.Cottam dkk dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Psikologi
Politik Edisi 2” mengatakan bahwasannya orang-orang bertindak terdorong oleh .
Psikologi politik pada dasarnya memiliki cakupan yang cukup luas, ini dapat dilihat mulai dari psikologi politik dalam melihat perilaku politik dalam
memilihmemberikan suara pada pemilihan umum hingga psikologi politik yang berkaitan dengan adanya konflik-konflik baik nasional maupun internasional.
Dalam penulisan skripsi ini, psikologi politik dalam melihat perilaku pemilih merupakan fokus utama yang dipilih penulis. Perilaku pemilih yang dimaksud
adalah pemilih yang berjenis kelamin perempuan. Bagi penulis, perilaku pemilih perempuan dapat dilihat dengan bantuan teori psikologi politik.
27
Matha L.Cottam,dkk. 2012. Pengantar Psikologi Politik Ed.2,Cet.1. Jakarta : Rajawali Press. hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
faktor – faktor internal seperti kepribadian, sikap, dan identitas diri; mereka mengevaluasi lingkungan mereka dan lingkungan orang lain melalui proses
kognitif yang menghasilkan citra-citra tentang orang lain; dan mereka memutuskan bagaimana cara bertindak ketika faktor-faktor ini digabungkan
28
Faktor-faktor internal tersebut saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Kepribadian merupakan unsur utama yang dianggap akan
mencerminkan perilaku pemilih. Kepribadian adalah sebuah faktor psikologis pokok yang memengaruhi perilaku politik
.
29
Adanya penilaian terhadap seseorang atau sekelompok orang ini nantinya akan menimbulkan adanya kategorisasi sosial, yaitu adanya pengelompokan-
pengelompokan secara sosial seperti kewarganegaraan, ras, agama, dan gender. Penciptaan kategorisasi sosial nantinya dapat membentuk stereotip di tengah
lingkungan masyarakat. Stereotip adalah keyakinan tentang atribut orang-orang yang berada di dalam kelompok atau kategori sosial tertentu, dan seharusnya
. Kepribadian ini akan memengaruhi unsur-unsur lain dalam faktor internal manusia seperti pemikiran yang pada
akhirnya membentuk perilaku, baik perilaku sehari-hari maupun perilaku yang berhubungan dengan politik, khususnya perilaku dalam menentukan pilihan
politiknyamemberikan suaravoting. Akan tetapi, kepribadian tersebut juga sangat dipengaruhi oleh adanya identitas sosial. Identitas sosial yang dimaksud
bagaimana seseorang mengkonsepsikan dirinya dengan melalui diri sendiri ataupun orang lain yang menilainya.
28
Matha L.Cottam,dkk. Ibid. hal. 11.
29
Matha L.Cottam,dkk. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
merupakan sebuah konsep yang dikenal
30
Menurut penulis, perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politik dapat diketahui dengan menggunakan teori psikologi politik yang melihat perilaku
perempuan berdasarkan faktor internal dari perempuan secara individu. Terkait dengan permasalahan dalam skripsi ini yaitu permasalahan mengenai
keterwakilan perempuan yang selalu memperoleh suara yang sangat minim di . Munculnya stereotip ini dikarenakan
adanya kesalahan dari persepsi seseorang terhadap orang lain, atau suatu kelompok terhadap kelompok lain, hal ini merupakan bagian dari konsekuensi
mengkategorikan orang-orang ke dalam kelompok yang karakteristiknya tidak dimiliki oleh orang tersebut.
Oleh karena itu, dalam psikologi politik adanya faktor internal seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya merupakan faktor utama bagi teori psikologi
politik dalam membentuk perilaku pemilih. Seperti halnya dalam membahas perilaku pemilih perempuan, faktor internal dari pemilih perempuan merupakan
bagian yang paling berperan penting dalam membentuk perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya. Kepribadian dan sikap perempuan tentu
berbeda dengan laki-laki ditambah lagi dengan adanya pengaruh identitas sosial yang sering membentuk streotip di tengah masyarakat. Pembentukan stereotip
dalam hal perilaku perempuan sebagai pemilih yaitu adanya anggapan bahwasannya perempuan tidak cocok untuk berpolitik, karena politik adalah
bagian dari dunia laki-laki budaya patriarkhi.
30
Matha L.Cottam,dkk. Ibid. hal.73.
Universitas Sumatera Utara
setiap periodenya, maka penulis beranggapan bahwasannya perolehan suara dn jumlah keterwakilan perempuan di legislatif yang sangat minim bukanlah
dikarenakan dari kebijakan pemerintah, akan tetapi yang jauh lebih vital yaitu faktor dari pemilih perempuannya itu sendiri yang mana jumlah penduduk dan
pemilih perempuan sangatlah mendominasi, akan tetapi calon legislatif perempuan masih juga belum memperoleh suara yang banyak. Hal ini
mengindikasikan bahwasannya perempuan lebih cenderung untuk memilih perempuan, oleh karenanya psikologi politik sangat berguna untuk membantu
menjawab permasalahan ini. Perempuan dianggap lebih memilih laki-laki sebagai pemimpin
dikarenakan adanya faktor dari pengaruh budaya patriarkhi yang selama ini membentuk “mind set” perempuan bahwa memang pemimpin berasal dari
kaum laki-laki, dan kaum perempuan fungsi utamanya adalah menjadi sosok ibu yang baik yang mengurus keluarga secara penuh. Secara faktor internalnya,
perilaku perempuan sebagai pemilih sangat ditentukan oleh kepribadian perempuan. Kepribadian perempuan secara psikologis menganggap
bahwasannya laki-laki lebih cocok untuk memimpin dikarenakan laki-laki dianggap mampu melindungi, mengayomi, pekerja keras, dan tidak mengambil
keputusan dengan berdasarkan hati nurani semata, hal ini dikarenakan kepribadian perempuan yang sudah jauh terbentuk semenjak dari kecil di
dalam lingkup keluarga, perempuan melambangkan laki-laki seperti itu karena
Universitas Sumatera Utara
melihat sosok sang Ayah sebagai pemimpin keluarga dan sosok Ibu sebagai pengurus rumh tangga yang selalu menuruti perkataan Ayah.
Selain itu, ada satu faktor yang sangat menarik dalam melihat perilaku perempuan sebagai pemilih yang bisa dijadikan alasan untuk menjawab
permasalahan perilaku perempuan yang cenderung tidak memilih perempuan yaitu adanya faktor “Perempuan vs Perempuan”. Faktor mengenai “perempuan
vs perempuan” ini merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam mengamati perilaku pemilih perempuan. Faktor ini seperti menggambarkan
adanya konflik di antara perempuan ini yang sudah lama terjadi. Pemikiran ini dimulai sejak terbitnya buku klasik berjudul Woman vs Woman karya Tara
Roth Madden 1987, seorang pakar dan pengamat masalah perempuan AS, Madden menyimpulkan fenomena kehidupan konflik perempuan sebagai
berikut. Ternyata di dalam diri perempuan selama ini selalu terjadi konflik
yang kritis dengan sesama jenis. Karena, perempuan seringkali merasa belum bisa menganggap perempuan sebagai makhluk yang
dapat memberikan rasa aman di lingkungannya privat dan publik. Lebih jelasnya, perempuan masih menganggap bahwa perempuan
lain adalah ancaman yang membahayakan dirinya dalam karier, rumah tangga, dan pribadi. Hal tersebut yang menyebabkan
perempuan lebih memilih berteman dengan laki-laki daripada dengan perempuan.
31
31
Ellys Lestari Pembayun. 2009. Perempuan vs Perempuan: Realitas Gender, Tayangan Gosip, dan Dunia Maya. Bandung: Penerbit NUANSA. hal.37.
Universitas Sumatera Utara
Berangkat dari pemikiran besar ini, Madden menegaskan bahwa konflik di antara perempuan ini bagaikan “fenomena gunung es”, artinya konflik yang
selama ini tampak ke permukaan hanyalah bagian kecil dari “pertempuran di antara pertempuran”, sementara bagian kedalamnya merupakan lautan konflik
yang terselami
32
Metode penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran
. Artinya konflik antara perempuan ini masih sangat banyak jika ditelusuri lebih mendalam, konflik ini berakibat pada timbulnya persaingan
dan rasa tidak senang antara satu perempuan dengan perempuan yang lain. Konflik ini tentunya sangat menguntungkan bagi kaum laki-laki terutama di
ranah politik. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan ilmiah mengenai perilaku
perempuan dalam menentukan pilihan politiknya, penulis memandang permasalahan kurangnya perolehan suara perempuan itu disebabkan oleh
pemilih perempuan itu sendiri, dan ini berarti adanya permasalahan menyangkut faktor internal dari perempuan sebagai pemilih, inilah yang
menjadikan teori psikologi politik lebih dipilih penulis sebagai landasan teori dalam penulisan ilmiah ini.
G. Metodologi Penelitian G.1 Metode Penelitian
33
32
Ellys Lestari Pembayun. Ibid.
33
Dra. Trisakti, MM Dra. Sugiarti,M.Si. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender : Edisi Revisi. Malang : UMM Press. hal. 49.
. Penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
menggunakan metode deskriptif dengan jenis kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi
yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia
34
. Alasan peneliti memakai metode deskriptif adalah dikarenakan peneliti menginginkan hasil yang
mendalam mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya khususnya dalam memilih caleg perempuan pada pemilu anggota DPRD Kota
Medan.
G.2 Lokasi Penelitian
Proses penelitian dalam rangka mencari informasidata yang berkaitan dengan penelitian dilakukan di daerah pemilihan Dapil 2 kota Medan yang
meliputi Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Tuntungan, dan Medan Selayang.
G.5 Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan 1 data primer dan 2 data skunder. 1 Data primer dalam
penelitian sering diartikan sebagai data yang diperoleh secara langsung dari responden ataupun narasumberinforman. Adapun informan-informan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
34
Dr.Juliansyah Noor, S.E., M.M. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, karya Ilmiah. Jakarta : Kencana. hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
Tabel.1.4 Daftar Nama Informan No.
Nama Informan
Usia Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Kecamatan
1. Asmawati
53 PNSBendahara
PKK SMA
Medan Tuntungan
2 Saminam Tusti
Sundari 52
Sekretaris PKK Ketua KPPS
Medan Sunggal SMA
Medan Sunggal
3 Irawati
36 Sekretaris PKK
SMK Medan
Selayang 4
Nani Rianti 52
PNSKasubbag KeuanganKetua
Tim Penggerak PKK Kelurahan
Kedai Durian S-1
Medan Johor
5 Idah
Bintang,SE 51
PNSKasubbag Pelum
S-1 Medan Johor
6 Eny Lilawati
51 PNSBendahara
Barang SMA
Medan Polonia
Universitas Sumatera Utara
7 Sarah
23 Mahasiswi
S-1 Kecamatan
Medan Johor 8
Silvia 23
Mahasiswi D-3
Kecamatan Medan
Maimun
Sedangkan 2 data skunder sering diartikan sebagai datainformasi tambahan yang diperoleh dari data yang bersifat kepustakaan, seperti buku-
buku yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan masalah penelitian, seperti misalnya dokumen
yang berisi data mengenai perolehan suara calon legislatif perempuan di periode sebelumnya, dan data keterwakilan perempuan di legislatif DPRD
Kota Medan baik di periode 2014 sekarang maupun periode sebelumnya, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu melalui wawancara.
G.6 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data merupakan cara menganalisis data penelitian, termasuk alat-alat statistik yang relevan untuk digunakan dalam penelitian
35
35
Dr.Juliansyah Noor, S.E., M.M. Op.Cit. hal. 163.
. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data kualitatif, maka peneliti
Universitas Sumatera Utara
menggunakan teknik analisa kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan kategorisasi dan tidak berbentuk angka
36
. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap
proses yang diteliti dan juga menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses tersebut
37
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah dimana peneliti mendeskripsikan seputar topik
permasalah yang diangkat disertai dengan alasan ketertarikan peneliti dalam permasalahan penelitian
ini. Kemudia setelah latar belakang masalah, dilanjutkan dengan rumusan masalah, pertanyaan
penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, . Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu
data primer dan skunder, setelah data diperoleh kemudian diambil kesimpulan terhadap data tersebut.
H. Sistematika Penulisan