pemilih dilihat sebagai orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan satu partai politik tertentu.
15
Pendekatan ketiga yaitu pendekatan pilihan rasional. Dalam konteks pilihan rasional ada analogi antara pasar ekonomi dan perilaku pemilih politik.
Ketika pemilih merasa tidak mendapatkan keuntungan dengan memilih partai atau calon yang sedang berkompetisi, maka ia tidak akan memilih ketika pemilu
dilaksanakan. Hal tersebut dilandaskan pada kalkulasi ekonomi, apabila perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan
didapatkannya kelak maka jalan terbaik bagi pemilih tersebut adalah melakukan aktivitas sehari-harinya
16
. Dengan kata lain, pemilih benar-benar rasional dan sangat memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menggunakan hak
pilihnya, pertimbangan-pertimbangan tersebut berupa apa untung dan ruginya apabila pemilih mempergunakan hak pilihnya untuk memilih partai tertentu atau
kandidat tertentu. Hal ini dikarenakan pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pegetahuan dan informasi yang cukup, tindakan mereka bukanlah karena
kebetulan atau pun.
17
2. Teori Gender
Konsep gender pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial dengan memberikan perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat
lahiriah dan yang merupakan hasil dari konstruksi budaya. Pembedaan antara laki-
15
P.Anthonius Sitepu.Loc.cit.
16
T.Irmayani.Loc.cit.
17
T.Irmayani.Ibid.
Universitas Sumatera Utara
laki dan perempuan ini bermaksud untuk membedakan ciri-ciri manusia yang sudah tidak bisa diubah kodrati dan ciri-ciri manusia yang sewaktu-waktu dapat
berubah gender. Hal yang tidak bisa diubah ini sering dianggap sebagai seks, bagian dari manusia yang bersifat permanen, tidak dapat diubah ataupun ditukar.
Pembedaan tersebut bermaksud agar dalam memahami konsepdefenisi mengenai gender harus terlebih dulu membedakan antara seks dan gender.
Secara historis, konsep gender pertama sekali dibedakan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley yaitu ia membedakan antara gender dan seks
18
Dari pemahaman mengenai gender secara historis, maka dapat ditarik sebuah pengertian mengenai gender tersebut. Gender adalah perbedaan peran,
perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan
. Seks dimaknai sebagai perbedaan secara biologis yaitu yang berkaitan dengan
perbedaan jenis kelamin yang dimiliki oleh jenis kelamin tertentu anatomi biologis. Seks inilah yang merupakan karakteristik manusia yang bersifat kodrati,
permanen dan tidak dapat diubah. Sedangkan perbedaan secara gender identik dengan peranan, kemampuan, dunia pekerjaan diantara perempuan dan lak-laki
dan semua itu bersifat tidak permanen, serta peranan, kemampuan, dan dunia pekerjaan tersebut tidak bisa dipastikan dimilikimelekat oleh salah satu jenis
kelamin, karena ini bisa dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.
19
18
Harmona Daulay. Op.Cit. hal.3
19
Harmona Daulay. Loc.cit.
. Gender juga
Universitas Sumatera Utara
dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan konstruksi sosial budaya
yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
20
“Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari
tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu klas ke klas yang lainnya”
Sedangkan defenisi konsep gender menurut Mansour Fakih adalah :
21
Teori gender ini membentuk ideologi gender yang membentuk Mind Set masyarakat atau terjadinya Streotipe yang membenarkan adanya
perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang akan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi kaum perempuan. Meluasnya ideologi gender ini
seperti tidak ada yang bisa menghalangi, hal ini didukung oleh adanya faktor budaya patriarkhi yang dianut oleh masyarakat pada umumnya,
kerena budaya patriarkhi dianggap sebagai budaya yang didukung oleh .
Berdasarkan defenisi mengenai gender tersebut dapat dimaknai bahwasannya gender bersifat fleksibel. Kemudian konstruksi sosial dan
budaya terhadap penciptaan perbedaan antara laki-laki dan perempuan nantinya akan dapat dikatakan sebagai identitas gender. Identitas gender
ini biasa dikenal oleh manusia dimulai dari lingkungan keluarga, proses belajar, dan dari lingkungan masyarakat melalui kebudayaannya.
20
Herien Puspitawati. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: ITB Press. hal.1.
21
Leo Agustino. 2007. Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 229.
Universitas Sumatera Utara
agama yang memang dalam agama terdapat perbedaan peran antara laki- laki dan perempuan.
Secara umum, patriarkhi dapat didefenisikan sebagai suatu sistem yang bercirikan laki-laki ayah. Dalam sistem ini, laki-laki yang berkuasa
untuk menentukan
22
Ketidakadilan gender sering terjadi akibat kesalahpahaman memaknai gender, sehingga relasi antara perempuan dan laki-laki menjadi
rusak. Relasi yang terbentuk dianggap menjadikan laki-laki sebagai subjek dan perempuan menjadi objek, yang artinya perempuan ditempatkan
sebagai manusia kelas kedua. Hal ini berimplikasi pada adanya masalah- masalah terkait isu gender yang mengakibatkan ketidakadilan gender.
Masalah ketidakadilan gender bentuknya adalah pandangan posisi subordinat terhadap perempuan, pandangan streotipe terhadap perempuan
. Adanya budaya patriarkhi ini seakan menjadi penyebab terjadinya disparitas gender. Padahal, gender bersifat netral
terhadap perempuan dan laki-laki. Hanya saja, budaya patriarkhi ini yang selama ini membentuk kondisi sosial yang lebih menunjukkan peran laki-
laki. Maksud dari konsep gender disini adalah untuk menimbulkan kesadaran kepada kaum perempuan bahwa kaum perempuan harus
bangkit, sehingga apa yang disebut dengan kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud berkat perjuangan dari kaum perempuan itu sendiri.
22
A. Nunuk P. Murniati. 2004. Getar Gender : Buku Kedua. Magelang : Yayasan Indonesia Tera. hal. 80-81.
Universitas Sumatera Utara
dan laki-laki, beban ganda dari perempuan, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan.
23
1. Teori Nurture
Dalam permasalahan yang sering muncul terkait gender yaitu munculnya anggapan publik bahwa perempuan merupakan makhluk yang
tercipta hanya sebagai pendamping dan pelengkap dari laki-laki dengan lingkup bagian kerja diranah domestik. Oleh karenanya masalah gender ini
secara lebih luas pada bidang politik dapat berdampak pada partisipasi perempuan yang tidak lagi independen, melainkan sudah dimobilisasi
kaum laki-laki yang dianggap lebih mengetahui apa yang terbaik untuknya. Partisipasi perempuan yang dipengaruhi oleh kaum laki-laki ini
sangat berpengaruh terhadap pilihan politiknya, karena perempuan cenderung memilih untuk bergantung pada perempuan, termasuk dalam
mengikuti pilihan politik laki-laki. Pembahasan mengenai gender, melahirkan tiga teori yaitu:
Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial budaya selama ini menempatkan perempuan dan laki-laki dalam
kelas yang berbeda. Laki-laki selalu lebih superior dibandingkan perempuan.
23
A. Nunuk P. Murniati. Ibid. hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori Nature
Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang harus diterima. Perbedaan biologis memberikan
dampak berupa perbedaan peran dan tugas diantara keduanya. Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada pula
yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiah.
3. Teori Keseimbangan
Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori yang berusaha memberikan kompromi yang menekankan pada
konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan perempuan namun menuntut perlunya kerjasama yang harmonis
antara keduanya.
24
Di Indonesia, gender memiliki sejarah yang panjang dengan melalui perjuangan pergerakan perempuan di Indonesia. Perjuangan perempuan di
Indonesia mengalami fase pasang-surut seiring perubahan rezim yang selalu berganti. Tokoh yang sangat terkenal dalam memperjuangkan gerakan perempuan
adalah R.A Kartini. Beliau merupakan tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan perempuan, bahkan bukan hanya ingin menjadikan perempuan sebagai sosok yang
24
Nur Heffina. 2011. Perempuan dan Politik.: Studi Tentang Kelompok Pendukung dan Penentang Undang- Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi di Sumatera Utara.. http:repository.usu.ac.idbitstream. Diakses
pada tanggal 20 Juni 2014. Pukul: 07.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
mandiri, melainkan sebagai sosok yang bisa ikut serta bagi kemajuan bangsanyamasyarakatnya. Seperti apa yang ditulis oleh Kartini seperti berikut.
“Kecerdasan pikiran penduduk bumiputera tidak akan maju pesat bila perempuan ketinggalan dalam usaha itu, yaitu perempuan jadi
pembawa peradaban”
25
Selanjutnya, pemerintah memberikan perbaikan-perbaikan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dengan maksud untuk memberikan hak untuk
dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, salah satu kebijakan pemerintah yaitu kebijakan affirmative action dengan memberikan batasan minimal kuota
. Dengan perjuangannya, R.A Kartini menjadi titik tolak yang
menumbuhkan semangat kaum perempuan dalam menuntut keadilan dan kesetaraannya. Kesetaraan dan keadilan ini termasuk dalam bidang politik. Di
dalam bidang politik, khususnya pada pelaksanaan pemilihan umum perempuan sudah mendapat pengakuan terkait hak pilihnya di bidang politik. Pengakuan
terhadap hak pilih perempuan ini dimulai dari adanya Kongres perempuan pertamadi Yogyakarta pada tahun 1928 dan dilanjutkan dengan konvensi
mengenai hak-hak politik perempuan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa pada 20 Desember 1952. Hal ini merupakan awal kesadaran bagi
perempuan d Indonesia dalam bidang politik, sehingga pada tahun 1955 Indonesia melaksanakan pemilu yang untuk pertama kali memberikan hak pilih kepada
perempuan.
25
Artikel 1 Syahfitri Anita. 2006. Gerakan Perempuan:Tinjauan Sejarah .Jakarta : Sebagai Pengantar Diskusi Lingkar Studi Perempuan. hal.3.
Universitas Sumatera Utara
30 keterwakilan perempuan untuk ikut serta sebagai kandidat dalam pemilihan umum.
Selain itu, permasalahan gender yang menjadi isu hangat lainnya yaitu di India, dimana India merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah panjang
dalam perjuangan pergerakan perempuan. Awal perjuangan gerakan perempuan di India dimulai setelah India meraih kemerdekaannya pada 1947 yang pada saat itu
pemerintahan Congres yang pada saat itu merupakan partai yang sedang berkuasa akan mengupayakan memenuhi janji-janjinya yang salah satunya yaitu
mendeklarasikan UUD India mengenai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, memberikan jalan bagi kaum perempuan untuk masuk ke dalam pemerintahan dan
membentuk badan-badan administrasi yang membuka kesempatan pada perempuan.
Akan tetapi, apa yang dijanjikan pemerintah tidak sesuai dengan kenyataannya, sehingga muncul berbagai gerakan perempuan yang gencar
menyuarakan keinginan mereka melalui kampanye-kampanye. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes para kaum perempuan terhadap bentuk kekerasan
terhadap perempuan seperti yang dilakukan oleh gerakan Shahada pada akhir tahun 1960-an. Dari sejarah pergerakan perempuan di Indonesia dan India dapat
disimpulkan bahwasannya sejarah kaum perempuan di kedua negara dimulai dari keinginan untuk memperoleh keadilan dan keseteraan serta kesempatan yang
sama seperti apa yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, kaum perempuan melakukan perjuangan dengan segala cara untuk dapat memperoleh
Universitas Sumatera Utara
apa yang seharusnya kaum perempuan dapatkan, yaitu kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagai sesama makhluk Tuhan yang tidak perlu dibedakan
kedudukannya. Alasan penulis memakai teori gender ini sebagai landasan untuk
menjawab permasalahan dalam tema perilaku perempuan dalam pemilu legislatif 2014 yaitu teori gender sangat penting untuk dideskripsikan. Karena di dalam
melakukan pembahasan mengenai kaitannya gender dengan politik, perlu adanya pemahaman mengenai konsep dasar gender itu, karena kata gender merupakan
kata yang sudah sering didengarkan, tetapi mengenai pemahaman akan gender itu sendiri masih belum banyak dimengerti.
Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwasannya gender merupakan konsepsi yang mengharapkan kesetaraan status dan peranan antara laki-lai dan
perempuan
26
. Kesetaraan dan keadilan gender penting untuk diperjuangkan agar tidak terjadi bias gender, karena masih sering perempuan dianggap sebagai kaum
marjinal padahal perempuan bukan merupakan kaum yang sedikit jumlahnya. Streotipe dan mind set yang selama ini terbentuk juga seharusnya dijawab oleh
kaum perempuan dengan kesadaran dan perjuangan mereka serta mampu membuktikan bahwasannya perempuan mampu bekerja di dunia politik, sehingga
perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan peranan dan kemampuan.
26
Harmona Daulay. Op.Cit. hal.5.
Universitas Sumatera Utara
3. Teori Psikologi Politik