Gambaran Tingkat Keberhasilan Peran PSPA Satria Baturaden

mata anak dianggap sebagai pemarah, cerewet sehingga anak susah untuk mengakrabkan diri dengan orang tua. Yang paling penting adalah ketegasan orang tua dalam disiplin. Mungkin, perlu diadakan sekolah untuk orang tua agar mereka mengerti cara mengasuh, membimbing anak yang baik”dalam sidang CC I. Berdasarkan wawancara dengan Manik Indardefie 55 tahun bahwa pada acara pemulangan, pekerja sosial memberikan follow up atau pesan-pesan kepada orang tua dan guru mengenai anak yang masuk dalam kasus anak bermasalah agar anak ini segera ditindak lanjuti di lingkungannya oleh keluarga dan pihak sekolah. Berdasarkan sidang kasus terakhir yaitu case confferece III pekerja sosial juga menyatakan rekomendasi masing-masing anak serta follow up kepada orang tua dan guru. Jadi penguatan anak dapat diberikan dengan memberikan follow up kepada orang tua dan guru karena anak hanya kurang lebih 1 bulan di PSPA. Follow up diberikan dalam rangka memberikan penguatan positif supaya dijadikan suatu kebiasaan di rumah dan di sekolah.

6. Gambaran Tingkat Keberhasilan Peran PSPA Satria Baturaden

dalam Pembentukan Kepribadian Anak Anak yang ditampung dalam Panti Sosial Petirahan Anak adalah anak-anak yang bermasalah seperti anak yang pendiam, pemarah, egois, nakal dan sebagainya. Jangka waktu 1 bulan memang sangat singkat sedangkan di PSPA lebih menonjolkan penerapan disiplin anak agar dapat hidup mandiri. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Benny Edhi Susanto 50 tahun selaku Kepala Progam dan Advokasi bahwa PSPA Satria Baturaden ini berfungsi untuk mengembangkan perilaku anak terutama dalam kedisiplinan anak. Anak pada awal masuk sampai akhir di PSPA mengalami perubahan yang signifikan. Sebagai contoh penerima manfaat yang bernama Satima yang mempunyai sifat pendiam, pemurung. Bapak Kusnadi 35 tahun selaku guru pendamping dari Kabupaten Brebes mengungkapkan bahwa: “Satima pada waktu pemberangkatan nangis terus. Seminggu di PSPA Satima nangis terus, kalau ditanya diam, lebih suka sendiri di kamar, jarang mandi, pakaian nampak lusuh” wawancara tanggal 15 April 2013. Pada saat sidang kasus pertama Case Conference I, dari hasil assesmen pekerja sosial terhadap penerima manfaat diberikan pernyataan bahwa Satima memiliki perilaku malas dan kurang percaya diri. Pada saat sidang kasus ketiga, Satima mengalami perkembangan. Kebiasaan merawat diri sudah dijalankan dengan baik. Penerima manfaat sudah bisa bersosialisasi dengan baik bersama teman-temannya. Meskipun motivasi untuk mengejar cita-citanya masih rendah karena penerima manfaat ingin bekerja setelah lulus sekolah. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh teman-teman Satima yaitu Anisa 11 tahun dan Sinta 11 tahun mengungkapkan bahwa satima sudah tidak menangis lagi dan sering berkumpul bersama teman-teman. Jadi perkembangan Satima dari awal sampai akhir mengalami perubahan. Satima mulai bisa berkumpul bersama teman-temannya. Meskipun motivasi untuk mengejar cita-citanya masih rendah karena Satima ingin bekerja setelah lulus sekolah. Penerima manfaat kedua yang memiliki sifat nakal, bandel dan egois berdasarkan sidang kasus pertama yang peneliti ambil sebagai sampel adalah Mohammad Juani. Penerima manfaat memiliki sifat yang bandel, terkesan pendiam tapi cenderung semaunya sendiri dan tidak mau diatur. Menurut teman-temannya penerima manfaat sering bertengkar dengan temannya dan mudah marah di asrama. Pada saat sidang kasus ke 3 Case Conference III menurut Sustamar Haendarti 47 tahun selaku pekerja sosial pembimbingnya mengungkapkan bahwa Juani sekarang sudah mulai fokus dan tidak terlibat permasalahan lagi dengan teman- temannya meskipun sifat pemarahnya masih ada Sidang Kasus ke 3. Hasil yang dicapai PSPA dalam menangani anak yang bermasalah memang belum sepenuhnya berhasil, tapi bermanfaat bagi anak agar anak dapat menerapkannya di rumah. Untuk mewujudkannya, PSPA memberikan follow up atau pesan-pesan kepada orang tua agar memberikan umpan balik dan penguatan positif kepada anak. Pekerja sosial sangat menekankan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari sehingga kedisiplinan anak dalam rawat diri, ibadah, mengikuti kegiatan bangun pagi sudah mulai nampak. Setiap kegiatan dan aktivitas anak-anak sudah disusun dan dibuat jadwal harian. Aturan yang diterapkan di PSPA dijalankan dengan baik oleh anak-anak. Anak-anak sudah bisa mandiri meskipun bangun pagi masih harus dibangunkan.

B. Pembahasan