BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Sejarah singkat RSU Anutapura Palu

RSU Anutapura Palu merupakan rumah sakit milik pemerintah kota Palu yang berlokasi di jalan Kangkung No. 1 Palu kecamatan Palu Barat dengan luas bangunan 12.679,93 m2.

RSU Anutapura Palu dibangun pada tanggal 22 Februari 1980, dan diresmikan pada tanggal 4 April 1981 dengan kategori rumah sakit tipe D. Kemudian RSU Anutapura palu berubah menjadi kategori type C sesuai keputusan menteri kesehatan RI Nomor 009-L/MENKES/I/1993 tanggal 9 Januari 1993, dan sekarang RSU Anutapura Palu di kategorikan sebagai rumah sakit tipe B sesuai dengan keputusan menteri kesehatan nomor 733/MENKES/SK/2007.

b. Visi dan Misi RSU Anutapura Palu

1) VISI

Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan terjangkau

2) MISI

Untuk mewujudkan visi tersebut diatas RSU Anutapura Palu merumuskan misinya, yaitu :

(a) Menyediakan sarana dan prasarana rumah sakit yang representatif


(2)

(b) Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional, ramah dan beretika serta bertanggung jawab

(c) Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia (d) Menjadi rumah sakit rujukan

2. Karakteristik Umum Responden

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan terhadap 54 orang responden penelitian, diperoleh gambaran umum karakteristik responden yang dominan antara lain; yang terbanyak terdapat pada golongan kelompok usia 47-51 tahun dan > 67 tahun yaitu masing-masing sebanyak 13 orang (24,1%) sedangkan yang terendah berusia 37-41 tahun dan 42-46 tahun yaitu masing-masing sebanyak 3 orang (5,6%), pada karakteristik berdasarkan jenis kelamin di dapatkan hasil yaitu perempuan sebanyak 25 orang (46,3%) sedangkan laki-laki sebanyak 29 orang (53,7%), yang terbanyak berpendidikan S1 sebanyak 22 orang (40,7%) sedangkan yang terendah berpendidikan SMP sebanyak 5 orang (9,3%), pada karakteristik pekerjaan responden didapatkan hasil yaitu responden terbanyak merupakan Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 14 orang (25,9%) sedangkan yang responden yang bekerja sebagai wartawan merupakan responden yang paling sedikit yaitu sebanyak 1 orang (1,9%).


(3)

24.07%

14.81%

18.52%

24.07% 5.56% 5.56%

7.41%

>62 tahun 57-61 tahun 52-56 tahun 47-51 tahun 42-46 tahun 37-41 tahun 32-36 tahun

Gambar 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kelompok Usia

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan gambar 4.1 didapatkan frekuensi dari responden terbanyak terdapat pada golongan kelompok usia 47-51 tahun dan > 62 tahun yaitu masing-masing sebanyak 13 orang (24,1%) sedangkan yang terendah berusia 37-41 tahun dan 42-46 tahun yaitu masing-masing sebanyak 3 orang (5,6%).


(4)

46.30%

53.70%

perempuan laki-laki

Gambar 4.2 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan gambar 4.2 didapatkan frekuensi dari responden terbanyak terdapat pada karakterstik jenis kelamin di dapatkan hasil yaitu perempuan sebanyak 25 orang (46,3%) sedangkan laki-laki sebanyak 29 orang (53,7%)

9.26%

22.22%

25.93%

42.59%

SMP SMA SD Sarjana

Gambar 4.3 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir


(5)

Berdasarkan gambar 4.3 didapatkan frekuensi dari responden terbanyak terdapat pada responden yang berpendidikan Sarjana/Diploma, yaitu sebanyak 22 orang (40,7%) sedangkan yang terendah berpendidikan SMP sebanyak 5 orang (9,3%)

1.85% 5.5 6%

20.37%

20.37% 25.93% 16.67% 9.26%

Wartawan Tani PNS Pensiunan IRT Dagang Buruh

Gambar 4.4 Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan gambar 4.4 didapatkan hasil yaitu responden terbanyak merupakan Ibu Rumah Tangga (IRT), sebanyak 14 orang (25,9%) sedangkan responden yang bekerja sebagai wartawan merupakan responden dengan jumlah paling sedikit yaitu sebanyak 1 orang (1,9%).

3. Hasil Analisis Univariat

Berdasarkan hasil tabulasi data, dapat diperoleh gambaran data tiap variabel. Dari keseluruhan sampel yang mengalami UKD di RSU Anutapura Palu sebanyak 29 orang dan non UKD sebanyak 25 orang. Distribusi masing - masing variabel


(6)

faktor risiko risiko Ulkus Kaki Diabetik (UKD) yakni usia, lama menderita DM, merokok, hipertensi, hiperlipidemia, hiperglikemia, dan obesitas pada sampel penelitian akan disajikan pada gambar berikut:

87.04% 12.96%

25-65 tahun > 65 tahun

Gambar 4.5 Distribusi Faktor Risiko UKD Berdasarkan Umur Pada Sampel Penelitian

Sumber : Data Primer 2013

Pada gambar 4.5 variabel faktor risiko usia didapatkan kelompok usia yang terbanyak yaitu kelompok usia 25-65 tahun, sebanyak 47 orang (87.03%) pada golongan usia >65 tahun didapatkan sampel sebanyak 7 orang (12.96%).


(7)

77.78% 22.22%

<10 Tahun >10 Tahun

Gambar 4.6 Distribusi Faktor Risiko UKD Berdasarkan Lama Menderita DM Pada Sampel Penelitian

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan gambar 4.6 pada variabel faktor pada lama menderita DM <10 tahun hasil didapatkan hasil terbanyak yaitu 42 orang (77.8%). lama menderita DM >10 tahun sebanyak 12 orang (22.22%)

33.33%

66.67%

tidak ada riwayat hipertensi ada riwayat hipertensi

Gambar 4.7 Distribusi Faktor Risiko UKD Berdasarkan Riwayat Hipertensi Pada Sampel Penelitian


(8)

Selanjutnya pada gambar 4.7 distribusi berdasarkan hipertensi, didapatkan jumlah sampel dengan riwayat hipertensi terbanyak yaitu sejumlah 36 orang (66.67%) dan 18 orang (33.3%) tanpa riwayat hipertensi.

29.63%

70.37%

kadar GDS <140 mg/dL kadar GDS >140 mg/dL

Gambar 4.8 Distribusi Faktor Risiko UKD berdasarkan hiperglikemia pada sampel penelitian

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan gambar 4.8, pada variabel faktor hiperglikemia ditemukan sampel terbanyak dengan GDS >140 mg/dL sebanyak 38 orang ( 70.37%) dan selebihnya sebanyak 16 orang (29.63%) dengan GDS <140 mg/dL.

51.85% 48.15%

IMT <27 IMT >27

Gambar 4.9 Distribusi Faktor Risiko UKD Berdasarkan Obesitas Pada Sampel Penelitian


(9)

Berdasarkan gambar 4.9 variabel faktor obesitas, ditemukan jumlah terbanyak yaitu 28 orang (51.85%) dengan IMT <27 dan selebihnya sebanyak 26 orang (48.15%) dengan IMT >27 dan sebanyak.

61.11%

38.89%

tidak mempunyai riwayat merokok mempunyai riwayat merokok

Gambar 4.10 Distribusi Faktor Risiko UKD Berdasarkan Riwayat Merokok Pada Sampel Penelitian

Sumber : Data Primer 2013

Berdasarkan gambar 4.10 variabel faktor riwayat merokok, didapatkan jumlah sampel terbanyak yaitu sebanyak 33 orang (61.1%) tanpa riwayat merokok. Selebihnya dengan riwayat merokok sebanyak 21 orang (38.9%).

Tabel 4.1 Distribusi Faktor Risiko UKD Berdasarkan Hiperlipidemia Pada Sampel Penelitian

Hiperlipidemia Kejadian %

Mengalami Tidak Mengalami

--


(10)

Secara keseluruhan, kejadian hiperlipidemia tidak ditemukan dalam sampel dikarenakan ketidaklengkapan hasil pemeriksaan pada rekam medis pada kejadian UKD maupun non UKD sehingga variabel hiperlipidemia tidak dapat dianalisis dalam SPSS.

Jika diamati dari tiap variabel faktor risiko terjadinya kejadian UKD, dapat disimpulkan bahwa jumlah usia merupakan faktor risiko UKD yang dominan dialami pada kejadian UKD yakni jumlah usia pada golongan usia 25-65 tahun di temukan sebanyak 47 orang (87.03%). Selanjutnya variabel faktor lama menderita DM <10 tahun sebanyak 42 orang (77.8%), variabel faktor hiperglikemia dengan GDS >140 mg/dL sebanyak 38 orang ( 70.37%), faktor hipertensi dengan riwayat hipertensi sebanyak 36 orang (66.67%), kemudian variabel faktor merokok dengan riwayat merokok sebanyak 33 orang (61.1%) dan terakhir pada variabel obesitas dengan IMT <27 sebanyak 28 orang (51.85%).

4. Hasil Analisis Bivariat a. Faktor Usia

Hubungan antara usia dengan kejadian UKD pada pasien DM ditunjukkan pada Tabel 4.2.


(11)

Tabel 4.2 Hubungan Usia Dengan Kejadian UKD Pada Pasien DM

Usia

UKD

Total Nilai α Nilai p

UKD Non UKD

N N N

Kelompok usia >65

tahun 7 0 7

0,05 0,012

Kelompok usia

25-65 tahun 22 25 47

Total 29 25 54

Sumber : Data Primer 2013

Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil analisis bivariat dengan uji

Fisher’s Exact Test antara variabel umur dengan kejadian UKD pada pasien DM keduanya memiliki hubungan bermakna secara statistik dimana nilai p atau nilai signifikansi (Exact. Sig. (2-sided)) diperoleh sebesar 0,012 (jika faktor peluang kurang dari 5 % atau p value < nilai α ; α =0,05 maka hasil tersebut bermakna ), sehingga faktor usia berhubungan dengan kejadian UKD atau dengan kata lain hipotesis alternatif (H1) dapat diterima.

b. Faktor Lama Menderita DM

Hubungan antara faktor lama menderita DM dengan kejadian UKD pada pasien DM ditunjukkan pada Tabel 4.3


(12)

Tabel 4.3 Hubungan Lama Menderita DM Dengan Kejadian UKD Pada Pasien DM

Lama Menderita DM

UKD

Total

Nilai α Nilai p UKD Non UKD

N N N

> 10 tahun < 10 tahun

Total

10 19 29

2 23 25

12 42 54

0,05 0,020

Sumber : Data Primer (Kuesioner) 2013

Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil analisis bivariat uji Chi-square

antara variabel lama menderita DM dengan kejadian UKD keduanya bermakna secara statistik dimana nilai p (Asymp. Sig. (2-sided)) yang diperoleh ada sebesar 0,020 dimana nilai p < 0,05, maka, hipotesis alternatif H1 dapat diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel faktor lama menderita DM mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian UKD pada pasien DM.

c. Faktor Hipertensi

Hubungan antara faktor hipertensi dengan kejadian Ulkus Kaki Diabetik (UKD) pada pasien DM ditunjukkan pada Tabel 4.4


(13)

Tabel 4.4 Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian UKD Pada Pasien DM

Hipertensi

UKD

Total Nilai α Nilai p

UKD

Non UKD

N N N

Mempunyai Riwayat Tidak Mempunyai Riwayat Total 24 5 29 12 13 25 36 18 54 0,05 0,007

Sumber : Data Primer (Kuesioner) 2013

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hasil analisis bivariat dengan uji

Chi-square antara hipertensi dengan kejadian UKD keduannya bermakna secara statistik yakni nilai p atau nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-sided)) yang diperoleh sebesar 0,007. Telah diketahui bahwa jika diperoleh faktor peluang atau nilai p kurang dari nilai α yakni 5 % atau p value < nilai α ; α =0,05 maka hasil tersebut bermakna. Dapat disimpulkan bahwa faktor jumlah hipertensi memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura Palu atau dengan kata lain hipotesis alternatif (H1) dapat diterima.

d. Faktor Hiperglikemia

Hubungan antara faktor hiperglikemia dengan Ulkus Kaki Diabetik (UKD) pada pasien DMditunjukkan pada Tabel 4.5.


(14)

Tabel 4.5 Hubungan Hiperglikemia Dengan Kejadian UKD Pada Pasien DM

Hiperglikemia

UKD

Total

Nilai α Nilai p

UK

D UKD Non

N N N

Kadar GDS >140

mg/dL 25 13 38

0,05 0,006

Kadar GDS <140

mg/dL 4 12 15

Total 29 25 54

Sumber : Data Sekunder 2013

Pada table 4.5 menunjukkan bahwa hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel hiperglikemia dengan kejadian UKD keduannya bermakna secara statistik karena faktor peluang atau nilai signifikansi yang diperoleh kurang dari 5 % atau 0,05 (diperoleh nilai p = 0,006 ; p < 0,05), sehingga faktor hiperglikemia berhubungan dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura Palu atau dengan kata lain hipotesis alternatif diterima.

e. Faktor Obesitas

Hubungan antara faktor obesitas dengan kejadian UKD pada pasien DM ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hubungan Obesitas Dengan Kejadian UKD Pada Pasien DM


(15)

Obesitas

UKD

Total Nilai α Nilai p

UK

D Non UKD

N N N

IMT >27 18 8 26

0,05 0,027

IMT <27 11 17 28

Total 29 25 54

Sumber : Data Primer, 2013.

Pada table 4.6 menunjukkan bahwa hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel obesitas dengan kejadian UKD menunjukkan keduannya bermakna secara statistik (diperoleh nilai p= 0,027 ; p < 0,05), sehingga faktor obesitas berhubungan dengan kejadian UKD.

f. Faktor Merokok

Hubungan antara merokok dengan kejadian Ulkus Kaki Diabetik (UKD) pada pasien DM ditunjukkan pada Tabel 4.7


(16)

Merokok

UKD

Tota

l Nilai α Nilai p

U

UKD Non UKD

N N N

Mempunyai riwayat

merokok 15 6 21

0,05 0,037

Tidak mempunyai

riwayat merokok 14 19 33

Total 29 25 54

Sumber : Data Primer, 2013

Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hasil analisis bivariat dengan uji

Chi-square antara variabel merokok dengan kejadian UKD keduannya bermakna secara statistik yakni nilai p atau nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-sided)) yang diperoleh sebesar 0,037. Telah diketahui bahwa jika diperoleh faktor peluang atau nilai p kurang dari nilai α yakni 5 %, maka hasil tersebut bermakna. Dapat disimpulkan bahwa faktor merokok memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura Palu atau dengan kata lain hipotesis alternatif (H1) dapat diterima.

5. Hasil Analisis Multivariat

Sebelum dilakukan analisis multivariat, terlebih dahulu telah dilakukan uji

chi-square. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa semua faktor risiko yang terbukti memiliki hubungan signifikan atau bermakna dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura Palu yakni usia, lama menderita DM, hipertensi, hiperglikemia, obesitas, dan merokok. Dari analisis bivariat, hasil dari semua


(17)

variable memiliki nilai signifikansi atau p kurang dari 0.25 dan hal tersebut dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan dalam analisis multivariat regresi logistik ganda dengan metode backward wald.

Adapun untuk hasil analisis multivariat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Dengan Metode Backward Wald

Semua Variabel Yang Berhubungan Dengan Kejadian UKD

Variabel Koefisien Regresi (B) Nilai Wald Signifikansi (Sig)

Usia Hipertensi Hiperglikemia Lama Menderita DM Merokok Obesitas -20,157 -1,330 -1,454 -1,267 -0,726 -0,726 0,000 3,061 3,313 1,328 1,752 1,074 0,999 0,080 0,069 0,249 0,186 0, 300

Nilai B atau Koefisien regresi menunjukkan arah hubungan elastisitas antar kedua variabel. Dari hasil analisis di atas, nilai B dari semua variabel tidak ada yang memiliki nilai positif yang menunjukkan terdapat pengaruh yang searah antara variabel bebas dengan variabel terikat dimana apabila terdapat nilai positif berarti peningkatan faktor risiko tersebut dapat meningkatkan kemungkinan atau peluang untuk terjadinya UKD pada pasien DM sedangkan nilai B dari semua faktor resiko diatas bernilai negatif yang artinya semua peningkatan faktor resiko tidak memiliki pengaruh yang searah.


(18)

Selanjutnya nilai signifikansi (sig) menunjukkan probabilitas atau peluang kesalahan yang ditetapkan peneliti dalam mengambil keputusan untuk menolak atau mendukung hipotesis nol, atau dapat diartikan juga sebagai tingkat kesalahan yang ditolerir oleh peneliti, yang diakibatkan oleh kemungkinan adanya kesalahan dalam pengambilan sampel. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5 % (α = 0.05).

Dari analisis multivariat dengan regresi logistik ganda dengan metode

backward wald diperoleh nilai signifikansi masing-masing variabel yakni usia (sig = 0,999), hipertensi (0.080), hiperglikemia (0.069), dan lama menderita DM (0,249). Secara keseluruhan diperoleh nilai sig di atas dari tingkat signifikansi (> 0.05) yang bermakna bahwa faktor risiko usia, hipertensi, hiperglikemia dan lama menderita DM tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian UKD pada pasien DMatau dengan kata lain hipotesis alternatif ditolak.

Selanjutnya nilai wald merupakan nilai penting dalam uji regresi logistik dimana nilai ini digunakan untuk menguji tingkat signifikansi secara statistik dari tiap-tiap parameter. Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai wald dari masing-masing variabel yakni risiko usia (0,000), hipertensi (3,061), hiperglikemia (3,313), lama menderita DM (1,328), merokok (1,752), dan obesitas (1,074).


(19)

Pada analisis bivariat, variabel faktor hiperglikemia dilakukan uji Chi-Square

didapatkan hasil p sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,006<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa hiperglikemia sebagai variabel independen, tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α

( 0,080 > 0,05) sehingga H1 ditolak, atau tidak terdapat hubungan pada faktor hiperglikemia dengan kejadian ulkus kaki diabetik. nilai koefisien regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -1,454), yang berarti peningkatan 1 unit variabel hiperglikemia, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 1,454 unit.

Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Nanda (2011) dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian UKD dan tidak sejalan dengan Priyanto (2010) yang juga mempunyai hasil yaitu hiperglikemia cukup berpengaruh terhadap kejadian UKD. Hiperglikemia kronik menyebabkan perubahan-perubahan metabolik, yaitu: 1) perubahan pelepasan oksigen dari sel darah merah. 2) perubahan pola aliran darah mikrovaskuler. 3) perubahan pada mikrovaskuler itu sendiri. Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang mempengaruhi perubahan-perubahan struktural dan fungsional pada serabut-serabut saraf. Kurangnya aliran darah pada penderita DM disertai penurunan oksigen endoneural yang akan menurunkan kecepatan


(20)

saraf, kandungan mioinositol, transport aksoplasmik, aktivitas Na-K-ATP ase dan konsumsi oksigen yang menyebabkan kerusakan saraf.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Purwanti (2013) dimana dalam penelitiannya didapatkan hasil OR 6,326 yang berarti terdapat hubungan antara pengendalian gula darah yang buruk mempunyai memudahkan terjadinya ulkus kaki diabetik.

Hal ini terjadi kemungkinan untuk pasien rawat jalan, pemeriksaan lab yang dilakukan tidak terlalu sering, sehingga data kadar gula di rekam medis kebanyakan yang sudah lewat beberapa hari sebelumnya dan juga karena waktu sebelum memeriksa kadar gula telah meminum obat diabetes, sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan lab, sehingga mempengaruhi data penelitian. Pada analisis bivariat, variabel faktor hipertensi dilakukan uji Chi-Square

didapatkan hasil p sebesar 0,007 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,007<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Dari analisis multivariat didapatkan hasil bahwa hipertensi sebagai variabel independen, tidak bermakna dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai signifikan yang lebih tinggi dari nilai α ( 0,080 > 0,05) yang berarti H1 ditolak. Selain itu, nilai koefisien regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -1,330), yang peningkatan 1 unit variabel hipertensi, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 1,330 unit pada pasien DM di RSU Anutapura Palu.

Hasil ini tidak sejalan dengan teori, yaitu menurut O’Neals 2008, hipertensi merupakan salah satu faktor risiko mayor pada ulkus kaki diabetik. Hipertensi


(21)

pada penderita diabetes mellitus terdapat viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus. (Misnadiarly dalam Hastuti, 2008).

Namun hasil ini sejalan dengan penelitian Hastuti (2008), dimana hipertensi tidak terbukti sebagai faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik karena dipengaruhi oleh variabel yang lebih kuat pada waktu di analisis bersama-sama.

Pada variabel faktor risiko usia tidak dapat dilakukan uji Chi-Square dikarenakan terdapat 2 cells yang mempunyai expected count kurang dari 5, sehingga digunakan uji alternatif yaitu Fisher’s Exact. Hasil analisis dengan

Fisher’s Exact Test untuk hubungan antara umur dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura Palu, didapatkan hasil p sebesar 0,012 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,012<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat hubungan antara usia dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Dari analisis multivariat didapatkan hasil bahwa usia sebagai variabel independen yang tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α ( 0.999 > 0.05) dengan wald sebesar 0,000 yang berarti bahwa H1 ditolak. Selain nilai itu, nilai koefisien


(22)

regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -20,157), yang berarti peningkatan 1 unit variabel usia, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 20,157 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana pada penelitian Hastuti (2008), pada hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa umur 55-59 tahun tidak terbukti sebagai faktor risiko terjadinya ulkus diabetika (p=0,675) Hal ini disebabkan karena pengaruh dari variabel lain yang lebih kuat dalam analisis penelitian tersebut.

Hasil ini berbeda jika dibandingkan secara teori, dimana diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus kaki diabetik merupakan penyakit degeneratif yang berkaitan dengan penurunan fungsi tubuh secara fisiologis yang diakibatkan oleh proses aging sehingga menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga menyebabkan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. (Rochmah 2006 dalam Hastuti, 2008).

Hasil ini tidak sejalan dengan teori, kemungkinan terjadi karena sampel pada penelitian kali ini, khususnya pada responden > 67 tahun sangat sedikit, yaitu hanya 7 orang. Hal ini yang mungkin menyebabkan secara keseluruhan usia memiliki nilai skor dan nilai sig yang kecil, sehingga hubungan secara signifikansi juga kecil.

Pada variabel faktor lama menderita DM dilakukan uji Chi-Square didapatkan hasil p sebesar 0,020 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,020<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat


(23)

hubungan antara lama menderita DM dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Dari analisis multivariat didapatkan hasil bahwa lama menderita DM sebagai variabel independen, tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α ( 0,249 > 0,05) dengan nilai wald sebesar 1,328 atau dengan arti kata lain H1 ditolak. Selain itu, nilai koefisien regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -1,267), yang berarti peningkatan 1 unit variabel lama menderita DM, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 1,267 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil ini kemungkinan terjadi karena sampel pada penelitian kali ini yang sedikit, juga diakibatkan karena ketidaktahuan pasien tentang waktu pasti perjalanannya penyakitnya, sehingga mereka hanya memperkirakan waktu mengidap penyakitnya.

Hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Hastuti (2008) dimana lama DM >10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik. penderita ulkus kaki diabetik, terutama terjadi pada penderita yang telah menderita >10 tahum atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan muncul komplikasi berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami maroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita yang tidak dirasakan. (Hastuti, 2008).

Dari analisis multivariat, hasil ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Boyko et al (1999) dimana dari analisis multivariat lama menderita diabetes


(24)

mellitus (11,4 tahun) tidak ditemukan hubugan dengan kejadian ulkus kaki diabetik. Hal ini dikarenakan sulitnya sampel penelitian menentukan durasi dari penyakit diabetes mellitus yang mereka alami.

Hasil yang didapatkan berbeda jika dibandingkan secara teori, dimana lama DM berhubungan dengan hiperglikemia yang berkepanjangan, yang akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation endproducts (AGE). AGE sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Terbentuknya AGEs dan sorbitol menyebabkan sintesis fungsi nitric oxide (NO) akan menurun, dan bersama rendahnya mionositol dalam sel saraf, dan mengakibatkan neuropati diabetik (Qilsi dan Ardiansyah, 2010). Pada suatu kondisi yang jinak, gangren berkembang dalam 10 tahun (O’Neals 2008).

Pada analisis bivariat, variabel faktor obesitas dilakukan uji Chi-Square

didapatkan hasil p sebesar 0,027 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,027<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa obesitas sebagai variabel independen, tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α ( 0,300 > 0,05) yang berarti bahwa hipotesis alternatif (H1) ditolak. Dengan nilai koefisien regresi (B)= -0,726 yang berarti bahwa yang berarti peningkatan 1 unit variabel obesitas,

menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 0,726 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.


(25)

Hal ini tidak sejalan dengan teori. Menurut Morison (2004), obesitas termasuk dalam salah satu faktor risiko UKD pada pasien DM. Obesitas merupakan salah satu faktor utama dalam kejadian ulkus kaki diabetik karena secara mekanis, orang yang mengalami obesitas, berat badan yang berlebih cenderung menambah tekanan plantar (O’Neals, 2008). Orang yang obesitas cenderung mengalami diabetik, hal ini terjadi karena terjadi penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin. Keterbatasan kemampuan sel beta pulau langerhans memproduksi insulin secara kuantitas maupun kualitasnya mengakibatkan peningkatan gula darah pada golongan orang dengan obesitas. Dengan IMT normal dimungkinkan adanya keseimbangan antara insulin yang diproduksi dengan jumlah gula darah yang beredar. Gula darah yang normal akan merupakan suasana kondusif bagi viskositas darah, perfusi oksigen dan nutrisi serta imunitas ke dalam sel otot, hati dan lemak. Keadaan ini akan mendukung proses penyembuhan luka yang bisa dibuktikan dengan tumbuhnya granulasi dan epithelisasi luka (Supriyatin et al, 2007).

Ketidaksesuaian hasil ini dikarenakan pada saat dilakukan penelitian, kondisi responden banyak yang telah mengalami penurunan badan pada saat dirawat. Namun kebanyakan pasien mengakui bahwa mereka pernah mengalami kegemukan. Namun pada saat terkena penyakit DM perlahan-lahan berat badan mereka menurun. Sehingga, pada saat dilakukan penelitian sampel dengan IMT yang berlebih hanya sedikit, sehingga mempengaruhi nilai signifikan.

Pada analisis bivariat, variabel faktor merokok dilakukan uji Chi-Square

didapatkan hasil p sebesar 0,037 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,037<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat


(26)

hubungan antara hipertensi dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa merokok sebagai variabel independen, tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α ( 0,378 > 0,05) dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif (H1) ditolak. Nilai koefisien regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -0,972), yang berarti yang berarti peningkatan 1 unit variabel merokok, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 0,972 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.

Dari hasil yang didapatkan sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Boyko et al (1999) dimana dari analisis multivariat, hasil variabel merokok tidak ditemukan nilai yang signifikan dalam pengaruh variabel dalam kejadian ulkus kaki diabetik. Hal ini disebabkan oleh bias dalam pengisian kuesioner.

Hasil multivariat tidak sesuai dengan teori dimana O’Neals (2008) memasukkan merokok pada faktor yang sangat berpengaruh dikarenakan efek konstriksi pembuluh darah yang sangat cepat, namun juga karena adanya pengembangan atherosclerosis, penyembuhan yang lama akibat adanya karbonmonoksida yang berikatan dengan hemoglobin yang normalnya mengangkut oksigen.

Ketidaksesuaian hasil data ini kemungkinan diakibatkan jumlah sampel yang sedikit, juga dipengaruhi oleh ketidakterbukaannya responden dalam menjawab pertanyaan kuesioner. Pada saat mewawancarai pasien, terdapat beberapa responden yang menyangkal bahwa mereka merokok, khususnya pada responden wanita. Namun setelah dikonfirmasi kembali pada keluarga pasien yang


(27)

menemani, responden ternyata memiliki riwayat merokok. Hal itu mungkin juga terjadi pada responden yang datang tanpa pengantar, sehingga peneliti tidak dapat mengkonfirmasi kembali jawaban yang telah responden berikan.


(1)

regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -20,157), yang berarti peningkatan 1 unit variabel usia, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 20,157 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana pada penelitian Hastuti (2008), pada hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa umur 55-59 tahun tidak terbukti sebagai faktor risiko terjadinya ulkus diabetika (p=0,675) Hal ini disebabkan karena pengaruh dari variabel lain yang lebih kuat dalam analisis penelitian tersebut.

Hasil ini berbeda jika dibandingkan secara teori, dimana diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus kaki diabetik merupakan penyakit degeneratif yang berkaitan dengan penurunan fungsi tubuh secara fisiologis yang diakibatkan oleh proses aging sehingga menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga menyebabkan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. (Rochmah 2006 dalam Hastuti, 2008).

Hasil ini tidak sejalan dengan teori, kemungkinan terjadi karena sampel pada penelitian kali ini, khususnya pada responden > 67 tahun sangat sedikit, yaitu hanya 7 orang. Hal ini yang mungkin menyebabkan secara keseluruhan usia memiliki nilai skor dan nilai sig yang kecil, sehingga hubungan secara signifikansi juga kecil.

Pada variabel faktor lama menderita DM dilakukan uji Chi-Square didapatkan hasil p sebesar 0,020 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,020<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat


(2)

hubungan antara lama menderita DM dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Dari analisis multivariat didapatkan hasil bahwa lama menderita DM sebagai variabel independen, tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α ( 0,249 > 0,05) dengan nilai wald sebesar 1,328 atau dengan arti kata lain H1 ditolak. Selain itu, nilai koefisien regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -1,267), yang berarti peningkatan 1 unit variabel lama menderita DM, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 1,267 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil ini kemungkinan terjadi karena sampel pada penelitian kali ini yang sedikit, juga diakibatkan karena ketidaktahuan pasien tentang waktu pasti perjalanannya penyakitnya, sehingga mereka hanya memperkirakan waktu mengidap penyakitnya.

Hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Hastuti (2008) dimana lama DM >10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik. penderita ulkus kaki diabetik, terutama terjadi pada penderita yang telah menderita >10 tahum atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan muncul komplikasi berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami maroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita yang tidak dirasakan. (Hastuti, 2008).

Dari analisis multivariat, hasil ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Boyko et al (1999) dimana dari analisis multivariat lama menderita diabetes


(3)

mellitus (11,4 tahun) tidak ditemukan hubugan dengan kejadian ulkus kaki diabetik. Hal ini dikarenakan sulitnya sampel penelitian menentukan durasi dari penyakit diabetes mellitus yang mereka alami.

Hasil yang didapatkan berbeda jika dibandingkan secara teori, dimana lama DM berhubungan dengan hiperglikemia yang berkepanjangan, yang akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation endproducts (AGE). AGE sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Terbentuknya AGEs dan sorbitol menyebabkan sintesis fungsi nitric oxide (NO) akan menurun, dan bersama rendahnya mionositol dalam sel saraf, dan mengakibatkan neuropati diabetik (Qilsi dan Ardiansyah, 2010). Pada suatu kondisi yang jinak, gangren berkembang dalam 10 tahun (O’Neals 2008).

Pada analisis bivariat, variabel faktor obesitas dilakukan uji Chi-Square didapatkan hasil p sebesar 0,027 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,027<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa obesitas sebagai variabel independen, tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α ( 0,300 > 0,05) yang berarti bahwa hipotesis alternatif (H1) ditolak. Dengan nilai koefisien regresi (B)= -0,726 yang berarti bahwa yang berarti peningkatan 1 unit variabel obesitas,

menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 0,726 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.


(4)

Hal ini tidak sejalan dengan teori. Menurut Morison (2004), obesitas termasuk dalam salah satu faktor risiko UKD pada pasien DM. Obesitas merupakan salah satu faktor utama dalam kejadian ulkus kaki diabetik karena secara mekanis, orang yang mengalami obesitas, berat badan yang berlebih cenderung menambah tekanan plantar (O’Neals, 2008). Orang yang obesitas cenderung mengalami diabetik, hal ini terjadi karena terjadi penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin. Keterbatasan kemampuan sel beta pulau langerhans memproduksi insulin secara kuantitas maupun kualitasnya mengakibatkan peningkatan gula darah pada golongan orang dengan obesitas. Dengan IMT normal dimungkinkan adanya keseimbangan antara insulin yang diproduksi dengan jumlah gula darah yang beredar. Gula darah yang normal akan merupakan suasana kondusif bagi viskositas darah, perfusi oksigen dan nutrisi serta imunitas ke dalam sel otot, hati dan lemak. Keadaan ini akan mendukung proses penyembuhan luka yang bisa dibuktikan dengan tumbuhnya granulasi dan epithelisasi luka (Supriyatin et al, 2007).

Ketidaksesuaian hasil ini dikarenakan pada saat dilakukan penelitian, kondisi responden banyak yang telah mengalami penurunan badan pada saat dirawat. Namun kebanyakan pasien mengakui bahwa mereka pernah mengalami kegemukan. Namun pada saat terkena penyakit DM perlahan-lahan berat badan mereka menurun. Sehingga, pada saat dilakukan penelitian sampel dengan IMT yang berlebih hanya sedikit, sehingga mempengaruhi nilai signifikan.

Pada analisis bivariat, variabel faktor merokok dilakukan uji Chi-Square didapatkan hasil p sebesar 0,037 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,037<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif atau H1 diterima yakni terdapat


(5)

hubungan antara hipertensi dengan kejadian UKD pada pasien DM di RSU Anutapura.

Hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa merokok sebagai variabel independen, tidak bermakna atau signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen dilihat dari nilai sig yang lebih tinggi dari nilai α ( 0,378 > 0,05) dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif (H1) ditolak. Nilai koefisien regresi yang diperoleh bernilai negatif (B= -0,972), yang berarti yang berarti peningkatan 1 unit variabel merokok, menurunkan kejadian ulkus kaki diabetik sebesar 0,972 unit pada pasien DM di RSU Anutapura.

Dari hasil yang didapatkan sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Boyko et al (1999) dimana dari analisis multivariat, hasil variabel merokok tidak ditemukan nilai yang signifikan dalam pengaruh variabel dalam kejadian ulkus kaki diabetik. Hal ini disebabkan oleh bias dalam pengisian kuesioner.

Hasil multivariat tidak sesuai dengan teori dimana O’Neals (2008) memasukkan merokok pada faktor yang sangat berpengaruh dikarenakan efek konstriksi pembuluh darah yang sangat cepat, namun juga karena adanya pengembangan atherosclerosis, penyembuhan yang lama akibat adanya karbonmonoksida yang berikatan dengan hemoglobin yang normalnya mengangkut oksigen.

Ketidaksesuaian hasil data ini kemungkinan diakibatkan jumlah sampel yang sedikit, juga dipengaruhi oleh ketidakterbukaannya responden dalam menjawab pertanyaan kuesioner. Pada saat mewawancarai pasien, terdapat beberapa responden yang menyangkal bahwa mereka merokok, khususnya pada responden wanita. Namun setelah dikonfirmasi kembali pada keluarga pasien yang


(6)

menemani, responden ternyata memiliki riwayat merokok. Hal itu mungkin juga terjadi pada responden yang datang tanpa pengantar, sehingga peneliti tidak dapat mengkonfirmasi kembali jawaban yang telah responden berikan.