BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(1)

113

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bagian ini mengemukakan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengembangan model pelatihan kecakapan hidup dalam peningkatan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta. Fokus utama penelitian ini adalah apakah benar terdapat kecenderungan umum model pelatihan kecakapan hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta dapat memberikan pertumbuhan atau kemampuan dalam peningkatan kemandirian pada anak tunalaras?

Penyajian pada bab ini akan dibagi ke dalam dua bagian, bagian pertama menyaikan data hasil penelitian dan bagian kedua menyajikan pembahasan hasil penelitian.

A. Deskripsi Profil Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Sebagaimana dikemukakan pada bagian sebelumnya, penelitian ini dilakukan terhadap Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta, gambaran dari hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk deskripsi hasil penelitian.

Hasil-hasil penelitian yang disajikan pada bagian ini berupa keterangan-keterangan atau data-data kasus menyangkut tiga indikator kasus, untuk masing-masing subjek penelitian. Indikator-indikator yang disajikan dan menjadi bahasan dalam bagian ini, yaitu:


(2)

114

1. Data yang berhubungan dengan kondisi objektif pelatihan kecakapan hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta;

2. Data yang berhubungan dengan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup; dan

3. Data yang berhubungan dengan implementasi model pelatihan kecakapan hidup.

Telaah penelitian terhadap kondisi objektif pelatihan kecakapan hidup dan profil Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta akan berkenaan dengan komponen-komponen pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup yang selama ini dilaksanakan (analisis deskriptif).

Telaah penelitian mengenai pengembangan model pelatihan kecakapan hidup, akan berkenaan dengan tiga komponen kegiatan yakni telaah terhadap:

1. Komponen perencanaan program; 2. Komponen pelaksanaan; dan 3. Komponen evaluasi kegiatan.

Pada komponen perencanaan program, hal-hal yang menjadi fokus kajian penelitian ini adalah:

1. Jenis kegiatan pada tahap perencanaan, 2. Materi yang diprogramkan,

3. Alokasi waktu yang ditetapkan, 4. Tenaga yang dipersiapkan, 5. Pembiayaan,


(3)

115

7. Evaluasi,

8. Sarana-prasarana yang dipersiapkan untuk kegiatan pelatihan.

Pada komponen pelaksanaan kegiatan, hal-hal yang menjadi fokus telaah dalam penelitian ini diarahkan pada:

1. Materi-materi yang diberikan dalam PKH,

2. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi, 3. Media yang digunakan dalam proses pelatihan, 4. Waktu yang digunakan dalam proses pelatihan, 5. Tenaga pembimbing atau nara sumber teknis, dan

6. Tingkat partisipasi peserta; meliputi kehadiran dan keaktifan selama mengikuti proses pelatihan.

Pada komponen evaluasi, hal-hal yang menjadi fokus telaah dalam penelitian ini diarahkan pada:

1. Jenis evaluasi;

2. Waktu pelaksanaan evaluasi; dan

3. Kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi hasil penelitian terhadap keterlibatan peserta dalam proses pelatihan dan kemandirian peserta setelah mengikuti pelatihan.

1. Deskripsi Umum Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta a. Sejarah Berdirinya Panti

Timbulnya masalah cross boys dan cross girls tahun 1957 di beberapa kota besar di Indonesia, mendorong Departemen Sosial mendirikan suatu Camp


(4)

116

yang diresmikan tanggal 21 Desember 1959 dengan nama Pilot Proyek Karang Taruna Marga Guna dengan Surat Keputusan Kepala Jawatan Pekerjaan Sosial No. 3/BUL-DJPS-A/62.

Melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-2-49/4479 tanggal 30 Oktober 1965 selanjutnya ditetapkan menjadi Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna yang terdiri dari Taman Rekreasi Sehat Anak-anak Dwikora, Observation Home untuk anak-anak Tuna Sosial, Camp pendidikan dan latihan kerja untuk anak-anak mogok (drop out), serta Usaha Kesejahteraan Wanita/gadis desa/LSD.

Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-1-48/144 tanggal 7 Oktober 1968 menetapkan proyek tersebut menjadi Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani, Camp pendidikan dan latihan kerja anak-anak mogol, Sanggar rekreasi sehat Ade Irma Suryani, Pusat Perkemahan Remaja (termasuk Pramuka) dari Jakarta dan sekitarnya, serta Pusat Pendidikan, kursus-kursus dan upgrading

petugas Direktorat Jenderal Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Masyarakat Departemen Sosial.

Pada rapat dinas staf Direktorat Kesejahteraan Anak dan Taruna dengan staf Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna tanggal 18 Oktober, 30 Oktober dan 5 Nopember 1971, dihasilkan suatu keputusan bahwa mulai tanggal 1 Desember 1971 kegiatan proyek tersebut menjadi :

1) Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani sebagai kegiatan pokok.

2) Pelayanan umum (community service) sebagai kegiatan suplementer.


(5)

117

Terbitnya Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 1975 yang salah satunya melahirkan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial di dalam Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial, maka nama Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial dirubah menjadi Panti Rehabilitasi Sosial Anak Nakal (PRAN) Wisma Handayani. Tahun 1983 secara resmi PRAN Wisma Handayani dialihkan statusnya dari pengolahan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta.

Selanjutnya melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI Nomor : 06/KEP/BRS/IV/1994 tanggal 1 April 1994 dan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 14/HUK/1994 tanggal 23 April 1994 tentang pembakuan penamaan Panti/Sasana, Panti Rehabilitasi Anak Nakal Wisma Handayani berubah menjadi Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani. Berdasarkan keputusan tersebut, garis koordinasi pertanggungjawaban panti kepada Kantor Wilayah Departemen Sosial DKIJakarta.

b. Maksud dan Tujuan

Dalam mengemban amanat UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum Departemen Sosial merupakan leading sector dalam mengembangkan Usaha Kesejahteraan sosial.

Pengembangan Usaha tersebut diimplementasikan pada berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada serta mengembangkan kapasitas sosial masyarakat.


(6)

118

PSMP Handayani adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis yang menangani permasalahan anak nakal dengan maksud:

1) Untuk dapat memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial anak nakal sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, serta berakhlak mulia.

2) Menghilangkan label dan stigma negatif masyarakat terhadap

anak yang menghambat tumbuh kembang mereka untuk

berpartisipasi dalam hidup dan kehidupan masyarakat.

Maksud tersebut dikembangkan lagi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat tercipta suatu pelayanan yang komprehensif dan berorientasi pada kepentingan penerima pelayanan.

Tujuan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal di PSMP Handayani secara umum adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya.

c. Fungsi

Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani adalah salah satu alternatif dari sekian banyak lembaga Pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan sosial kepada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi.


(7)

119

Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial ditetapkan bahwa Panti Sosial adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sehari-hari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan ketrampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Departemen sosial RI (dalam Profil PSMP Handayani, 2006: 4-5) menjabarkan peran, fungsi dan tugas panti sosial percontohan adalah sebagai berikut:

1) Sebagai Pusat Pelayanan Kesejahteraan Sosial, fungsi dan tugasnya adalah sebagai berikut:

a) Menggugah, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran sosial, tanggung jawab sosial, prakarsa dan peran serta perorangan, kelompok dan masyarakat.

b) Penyembuhan dan pemulihan sosial.

c) Penyantunan dan penyediaan bantuan sosial. d) Mengadakan bimbingan lanjut.

2) Sebagai Pusat Informasi masalah kesosialan, fungsi dan tugasnya adalah sebagai berikut:


(8)

120

a) Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang

masalah kesejahteraan sosial.

b) Menyelenggarakan konsultasi sosial bagi masyarakat.

3) Sebagai Pusat Pengembangan Kesejahteraan Sosial, fungsi dan tugasnya adalah :

a) Mengembangkan kebijaksanaan dan perencanaan sosial. b) Mengembangkan metode pelayanan sosia.

Panti Sosial sedikitnya memiliki ketiga fungsi tersebut. Namun demikian menurut Siahaan, yang dikutip oleh Tim Peneliti di Badan Pelatihan dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial Depsos RI (dalam Profil PSMP Handayani, 2006: 5) sesungguhnya masih ada satu fungsi lagi yang ada dalam sebuah Panti, yaitu fungsi pendidikan dan pelatihan. Menurutnya, hal itu mengingat bahwa dalam sebuah panti terdapat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, baik kepada klien secara langsung maupun kepada tenaga di luar Panti dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesejahteraan sosial.

d.Sasaran Garapan

Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani memberikan beberapa alternatif penanganan permasalahan anak nakal. Pengertian anak nakal adalah anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama yang merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketentraman dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Kepmensos RI No 23/HUK/1996). Pelayanan yang diberikan tidak dapat lepas dari kontribusi keluarga dan masyarakat sebagai lingkungan terdekat dari anak


(9)

121

nakal. Dengan demikian partisipasi aktif dari keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan bagi keberhasilan proses pelayanan. Sasaran garapan dalam penanganan anak nakal meliputi :

1) Anak nakal

Anak nakal yang dapat memperoleh pelayanan di PSMP Handayani meliputi:

a) Anak nakal yang berusia 10-18 tahun dan belum

menamatkan pendidikan dasar 9 tahun. Bagi mereka diberikan pelayanan pendidikan setaraf Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) umum.

b) Anak nakal yang berusia 16-21 tahun dan minimal telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bagi mereka diberikan bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan kerja.

c) Anak nakal yang berkonflik dengan hukum, meliputi : (1) Sedang dalam proses penyidikan oleh polisi.

(2) Sedang dalam proses pengadilan jaksa penuntut umum. (3) Menjalani putusan hakim.

(4) Setelah selesai menjalani pidana anak. 2) Orang tua anak nakal

Orang tua sebagai lingkungan terdekat anak perlu dipersiapkan supaya mampu memberikan daya dukung bagi tumbuh kembangnya potensi anak. Menghadapi permasalahan anak nakal, orang tua diharapkan dapat menciptakan kondisi yang dapat menghindarkan anak dari perilaku nakal.


(10)

122

Untuk mencapai hal itu, maka PSMP Handayani melaksanakan kegiatan motivasi dan konsultasi keluarga melalui home visit secara berkala.

3) Masyarakat

Lingkungan masyarakat juga memiliki peran penting untuk mencegah timbulnya permasalahan kenakalan anak. Ini dimungkinkan dengan adanya berbagai upaya memberikan kesempatan kepada anak nakal untuk mengaktualisasikan diri mereka di dalam kehidupan masyarakat.

PSMP Handayani telah melakukan berbagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat termasuk dunia usaha (bengkel-bengkel skala kecil dan menengah) di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya agar dapat menerima eks anak nakal mengikuti program magang. Lebih lanjut diharapkan dapat memberikan lapangan kerja bagi mereka.

4) Instansi/lembaga yang berwenang menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan,

BAPAS/RUTAN dan LAPAS Anak) yang memiliki tugas dan

kewenangan menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum agar lebih cepat tertangani demi kepentingan terbaik bagi anak.

e. Persyaratan dan Calon Klien

Anak nakal yang dapat diberikan pelayanan memiliki dua klasiflkasi rujukan:

1) Rujukan dari keluarga/tokoh masyarakat/ PSM/ LSM/ Organisasi Sosial atau Organisasi masyarakat lainnya.


(11)

123

2) Rujukan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Rumah Tahanan

(RUTAN) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM.

Bagi calon penerima pelayanan diharapkan dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Laki-laki/Perempuan 2) Usia 10 s/d 21 tahun

3) Sehat fisik dan mental, tidak menderita penyakit kronis/menular berdasarkan Surat Keterangan Sehat dari Dokter Puskesmas/Rumah Sakit.

4) Menanda tangani surat pernyataan sanggup mengikuti program rehabilitasi sosial.

5) Surat Penyerahan dari orang tua/wali/lembaga.

6) Bila masih sekolah (kelas V SD s/d kelas III SLTP), harus melampirkan surat pindah dan raport.

7) Pas photo ukuran 4 x 6 (4 lembar) dan 2 x 3 (2 lembar). 8) Lulus Seleksi.

f. Pelayanan

Pelaksanaan kegiatan operasional pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal di PSMP Handayani berpedoman pada Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 40/HUK/2004 tentang Prosedur Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Kegiatan operasional dikoordinasikan ke dalam dua Seksi dan satu Sub Bagian, yaitu :


(12)

124

1) Sub Bagian Tata Usaha

Tugasnya mencakup persiapan sarana dan prasarana pelayanan seperti sarana fisik dan SDM. Tugasnya meliputi penyiapan asrama, kebutuhan fisik (makan) klien, sarana dan prasarana ketrampilan.

2) Seksi Program dan Advokasi Sosial (PAS).

Tugasnya melakukan persiapan perencanaan program baik program yang berkaitan dengan operasional perkantoran maupun program rehabilitasi sosial secara keseluruhan.

3) Seksi Rehabilitasi Sosial

Tugasnya melakukan bimbingan rehabilitasi sosial langsung kepada klien. Bimbingan yang dilaksanakan meliputi bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.

Tahapan proses pelayanan rehabilitasi sosial di PSMP Handayani adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan Awal

Merupakan kegiatan penjangkauan (out reach) klien. Pendekatan awal dilakukan dengan langsung mendatangi lokasi dimana terdapat permasalahan anak nakal. PSMP Handayani bekerja sama dengan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam melakukan seleksi.

2) Penerimaan

Calon klien yang dinyatakan dapat mengikuti seleksi datang ke PSMP Handayani. Calon klien diharuskan mengikuti tes berupa tes wawancara, tes sosiometri, tes fisik, tes buta warna, dsb. Setelah dinyatakan lulus tes maka


(13)

125

dilakukan pemeriksaan berkas kelengkapan administrasi. 3) Pengasramaan

Calon klien yang telah lulus seleksi maupun sudah memenuhi kelengkapan persyaratan ditempatkan di asrama. Pengasramaan di PSMP menganut sistem kepengasuhan dimana klien tinggal bersama-sama keluarga asuh sebagai keluarga pengganti.

4) Orientasi

Pada awal proses pelayanan, klien diwajibkan mengikuti orientasi selama kurang lebih dua minggu. Materi pada saat orientasi bertujuan untuk memberikan gemblengan disiplin kepada klien sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan pola pelayanan yang teratur dan sistematis. Pemberi materi terdiri dari Pihak Koramil, Kepolisian Sektor Cipayung dan pegawai yang ditunjuk.

5) Assesmen

Langkah awal dalam proses pelayanan adalah kegiatan assesmen dengan tujuan untuk mengungkap dan memahami latar belakang permasalahan klien. Tujuan assesmen adalah untuk dapat menentukan fokus masalah sehingga dapat menentukan jenis pelayanan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan klien.

6) Perumusan Rencana Intervensi

Berdasarkan hasil assesmen pekerja sosial, maka dirumuskan rencana intervensi pelayanan rehabilitasi untuk masing-masing klien. Rencana intervensi diberikan sesuai dengan karakteristik masing-masing klien dan


(14)

126

berdasarkan tingkat kedalaman masalah.

7) Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan Ketrampilan

Berdasarkan rumusan rencana intervensi yang telah disusun oleh pekerja sosial, klien selanjutnya memperoleh bimbingan fisik, mental, sosial dan kecakapan vokasional sesuai dengan minat dan bakatnya. Sedangkan bagi warga belajar usia sekolah diharuskan mengikuti kegiatan belajar mengajar di SLB-E Handayani. Bimbingan fisik, mental, sosial dan kecakapan vokasional di PSMP Handayani dilaksanakan secara terintegrasi.

8) Resosialisasi

Pada tahap resosialisasi, PSMP Handayani melakukan sosialisasi terhadap keluarga, masyarakat dan pihak dunia usaha yang dapat memberikan dukungan bagi perkembangan maksimal klien. PSMP Handayani telah menjalin kerjasama dengan berbagai bengkel kecil dan menengah di wilayah DKI Jakarta untuk dapat menerima klien magang (praktik belajar kerja). Selanjutnya diharapkan mereka dapat memberikan lapangan kerja bagi eks klien.

9) Penyaluran

Klien yang telah selesai mengikuti program magang maka akan disalurkan. Bentuk penyaluran disesuaikan dengan jenis bimbingan yang diikuti. Bagi klien yang mengikuti program bimbingan pendidikan SLB-E maka disalurkan kepada Sekolah Menengah Atas atau yang sederajat. Sedangkan untuk klien yang mengikuti bimbingan ketrampilan disalurkan


(15)

127

pada bengkel-bengkel yang menerima mereka bekerja. 10) Bimbingan Lanjut

Tahap ini merupakan tahap untuk mengadakan evaluasi dan monitoring terhadap eks klien. Pihak PSMP Handayani melakukan bimbingan lanjut secara berkala dalam waktu satu tahun setelah klien disalurkan. Tujuannya adalah memantau perkembangan klien baik di lingkungan rumah maupun lingkungan tempat kerja. PSMP Handayani harus mampu memaksimalkan kondisi lingkungan yang dapat menjaga konsistensi perubahan perilaku. 11) Terminasi

Setelah melalui masa bimbingan lanjut selama satu tahun dan dinilai bahwa eks klien sudah memiliki kemampuan untuk mandiri maka dilakukan terminasi.

12) Pengarsipan data klien

Pengarsipan data klien dilakukan mulai tahap penerimaan. Untuk persyaratan awal masuk panti file klien dihimpun oleh Seksi PAS dan selanjutnya diserahkan kepada pekerja sosial yang menangani klien. Untuk perkembangan selanjutnya sepenuhnya menjadi tugas dan tanggung jawab pekerja sosial. Meskipun file klien lengkap ada di pekerja sosial tetapi masing-masing bagian seperti Seksi Rehabilitasi Sosial, Tata Usaha dan PAS juga melakukan pengarsipan.

g. Daya Tampung

Mengacu pada Keputusan Menteri Sosial No. 59/HUK/2003 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PSMP Handayani sebagai Panti dengan


(16)

128

eselonering III tipe A, kapasitas tampung ditetapkan sebanyak 100 klien. Kapasitas tersebut terisi dari pelayanan yang sifatnya reguler dan pelayanan pengembangan. Pelayanan reguler merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada anak nakal rujukan dari masyarakat dan BAPAS/LAPAS dalam suatu periode tertentu sesuai dengan kemampuan masing-masing anak.

Pelayanan pengembangan sifatnya lebih multi sektoral yang meliputi pelayanan bagi remaja putus sekolah terlantar, penyandang cacat rungu wicara, karang taruna yang diselenggarakan secara insidental yang difokuskan pada pelatihan kecakapan vokasional teknik pendingin, las dan service motor. Pelayanan ini dilakukan bekerja sama dengan berbagai orsos/ormas/lembaga pemerintah yang ada. Tujuannya agar dapat memberikan respon positif terhadap masyarakat lingkungan sekitar panti.

h. Sarana dan Prasarana

Sebagai panti percontohan, PSMP Handayani telah dilengkapi berbagai sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk mendukung proses pelayanan. Berbagai upaya pembenahan sarana dan prasarana terus dilakukan agar pelayanan yang diberikan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Beberapa sarana dan prasarana yang ada tersebut adalah:

1) Sarana gedung yang cukup representatif.

2) Sarana peralatan yang sesuai dengan tuntutan jaman.

3) Kondisi lingkungan yang cukup nyaman, asri dan jauh dari kebisingan.

Kondisi sarana dan prasarana PSMP Handayani dapat dilihat pada gambar (lampiran).


(17)

129

i. Personalia

Daya Manusia merupakan penggerak utama suatu program. Dalam melaksanakan pelayanan sosial terhadap anak nakal, diperlukan SDM dengan kualitas yang cukup handal. Dukungan SDM/personalia di PSMP Handayani dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

TABEL 4.1

DATA PERSONALIA PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

NO TINGKAT PENDIDIKAN / JURUSAN JUMLAH

1. S2 Kessos 2

2. Sl Kessos 4

3. Sl Hukum 1

4. D III Kessos 1

5. D III Pendidikan 3

6. SMA 7

7. SMK 12

8. SMP 2

9. SD 1

JUMLAH 33

Sumber : Data Kepegawaian, Tata Usaha 2006

Jumlah pegawai tersebut terbagi dalam berbagai jabatan antara lain jabatan struktural, jabatan fungsional dan staf. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

TABEL 4.2

DATA PERSONALIA BERDASARKAN JABATAN DI PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

NO JABATAN JUMLAH

1. Jabatan Struktural 4

2. Jabatan fungsional pekerja sosial 12

3. Staff 17

JUMLAH 33


(18)

130

Jumlah pekerja sosial yang ada di PSMP Handayani adalah 12 orang. Perbandingan pekerja sosial dengan jumlah klien adalah satu orang pekerja sosial menangani delapan sampai sembilan orang klien.

j. Jaringan Kerja

Dalam mengembangkan profesionalisme pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak nakal, PSMP Handayani perlu mengembangkan jaringan kerja baik dengan instansi pemerintah, pemerintah daerah, orsos, LSM maupun organisasi kemasyarakatan. Sejalan dengan konsep multi layanan yang harus dilaksanakan jaringan kerja menjadi sangat penting. Ini berkaitan dengan sasaran garapan yang akan diberikan pelayanan. Jaringan kerja yang telah dikembangkan oleh PSMP Handayani dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya adalah :

1) Instansi pemerintah lain seperti dengan Ditjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM dalam pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum. Selain itu juga berkoordinasi dengan Depatrtemen Pendidikan Nasional (Direktorat Pendidikan Dasar) dalam pembinaan anak SLB-E.

2) Dinas Sosial wilayah propinsi maupun Kabupaten/Kotamadya dalam kegiatan penjangkauan klien.

3) Orsos/Ormas/LSM, Dewan Kelurahan, Sanggar Kegiatan Belajar dalam kegiatan rujukan klien.

4) Dunia Usaha yang terdiri dari Perusahaan-perusahaan/bengkel- bengkel yang bergerak dibidang service AC, service motor dan las dalam kegiatan Praktik Belajar Kerja (PBK) atau magang klien.


(19)

131

5) Kalangan Akademisi seperti Universitas Indonesia, UPI Bandung, STKS Bandung, IISIP Jakarta, Universitas Persada YAI dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan bagi mahasiswa dan warga belajar.

k. Penyaluran Klien

Setelah melalui serangkaian proses pembinaan fisik, mental, sosial dan kecakapan vokasional klien akan disalurkan. Untuk dapat disalurkan sebelumnya klien mengikuti Program Praktik Belajar Kerja (PBK) di perusahaan/bengkel yang sesuai dengan bidang kecakapan vokasional yang diperoleh. Selama menjalani proses pembinaan dan mengikuti PBK, pekerja sosial melakukan pemantauan terhadap perkembangan klien. Hasil pemantauan tersebut yang akan menjadi dasar bagi penentuan penyaluran. Klien yang telah selesai masa pembinaan dapat disalurkan pada :

1) Perusahaan/bengkel kerja

2) Sekolah-sekolah formal untuk melanjutkan jenjang pendidikan klien. 3) Organisasi sosial/ yayasan untuk mendapatkan pelayanan lanjutan. 4) Orang tua.

l. Indikator Kinerja

1) Semakin meningkatnya prosentase anak nakal yang telah mendapat pelayanan dan rehabilitasi sosial.

2) Semakin meningkatnya jumlah Orsos/LSM/dunia usaha atau masyarakat yang ikut terlibat dalam upaya pelayanan anak nakal.


(20)

132

3) Terbangunnya jaringan kerja yang dibentuk pemerintah dan masyarakat.

m. Peserta Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Anak nakal yang dapat diberikan pelayanan memiliki dua klasiflkasi rujukan:

1) Rujukan dari keluarga /tokoh masyarakat/ PSM/LSM/ Organisasi Sosial atau Organisasi masyarakat lainnya.

2) Rujukan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Rumah Tahanan (RUTAN) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM.

Bagi calon penerima pelayanan diharapkan dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut, untuk laki – laki / perempuan:

1) Usia 10 s/d 21 tahun

2) Sehat fisik dan mental, tidak menderita penyakit kronis/menular berdasarkan Surat Keterangan Sehat dari Dokter Puskesmas/ Rumah Sakit.

3) Menanda tangani surat pernyataan sanggup mengikuti program rehabilitasi sosial.

4) Surat penyerahan dari orang tua/wali/lembaga.

5) Bila masih sekolah (kelas V SD s/d kelas III SLTP), harus melampirkan surat pindah dan raport.

6) Pas photo ukuran 4 x 6 (4 lembar) dan 2 x 3 (2 lembar). 7) Lulus Seleksi.


(21)

133

2. Kondisi Faktual Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Pada bagian ini akan menyajikan deskripsi tentang pelaksanaan kegiatan PKH di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta yang akan difokuskan pada.aspek perencanaan, pelaksanaan pelatihan, dan evaluasi kegiatan.

a. Perencanaan Program PKH

Kegiatan yang penulis lakukan untuk mengetahui tahap perencanaan yang dilaksanakan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta adalah melakukan pertemuan dengan pengelola, warga belajar tunalaras, pekerja sosial, tutor, dan orang tua asuh. Dalam pertemuan ini, peneliti menerima informasi dari Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta berkenaan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan tujuan kegiatan, peran dan fungsi panti sosial dalam program, waktu atau lamanya kegiatan, jumlah peserta kegiatan dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya, pihak pengelola panti sosial menerima penjelasan dari pihak peneliti berkenaan dengan rencana peneliti mengadakan penelitian dan uji coba model untuk membimbing dan membelajarkan warga belajar (anak tunalaras) dalam mencapai tujuan model pelatihan kecakapan hidup, yakni tercapainya kemandirian.

Materi-materi yang dipersiapkan PSMP Handayani Jakarta untuk membekali warga belajar peserta kegiatan latihan adalah materi teknik las, teknik pendingin, dan kecakapan vokasional otomotif. Menurut pengelola dan nara sumber teknis materi ini lebih banyak dipersiapkan dalam bentuk praktik. Berikut ini penulis sajikan rancangan pelatihan yang dibuat pada tahap perencanaan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani.


(22)

134

1) Jenis Pelatihan kecakapan hidup Las

a) Nama Pelatihan : Tingkat Dasar Lanjutan

b) Lama Pelatihan : 715 Jam (@ 45 Menit)

c) Tempat Pelatihan : PSMP Handayani

d) Tujuan Umum Pelatihan : Pada akhir pelatihan peserta mampu : (1) Mengidentifikasikan, menggunakan dan memelihara peralatan kerja

mekanik/ listrik, las listrik maupun acetelyn. (2) Memahami prinsip kerja las listrik dan acetelyn.

(3) Merawat dan memelihara peralatan las listrik maupun acetelyn.

(4) Mengetahui dan memahami simbol-simbol las.

(5) Merancang gambar dan perencanaan suatu bentuk pola. (6) Membuat, mendesain, membending suatu produksi barang.

TABEL 4.3

MATERI PELATIHAN LAS DI PSMP HANDAYANI

No. Materi pelatihan Jam Pelatihan Keterangan Teori Praktik Jumlah

1. Kerja bangku 12 14 36 @ 45 menit

2. Las acetelyn 40 204 244

3. Las listrik 40 203 243

4. Simbol-simbol las 16 32 48

5. Alat perkakas dan pengukuran

16 32 48

6. Keselamatan kerja 16 32 48

7. Gambar tehnik 16 32 48

8. Ilmu bahan 16 32 48

9. Evaluasi 16 40 56

JUMLAH 188 627 715


(23)

135

2) Jenis Pelatihan kecakapan hidup Teknik Pendingin

a) Nama Pelatihan : Montir muda pendingin rumah tangga

b) Lama Pelatihan : 715 Jam (@ 45 Menit)

c) Tempat Pelatihan : PSMP Handayani

d) Tujuan Umum Pelatihan : Pada akhir pelatihan peserta mampu : (1) Mengidentifikasikan, menggunakan dan memelihara peralatan kerja

mekanik/listrik untuk perawatan dan perbaikan mesin pendingin / AC rumah tangga dengan memperhatikan keselamatan kerjanya. (2) Memahami prinsip kerja mesin pendingin/AC rumah tangga baik

mekanik maupun sistem listriknya.

(3) Merawat dan memperbaiki gangguan/kerusakan pada mesin pendingin/AC rumah tangga, baik mekanik maupun system listriknya untuk memperpanjang usia pakai.

TABEL 4.4

MATERI PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP TEKNIK PENDINGIN DI PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

No Mata Latihan Jam Pelatihan Keterangan Teori Praktik Jumlah

1 Dasar refigerasi 42 40 82 @ 45 menit

2 Alat dan bahan 40 120 160

3 Komponen 40 160 200

4 Listrik 45 80 125

5 Servis & reparasi 32 80 112

6 Evaluasi akhir 16 20 36

JUMLAH 215 500 715

Sumber: PSMP Handayani Jakarta 3) Jenis Pelatihan kecakapan hidup Otomotif


(24)

136

b) Tujuan Umum Pelatihan : Pada akhir pelatihan peserta mampu : (1) Mengidentifikasikan, menggunakan dan memelihara peralatan kerja

mekanik/ listrik untuk perawatan dan perbaikan Mesin Sepeda Motor dengan memperhatikan keselamatan kerja.

(2) Memahami prinsip kerja Mesin Sepeda Motor 2 tax dan 4 tax.

(3) Memahami kerusakan mesin sepeda motor baik kelistrikan, mesin dan casis.

(4) Merawat dan memelihara mesin sepeda motor baik 4 tax maupun 2 tax.

TABEL 4.5

MATERI PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP OTOMOTIF DI PSMP HANDAYANI TAHUN 2006

No Materi Pelatihan Jumlah Pelatihan Keterangan Teori Praktik Jumlah

1 Kerja Bangku 16 24 50 @ 45 menit

2 Keselamatan Kerja 16 - 16

3 Alat Perkakas dan Pengukuran

16 24 50

4 Casis 24 127 151

5 Motor Bakar 32 118 150

6 Kelistrikan 32 118 150

7 Troubleshooting 24 48 72

8 Pemeliharaan 16 24 50

9 Evaluasi 8 48 5,6

Jumlah 184 531 715

Sumber: PSMP Handayani Jakarta Mencermati uraian materi pada tiga jenis kecakapan vokasional tersebut, tampak bahwa hampir keseluruhan materi yang disajikan berbentuk praktik.


(25)

137

Materi yang berbentuk informasi atau kecakapan akademik hanya sebagian kecil saja.

Waktu yang ditetapkan dan dipersiapkan PSMP untuk melayani peserta kegiatan pelatihan, adalah setiap hari kecuali hari Minggu dan hari libur nasional mulai pukul 07.00 s/d 15.00 WIB. Menurut pengelola, penetapan waktu tersebut bertujuan agar warga belajar dapat secara langsung terlibat aktif pada kegiatan-kegiatan tersebut karena penentuan waktunya berdasarkan masukan dari warga belajar.

Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta dalam rangka memberikan pelayanan dan bimbingan terhadap warga belajar menunjuk 3 orang tutor. Ketiga orang tutor yang ditunjuk tersebut, masing-masing memiliki keahlian khusus terdiri atas: 1 orang tenaga ahli las, 1 orang tenaga ahli bidang teknik pendingin, dan 1 orang teknik otomotif.

Pembiayaan kegiatan pelatihan Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta sepenuhnya ditanggung oleh Departemen Sosial. Untuk mendukung kegiatan pelatihan pada tahap perencanaan, PSMP tidak secara khusus membuat panitia atau organisasi pelaksana, namun hanya menunjuk dan mempersiapkan orang-orang yang diberi tugas melayani dan membimbing hal-hal yang diperlukan atau ditanyakan oleh para peserta kegiatan sebagaimana telah dikemukakan di atas.

Kegiatan evaluasi untuk mengukur kecakapan vokasional dan keterlibatan warga belajar selama dan setelah mengikuti program pelatihan, dilakukan melalui evaluasi hasil oleh team tutorial dan nara sumber teknis dari PSMP selaku pihak


(26)

138

penyelenggara. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui penguasaan kecakapan vokasional tertentu. Evaluasi dilaksanakan selama kegiatan tutorial berlangsung dengan cara mengamati dan memperhatikan peningkatan kecakapan vokasional pada setiap pertemuan.

Sarana-prasarana yang dipersiapkan PSMP untuk mendukung pelaksanaan program pelatihan adalah berupa sarana atau peralatan yang ada di lingkungan dan atau yang biasa digunakan sehari-hari oleh PSMP yakni bengkel, ruang praktik, dan peralatan lain yang cukup memadai.

Agar lebih jelas alur pada tahap perencanaan tersebut, penulis sajikan pemetaannya dalam bentuk skema berikut ini.

GAMBAR 4.1

ALUR TAHAP PERENCANAAN KEGIATAN PELATIHAN DI PSMP HANDAYANI JAKARTA

b. Pelaksanaan Program PKH

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, pelaksanaan kegiatan pelatihan sebagian besar berjalan sesuai dengan rencana. Materi-materi yang

Pertemuan dengan orang tua asuh

PSMP

Masukan dari berbagai pihak Warga Belajar Tutor Perancangan Program - Penyusunan materi

pelatihan - Penyusunan

tatalaksana proses pelatihan

- Penyiapan sarana dan prasarana Pertemuan dengan Perangkat Depsos, Pengurus, Tutor, dan WARGA BELAJAR


(27)

139

disampaikan dan latihan sebagaimana telah ditentukan dalam kegiatan perencanaan sebagian besar adalah materi-materi yang berhubungan dengan kecakapan vokasional las, pendingin, dan otomotif.

Nara sumber teknis atau instruktur dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan adalah nara sumber teknis yang telah berpengalaman dan menjadi tutor di lingkungan PSMP Handayani Jakarta, yakni sebanyak 3 orang tersebut. Metode yang digunakan dan kegiatan pelatihan sebagian besar adalah praktik yang divariasi dengan kegiatan dialog dan diskusi. Kedua metode tambahan itu dilakukan secara temporer dan kondisional yang tidak menyita waktu secara signifikan.

Tingkat kehadiran peserta selama proses pelatihan sebagai salah satu indikator partisipasi peserta dalam mengikuti kegiatan, menurut para pelaksana kegiatan cukup baik. Angka partisipasi warga belajar menurut para pelaksana dapat dikategorikan 90% hadir dalam setiap kegiatan. Menurut para pengelola dan pelaksana, dalam proses pelatihan, peserta kegiatan cukup responsif dalam mengikuti materi atau bahan latihan yang disampaikan oleh nara sumber atau instruktur kegiatan. Bentuk-bentuk respon peserta menurutnya antara lain; mengajukan pertanyaan, tanggapan, dan usulan sehingga kegiatan pelatihan yang dilaksanakan tidak membosankan dan berlangsung dengan penuh semangat.

Agar lebih jelas alur pada tahap pelaksanaan tersebut, penulis sajikan pemetaannya dalam bentuk skema berikut ini.


(28)

140

GAMBAR 4.2

ALUR TAHAP PELAKSANAAN KEGIATAN PELATIHAN DI PSMP HANDAYANI JAKARTA

c. Evaluasi Kegiatan

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa para pengelola dan instruktur pelatihan PSMP Handayani Jakarta tidak mempersiapkan secara khusus tentang rencana kegiatan evaluasi terhadap warga belajar, akan tetapi bukan berarti kegiatan evaluasi tidak dilaksanakan.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan terhadap nara sumber teknis yang ditunjuk untuk membimbing peserta, diperoleh informasi bahwa sekalipun tidak secara tertulis, kegiatan evaluasi atau penilaian tetap dilakukan. Menurut nara sumber teknis (pembimbing), mereka selalu bertanya dan mengadakan ricek terhadap penguasaan kecakapan vokasional tertentu seperti: sudah sampai mana materi yang dipelajari peserta, atau kemampuan apa yang sudah dikuasai peserta? Pertanyaan-pertanyaan ini menurutnya sering dilontarkan para instruktur bahkan hampir setiap hari. Oleh karena itu, nara sumber teknis

PELAKSANAAN

1. Materi: Las, Teknik Pendingin, dan Otomotif 1. Metode: Praktik 2. Angka Partisipasi: Kehadiran WARGA BELAJAR 90% WARGA

BELAJAR RANCANGAN

PROGRAM


(29)

141

pada tataran tertentu telah melakukan evaluasi dengan cara pengamatan. Fokus materi evaluasi menurutnya secara garis besar dilakukan terhadap proses dan melihat hasilnya. Dari sisi proses aspek yang dilihatnya antara lain kecakapan vokasional menggunakan alat, ketelatenan, dan keuletan dalam mengerjakan latihan, serta keseriusan dalam memperhatikan setiap materi yang diberikan. Sedangkan dari sisi hasil, hal-hal yang dinilai menurutnya menyangkut kecepatan pengerjaan dan kerapihan hasil pekerjaan.

Hasil evaluasi yang dilakukan melalui pengamatan, menurut pengelola dan para intsruktur, PKH dapat memberikan manfaat yang cukup baik bagi warga belajar atau peserta pelatihan. Pasca kegiatan PKH, menurutnya warga belajar cukup menguasai kemampuan teknis kecakapan vokasional yang dilatihkan. Palaksanaan evaluasi dilakukan dengan telah menggunakan teknik evaluasi kinerja. Di samping itu, evaluasi pun dilakukan selama dan setelah mengikuti program pelatihan atau evaluasi proses.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan terhadap nara sumber teknis yang ditunjuk sebagai instruktur peserta, juga diperoleh informasi bahwa setiap pertemuan dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi untuk menguji kecakapan vokasional yang dimiliki warga belajar pada setiap pertemuan. Evaluasi proses juga dilakukan setiap kali pertemuan. Pelaksanaannya kurang bervariasi dan baru pada tahap mengetes kemampuan secara parsial. Ada kalanya evaluasi dilakukan dengan cara mengevaluasi hasil kinerja warga belajar, misalnya: tutor mengevaluasi hasil reparasi motor, hasil pengelasan atau hasil kinerja warga belajar tertentu. Secara bersama-sama dengan


(30)

142

warga belajar, hasil reparasi tersebut dievaluasi untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan produk tersebut. Hasil evalusi itu kemudian disimpulkan untuk memperoleh informasi mengenai kelemahan tersebut yang selanjutnya dijadikan model bagi peserta yang lain.

Secara garis besar, fokus materi evaluasi diarahkan pada proses dan melihat hasilnya. Dari sisi proses aspek yang dilihatnya antara lain kecakapan vokasional menggunakan alat, ketelitian, dan keuletan dalam mengerjakan latihan, serta keseriusan dalam memperhatikan setiap materi yang diberikan. Sedangkan dari sisi hasil, hal-hal yang dinilai menyangkut kecepatan pengerjaan dan kerapihan hasil pekerjaan (produk). Hasil evaluasi yang dilakukan melalui pengamatan, menurut nara sumber dan tutor, kegiatan pelatihan dapat memberikan manfaat yang cukup bagi warga belajar. Alur tahap evaluasi dapat dilihat pada skema berikut ini.

GAMBAR 4.3

ALUR TAHAP EVALUASI DI PSMP HANDAYANI JAKARTA

Hasil analisis dan deskripsi pendidikan PKH di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta, kemudian penulis tuangkan ke dalam gambar berikut ini.

Jenis Evaluasi: Evaluasi Kinerja

Evaluasi Proses; Setiap Pertemuan


(31)

143

GAMBAR 4.4

MODEL PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP DI PSMP HANDAYANI JAKARTA

PROGRAM KERJA DIKNAS

PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP ANAK TUNALARAS DI PSMP HANDAYANI

JAKARTA PROGRAM

KERJA DEPSOS

Persiapan Awal Program Pelatihan

Kecakapan Hidup

Pelaksanaan Program Pelatihan Kecakapan Hidup

Bimbingan fisik Bimbingan Mental

Bimbingan Sosial Bimbingan Keterampilan

Ekstrakurikuler Bimbingan Kecakapan

Akademis

Penyaluran dan Pembinaan Lanjut Program Pelatihan Kecakapan Hidup

Anak bekerja/ membuka usaha

Anak dapat melanjutkan ke tingkat yang lebih


(32)

144

B. Analisis Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

Berikut ini akan penulis paparkan realisasi pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai sumber data, observasi lapangan, dan analisis dengan pendekatan SWOT.

1. Hasil Wawancara

a) Pelatihan kecakapan hidup menurut Kepala Panti PSMP Handayani Jakarta PSMP Handayani adalah salah satu unit pelaksana teknis yang menangani permasalahan anak nakal yang bermaksud untuk dapat memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial anak nakal sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, serta berakhlak mulia. Menghilangkan label dan stigma negatif masyarakat terhadap anak yang menghambat tumbuh kembang mereka untuk berpartisipasi dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Maksud tersebut dikembangkan lagi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sehingga dapat tercipta suatu pelayanan yang komprehensif dan berorientasi pada kepentingan penerima pelayanan. Tujuan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal di PSMP Handayani secara umum adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya.


(33)

145

Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani adalah lembaga Pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan sosial kepada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi. Tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan ketrampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Yang terlibat dalam pembuatan perecanaan program, menurut kepala panti meliputi: Kepala panti, instruktur, dan nara sumber teknis. Kepala panti berpendapat bahwa pelaksanaan pelatihan yang berjalan selama ini masih kurang optimal. Kekurangan itu, berkenaan dengan:

a. Tidak tersusunnya program kerja pelatihan yang sistematis dan fleksibel sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan, terutama tentang: kurikulum, standar keahlian intsruktur, sistem pelatihan yang efektif, bimbingan mental yang optimal, biaya, dan sebagainya. Selama ini, pelatihan berjalan sesuai dengan petunjuk teknis dari Departemen Sosial.

b. Tidak ada tindak lanjut dari pelatihan kecakapan hidup untuk masa depan warga belajar, masih belum terealisasikan karena untuk sekarang ini panti hanya dapat memberikan pelatihan yang berbentuk pembekalaan keaahlian saja.

c. Tidak adanya pemisahan latar belakang sosial dan pendidikan secara proporsional sehingga anak tunalaras diarahkana kepada pelatihan keahlian


(34)

146

yang sudah tersedia di panti (teknik otomotif, pengelasan, dan teknik pendingin) sehingga ditemukan warga belajar yang kurang aktif karena bidang keahliannya yang tidak sesuai.

b) Pelatihan kecakapan hidup Menurut Instruktur

Pelatihan kecakapan hidup adalah pengajaran keterampilan yang diarahkan pada keterampilan warga belajar dalam menguasai bidang keahlian yang dilatihkan. Pelatihan kecakapan hidup ini merupakan suatu usaha panti dalam membekali warga belajar agar mempunyai kemampuan vokasional untuk mengenal dan memasuki dunia kerja. Bekal keterampilan ini secara luas diberikan kepada warga belajar. Kemudian kurikulum belum ada untuk pelatihan kecakapan hidup, sehingga instruktur harus membuat kurikulum pelatihan kecakapan hidup sendiri yang tidak memiliki konsistensi. Kemudian, tidak adanya buku sumber atau panduan untuk anak dalam pelatihan keterampilan pun menghambat pelaksanaan program pelatihan. Panduan tersebut mungkin berupa modul yang efektif.

Di samping itu, Pelatihan kecakapan hidup merupakan salah satu program penyiapan kerja bagi warga belajar untuk menghadapi lapangan kerja. Penyiapan kerja secara sederhana belum diintegrasikan dalam materi pelatihan. Seperti yang telah diutarakan, pemberian informasi tentang pentingnya mempelajari satu keterampilan untuk masa depan anak wajib disampaikan tutor walaupun tidak secara langsung dalam mengarahkan warga belajar pada satu pilihan program keterampilan tertentu.


(35)

147

d) Pelatihan kecakapan hidup Menurut Warga Belajar

Pelatihan ini menurut saya sangat bermanfaat. Harapan saya dengan mengikuti keterampilan ini, saya akan lebih mudah kembali ke masyarakat dan memiliki keahluan yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan di masa datang.

2. Hasil Observasi

Hasil observasi lapangan menghasilkan beberapa data yang sangat penting untuk diungkapkan. Melihat lingkungan sekitar PSMP Handayani Putera Jakarta, yang sangat kondusf dan memadai, PSMP ini seharusnya mampu menjelma menjadi salah satu panti yang dapt membantu warga belajar dalam menapaki masa depannya agar lebih baik.

Kelengkapan sarana dan prasarana pelatihan kecakapan hidup sangat memadai. Lingkungan yang cukup luas, sarana ibadah yang memadai, sarana praktek yang optimal, dan kemapanan para pengelolanya, merupakan sebuah modal dalam pengembangan pelatihan. Kegiatan pelatihan antara tutor dan warga belajar terlihat berjalan dengan baik. Dari hasil pegamatan langsung penulis, diketahui bahwa panti belum mempunyai kurikulum sendiri yang aplikatif yang dijadikan pegangan untuk pelatihan kecakapan hidup. Selain itu, tidak adanya buku sumber atau panduan pelatihan yang berstandar akan menghambat juga.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan kecakapan hidup di PSMP Handayani memerlukan suatu perencanaan yang dituangkan dalam program kerja yang kemudian direalisasikan dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan, standar kurikulum, standar keahlian tutor, dan sebagainya.


(36)

148

2. Hasil Analisis SWOT

Analisis model faktual pelatihan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarat akan menggunakan pendekatan analisis SWOT (strength, weakness,

opportunity, threat). Berdasarkan pendekatan tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

Kekuatan (strength) di PSMP Handayani Jakarta pada pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup, yakni adanya kesatupaduan dan struktur organisasi manajemen lembaga yang sangat optimal. PSMP ini sudah memiliki kelengkapan personal dan sumber daya yang memadai.

Melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-2-49/4479 tanggal 30 Oktober 1965, PSMP ditetapkan menjadi Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna yang terdiri dari Taman Rekreasi Sehat Anak-anak Dwikora, Observation Home untuk anak-anak Tuna Sosial, camp pendidikan dan latihan kerja untuk anak-anak mogok (drop out), serta Usaha Kesejahteraan Wanita/gadis desa/LSD. Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-1-48/144 tanggal 7 Oktober 1968 menetapkan proyek tersebut menjadi Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani, camp pendidikan dan latihan kerja anak-anak, Sanggar rekreasi sehat Ade Irma Suryani, Pusat Perkemahan Remaja (termasuk Pramuka) dari Jakarta dan sekitarnya, serta Pusat Pendidikan, kursus-kursus dan upgrading petugas Direktorat Jenderal Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Masyarakat Departemen Sosial.

Kelemahan (weakness) atas pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarta, di antaranya: pertama, proses penyusunan rencana program kegiatan PSMP tidak melibatkan warga belajar secara intensif. Kedua,


(37)

149

tidak mengadakan tes keterampilan awal warga belajar sehingga tidak diketahui keterampilan siap warga belajar. Ketiga, materi-materi program pelatihan yang akan dikembangkan tidak dibuat secara terencana dan sistematis. Keempat, tidak merumuskan tujuan kegiatan/program secara eksplisit yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan kemandirian berwirausaha warga belajar. Kelima, nara sumber teknis atau tutor tidak mempersiapkan rencana pelatihan dalam bentuk tertulis baik dalam modul atau kemasan tertulis lainnya. Keenam, tidak mempersiapkan proses evaluasi program secara sistematis. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka terhadap aspek-aspek pengembangan evaluasi pelatihan secara terintegrasi. Ketujuh, ada kecenderungan nara sumber teknis (tutor) tidak menguasai azas-azas pelatihan dengan sistem tutorial, baik pada tahapm perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Kedelapan, nara sumber teknis dalam setiap pertemuan, tidak pernah menjelaskan tujuan pelatihannya secara detail sehingga kurang menggugah rasa keingintahuan warga belajar. Kesembilan, kegiatan pelatihan dan PKH hanya bertumpu pada praktik dan penguasaan keterampilan yang berkenaan dengan keterampilan ototmotif, teknik pengelasan, dan teknik pendingin sehingga hanya bersifat praktik dan warga belajar belum memiliki sikap kemandirian. Kesepuluh, proses pelatihan tidak menggunakan metode pelatihan yang terpadu. Sebagian besar hanya bertumpu pada kegiatan praktik sehingga tidak menampakkan proses pelatihan dengan model tertentu. Kesebelas, tidak dibuatkannya rencana evaluasi secara terpadu atau terintegrasi yang komprehensif, sehingga tolok ukur kriteria penilaiannya tidak jelas.


(38)

150

PSMP Handayani Jakarta dalam beberapa segi memiliki kelemahan dan keterbatasan. Akan tetapi, pada sisi lain, pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup memiliki beberapa peluang (opportunity) yang memungkinkan terus dikembangkan. Peluang tersebut antara lain: pertama, perhatian dan antusiasme masyarakat sekitar sangat tinggi. Ini dibuktikan dari partisipasi masyarakat yang turut andil sebagai partisipan dan sponsor pelaksana di PSMP Handayani Jakarta. Partisipasi masyarakat diwujudkan dalam bentuk menitipkan anaknya yang nakal di PSMP. Di samping itu, sabagian anggotam masyarakat sekitar PSMP turut andil dalam membantu kelancaran program. Misalnya, memanfaatkan jasa keterampilan yang dimiliki warga belajar atau turut serta menjadi sponsor bengkel kerja magang warga belajar. Antusiame yang tinggi tersebut menjadi bekal dan fondasi pengembangan PSMP. Kedua, program pelatihan otomotif, teknik pengelasan, dan teknik pendingin merupakan bidang kerja yang aplikatif dan berkembang pesat di masyarakat yang pertumbuhannya sangat dinamis. Diharapkan dengan pemilihan materi latih pada bidang tersebut, warga belajar dapat memanfaatkannya ketika kembali ke masyarakat dan mampu bekerja atau embuka lahan usaha yang produktif. Ketiga, perhatian pemerintah daerah daerah dan pusat sangat tinggi. Perhatian tersebut berupa dukungan dana, manajemen, peralatan, dan personalia.

Keempat, Kinerja PSMP Handayani Jakarta sangat baik sehingga mempunyai

reputasi nasional dan daya tarik kepada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi. Profil dan berbagai kesuksesan dalam menjalankan program, menjadi unggulan di mata masyarakat. Kelima, upaya untuk menjalin kerja sama dengan pihak lain, telah dirintis sejak dulu dan kini berjalan dengan berbagai


(39)

151

instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka pengembangan PSMP Handayani.

Ancaman (threat) terhadap keberlangsungan PSMP, yang perlu diantisipasi di antaranya: pertama, keterbatasan dana operasional. Sementara ini, PSMP mengandalkan dana subsidi pemerintah yang pada tataran tertentu dana tersebut cukup memadai. Akan tetapi, pengembangan program yang lain memerlukan suntikan dana tambahan sehingga PSMP dapat melakukan pengembangan. Kedua, keterbatasan personalia, khususnya instruktur. Intrusktur yang diberdayakan selama ini adalah rekruetmen yang berstatus PNS, honorer, dan tenaga lapangan. Rekruetmen pada umumnya adalah alumni PSMP yang mempunyai keahlian tertentu. Dengan keterbatasan anggaran, maka pengembangan diri para personalia tersebut terbatas sehingga berimbas pula pada keterbatasan pengembangan programnya.

C. Analisis Kebutuhan Model dan Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta 1. Analisis Kebutuhan Model Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial

Marsudi Putra Handayani Jakarta

Analisis kebutuhan pengembangan model bermaksud memberikan gambaran mengenai strategi atau pendekatan dalam pengembangan model pendidikan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarta sehingga dapat tergambarkan bentuk titik masuk atau aspek pelatihan di PSMP dan alternatif strategi pengembangannya. Pendekatan yang dilakukan dalam menetapkan titik masuk sebagai fokus peluang pengembangan model pendidikan kecakapan hidup ini menggunakan pendekatan kelembagaan. Dapat dipahami secara teoritis,


(40)

152

apabila kita hendak memasuki dan memahami masyarakat hendaknya harus masuk dengan cara memilih fokus yang dipandang strategis dan mudah dimasukinya.

Secara kelembagaan, terdapat dua peluang yang akan dijadikan kunci ke arah pengembangan model pendidikan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarta, yaitu adanya peluang prospek usaha dan pengembangan potensi diri warga belajar di masyarakat dan pengembangan pada keterikatan antara warga belajar dengan lembaga (PSMP) dalam monitoring dan bimbingan terpadu kepada warga belajar setelah warga belajar selesai mengikuti pelatihan di PSMP. Namun dari hasil studi lapangan mengenai aspek peluang tersebut, berhasil diidentifikasi bahwa peluang tersebut merupakan salah satu alternatif program yang dipandang representatif dapat dikembangkan secara utuh dan berkesinambungan

(sustainable) melalui studi ini. Peluang pengembangan ini dimaksudkan

aspek-aspek pokok dari usaha lapangan masyarakat yang dipandang sebagai potensi yang dapat mendukung terhadap model pengembangan pendidikan kecakapan hidup yang akan diterapkan di PSMP Handayani Jakarta.

Berdasarkan dua peluang untuk penggambaran model, yaitu lapangan usaha masyarakat dan jenis kelembagaan ekonomi PSMP, dapat diprediksi alternatif strategi pengembangan seperti apa yang akan diterapkan. Memperhatikan karakteristik dua kelembagaan di atas, yaitu: lapangan usaha masyarakat sekitar PSMP Handayani Jakarta dan lembaga pengembangan ekonomi, dihubungkan dengan karakteristik bidang keterampilan yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan model pelatihan kecakapan hidup


(41)

153

ini, maka strategi pengembangan yang dipandang tepat adalah melalui pelatihan dengan model sinergi belajar dan usaha.

Merujuk pada analisis masalah model faktual yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa perencanaan di PSMP kurang optimal, terutama berkenaan dengan aspek: penyusunan rencana program kegiatan; tes awal materi-materi program; perumusan tujuan kegiatan/program; tidak ada rencana pelatihan dalam bentuk tertulis; tidak mempersiapkan proses evaluasi; dan penguasaan yang rendah nara sumber teknis (tutor) terhadap azas-azas pelatihan dengan sistem tutorial. Dengan demikian, pada aspek perencanaan menunjukkan perlunya ada sebuah perlakuan terapan bagi para warga belajar maupun nara sumber teknis PSMP tentang materi-materi yang berkaitan dengan masalah pendidikan khususnya berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan perencanaan program.

Analisis kebutuhan model pelatihan kecakapan hidup pada aspek pelaksanaan ditunjukkan oleh adanya gejala yang kurang optimal. Diidentifikasi bahwa program pendidikan kecakapan hidup yang selama ini dilaksanakan di PSMP Handayani Jakarta mengandung kelemahan berkenaan dengan: penyampaian tujuan; pengemasan materi yang tidak dituangkan ke dalam modul yang sistematis; proses pelatihan hanyalah berupa pelatihan dan penguasaan keterampilan; dan proses pelatihan tidak menggunakan metode pelatihan yang integratif, yakni metode belajar dan usaha.

Analisis kebutuhan model pelatihan kecakapan hidup pada aspek evaluasi ditunjukkan pula oleh aspek yang terkait dengan masalah: tidak adanya penduan


(42)

154

evaluasi standar untuk mengukur keterampilan warga belajar, tidak adanya proses evaluasi intensif dan terukur selama kegiatan berlangsung, dan tidak dibuatkannya rencana kegiatan evaluasi secara terpadu.

2. Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta

a. Rancangan Model Konseptual Pelatihan Kecakapan Hidup

Rancangan model konseptual merupakan kerangka model yang hendak disusun ke dalam model yang lebih operasional dalam pelaksanaan uji coba model. Model pelatihan kecakapan hidup untuk meningkatkan kemandirian anak tunalaras dilaksanakan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta.

Tujuan yang ingin dicapai dalam rancangan model konseptual yang akan dikembangkan dalam penelitian ini secara substansial meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah membantu anak tunalaras untuk mengembangkan kemandirian diri sendiri dan kelompok dalam belajar, bekerja, dan berusaha secara berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki warga belajar dan masyarakat dengan tetap memperhatikan pelestarian sumber daya alam dan lingkungannya. Kegiatan bimbingan dan pembinaan maupun bantuan terhadap kelompok sasaran yang ada dimaksudkan agar mereka (warga belajar) mampu berkembang menjadi insan yang mandiri serta berkelanjutan dalam mengembangkan usaha dengan sikap yang mandiri.

Tujuan jangka pendek melalui pelatihan kecakapan hidup diharapkan agar anak tunalaras (warga belajar) yang berasal dari berbagai latar belakang memiliki kecakapan akademik dan kecakapan vokasional dalam mengembangkan


(43)

155

potensi yang dimiliki untuk bekerja, mengelola, dan mengolah sumber daya yang ada dengan atau bersama orang lain sehingga menjadi usaha produktif.

Desain pengembangan model pelatihan kecakapan hidup mengandung 7 (tujuh) tahapan yang diajukan dalam pengembangan model ini. Bila disajikan dalam bentuk narasi, ketujuh tahapan tersebut adalah:

a. Fase kajian teori; landasan teori dan penyusunan desain; b. Fase penemuan model di lapangan (praksis);

c. Deskripsi sistem pelatihan kecakapan hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta;

d. Verifikasi Model/validasi ahli, praktisi dan uji coba terbatas; hasil validasi gagasan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup,

e. Implementasi Model (treatment);

f. Penerapan gagasan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup,

g. Hasil Implementasi dan dampak (kemandirian); hasil pengembangan model pelatihan kecakapan hidup.

Ketujuh fase di atas telah dideskripsikan pada bagian terdahulu/dalam desain penelitian. Bagian ini berupaya mengemukakan alur proses penelitian sebagai salah satu perwujudan dari proses menuju pada fase ke empat, yaitu verifikasi model, terutama validasi ahli dan praktisi. Diharapkan dengan adanya proses verifikasi dan validasi model, hasil penelitian ini memiliki pertanggungjawaban ilmiah yang tinggi.

Pembahasan mengenai alur proses penelitian dan pengembangan model kecakapan hidup pada bagian ini menggambarkan mengenai implementasi atau


(44)

156

pelaksanaan penelitian dan pengembangan model, sebagai bagian dari fase-fase yang telah dirancang dalam desain secara makro, pada bagian ini berupaya mendeskripsikan beberapa aspek.

Alur proses atau tahapan studi lapangan dalam rangka penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup di PSMP Handayani Jakarta, merentang sejak dilakukannya studi lapangan tahap 1 sampai dengan berhasil diungkapkan hasil pengembangan modelnya itu sendiri.

Bertitik tolak dari kondisi faktual anak tunalaras yang tergabung dalam PSMP Handayani Jakarta, serta analisis masalah, kebutuhan belajar dan karakteristik anak tunalaras, maka program kegiatan pelatihan berbasis kemandirian menjadi pertimbangan dalam mendesain model pelatihan kecakapan hidup. Model konseptual yang disusun dalam program kemandirian anak tunalaras melalui PKH ini secara umum sama dengan program-program pelatihan yang lain, yaitu terdiri dari tiga langkah pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan diakhiri dengan penilaian.

Berdasarkan tiga langkah pokok dalam model konseptual yang dikembangkan, dapat dijelaskan aspek-aspek komponen model pelatihan kemandirian anak tunalaras yang akan diujicobakan dan dikembangkan dalam penelitian ini. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut :

1) Perencanaan

Sistem perencanaan pelatihan kecakapan hidup berbasis kemandirian anak tunalaras disusun dengan pendekatan partsisipatif, sehingga melibatkan calon peserta, pekerja sosial (peksos), dan instansi terkait untuk menetapkan berbagai


(45)

157

hal yang terkait dengan perencanaan program.

Perencanaan program yang dilakukan sejalan dengan konsep tujuan dan fungsi panti sosial. Tujuan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal di PSMP Handayani secara umum adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya.

Panti Sosial sedikitnya memiliki ketiga fungsi tersebut. Namun demikian menurut Siahaan, yang dikutip oleh Tim Peneliti di Badan Pelatihan dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial Depsos RI (2003), sesungguhnya masih ada satu fungsi lagi yang ada dalam sebuah panti, yaitu fungsi pendidikan dan pelatihan. Menurutnya, hal itu mengingat bahwa dalam sebuah panti terdapat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, baik kepada klien secara langsung maupun kepada tenaga di luar Panti dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesejahteraan sosial.

Sebagaimana yang dilakukan dalam pengembangan model pelatihan kecakapan hidup sebagai upaya peningkatan kemandirian anak tunalaras ini, tidak akan terjadi tumpang tindih baik dari sisi program maupun sasaran karena semua instansi yang terlibat terlebih dahulu telah melakukan koordinasi. Bentuk koordinasi yang dilakukan adalah sebelum kegiatan pelatihan berlangsung, terlebih dahulu dilakukan rapat kerja bersama yang dipimpin dan dihadiri oleh para pengurus dan pengelola panti. Hasilnya disepakati kalau program kemandirian anak tunalaras melalui pelatihan kecakapan hidup menjadi tanggung


(46)

158

jawab bersama. Masing-masing instansi yang terlibat (Depsos dan Depdiknas) menyatakan kesediaannya untuk membantu dalam hal pengelolaan dan pembinaan lanjutan.

Rancangan program pelatihan kecakapan hidup yang telah tersusun dan disepakati bersama ini terdiri atas tiga jenis kecakapan vokasional yaitu perbengkelan las, teknik pendingin, dan otomotif.

Sebagaimana yang juga telah diungkapkan sebelumnya bahwa ketiga jenis kecakapan vokasional ini dilatihkan dalam satu paket pelatihan atau dalam waktu yang bersamaan. Pemisahannya dilakukan hanya pada saat pemberian materi teknis atau praktik, sedang saat acara pembukaan, pemberian materi umum dan acara penutupan tetap dilakukan bersama. Dalam menyususn rancangan pengembangan program pelatihan kecakapan hidup mengandung unsur-unsur yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Tujuan Pelatihan

Secara umum tujuan pelatihan kecakapan hidup dalam peningkatan kemandirian anak tunalaras di puast Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal di PSMP Handayani adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya. Secara khusus, program PKH di PSMP Handayani bertujuan :

(a) Meningkatkan kecakapan akademik dan kecakapan vokasional anak tunalaras yang dapat dijadikan mata pencaharian.


(47)

159

(b) Menyebarluaskan kecakapan akademik dan kecakapan vokasional melalui peningkatan kecakapan hidup.

(c) Menumbuhkembangkan kreatifitas masyarakat khususnya warga belajar tunalaras dalam memecahkan permasalahan dengan memanfaatkan potensi sumber daya dan kelembagaan masyarakat.

(d) Untuk dapat memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial anak nakal sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, serta berakhlak mulia.

b) Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran program ditetapkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh PSMP Handayani yaitu anak nakal yang mempunyai kriteria sebagai berikut :

a) Anak nakal yang berusia 10-18 tahun dan belum

menamatkan pendidikan dasar 9 tahun. Bagi mereka diberikan pelayanan pendidikan setaraf Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) umum.

b) Anak nakal yang berusia 16-21 tahun dan minimal telah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bagi mereka diberikan bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan kerja.

c) Anak nakal yang berkonflik dengan hukum, meliputi : (1) Sedang dalam proses penyidikan oleh polisi.


(48)

160

(2) Sedang dalam proses pengadilan jaksa penuntut umum. (3) Menjalani putusan hakim.

(4) Setelah selesai menjalani pidana anak.

c) Sumber Belajar/Fasilitator

Kriteria dan kualifikasi untuk Sumber Belajar (SB) yang direkrut untuk program pelatihan kecakapan hidup adalah sebagai berikut:

a) Berusia 20-50 tahun

b) Tingkat pendidikan minimal SMA c) Alumni PSMP Handayani Jakarta.

d) Mampu menjalin kerja sama dan berkomunikasi dengan baik e) Memiliki kemampuan membelajarkan dan melatih

f) Memiliki kecakapan vokasional vokasional sesuai yang diprogramkan

d) Kurikulum

Identifikasi kebutuhan warga belajar menunjukkan ada 3 (tiga) aspek yang perlu dilakukan penguatan yaitu: (a) aspek personal, berupa ketidakmampuan anak tunalaras sebagai warga belajar dalam memecahkan masalah dan menyadari potensi yang dimilikinya; (b) aspek sosial, berupa keterbatasan anak tunalaras dalam hal kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya; dan (c) aspek vokasional, berupa keinginan anak tunalaras untuk menguasai kecakapan vokasional tertentu sehingga mampu menjadi manusia yang produktif dan mandiri.


(49)

161

Dengan memperhatikan hasil identifikasi tersebut dan mempertimbangkan kondisi masyarakat maka disusun isi kurikulum yang difokuskan pada pengembangan kecakapan individu, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional. Berdasarkan fokus tersebut, maka disusun kriteria isi kurikulum pelatihan kecakapan hidup berbasis kemandirian sebagai berikut: a) Strategi pelatihan kecakapan hidup dengan berbagai jenis kecakapan

vokasional selalu diarahkan untuk menggali berbagai potensi yang ada di masyarakat setempat.

b) Menjadikan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari sebagai masukan pokok pengembangan kurikulum.

c) Pengelolaan usaha mandiri sebagai fokus materi pelatihan dengan penekanan pada pengembangan kemandirian.

d) Jenis kecakapan vokasional yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar dan permintaan pasar.

Untuk tema kurikulum, hal-hal yang dikemukakan mencakup: (1) Kecakapan akademik tentang jenis-jenis keterampilan; (2) Kecakapan akademik tentang pembentukan dan strategi pengelolaan usaha; (3) Kecakapan akademik tentang pengelolaan/proses perbengkelan dan jasa; (4) Kecakapan akademik tentang pemasaran; (5) Kecakapan akademik tentang pengelolaan keuangan; (6) Kecakapan akademik tentang pengelolaan organisasi/kelompok yang terlibat dalam kegiatan usaha; dan (7) Kecakapan akademik tentang pengelolaan jiwa kepemimpinan dalam menjalankan usaha bersama.


(50)

162

e) Bahan Ajar dan Latihan

Bahan ajar yang dikembangkan untuk program pelatihan semuanya dituangkan dalam bentuk diktat/modul yang mencakup bahan ajar kegiatan kecakapan vokasional dan usaha bersama. Secara rinci, bahan ajar ini mencakup:

a) Modul pelatihan seri kegiatan kewirausahaan tentang proses pelayanan servis dan jasa.

b) Modul pelatihan seri kewirausahaan tentang Kepemimpinan, Sumberdaya Manusia (SDM) dan Pengelolaan Keuangan.

c) Modul kecakapan vokasional bidang perbengkelan (Las, teknik pendingin, dan otomotif).

f) Media Pelatihan Keterampilan

Media pelatihan yang dipergunakan adalah alat tulis, modul dan bahan-bahan praktik.

g) Metode Pelatihan Keterampilan

Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan model pelatihan kecakapan hidup adalah pendekatan andragogi, partisipatoris dengan metode ceramah, diskusi, kerja kelompok dan praktik.

h) Waktu dan Tempat Pelatihan

Kegiatan pelatihan dilangsungkan selama dua minggu atau 12 hari penuh dari tgl 14 Februari - 28 Maret 2008. Kegiatannya dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pada uji coba tahap pertama selama 6 hari dan uji coba tahap kedua juga 6 hari dengan jumlah jam pelajaran sebanyak 96 jam @ 45 menit.


(51)

163

i) Evaluasi Akhir Pelatihan

Evaluasi pelatihan kecakapan vokasional dilakukan dengan (a) evaluasi prapelatihan (b) evaluasi proses pelatihan, dan (c) evaluasi akhir pelatihan. Pada dasarnya, evaluasi dilakukan pada aspek-aspek (a) kemampuan memahami materi dan (b) kemampuan mempraktikkan.

b. Pelaksanaan

Pelibatan berbagai pihak dalam proses pelatihan kecakapan vokasional menjadi penting dalam pelatihan, misalnya antara lain: lembaga pemerintah daerah melalui dinas/instansi teknis terkait, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Disnakertrans, sumber belajar/fasilitator, tokoh masyarakat dan para kader organisasi kemasyarakatan. Kerja sama berbagai pihak sesungguhnya sangat diperlukan dalam program pelatihan kecakapan hidup, yaitu sejak perencanaan program sampai evaluasi program pelatihan, termasuk kegiatan monitoring, dan pembinaan berkelanjutan. Keterlibatan mereka dalam kegiatan evaluasi pelatihan kecakapan vokasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan satu program pelatihan kecakapan hidup.

Dalam banyak hal, pemantauan pasca kegiatan pelatihan terabaikan yang disebabkan berbagai alasan, antara lain tidak tersedianya anggaran atau terbatasnya sumber daya manusia (Sumber Belajar dan atau tenaga pendamping) yang bertanggung jawab pada program pelatihan. Dalam pelatihan yang menganut sistem pelatihan orang dewasa, yaitu anak tunalaras sebagai warga belajar sehingga kemampuan dalam penguasaan materi selama proses dan setelah kegiatan berakhir sesungguhnya dapat diketahui oleh warga belajar sendiri.


(52)

164

c. Evaluasi

Evaluasi model pelatihan kecakapan hidup lebih mengedepankan pada kerja sama untuk mengetahui keberhasilan pencapaian program pelatihan kecakapan vokasional oleh warga belajar. Evaluasi pelatihan kecakapan vokasional dilakukan secara bersama-sama, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil program pelatihannya. Evaluasi proses dilakukan terhadap warga belajar, terdiri dari motivasi belajar, kerja sama, dan partisipasi warga belajar dalam proses pelatihan. Bagi sumber belajar/fasilitator evaluasi tersebut bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan unjuk kerja (performance) sebagai pembelajar atau warga belajar, antara lain terkait dengan penguasaan materi, penggunaan media dan bahan pelatihan, metode dan fasilitas/sarana pelatihan, serta bimbingan selama proses pelatihan. Sedangkan evaluasi akhir pelatihan dilakukan untuk mengetahui penguasaan materi pelatihan oleh warga belajar (teori dan praktik).

Evaluasi pasca penyelenggaraan program pelatihan kecakapan hidup selain dilakukan oleh peneliti juga melibatkan beberapa petugas atau sumber belajar sekaligus melakukan pemantauan (monitoring). Kegiatan para petugas tersebut adalah untuk melakukan pemantauan pada kemandirian warga belajar yang telah mengikuti program pelatihan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kontribusi penerapan model pelatihan kecakapan hidup dalam menguasai kecakapan vokasional (vocational skills) untuk meningkatkan kemandirian anak tunalaras (warga belajar), kesejahteran, dan taraf hidup mereka.


(53)

165

mengacu pada pendekatan pelatihan orang dewasa (adult learning) ini, dalam perspektif Pendidikan Luar Sekolah program pelatihan tersebut diimplementasikan melalui pendekatan partisipatif dan kolaboratif. Pendekatan ini juga berlaku dalam program pembinaan lanjutan setelah mereka memiliki kecakapan vokasional dan usaha. Sedangkan secara substansial pengembangan model pada program pelatihan yang dikembangkan mengarah pada munculnya kepercayaan yang melekat pada warga belajar untuk mengatur diri dalam menjalankan tugas sehari-hari karena menyadari telah memiliki kemampuan yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.

Secara umum, walaupun dalam pelatihan kecakapan hidup lebih menekankan pada penguasan kecakapan vokasional praktis, namun tidak mengabaikan aspek kecakapan akademik secara teoretis. Dalam pelatihan kecakapan vokasional orang dewasa kegiatan belajar kecakapan vokasional praktis akan menarik bilamana materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan dengan metode pelatihan yang menarik pula. Karena itu model belajar dengan "learning by doing" dan metode pemecahan masalah (problem solving methods) adalah motode-metode yang dianggap sangat tepat bagi warga belajar. Untuk itu, metode pelatihan kecakapan hidup juga akan menarik dan bermakna bagi warga belajar bilamana terdapat kesesuaian antara materi dengan jenis kecakapan vokasional yang dipilih atas dasar kebutuhan nyata kelompok sasaran program (calon warga belajar) melalui kesepakatan bersama.

Berdasarkan analisis hasil studi eksplorasi dan analisis kebutuhan belajar anak tunalaras sebagai warga belajar, pengembangan model pelatihan kecakapan


(1)

masalah, penuh ketekunan, merasa puas atas usahanya dan berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Havighurst (1972) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu: (a) emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua; (b) ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua; (c) Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi; dan (d) sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Model pelatihan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian anak tunalaras yang dikembangkan secara nyata telah dapat meningkatkan empat kecakapan hidup, yakni kecakapan akademik, kecakapan vokasional, kecakapan personal, dan kecakapan sosial.

Implikasi teoritis pada model pelatihan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian anak tunalaras terletak pada: pertama, aspek relevansinya dengan kebutuhan. Berdasarkan temuan empiris, penerapan model pelatihan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta menunjukkan efektivitasnya bagi terpenuhinya kebutuhan pelatihan warga belajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar dan kreativitas. Kedua, aspek inovasinya dalam pengembangan anak tunalaras di masyarakat. Dalam penerapannya, model pelatihan kecakapan hidup mampu memberikan rehabilitasi dan peningkatan kecakapan hidup anak tunalaras yang positif. Warga belajar tunalaras merupakan salah satu komponen


(2)

bangsa yang perlu mendapat perhatian serius melalui cara-cara yang tepat dan akurat agar mampu memperbaiki kehidupan dan penghidupannya. Upaya untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dilakukan melalui jalur pendidikan nonformal yang merupakan alternatif terbaik dan paling tepat.

2. Pembahasan Khusus

PSMP Handayani adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis yang menangani permasalahan anak nakal dengan maksud untuk dapat memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial anak nakal sehingga mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, serta berakhlak mulia. Menghilangkan label dan stigma negatif masyarakat terhadap anak yang menghambat tumbuh kembang mereka untuk berpartisipasi dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Maksud tersebut dikembangkan lagi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat tercipta suatu pelayanan yang komprehensif dan berorientasi pada kepentingan penerima pelayanan.

Tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal di PSMP Handayani secara umum adalah pulihnya kepribadian, sikap mental dan kemampuan anak nakal, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam suasana tatanan kehidupan dan penghidupan sosial keluarga dan lingkungan sosialnya. Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani adalah salah satu alternatif dari sekian banyak lembaga Pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan sosial


(3)

kepada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi.

Dalam Keputusan Menteri No. 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial ditetapkan bahwa Panti Sosial adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sehari-hari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial dan pelatihan ketrampilan, resosialisasi dan bimbingan lanjut bagi anak nakal agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Pengembangan model pelatihan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta bertujuan agar warga belajar diharapkan menguasai empat kecakapan secara komprehensif yakni kecakapan akademik, kecakapan vokasional, kecakapan personal, dan kecakapan sosial. Melalui pelatihan kecakapan hidup ini diharapkan warga belajar memiliki kemandirian untuk memasuki dunia kerja atau berusaha mandiri minimal untuk dirinya sendiri dan keluarganya serta dapat dikembangkan untuk membuka lapangan kerja sehingga warga belajar memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak.

Berdasarkan hasil studi terhadap objek penelitian dan beberapa literatur yang berkenaan dengan penyelenggaraaan kecakapan hidup di PSMP Handayani


(4)

Jakarta, ternyata masih menghadapi berbagai masalah dalam pengembangannya. Secara mendetail permasalahan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Proses penyusunan rencana program kegiatan PSMP tidak melibatkan warga belajar secara intensif.

b. Tidak mengadakan tes keterampilan awal warga belajar sehingga tidak diketahui keterampilan siap warga belajar.

c. Materi-materi program pelatihan yang akan dikembangkan tidak dibuat secara terencana dan sistematis.

d. Tidak merumuskan tujuan kegiatan/program secara eksplisit yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan kemandirian berwirausaha warga belajar. e. Nara sumber teknis tidak mempersiapkan rencana pelatihan dalam bentuk

tertulis baik dalam modul atau kemasan lainnya.

f. Tidak mempersiapkan proses evaluasi program secara sistematis. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka terhadap aspek-aspek pengembangan evaluasi pelatihan secara terintegrasi.

g. Ada kecenderungan nara sumber teknis (tutor) tidak menguasai azas-azas pelatihan dengan sistem tutorial, baik pada tahapm perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

h. Nara sumber teknis tidak pernah menjelaskan tujuan pelatihan nya secara detail sehingga kurang menggugah rasa keingintahuan warga belajar.

i. Kegiatan pelatihan dan PKH hanya bertumpu pada praktik dan penguasaan keterampilan yang berkenaan dengan keterampilan ototmotif, teknik pengelasan, dan teknik pendingin sehingga hanya bersifat praktik dan warga


(5)

belajar belum memiliki sikap kemandirian.

j. Proses pelatihan tidak menggunakan metode pelatihan yang terpadu. Sebagian besar hanya bertumpu pada kegiatan praktek sehingga tidak menampakkan proses pelatihan dengan model tertentu.

k. Tidak dibuatkannya rencana evaluasi secara terpadu atau terintegrasi yang komprehensif, sehingga tolok ukur kriteria penilaiannya tidak jelas.

Permasalahan tersebut di atas, akan menjadi faktor-faktor penghambat atau kendala perkembangan PSMP dalam menunjang pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan nonformal. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional pada jalur PLS, khususnya pada PSMP banyak bergantung kepada berbagai faktor, baik secara internal sistem PSMP maupun faktor-faktor eksternal sistem PSMP. Salah satu faktor kunci (the key factor) yang berasal dari “internal sistem " PSMP adalah pola pengembangan program dan efesiensinya terutama yang berkenaan dengan pendidikan kecakapan hidup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecakapan hidup warga belajar melalui model tersebut memberikan manfaat bagi upaya peningkatan pemerolehan dan peningkatan keterampilan warga belajar. Untuk memberikan penilaian atas model pelatihan kecakapan hidup sebagai suatu altematif pendidikan luar sekolah, perlu diapresiasi melalui kajian teoritis. Untuk kepentingan itu, efektivitas model dapat analisis dengan menggunakan pendekatan dan keterkaitan komponen pendidikan luar sekolah antara lain yaitu: masukan (input), proses (process), keluaran (output), masukan lain (other input) dan dampak (impact).


(6)

Melalui pendekatan andragogik yang dikembangkan dalam model pelatihan kecakapan hidup, setahap demi setahap terjadi perubahan orientasi pada diri warga belajar mulai bergeser. Kondisi tersebut tampak pada tingginya minat mereka untuk belajar berbagai hal yang berkenaan dengan upaya-upaya yang sekiranya dapat mengembangkan usaha produktifnya. Perubahan sebagaimana diuraikan di atas, tidak terlepas dari peran dan posisi sumber belajar. Fasilitator dalam proses belajar aktif berbeda dengan guru dalam pengajaran secara tradisional. Dalam pengajaran tradisional seorang guru menyampaikan pengetahuannya kepada murid. Sedangkan dalam proses belajar aktif, seorang fasilitator membantu kelompok (memfasilitasi) peserta pelatihan mencari dan menemukan ide-ide sendiri serta menyimpulkannya.

Hasil pengamatan, peran fasilitator sudah menjalankan fungsinya sebagai pihak yang memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar sesuai prosedur yang ditetapkan dalam model yang dikembangkan. Dalam praktiknya, fasilitator memberikan bantuan kepada warga belajar untuk memecahkan masalah yang menjadi kendala dan tidak pernah mendahului dalam membuat kesimpulan. Selama proses, fasilitator senantiasa memperbaiki pandangan-pandangan yang salah pada saat yang tepat dalam proses diskusi maupun kegiatan lain selama pembelajaran berlangsung. Kehadiran fasilitator dalam proses pelatihan hidup sangat menentukan motivasi belajar peserta dan keberlangsungannya.