Kerja Sama Indonesia dengan Negara di Kawasan ASEAN Dalam

B. Kerja Sama Indonesia dengan Negara di Kawasan ASEAN Dalam

Mengatasi Kebakaran Hutan dan Kabut Asap di Riau Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun dan seringkali mengakibatkan asap lintas batas yang merugikan negara tetangga terdekat di lingkungan ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Oleh karena itu, maka Indonesia beserta negara ASEAN lainnya sepakat untuk mengatasi kebakaran dan dampak asapnya tersebut melalui penandatanganan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution AATHP pada tanggal 10 Juni 2002. Salah satu alasan perlunya mengatasi kebakaran hutan dan lahan beserta dampak asapnya tersebut secara bersama-sama adalah masalah lemahnya kelembagaan, AATHP telah berlaku pada tanggal 25 November 2003 sejak 6 enam negara anggota ASEAN meratifikasinya. 87 Tujuan dari konvensi ini adalah merumuskan implikasi kelembagaan atas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution AATHP. Dengan diketahui bentuk-bentuk implikasi kelembagaan dari pemberlakuan AATHP khususnya yang dapat mendorong perbaikan persoalan kelembagaan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia maka diharapkan Indonesia dapat lebih mampu mengatasi kebakaran hutan dan lahan beserta dampak asapnya, untuk mengetahui hal ini, maka selain dilakukan kajian terhadap isi AATHP, juga diperlukan kesamaan pendapat dari para stakeholder yang terkait dengan pemberlakuan AATHP. 88 Universitas Sumatera Utara Pada AATHP terdiri dari pasal 32 pasal dan sebuah lampiran, berikut akan dibahas bagian-bagian terpenting dari kesepakatan tersebut yang memiliki pengaruh terhadap Indonesia : 1. Pasal 2 : Tujuan Tujuan dari kesepakatan ini adalah untuk mencegah dan memonitor transboundary haze pollution yang diakibatkan oleh kebakaran hutan yang sebaiknya dilakukan dengan upaya-upaya nasional dan dengan kerja sama regional dan internasional. 2. Pasal 3 : Prinsip a. Prinsip tanggung jawab negara; b. Prinsip pencegahan; c. Prinsip precautionary; d. Prinsip pembangunan yang aman; e. Prinsip kerja sama dengan semua pihak termasuk masyarakat lokal, NGO, petani dan perusahaan swasta. 3. Pasal 4 : Kewajiban Umum a. Bekerja sama dalam upaya pencegahan polusi udara lintas batas akibat kebakaran hutan termasuk di dalamnya pengembangan upaya monitor, adanya sistem peringatan dini, pertukaran informasi dan teknologi dan saling member bantuan; Universitas Sumatera Utara b. Ketika terjadi transboundary haze pollution dari suatu negara, segera merespon dan menginformasikan negara atau negara-negara yang terkena atau akan terkena polusi udara tersebut untuk meminimalisir akibatnya. c. c. Melakukan upaya legislatif dan administratif untuk melaksanakan kewajiban dalam kesepakatan ini. d. 4. Pasal 5 : adanya ASEAN center yang dibuat untuk memfasilitasi kerja sama dan koordinasi antar pihak dalam mengelola dampak polusi asap. Ketika suatu negara menyatakan keadaan darurat, dapat meminta bantuan kepada ASEAN center. e. 5. Pasal 16 : Kerja sama secara teknis dan penelitian termasuk pertukaran informasi, para ahli, teknologi dan alat. Memberikan pelatihan, pendidikan dan kampanye pengembangan kesadaran tentang dampak polusi udara terhadap kesehatan dan lingkungan. f. 6. Pasal 27 : Penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan konsultasi dan negosiasi. Sebenarnya dalam hukum internasional terdapat banyak model penyelesaian sengketa internasional yang telah dikenal baik secara teori maupun praktek. 88 Hukum Internasional selalu menganggap tujuan fundamentalnya adalah pemeliharaan perdamaian. Keharusan untuk menyelesaikan sengketa secara damai tercantum dalam Pasal 1 Konvensi mengenai penyelesaian sengketa-sengketa secara damai yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat 3 Piagam PBB. 89 Berbagai aturan hukum internasional dapat dikemukakan prinsip-prinsip mengenai penyelesaian Universitas Sumatera Utara sengketa internasional seperti prinsip itikad baik, prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa, prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa, prinsip kesepakatan para pihak, dan prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan kemerdekaan dan integritas wilayah negara-negara. 90 Jadi dalam hukum internasional pada umumnya dan kasus kebakaran hutan ini pada khususnya, penyelesaian sengketa terbaik adalah dengan jalur diplomatik secara langsung dan menghindari penggunaan ancaman kekerasan. Bila dilihat isi beberapa pasal terpenting dalam AATHP di atas, dapat dilihat bahwa dengan meratifikasi AATHP tersebut, Indonesia akan mendapatkan banyak keuntungan, antara lain : 1. Indonesia dapat memanfaatkan Sumber Daya Manusia SDM dan dana yang disediakan dalam kesepakatan ini. Transboundary Haze Pollution dianggap sebagao masalah bersama oleh para anggota ASEAN. Bagi Indonesia tentunya menguntungkan mengingat keterbatasan dan ketidakmampuan untuk menyelesaikan sendiri; 2. Dari perspektif tanggung jawab negara, Indonesia akan terhindar dari potensi dimintai ganti rugi oleh negara tetangga. Hal ini dikarenakan masalah asap merupakan masalah seluruh anggota ASEAN. Segala potensi yang ada di negara anggota ASEAN, termasuk dana yang dialokasikan dapat dimanfaatkan untuk menangani masalah asap; Universitas Sumatera Utara 3. Melihat kondisi asap yang berasal dari Indonesia maka ratifikasi akan menguntungkan karena negara ASEAN yang dari tahun ke tahun mengalami masalah asap adalah Indonesia; 4. Indonesia aka nada anggaran yang terkumpul dari berbagai sumber yang dapat digunakan mengatasi kebakaran hutan, tanpa meratifikasi pun kita juga mengeluarkan dana untuk m e m a d a m k a n k e b a k a r a n , n a m u n dengan meratifikasi maka dana yang bisa digunakan akan menjadi lebih besar. Dengan AATHP, penanggulangan kebakaran tersebut dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan negara ASEAN lainnya. 91 Berkaitan dengan tidak memadainya usaha yang dilakukan Indonesia, pada tahun 1997 dimana Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN ikut dalam pertemuan AMME guna untuk memaksimalkan proses koordinasi antara pusat dengan daerah. ASEAN sebagai pemegang kendali memainkan perannya dengan mengaktifkan Regional Haze Action Plum. Hal ini diikuti oleh Indonesia guna untuk menunjukkan peran pentingnya Indonesia yang merupakan negara penghasil kabut asap dari kebakaran hutan. Agar semuanya tidak dibawah kendali oleh pihak internasional maka Indonesia ingin menunjukkan peran pentingnya selaku negara yang menjadi objek utama dalam kasus pencemaran lintas batas. Dalam Regional Haze Action Plum RHAP adalah dokumen kerja yang mengidentifikasikan tindak penanganan asap kebakaran lintas batas untuk ditindak lanjuti instansi ditingkat nasional, sub regional maupun regional. Tujuan utama dari rencana ini adalah: 92 Universitas Sumatera Utara 1. Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan melalui kebijakan manajemen yang lebih baik dan penegakkan hukum; 2. Untuk membentuk mekanisme operasional untuk memantau kebakaran hutan dan lahan; 3. Daerah untuk memperkuat tanah dan pemadam kebakaran hutan kemampuan dan tindakan-tindakan mitigasi lain. 4. Untuk mengingat kembali, fenomena kebakaran hutan dan dampak kabut asap yang dikirimkan ke negara tetangga seakan-akan telah menjadi agenda rutin pada setiap musim kemarau melanda di Indonesia. Kabut asap yang dihasilkan pun tidak hanya mengancam masyarakat pada tingkat nasional semata, melainkan merambah pada wilayah negara-negara tetangga dengan intensitas yang beragam dan memberikan dampak bagi kelangsungan hidup warga negara dalam wilah yurisdiksi negara lain. 93 5. Sebagai suatu bentuk pencemaran yang bersifat transnasional, terang saja bencana kebakaran hutan di Indonesia membawa dampak berupa pencemaran kabut asap ke negara tetangga. Selain memberikan dampak bagi kesehatan manusia, pencemaran kabut asap yang dihasilkan dari proses kebakaran hutan juga memberikan dampak ekonomis yang tidak saja kepada Indonesia melainkan pula kepada negara tetangga lainnya. Sektor pariwisata juga menerima imbas yang tidak sedikit dari bencana kabut asap yang terjadi, dari sektor penerbangan dan pariwisata yang meliputi penurunan hunian hotel dan biro perjalanan yang mengalami kerugian yang sangat besar. Serta Universitas Sumatera Utara banyak bisnis dan investasi yang batal atau tertunda sebagai dampak ekonomi secara tidak langsung. 6. Biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah negara setempat untuk melakukan usaha pencegahan pencemaran dengan pembelian masker yang tidak sedikit. Dampak tidak langsung lainnya yang dihasilkan dari kebakaran hutan serta asapnya adalah menurunnya kualitas tanaman serta keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang dimiliki efek jangka panjang yang dihasilkan dari suatu bencana yang berkelanjutan, dalam hal ini kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap merupakan bencana yang berkelanjutan yang terjadi di Indonesia khususnya di Riau. Seluruh dampak secara umum yang dijabarkan, masalah global utama yang dihadapi adalah pemanasan suhu bumi, sedangkan dalam skala regional dan nasional lebih ditingkatkan pada dampak perubahan iklim. 94 Agar kawasan Asia Tenggara bisa mencapai tiga hal yang terdapat dalam RHAP secara menyeluruh dan berkesinambungan, dilakukan koordinasi untuk tiga komponen terutama RAHP mencakup dalam pencegahan, pemantau dan mitigasi yang diserahkan kepada tiga negara yaitu Malaysia, Indonesia dan Singapura, dimana: 95 a. Malaysia mengkoordinir komponen pencegahan; b. Indonesia kapabilitas pemadam kebakaran; c. Singapura proses pemantauan kebakaran. Upaya penanganan polusi asap lintas batas, merupakan salah satu bentuk kerja sama lingkungan yang cukup intensif dilaksanakan di ASEAN dalam beberapa tahun Universitas Sumatera Utara terakhir ini. Atas inisiatif Pemerintah Indonesia, telah dirintis pembentukan forum khusus tingkat Menteri Lingkungan untuk permasalahan polusi asap lintas batas The ASEAN Ministerial Steering Committee on Transboundary Haze Pollution MSC yang beranggotakan 5 negara ASEAN yang terkena dampak langsung polusi asap lintas batas yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Siangapura dan Thailand. Kelima negara tersebut sepakat untuk mengadakan pertemuan rutin tiga kali dalam setahun, agar dapat secara intensif memonitor kondisi polusi asap dan menetapkan langkah-langkah penanggulangannya. Forum yang dibentuk berdasarkan inisiatif Indonesia ini adalah sebenarnya untuk menunjukkan eksistensi Indonesia, ingin menunjukkan sebuah peran Indonesia di mata Internasional selaku negara penghasil kabut asap dan menunjukkan sebuah pertanggungjawaban Indonesia di mata hukum internasional. Forum khusus tersebut dalam perkembangannya menghasilkan Plan of Action in Dealing with Transboundary Haze Pollution in the Region of Southeast Asia Rencana aksi dalam hal urusan dengan polusi asap lintas batas di wilayah Asia Tenggara yang antara lain mencakup aspek-aspek: 1. Pencegahan, pemantauan dan penegakkan hukum; 2. Pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan peatlend management; 3. Pemadaman dan tanggap darurat; 4. Early warning dan pemantauan; 5. Kerja sama dan bantuan regional dan internasional. Universitas Sumatera Utara Rencana aksi tersebut secara sinergi dan terpadu mengikut sertakan tiga unsur penting dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu Pemerintah Pusat dan Daerah hingga ke tingkat Desa, masyarakat petaniladang yang hidup disekitar hutan serta para pelaku bisnis pengelola industri di sektor pertanian dan kehutanan perkebunan, HTIHPH. Implementasi dari Plan Of Actions PoA yang merupakan upaya bersama dalam pencegahan polusi asap lintas batas di lingkungan ASEAN, mulai menunjukkan perkembangan kea rah yang cukup positif. Pada pertemuan ke-3 Ministerial Steering Committee on Transboundary Haze Pollution MSC di Jambi pada bulan Juni 2007, antara lain dilaporkan bahwa sepanjang tahun 20062007, Indonesia mulai berhasil mengurangi jumlah titik api Hotspot di daerah-daerah rawan kebakaran hutan dalam jumlah yang cukup substansial. Kerja sama antara Pemerintah Singapura dan Indonesia dalam rangka membantu penanganan polusi asap lintas batas di Provinsi Jambi saat ini mulai direalisasikan. Sementara itu kerja sama dengan Pemerintah Malaysia untuk membantu penanganan asap di Provinsi Riau, juga siap untuk segera diimplementasikan. Melalui kerja sama komprehensif di antara negara- negara ASEAN maka diharapkan dimasa-masa mendatang polusi asap lintas batas tidak lagi menjadi permasalahan di kawasan. 96 Kerja sama yang dilakukan Indonesia dengan ASEAN atau bahkan dengan negara lain di luar dari ASEAN, merupakan menjadi penopang atau penguat yang mendukung hubungan kerja sama yang bilateral, khususnya dengan ASEAN serta seringkali meredam perbedaan-perbedaan atau konflik-konflik dalam hubungan Universitas Sumatera Utara bilateral antara dua negara yang terlibat dalam kerja sama regional, terutama setelah keduanya mempunyai kepentingan yang semakin besar dalam kerja sama regional. ASEAN juga berusaha untuk meneguhkan posisi mereka sebagai organisasi regional dengan mengembangkan apa yang dikenal sebagai Zona Perdamaian, kebebasan, dan Netralitas atau Zone of Peace, Freedom and Neutrality ZOPFAN. Pernyataan tentang netralitas ASEAN ini didasari pada keinginan negara-negara anggota, yang diprakarsai oleh Malaysia, untuk menjaga netralitas ASEAN dari campur tangan negara-negara luar. 97 Secara formal kerja sama ASEAN di bidang lingkungan hidup dimulai sejak tahun 1978, ditandai dengan dibentuknya ASEAN Experts Group on the Environment AEGE di bawah Committee on Sciene and Technology COST. Pembentukan wadah tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kerja sama yang sudah dirintis sejak tahun 1971 melalui Permanent Committee on Sciene and Technology. Ketika itu, AEGE diberi mandat untuk mempersiapkan ASEAN Environment Programme ASEP yaitu program kegiatan ASEAN di bidang lingkungan hidup. 98 Alasan yang mendasar komunitas ASEAN memilih program lingkungan hidup sebagai salah satu acuan utama dalam kebijakan regional ialah adanya keinginan utama ASEAN untuk menjadi kawasan yang bersih dan hijau, dengan mengacu prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan sumber daya alam secara lestari. 99 ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources 1985 ASEAN ACNN, merupakan suatu pembuktian hasil dari perhatian ASEAN yang mengambil kasus dari kebakaran hutan Universitas Sumatera Utara yang terjadi pada tahun 1985. Walaupun ASEAN ACNN merupakan kerangka kerja sama ASEAN dalam bidang konservasi alam dan sumber daya alam pada umumnya, kesepakatan tersebut juga memuat kewajiban-kewajiban negara ASEAN untuk mencegah kebakaran hutan. 100 Pada Tahun 1990 dibentuk ASEAN Senior Officials on the Environment ASOEN sesuai dengan semakin berkembangnya dan meluasnya kerja sama lingkungan hidup di kawasan ASEAN. ASOEN ini memiliki enam kelompok kerja, yaitu : 101 1. Penanganan polusi lintas batas; 2. Konservasi alam; 3. Lingkungan hidup kelautan; 4. Pengelolaan lingkungan hidup; 5. Ekonomi lingkungan; 6. Informasi lingkungan, peningkatan pengetahuan dan kesadaran publik. Mekanisme konsultasi formal yang dipergunakan negara-negara ASEAN untuk membahas masalah-masalah lingkungan tidak hanya terbatas pada ASOEN saja tetapi juga Pertemuan Tingkat Menteri Lingkungan ASEAN Ministerial Meeting on Environment AMME. Setiap pilar ASEAN Community telah membahas agenda penyelamatan hidup. 102 Pada sejarahnya, suatu pertemuan yang bersifat informal dilakukan AMME pada tanggal 21 Oktober 1994 di Kuching, Malaysia. Dilakukannya pertemuan ini karena terjadinya kebakaran di tahun yang sama dan para Menteri Lingkungan Hidup yang Universitas Sumatera Utara ikut dalam anggota ASEAN kembali membahas masalah pencemaran lintas batas dan menghasilkan suatu kesepakatan tentang pentingnya upaya ASEAN untuk melakukan kerja sama yang aktif dalam menghadapi masalah pencemaran lingkungan lintas batas dan meminimalisir dampak yang terjadi. Pada Tahun 1990 dibentuk ASEAN Senior Officials on the Environment ASOEN sesuai dengan semakin berkembangnya dan meluasnya kerja sama lingkungan hidup di kawasan ASEAN. ASOEN ini memiliki enam kelompok kerja, yaitu : 101 7. Penanganan polusi lintas batas; 8. Konservasi alam; 9. Lingkungan hidup kelautan; 10. Pengelolaan lingkungan hidup; 11. Ekonomi lingkungan; 12. Informasi lingkungan, peningkatan pengetahuan dan kesadaran publik. Mekanisme konsultasi formal yang dipergunakan negara-negara ASEAN untuk membahas masalah-masalah lingkungan tidak hanya terbatas pada ASOEN saja tetapi juga Pertemuan Tingkat Menteri Lingkungan ASEAN Ministerial Meeting on Environment AMME. Setiap pilar ASEAN Community telah membahas agenda penyelamatan hidup. 102 Pada sejarahnya, suatu pertemuan yang bersifat informal dilakukan AMME pada tanggal 21 Oktober 1994 di Kuching, Malaysia. Dilakukannya pertemuan ini karena terjadinya kebakaran di tahun yang sama dan para Menteri Lingkungan Hidup yang Universitas Sumatera Utara ikut dalam anggota ASEAN kembali membahas masalah pencemaran lintas batas dan menghasilkan suatu kesepakatan tentang pentingnya upaya ASEAN untuk melakukan kerja sama yang aktif dalam menghadapi masalah pencemaran lingkungan lintas batas dan meminimalisir dampak yang terjadi. 2. Pendirian focal points untuk menindak lanjuti butir kesepakatan regional ditingkat nasional masing-masing negara anggota; 3. Memajukan kapabilitas nasional dalam mengatasi masalah berkaitan dengan kebakaran hutan; 4. Berbagai pengetahuan dan teknologi dalam emncegah dan memitigasi kebakaran hutan; 5. Pembangunan sistem tingkat bahaya kebakaran fire danger rating system untuk kawasan; 6. Pembaharuan dan pengembangan metode peramalan lintasan dan penyebaran asap; 7. Mempertimbangkan dukungan dari luar kawasan berupa keahlian teknis dan bantuan financial yang tersedia atau dapat dimobilisasi untuk mendukung upaya ASEAN mengimplementasikan rencana kerja. Dalam upaya mengatasi permasalahan kabut asap di kawasan Asia Tenggara, ASEAN diharapkan mampu membawa dua agenda, yaitu: 1. Agenda mengenai penanganan masalah lingkungan hidup; 2. Upaya meningkatkan kerja sama antar negara dalam satu kawasan. Universitas Sumatera Utara

C. Peran Pemerintah Dalam Menghadapi Kabut Asap Akibat Kebakaran