Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional

(1)

“PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN

HUTAN: SUATU PERSPEKTIF DARI EKOLOGI DAN

HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

S K R I P S I Di Susun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

O L E H :

SRI AZORA KUMALA SARI 04 0200 031

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

“PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN

HUTAN: SUATU PERSPEKTIF DARI EKOLOGI DAN

HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL”

O L E H :

SRI AZORA KUMALA SARI 04 0200 031

DIKETAHUI DAN DISAHKAN OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

(SUTIARNOTO SH,M.HUM) NIP. 131 616 321

DOSEN PEMBIMBING I, DOSEN PEMBIMBING II,

(PROF.DR.SUHAIDI SH,MH)

2008

(DR.JELLY LEVIZA SH,M.HUM)

NIP. 131 762 432 NIP. 132 300 077

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan Syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat teriring salam atas Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang kehidupannya menjadi suri tauladan bagi umat manusia hingga akhir zaman.

Adapun skripsi yang penulis susun ini berjudul “ Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan : Suatu Perspektif dari Ekologi dan Hukum Lingkungan Internasional”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi penulis untuk meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skiripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik ditinjau dari rangkaian kalimat, nilai ilmiah serta pengungkapan pendapat Penulis. Kesemuanya tersebut tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan Penulis. Karena itu Penulis sangat mengharapkan sekali kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Pembantu Dekan I, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.,M.H., Pembantu Dekan II, Bapak Syafruddin Hasibuan.,M.Hum., serta Pembantu Dekan III, Bapak Mohammad Hoesni, SH. Terima kasih atas bantuannya selama Penulis menjadi mahasiswi di Fakultas Hukum ini.

3. Bapak Sutiarnoto SH,M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.,M.H, selaku Dosen Pembimbing I Penulis, yang telah memberikan perhatian, bimbingan dan saran kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan telah sabar memberikan bimbingan, saran dan motivasi serta nasehat kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Staff Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama Penulis duduk di bangku perkuliahan.

7. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan pelayanan yang besar sekali artinya bagi penulis. 8. Secara khusus Penulis persembahkan untuk Ayahanda tercinta Asnil Anas dan

Ibunda tercinta Juita, yang telah dengan penuh kesabaran dan susah payah membesarkan, mendidik dan mendoakan Penulis sampai saat ini.

9. Buat Kakanda yang tercinta Asvia Welly dan Ayeci Asnil SE, makasih ya kak atas perhatian dan motivasinya selama ini.


(5)

10. Buat Adinda tersayang, Ririt Foriantati, makasih ya Chink atas do’anya, (cepat tamat ya jangan maen-maen kuliahnya biar jadi dokter gigi pribadi ambo, hehehe).

11. Ucapan terima kasih teristimewa Penulis sampaikan untuk yang terkasih, Andri Utama Siregar SH, yang telah dengan penuh kesetiaan menemani Penulis dan memberikan kasih sayang yang luar biasa, dukungan penuh, perhatian dan motivasi.

12. Teman-teman senasib dan seperjuangan Horclux : Mey, Tias, Mira, Denggan, Yusnizar, Tia, dan Citra. Makasih ya atas saran dan kebersamaannya selama ini. Kelen adalah sahabat-sahabat terbaik ku, eh kapan kita kumpul berlapan lagi bez seeh klen pada sibuk semua. Buat sahabat ku Sabtia SH, makasih ya wak atas pinjaman bukunya dan jalan-jalannya jadi ga terlalu stress kali negerjain skripsinya hehehe dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis sangat berterima kasih dan kiranya Allah SWT akan membalas kebaikan kita semua. Amin.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan juga bagi perkembangan hukum dan perhatian terhadap lingkungan di tanah air.

Medan, February 2008 Hormat Penulis,


(6)

DAFTAR SKEMA

Skema I : Pencemaran Lintas Batas ... 20 Skema II : Dampak dari Kebakaran Hutan ... 33 Skema III : Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional ... 61


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar ... i

Daftar Skema ... iv

Daftar Isi ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

D. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Pengertian Ekologi ... 11

B. Pencemaran Lingkungan yang Bersifat Lintas Batas ... 15

C. Kajian Ekologi Atas dampak Kebakaran Hutan yang Bersifat Lintas Batas ... 21

BAB III PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN LINTAS BATAS DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL A. Perangkat-perangkat Hukum Lingkungan Internasional yang Mengatur Tentang Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan ... 34


(8)

B. Peranan Organisasi Internasional dalam Mengatasi

Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan ... 41 C. Sikap Negara-negara Korban Pencemaran Lintas Batas ... 47

BAB IV ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN

A. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum

Lingkungan Internasional ... 53 B. Hubungan Penyelesaian Sengketa Hukum Lingkungan

Internasional dengan Hukum Lingkungan Nasional ... 62 C. Penyelesaian Sengketa Internasional terkait dengan

Pencemaran Lintas batas akibat kebakaran Hutan ... 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 75 B. Saran ... 76


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam, UU No. 5 tahun 1990 tentang “Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya”, UU No 23 tahun 1997 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, UU No. 41 tahun 1999 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan” dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.1

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Gangguan


(10)

asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.

Kebakaran hutan bukan lagi menjadi suatu kejadian yang asing bagi negara kita. Hampir setiap musim kemarau di Indonesia pada beberapa dekade terakhir ini sering mengalami kebakaran. Tentunya hal ini menimbulkan dampak yang merugikan bukan hanya bagi warga setempat melainkan warga negara lain atau tetangganya. Ironisnya dalam bencana kebakaran hutan yang terjadi di beberapa wilayah di sumatera yaitu Jambi, Riau, dan Sumatera Barat banyak pihak yang terkesan melepaskan tanggung jawab atas kejadian tersebut.

Tercatat rekor kebakaran hutan di dunia selalu dipecahkan di Indonesia, kebakaran hutan yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada 1982/1983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan yang merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963. Rekor kemudian dipecahkan kembali oleh kebakaran di beberapa wilayah Indonesia pada 1997/1998 yang melalap 11,7 juta hektar hutan. Data dari Direktoral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menunjukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak 1998 hingga 2002 tercatat sekitar antara 3000 hektar dan 515 ribu hektar.2

Kebakaran lahan dan hutan yang hampir terjadi setiap tahun di Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau, sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan, tidak saja menimbulkan dampak terhadap kondisi sosio-ekonomi masyarakat sekitarnya, namun juga sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas

2 “Stop Ulangi Kesalahan dan Selesaikan Permasalahan Kebakaran Hutan”, Riau terkini, 2 Juli 2004.


(11)

(transboundary haze pollution) ke wilayah negara tetangga, khususnya Malaysia

dan Singapura.

Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan kualitas udara dan jarak pandang di region Sumatera dan Kalimantan, termasuk Singapura, Malaysia, Brunei, serta sebagian Thailand.

Pembakaran hutan ini salah satunya diakibatkan dengan adanya praktik konversi lahan, di mana penyiapan atau pembersihan atau pembukaan lahan oleh perusahaan (perkebunan/HTI/HPH) dengan cara membakar. Cara ini dilakukan karena dinilai sebagai paling murah. Kemudian, juga disebabkan penerapan teknik babat bakar oleh petani tradisional ketika membuka atau membersihkan lahan peladangan.

Penyebab kebakaran hutan yang berakibat pada pencemaran asap dan meningkatnya emisi karbon disebabkan oleh kebakaran yang dilakukan secara sengaja dan rambatan api di kawasan/lahan gambut dengan total luas hutan dan lahan yang terbakar dalam kurun waktu 6 tahun terakhir mencapai 27,612 juta hektar. Data menunjukkan bahwa tindakan kesengajaan secara khusus di wilayah Sumatera dan Kalimantan dipicu oleh: pembakaran lahan untuk perkebunan sawit dan HTI oleh perusahaan dan proyek lahan sejuta hektar yang berbuntut ekspor asap ke wilayah negara lain, antara lain Malaysia dan Singapura.3

Dampak yang ditimbulkan dari kabut asap ini sangat besar dan meliputi berbagai aspek kehidupan. Mulai dari sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan penanganan yang lebih optimal agar bencana ini tidak terulang dikemudian hari.

3

Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan.


(12)

Kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara disinyalir juga memberikan tiga ancaman strategis, kompleks dan melintasi batas-batas teritorial negara berupa penipisan (lapisan) ozon, berkurangnya oksidasi atmosfer, serta pemanasan global. Ketiganya mempunyai daya untuk mengubah dan mengganggu peran keseimbangan atsmosfer yang penting dalam sistem ekologi global.4

Pencemaran asap ini (haze pollution) yang disebabkan oleh kebakaran hutan saat sekarang ini sudah sampai pada tingkat pencemaran yang bersifat lintas batas telah menjadi bagian utama dalam masalah lingkungan yang mampu mengganggu peradapan ekosistem kehidupan.. Pencemaran lintas batas ini dengan segala konsekuensinya pada prakteknya telah mulai disikapi secara serius oleh semua komunitas dunia dalam setiap tingkatan baik itu bersifat lokal, nasional, regional maupu n global.5

Kebakaran hutan di Indonesia yang telah terjadi beberapa tahun terakhir, memaksa negara-negara serantau untuk duduk bersama membahas masalah ini. Hal ini disebabkan, asap yang ditimbulkan juga menyebar ke kawasan Asia Tenggara. Paling parah adalah sepuluh tahun lalu sekitar tahun 1997-1998, dan tahun 2006 lalu. Indonesia pun dianggap tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Memang untuk menjawab tantangan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak pada pencemaran asap lintas batas, yang juga mengakibatkan perubahan iklim global serta keanekaragaman hayati, diperlukan usaha nyata dan bersama. Usaha tersebut tidak dapat dilakukan oleh Indonesia sendiri, namun juga bersama

4 Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan: Mengenal Instrumen Hukum Pengendalian

Pencemaran Udara Di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press, 2004, hlm.3


(13)

negara-negara tetangga, masyarakat internasional, serta lembaga donor internasional dan regional.6

Kecemasan terhadap pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ini telah menjadi perhatian regional, terbukti dengan dijadikannya masalah pencemaran asap lintas batas sebagai topik bahasan dalam kerja sama ASEAN

(Association of South East Asian Nations) yaitu sejak tahun 1990 negara-negara

ASEAN telah melakukan berbagai bentuk kerja sama untuk menanggulangi masalah kabut asap. Mulai dari pembentukan ASEAN Haze Technical Taks Force;

Sub-Regional Fire Fighting Arrangements; ASEAN Regional Haze Action Plan

(ARHAP); hingga Persetujuan ASEAN mengenai Pencemaran Asap Lintas Batas atau ASEAN Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang telah ditandatangani oleh negara-negara ASEAN pada bulan Juni 2002, dan telah berlaku sejak tanggal 25 November 2003.

AATHP juga merupakan persetujuan regional pertama yang secara khusus diharapkan dapat menanggulangi masalah pencemaran kabut asap di kawasan. Salah satu konsekuensi dari berlakunya AATHP adalah akan segera dibentuk

ASEAN Coordinating Centre (ACC) for Transboundary Haze Pollution Control

yang akan menjalankan fungsi koordinasi mulai dari tahap pencegahan, pemantauan, dan penanggulangan serta mitigasi kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan pencemaran kabut asap.

6 Rencana Indonesia Menangani Kebakaran Hutan Dan Lahan., http: indonesian/wacanaindonesia/view/20070223211000/1/.html


(14)

B. Perumusan Masalah

Ada beberapa masalah yang timbul sebagai batasan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana prinsip-prinsip perlindungan hutan dalam perspektif ekologi dan hukum lingkungan internasional ?

2. Dalam konteks global, upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh organisasi internasional dalam menanggulangi setiap kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat lintas batas ?

3. Bagaimanakah tata cara penyelesaian sengketa internasional terkait dengan pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan prinsip dalam perlindungan lingkungan hidup dan dampak dari pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh organisasi internasional dalam menanggulangi setiap kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat lintas batas khususnya dalam hal terjadinya kebakaran hutan.

3. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian sengketa pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan.


(15)

Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis, yaitu melihat keterkaitan norma hukum lingkungan internasional dan hukum lingkungan nasional serta penerapannya di Indonesia.

2. Manfaat Praktis, yaitu sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak terkait tentang perlunya upaya perlindungan hutan dari kebakaran hutan yang menyebabkan pencemaran lintas batas.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan arsip pada Departemen Hukum Internasional maka penelitian ini telah memperoleh persetujuan untuk dilaksanakan karena belum ada penelitian yang sama sebelumnya.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan pengadilan. Metode penelitian yuridis normatif ini dikenal juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

research) yang menganalisis norma-norma hukum yang bersumber pada law as it is written in the books, maupun law as it is decided by the judge through judicial process.7

7 Lihat Jelly Leviza, Tanggung Jawab Hukum Bank Dunia dan IMF Atas Dampak Negatif

Kondisionalitas Pinjamannya di Negara-negara Berkembang, Disertasi Pascasarjana Universitas


(16)

Dalam penelitian ini metode yuridis normatif yang dipergunakan terutama adalah yang merujuk pada sumber yang telah disebutkan, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum tertulis yang antara lain berupa: konvensi internasional, kovenan-kovenan internasional dan juga peraturan perundang-undangan nasional (Indonesia). Oleh karena itu penelitian ini juga mempergunakan pendekatan transnasional, artinya pendekatannya tidak hanya dari segi hukum internasional namun juga dari segi hukum nasional.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan secara deskriptif analisis untuk menggambarkan secara menyeluruh berbagai fakta yang berkenaan terjadinya peristiwa kebakaran hutan di Indonesia. Pengumpulan dan penggambaran fakta-fakta ini dianggap penting sebab ini merupakan bagian dari pengumpulan data dan informasi secara keseluruhan dalam suatu penelitian. Selanjutnya dengan fakta-fakta tersebut peneliti mencoba menghubungkannya dengan penerapan prinsip tanggung jawab negara dalam hubungannya dengan terjadinya pencemaran udara yang bersifat lintas batas akibat kebakaran hutan di Indonesia

Jika ditelaah lebih lanjut, maka dilihat dari ruang lingkup pembahasannya bentuk yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian hukum positif. Penelitian hukum positif, sesuai dengan ciri dari penelitian hukum normatif, adalah penelitian yang memfokuskan diri pada norma hukumnya semata atau mengenai penerapan norma itu didalam masyarakat.

Pengumpulan data informasi dilakukan melalui studi pustaka. Bahan-bahan kepustakaan di bidang hukum dapat dibedakan berdasarkan sumber data


(17)

dan informasi dari mana sumber data atau informasi itu diperoleh. Bahan-bahan hukum primer diperoleh dari instansi atau badan yang berwenang untuk mengeluarkanya, sumber data ini dapat berupa jurnal, laporan, makalah-makalah dan bentuk-bentuk tulisan lainnya.

F. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum memudahkan pemahaman dari materi penelitian ini, maka penelitian ini dibagi ke dalam lima bab yang berhubungan erat satu sama lainnya, dengan perincian sebagai berikut :

BAB I: Pendahuluan;

Pada Bab ini akan diuraikan beberapa hal-hal pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini, terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II: Tinjauan Umum Terhadap Perlindungan Lingkungan Hidup;

Merupakan tinjauan umum terhadap pengertian ekologi, pencemaran lingkungan yang bersifat lintas batas, serta kajian ekologi atas dampak kebakaran hutan yang bersifat lintas batas lintas batas.

BAB III: Pengaturan Tentang Pencemaran Lintas Batas Dalam Hukum Lingkungan Internasional;

Merupakan suatu tinjauan umum terhadap perangkat hukum lingkungan Internasional yang mengatur tentang pencemaran


(18)

lintas batas akibat kebakaran hutan dan peran organisasi Internasional dalam mengatasi pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan serta sikap negara-negara korban pencemaran lintas batas.

BAB IV: Alternatif Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan;

Merupakan Pembahasan dari inti permasalahan, yaitu Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dalam hukum lingkungan internasional, penyelesaian sengketa menurut hukum lingkungan internasional dan hukum lingkungan nasional, penyelesaian sengketa internasional terkait dengan pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan.

BAB V: Penutup;

Berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahasan dan disertai dengan beberapa saran yang memungkinkan akan bermanfaat untuk lingkungan hidup.


(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Pengertian Ekologi

Segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang lain, antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan tumbuhan-tumbuhan dan bahkan antara manusia dengan benda-benda mati sekalipun. Begitu pula antara hewan dengan hewan, antara hewan dengan tumbuh-tumbuhan, antara hewan dengan manusia dan antara hewan dengan benda-benda mati di sekelilingnya. Akhirnya tidak terlepas pula halnya dengan tumbuh-tumbuhan saling mempengaruhi. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula reaksi sesuatu golongan atas pengaruh dari yang lainnya juga berbeda-beda.8

Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1869. Arti kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal, dan logos bersifat telaah atau studi. Jadi ekologi adalah ilmu tentang rumah atau Inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu yang membahas tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya tersebut dinamakan ekologi. Oleh karena itu permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi.

8 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi Kedelapan Cetakan kedelapan belas, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005, hlm.1


(20)

tempat tinggal makhluk. Ekologi didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”.9

Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan, ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan serta jalin menjalinnya segenap unsur-unsur hidup.

Menurut ekolog De Bel mengemukakan, bahwa ekologi adalah suatu

”study of the total impact of man and other animals on the balance of nature”,

dan menurut Otto Soemarwoto defenisi ekologi adalah “ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”.

10

1. Studi ekologi sosial, sebagai suatu ilmu terhadap relasi sosial yang berada di tempat tertentu dan dalam waktu tertentu dan yang terjadinya oleh tenaga-tenaga lingkungan yang bersifat selektif dan distributif;

Ekologi atau ilmu yang mempelajari tata hubungan jasad-jasad hidup (termasuk manusia) dengan alam lingkungan sekitarnya mengungkapkan, bahwa dalam ekosistem (co-system) semua subsistem (sistem kelengkapan) itu serba terhubungan satu sama lain dalam posisi dan kondisi saling mempengaruhi.

Studi-studi ekologi meliputi berbagai bidang, seperti:

2. Studi ekologi manusia sebagai suatu studi tentang interaksi antara aktivitas manusia dan kondisi alam;

3. Studi ekologi kebudayaan sebagai studi tentang hubungan timbal-balik antara variabel habitat yang paling relevan dengan inti kebudayaan;

4. Studi ekologi fisis sebagai suatu studi tentang lingkungan hidup dan sumber daya alamnya;

9 Syamsul Arifin, Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, Medan, Universitas Sumatera Utara Press, 1993, hlm.52


(21)

5. Studi ekologi biologis sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup, terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan dan lingkungannya.

Hal yang paling penting dari ekologi ini ialah konsep ekosistem. Ekosistem ialah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dalam sistem ini, semua komponen bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan terjadi disebabkan adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem itu. Keteraturan ekosistem menunjukkan adanya keseimbangan tertentu dari ekosistem.11

Ada dua bentuk ekosistem yang penting. Yang pertama adalah ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan yang kedua adalah ekosistem buatan (artificial

ecosystem) hasil kerja manusia terhadap ekosistemnya. Di dalam ekosistem

alamiah akan terdapat heterogenitas yang tinggi dari organisme hidup disana

Keseimbangan sistem merupakan syarat bagi stabilitas fungsi setiap komponen sistem. Setiap komponen sistem hanya dapat berfungsi dengan baik, jika keseimbangan itu tidak terjadi secara drastis. Perubahan keseimbangan yang bersifat mendadak, drastis dan tidak menentu akan mengacaukan fungsi setiap komponen sistem. Hal ini juga berlaku bagi ekosistem. Makhluk hidup terutama manusia hanya dapat hidup atau menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya jika keseimbangan itu terjaga.

11 Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung, Penerbit Alumni, 1992, Hlm.3


(22)

sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya. Sedang ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang heterogenitasannya sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap stabil, perlu diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan oleh manusianya, agar terbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yang dibuat itu.

Berdasarkan konsep tersebut, maka perlindungan ekosistem tidak sama artinya dengan perbuatan menghentikan pertumbuhan atau membuat keseimbangan menjadi statis, melainkan adalah bagaimana menciptakan suatu keseimbangan yang dinamis (dynamic equilibrium), yaitu suatu keseimbangan menjadi statis melainkan adalah bagaimana menciptakan suatu keseimbangan yang memungkinkan manusia terus melanjutkan pembangunannya. Kadang-kadang perubahan itu besar, Kadang-kadang-Kadang-kadang kecil. Perubahan itu dapat terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia.12

Manusia pada mulanya (yang masih primitif seperti pada zaman batu) hidup dalam lingkungan yang alamiah, tidak banyak yang merombak alam atau lingkungan sekitarnya sehingga terjadilah lingkungan buatan atau tidak alamiah. Makin banyak manusia merombak lingkungan atau sistem ekologis, makin timbul Dalam proses ekosistem global, perubahan ini yang disebabkan oleh proses alamiah seperti; letusan gunung, kebakaran hutan, dan lain-lain. Masalah lingkungan yang kini dihadapi manusia adalah masalah yang timbul dari akibat kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan hidupnya.

12 Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan, Bandung, 1991, hlm. 20


(23)

masalah lingkungan yaitu, menurunnya mutu lingkungan jika tidak melakukan usaha pencegahan dan pemeliharaan lingkungan sedini mungkin.13

B. Pencemaran Lingkungan yang Bersifat Lintas Batas

Usaha penanggulangan masalah lingkungan memang telah ditingkatkan. Banyak penemuan baru untuk memanfaatkan lingkungan sehingga lingkungan tetap terjaga. Dengan demikian, perlindungan terhadap kekekalan lingkungan hidup manusia secara global menjadi tujuan utama konferensi internasional mengenai lingkungan hidup di Stockholm dalam tahun 1972 dan konferensi-konferensi sesudahnya.

Dalam ekosistem global tidak akan mengenal adanya batas-batas yurisdiksi atau kewilayahan. Bumi sebagai suatu wadah berdiamnya umat manusia yang dipisahkan oleh batas-batas negara pada kenyataannya adalah merupakan bola raksasa yang disatukan oleh atsmosfer di udara, biosfer di daratan dan hidrosfer di lautan. Dengan kondisi fisik bumi yang demikian telah menyebabkan suatu peristiwa lingkungan yang terjadi pada satu negara akan berdampak ke negara lain, bahkan juga pencemaran dapat terjadi melintasi batas-batas benua.

Terjadinya pencemaran yang melintasi batas-batas negara ini tidak saja membawa pengaruh terhadap kondisi lingkungan, akan tetapi lebih dari sekedar itu telah memberikan implikasi yang luas terhadap-persoalan hukum.

Sebelum menguraikan tentang batasan pencemaran lintas batas, terlebih dahulu akan diberikan pengertian dan batasan secara umum tentang pencemaran


(24)

lingkungan. Menurut Springer, ketika membicarakan masalah pencemaran, maka sedikitnya terdapat empat faktor kunci yang harus dibicarakan yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Keempat faktor kunci dimaksud adalah :

1. Source (sumber pencemaran)14

2. Agent (zat pencemar)

3. Medium (media perantara pencemaran)

4. Effects (dampak pencemaran)

Berdasarkan komponen yang disebut diatas, komponen terakhir adalah timbulnya “effects” atau dampak terhadap berbagai sistem kehidupan. Dapat dikatakan bahwa adanya “effects” ini merupakan inti atau sentral dari permasalahan lingkungan hidup terutama dalam tingkat internasional.

Dengan timbulnya suatu dampak, maka baru diketahui bahwa suatu media atau objek hayati maupun hayati lainnya telah mengalami pencemaran. Dampak ini pulalah yang dapat dijadikan ukuran atas timbulnya berbagai kerusakan dan kerugian yang dialami baik oleh manusia maupun terhadap harta kekayaan yang dimilikinya.15

Semua komponen yang merupakan kunci pokok terjadinya pencemaran yang diawali adanya berbagai kegiatan atau aktifitas menusia, kemudian terdapatnya “agent” yang terdiri dari berbagai bentuk zat dan senyawa, selanjutnya melalui “media” maka pada akhirnya terjadilah dampak atau

14 Komponen “sources” sebagai mata rantai terjadinya pencemeran terhadap lingkungan sangat terkait dengan ruang lingkup kegiatan manusia yang dapat meningkatkan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan (detrimental of environment).

15 Lihat Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan Di Indonesia Dalam

Hubungannya Dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan. Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 2000,


(25)

“effects”, dengan terakumulasinya keempat komponen ini maka terjadilah

pencemaran tersebut.

Secara harfiah, istilah “pencemaran” dapat diartikan sebagai pengotoran, pengkajian, pencabulan, pemburukan. Barang/sesuatu yang terkena oleh pencemaran jadi cemar (kotor, buruk), karena barang/sesuatu ini menjadi cemar maka mutunya menjadi turun dan otomatis nilainya pun menjadi merosot. Apabila proses ini berlangsung terus menerus akhirnya barang/sesuatu itu menjadi rusak dan/atau hancur.

Pencemaran juga dapat diartikan sebagai bentuk environmental

impairment, adanya gangguan, perubahan atau perusakan bahkan adanya benda

asing didalamnya yang menyebabkan unsur lingkungan tidak dapat berfungsi sebagimana mestinya (reasonable function).16

Menurut Gunarwan Suratmo, pencemaran udara diartikan sebagai adanya satu atau lebih pencemar yang masuk ke dalam udara atsmosfer yang terbuka, yang dapat berbentuk sebagai debu, uap, gas, kabut, bau, asap, atau embun yang dicirikan bentuk jumlahnya, sifatnya dan lamanya.17

“the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy

into the environment resulting in deleterious effects of living resources and ecosystems, and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”.

Menurut Rekomendasi OECD tentang Principles Concerning

Transfrontier Pollution tahun 1974 merumuskan arti pencemaran adalah sebagai

berikut :

16 Daud silalahi, Op.Cit, hlm.125

17 F. Gunarwan Suratmo. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, hlm. 101


(26)

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 23 tahun

1997 tentang ”Pengelolaan Lingkungan Hidup” disebutkan :

“Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.”

Pencemaran ini juga disebabkan zat pencemar berada pada tempat yang salah, waktunya tidak tepat dan jumlahnya salah. Udara, air dan makanan dapat mengandung benda asing sehingga pencemaran dalam arti ini dapat pula dianggap sebagai upaya mengadakan value jugement tentang kualitas atau kuantitas dari benda asing tersebut. Dalam pada itu, value judgement benda asing ini pun masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti pertimbangan ekonomi, sosial budaya dan persepsi.

Bila dilihat dari berbagai sudut maka pencemaran dapat diketegorikan dalam beberapa bagian :

1. Dilihat dari sudut pencemaran (pollutan) yang dapat berupa zat biologi, zat kimia, panas yang berlebihan, suara yang melebihi ukuran pendengaran normal, subtansi dan situasi yang merusak pemandangan atau yang dapat digolongkan ke dalamnya.

2. Dilihat dari sudut lokasi dimana pencemaran terjadi, misalnya lokal, nasional, regional, maupu n global.

3. Dilihat dari sudut hubungan suatu zat pencemaran dengan salah satu unsur lingkungan misalnya tanah, air, atau udara.


(27)

4. Dilihat dari sudut akibatnya secara langsung dan tidak langsung, misalnya melalui lingkaran seluruh biosphere atau melalui lingkungan sesuatu unsur itu.

Menurut rekomendasi dari ASEAN Agreement on Transboundary Haze

Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah :

“ Haze pollution means smoke resulting from land and/or forest fire which causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”.

Jadi dapat disimpulkan pencemaran adalah apabila suatu materi atau energi telah masuk ke dalam lingkungan dengan membawa akibat berbahaya bagi kesehatan manusia, mengganggu ketenangan hidupnya, merusak sumber daya baik secara langsung maupun tak langsung.

Dalam hal membicarakan masalah pencemaran lintas batas, khususnya dalam pencemaran udara dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang menerangkan bahwa suatu pencemaran yang terjadi dalam suatu wilayah negara akan tetapi dampak yang ditimbulkannya oleh karena faktor media atsmosfer atau biosfer melintas sampai ke wilayah negara lain.

Atas dasar pengertian diatas, pencemaran lintas batas atau lazim pula disebutkan sebagai transfrontier pollution 18

18 Daud Silalahi, Hukum Lingkungan…,Op.Cit. , hlm. 156 adalah :

“Pollution of which the physical is wholly or in part situated within the

territory of one State and which has deleterious effects in the territory of another State”.


(28)

Sedangkan menurut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara lintas batas adalah :

”Transboundary haze pollution whose physical origin is situated wholly or in part within the area under the national jurisdiction of one Member State and which is transported into the area under the jurisdiction of another Member State”.

Dengan demikian disimpulkan bahwa yang dimaksud pencemaran lintas batas tersebut adalah pencemaran udara yang berasal baik seluruhnya atau sebagian dari suatu negara yang menimbulkan dampak dalam suatu wilayah yang berada di bawah jurisdiksi negara lain.

Pengertian pencemaran lintas batas yang telah diuraikan diatas dapat juga disimpulkan bahwa dalam pencemaran ini terdapat dua wilayah yang pada satu sisi sebagai locus actus (tempat berlangsungnya peristiwa) didalam defenisi disebut sebagai situated within the territory dan pada sisi yang lain terdapat wilayah sebagai locus demmy (tempat timbulnya kerusakan/kerugian) dalam defenisi disebut sebagai which has deleterious effects in the territory of another

state. 19

Skema I: Pencemaran Lintas Batas

Sumber : Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia Dalam

Hubungannya dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan), Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2000.

19 Arif , Pencemaran Transnasional…, Op.Cit., hlm. 43

PENCEMARAN LINTAS BATAS PENCEMARAN

LOCUS ACTUS

(Tempat berlangsungnya peristiwa)

LOCUS DEMMY

(Tempat timbulnya keru- sakan)


(29)

C. Dampak dari Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/1998 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/1998 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar.20

Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan Kebakaran hutan yang cukup besar tersebut menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.

Dampak dari kebakaran hutan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.Dampak Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi

a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan.


(30)

bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil hutan tersebut seperti rotan, karet dsb.

b. Terganggunya aktivitas sehari-hari

Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagian orang tidak dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari menembus udara yang penuh dengan asap. Demikian pula terhadap banyak aktivitas yang menuntut manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan mengurangi intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan. Ketebalan asap juga memaksa orang menggunakan masker yang sedikit banyak mengganggu aktivitasnya sehari-hari.

c. Peningkatan jumlah hama

Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan aktivitasnya mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak “mencampuri” urusan produksi manusia maka ia akan tetap menjadi spesies sebagaimana spesies yang lain.

Spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada di hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai ekosistem tersebut, dan dalam beberapa kasus spesies tersebut masuk dalam komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya.21

21 “Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan Akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/kebkr_hut_riau_mak_23040 3


(31)

d. Terganggunya kesehatan

Di tinjau dari sudut kesehatan, asap biomassa yang keluar akibat kebakaran hutan mengandung berbagai komponen yang berbahaya. Komponen ini terdiri dari gas maupun partikel-partikel. Komponen gas yang besar peranannya mengganggu kesehatan adalah Karbon monoksida dan Aldehid. Selain itu, tercatat akibat merugikan dari ozon, Nitrogen oksida, Karbon dioksida, dan Hidrokarbon. Dalam kebakaran hutan, berbagai jenis zat dapat terbang jauh, dan dalam transportasi ini dikonversikan menjadi gas lain seperti ozon, atau berubah menjadi partikel seperti Spesies nitrat dan Oksigen organik.

Merujuk pada penelitian Brauer dalam Health Impacts of Biomass Air

Pollution, komponen polutan utama biomassa adalah jenis bahan gas Inorganik

(contoh Karbon monoksida (CO), Ozon, Nitrogen dioksida (NO2)), Hidrokarbon (contoh, Benzen dan Toluen), Aldehid (contoh Akrolein dan Formaldehid), Partikel (contoh partikel “inhalable” (PM 10), partikel respirabel, partikel halus (PM 2,5)), dan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon atau PAH (contoh

Benzo(a)pyrene).

Kesemuanya itu bersumber dari pembakaran tidak lengkap bahan organik, oksidasi dalam temperatur tinggi dari nitrogen udara, produk sekunder nitrogen oksida dan hidrokarbon, kondensasi pembakaran gas, pergerakan vegetasi dan fregmentasi asap. Partikulat dalam asap kebakaran hutan punya peranan penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Partikulat berukuran kecillah yang sebenarnya paling berpotensi besar mengancam kesehatan, yaitu PM 10, PM 2,5, PM 1,0 atau Total Suspended Particulate (TSP). Mengingat kebakaran hutan


(32)

ini berlangsung lama, maka dapat diperkirakan, betapa banyak komponen polutan utama biomassa yang dihirup oleh manusia.

Secara umum, asap akibat kebakaran hutan telah meningkatkan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di daerah yang tingkat pencemaran udaranya tinggi. Sebagai gambaran di Kalimantan dan Sumatera nilai ISPU rata-rata melebihi 300 padahal batas normalnya di bawah 100 sehingga dampak kesehatanya begitu terasa, terutama mereka yang rentan seperti anak-anak, para manula dan mereka yang aktif diluar ruangan.22

Di wilayah Kalimantan Barat, asap tebal sudah mulai mengancam sektor pertanian. Tebalnya kabut asap dikhawatirkan yang berlangsung secara terus-menerus dapat mengganggu produktivitas tanaman padi dan jagung. Dua jenis tanaman ini paling rentan. Kalau cuaca sampai tertutup asap sehingga tanaman Data dari Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Departemen Kesehatan membuktikannya. Akibat adanya kabut asap, jumlah kasus ISPA di Pontianak meningkat dari 1.286 kasus pada akhir Agustus 2006 menjadi 1.928 kasus pada awal September 2006.

Data yang sama juga menyebutkan bahwa di Kalimantan Timur jumlah kasus mingguan ISPA antara 1.500 kasus hingga 2.000 kasus, lebih tinggi dari kisaran normal yang banyaknya antara 1.000 kasus hingga 1.500 kasus. Beberapa Dinas Kesehatan di Sumatra dan Kalimantan juga melaporkan bahwa masyarakat di wilayahnya mulai mengalami gangguan penyakit ISPA, pneumonia, dan sakit mata.

e. Produktivitas menurun

22 “Bencana Kabut Asap”, dalam http://nanangsyah.blogspot.com/2007/09/bencana-kabut-asap.html


(33)

tidak mendapat sinar matahari dalam jangka waktu lama, produksinya dapat menurun. Pada saat tanaman akan berfotosintesis tentu memerlukan sinar mathari yang cukup. Karena kabut yang tebak menyebabkan sinar matahari terhambat untuk menyinari bumi sehingga produksi terhambat.23

Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika 2. Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan

a. Hilangnya sejumlah spesies

Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenis-jenis pohon namun juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa yang ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar karena api telah mengepung dari segala penjuru. Belum ada penelitian yang mendalam seberapa banyak spesies yang ikut terbakar dalam kebakaran hutan di Indonesia.

b. Ancaman erosi

Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.

23 Walhi….,Log.Cit.,.


(34)

run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.

c. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan

Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai

catchment area, penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu

ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar fungsi catchment area tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut.

Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukkan menjadi lahan-lahan perkebunan dan kalaupun tidak maka ia akan menjadi padang ilalang yang akan membutuhkan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula.

d. Penurunan kualitas air

Kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di atas gunung ataupun di hulu sungai sana.


(35)

e. Terganggunya ekosistem terumbu karang

Terganggunya ekosistem terumbu karang lebih disebabkan faktor asap. Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan. Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa.

f. Menurunnya devisa negara

Turunnya produktivitas secara otomatis mempengaruhi perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara.

g. Sedimentasi di aliran sungai

Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan akibat erosi yang terus menerus.

h. Pemanasan global

Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini dipandang sebagai sebuah malapetaka yang tidak hanya bersifat nasional saja akan tetapi sudah bersifat regional bahkan global karena asap yang berasal dari kebakaran hutan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi Gas Rumah Kaca di atsmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca secara global yang berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global ini pada akhirnya membawa dampak terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di bumi.

Pemanasan global sangat erat kaitannya dengan iklim yang menjadi panas secara perlahan tapi pasti dalam jangka waktu yang cukup panjang yang akan merubah dunia umat manusia menjadi suatu daerah yang terlalu panas untuk


(36)

didiami atau untuk suatu kehidupan. Dalam kaitan tersebut, terkaitlah peran serta dari suatu fenomena alam yang disebut dengan efek rumah kaca.

Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan diapantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atsmosfer yang menyelimuti bumi, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan Efek Rumah Kaca 24 dan gas-gas yang berfungsi menyerap energi panas matahari itu disebut dengan Gas Rumah Kaca. Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada efek rumah kaca maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin25

Pembakaran dapat berkurang karena terserap lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atsmosfer serta mengambil atom karbonnya. Selain

. Gas rumah kaca yang berfungsi sebagai perangkap energi panas matahari tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi juga dapat timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atsmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua yang timbul dari berbagai proses alami seperti letusan vulkanik, pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida), dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).

24 Istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang (Negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atsmosfer bumi seperti rumah kaca tersebut.


(37)

uap air dan karbondioksida, gas rumah kaca lainnya yaitu CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS (hidrofluorokarbon), dan SF6 (sulfurheksaflourida).

Sedangkan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia antara lain kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, batubara) seperti pada pembangkit tenaga listrik, transportasi, kegiatan perindustrian, Air Conditioner, komputer, memasak. Selain itu gas rumah kaca juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan.

Ironisnya, perubahan komposisi gas rumah kaca diatsmofer lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia salah satu contohnya pembakaran hutan secara luas sehingga meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca secara global yang berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi atau pemanasan global.

Perubahan iklim yang terjadi akibat dari pemanasan global akan membawa dampak pada lingkungan dan kehidupan di bumi. Para ilmuwan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi dan sirkulasi atsmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tesebut, para ilmuwan telah membuat beberapa perkiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan dan tumbuhan serta kesehatan manusia.

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian utara dari belahan Bumi Utara. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di


(38)

perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah sub tropis, bagian yang di tutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.

Ketika atsmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4-35 inchi)

Lapisan ozon merupakan tameng yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang merusak. Penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan berbagai penyakit infeksi seperti menurunnya kekebalan tubuh, kanker kulit, katarak mata dan juga kerusakan pada lingkungan hidup. Kerusakan itu, mulai dari putusnya rantai makanan pada ekosistem akuatik di laut. Menipisnya lapisan ozon di ketahui pada pertengahan 1980-an. Penipisan lapisan ozon disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia sebagai perusak lapisan ozon dan gas karbondioksida yang dapat berasal dari hasil proses pembakaran seperti kenderaan, pabrik dan kebakaran hutan.26

Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Sealatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa

26 Josua P.Sibarani, “Selamatkan Lapisan Ozon Mulai dari Diri Sendiri”, Kompas, 27 Sepetember 2002, hlm.9.


(39)

tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian afrika mungkin tidak dapat tumbuh.

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global hewan cenderung untuk berimigrasi kearah kutub atau keatas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat.

Dunia yang hangat ini, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelunya terlalu dingin bagi mereka. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, demam, dengue, demam kuning dan encephalitis.

Dengan demikian, kebakaran hutan yang secara luas menyebabkan pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi merupakan ancaman yang sangat serius bagi keselamatan lingkungan hidup dan kehidupan manusia. Salah satu dampak dari pemanasan global ini adalah penipisan lapisan ozon. Dimana lapisan ozon ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam melindungi bumi dari radiasi sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari. Rusaknya lapisan ozon ini mengakibatkan kerusakan-kerusakan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan peternakan disamping dapat mengganggu kesehatan manusia serta dampak negatif lainnya yang sangat mengancam segala kehidupan di muka bumi ini.


(40)

3. Dampak terhadap Perhubungan dan Pariwisata

Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa turun di satu tempat karena tebalnya asap yang melingkungi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada di temapt yang dipenuhi asap. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda.

Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand.

Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.


(41)

Skema II: Dampak dari Kebakaran Hutan

Sumber : Bencana Kabut Asap, dalam

bencana-kabut-asap.html

Hilangnya mata pencaharian

Terganggu aktivitas sehari-hari

Peningkatan jumlah hama

Terganggunya kesehatan

Produktivitas menurun

Hilangnya sejumlah spesies

Ancaman erosi

Perubahan fungsi peman- faatan dan peruntukan lahan

Penurunan kualitas air

Terganggunya ekosistem te- rumbu karang

Menurunnya devisa negara

Sedimentasi di aliran sungai

DAMPAK TERHADAP SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI

DAMPAK TERHADAP EKOLOGIS DAN KERU SAKAN LINGKUNGAN

DAMPAK TERHADAP PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA

DAMPAK DARI

KEBAKARAN HUTAN


(42)

BAB III

PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN LINTAS BATAS DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

A. Perangkat-perangkat Hukum Lingkungan Internasional yang Mengatur Tentang Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan

Masalah-masalah lingkungan mengandung dimensi internasional dan juga bersifat timbal balik, yaitu dalam arti, bahwa dalam suatu peristiwa sebuah negara menjadi penderita pencemaran lingkungan, tetapi dalam peristiwa lain, kegiatan-kegitan didalam negara itu merupakan sumber pencemar lingkungan lintas batas.27

Sebelum membahas tentang perangkat-perangkat hukum lingkungan internasional yang mengatur pencemaran lintas batas, terlebih dahulu dijelaskan apa yang di maksud dengan perangkat-perangkat, perangkat-perangkat yang dimaksud dari sudut pandang hukum yang lebih ditujukan kepada wujud-wujud

Oleh sebab itu, perlindungan lingkungan dipandang sebagai sebuah kepentingan bersama yang dapat diwujudkan jika terdapat kerjasama antar negara dalam lingkup global maupun regional. Pentingnya kerjasama antar negara dalam perlindungan lingkungan juga tercermin dalam Prinsip 27 Deklarasi Rio, yaitu :

“States and people shall cooperate in good faith and in aspirit of

partnership in the fulfillment of principles embodied in this Declaration and in the further development of international law in the field of sustainable development”.

27 “Aspek-aspek Hukum Internasional Kebakaran Hutan” Jurnal Hukum Lingkungan Tahun V No. 1 Agustus 1999, hlm. 84


(43)

hukum seperti terdapat di dalam kategori perangkat-perangkat tersebut adalah konvensi, deklarasi, protokol, dan masih banyak lagi yang dapat dikelompokkan sebagai perangkat-perangkat hukum lingkungan internasional.

Perangkat-perangkat hukum internasional yang mengatur tentang pencemaran lintas batas menggunakan pendekatan global, yaitu suatu pendekatan yang mengutamakan kepentingan bersama.28

Timbulnya kesadaran masyarakat internasional akan perlunya perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, maka pada Konperensi Stockholm ini menghasilkan Deklarasi Stokcholm 1972 (Declaration of the United Nation

Conferences on the Human Environmental). Deklarasi Stokcholm ini berisi

Preamble, 26 Prinsip, dan 109 Rekomendasi untuk mengimplementasikan prinsipnya. Deklarasi ini mengatur lingkungan hidup secara umum, prinsip-prinsipnya mengatur tentang perlindungan lingkungan alami (natural

environment), penggunaan sumber kekayaan alam yang tidak habis terpakai,

Penerapan pendekatan global dalam pengaturan kegiatan internasional dapat dilakukan dengan membentuk suatu kesepakatan-kesepakatan global dan menerapkan kesepakatan tersebut melalui kebijakan nasional masing-masing negara berdasarkan prinsip keseimbangan hak dan kewajiban.

Dalam hal permasalahan lingkungan sebenarnya tidak mengenal batas wilayah tetapi didalam hal pengelolaan dari lingkungan suatu wilayah negara merupakan tanggung jawab dari negara tersebut. Pengatur hukum lingkungan secara konsepsional yang dikaitkan dengan prinsip ekologi di tingkat internasional dapat dikatakan terbentuk pada saat Konperensi Stockholm 1972.

28 Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, Bandung, Refika Aditama, 2002, hal 71


(44)

perlindungan flora dan fauna, pembatasan pembuangan zat-zat beracun, masalah pencemaran lingkungan laut, dan lain sebagainya.

Deklarasi Stockholm 1972 mengakui hak dasar manusia sebagai hak setiap orang untuk dapat hidup dalam suatu lingkungan yang baik dan sehat. Dengan demikian setiap negara berkewajiban untuk memelihara lingkungan hidup manusia sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang sesuai dengan prinsip 1 Deklarasi Stokcholm. Kewajiban yang dimaksud antara lain kewajiban suatu negara untuk mengambil tindakan guna mencegah terjadinya pencemaran apalagi pencemaran tersebut sampai merugikan negara lain, misalnya mencegah terjadinya pencemaran udara yang disebabkan oleh kebakaran hutan.

Prinsip 2 sampai dengan prinsip 5 Deklarasi Stockholm umumnya meletakkan dasar penggunaan dan perlindungan kekayaan alam berdasarkan ekosistem alami, sehingga daya dukung bumi terpelihara, kekayaan alam terkelola, pemborosan dicegah dan pemanfaatannya dapat diperoleh oleh seluruh umat manusia. Dalam hal mengantisipasi pelbagai kepentingan dalam penggunaan lingkungan, baik itu lingkungn laut, udara maupun darat, maka negara-negara harus mengadakan kerjasama yang terpadu dan terkoordinasi dalam merencanakan setiap kegiatannya.

Kaitannya dengan kebakaran hutan yang berdampak luas bahkan telah bersifat lintas batas maka selain negara tersebut bertanggung jawab akan tetapi negara-negara lain juga turut membantu menanggulangi permasalahan kebakaran hutan dikarenakan isu masalah ini bersifat global dengan sendirinya untuk menaggulangi masalah ini harus ditangani secara global juga atau dibutuhkan


(45)

kerjasama dari negara lain serta pengembangan hukum internasional tentang pertanggung jawaban perlu dikembangkan bersama.

Terjadinya kebakaran hutan sama halnya telah merusak lingkungan hutan atau ekosistem dari hutan itu sendiri padahal dari Deklarasi Stokcholm sudah jelas menyatakan bahwa setiap negara harus menjaga lingkungannya agar tidak terjadinya kerusakan apalagi sampai merugikan negara lain. Apabila dampak kerusakan tersebut merugikan negara lain atau yang telah bersifat lintas batas maka harus diselesaikan secara damai.

Untuk menanggulangi permasalahan lingkungan global, dalam hukum lingkungan internasional memiliki beberapa prinsip yang dapat dijadikan dasar hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain :

1. Prinsip kedaulatan negara (State Sovereignty).

2. Prinsip warisan bersama umat manusia (Common Heritage of

Humankind).

3. Prinsip kepedulian bersama umat manusia (Principle of Common

Concern of Humankind).

4. Prinsip kewajiban untuk tidak menyebabkan bahaya lingkungan

(Obligation Not to Cause Environmental Harm).

5. Prinsip tanggung jawab negara (State Responsibility).

6. Prinsip kesamaan antar generasi (Principle of Intergenerational

Equity).

7. Prinsip tanggung jawab bersama namun berbeda (common But

Differentiated Responsibilities)


(46)

9. Prinsip pencegahan (The Principle of Prevention).

10. Prinsip kewajiban untuk menilai dampak lingkungan (Duty to Access

Environmental Impacts).

11. Prinsip tambahan (The Principle of Subsidiarity).

12. Prinsip bertetangga yang baik dan kewajiban untuk kerjasama (Good

Neighborliness and the Duty to Cooperate).

13. Prinsip kewajiban untuk menyediakan pemberitahuan terlebih dahulu dan untuk untuk berkonsultasi dengan iktikad baik (Duties to Provide

Prior Notification and to Consult in Good Faith).

14. Prinsip kewajiban untuk tidak membeda-bedakan bahaya-bahaya lingkungan (Duty Not to Discriminate Regarding Environmental

Harms).

15. Prinsip hak yang sama atas akses keadilan (Equal Right of Access to

Justice).

16. Prinsip pencemar dan penggunaan yang membayar (The Polluter and

User Pays Principle).

Sebagai sebuah perbandingan dapat dilihat dari upaya negara-negara dikawasan Eropa Barat dan Timur, serta Amerika Utara untuk mengatasi masalah pencemaran udara lintas batas dan hujan asam (acid rain)29

29 Acid rain atau hujan asam merupakan raksi antara gas SO dengan uap air yang terdapat di udara akan membentuk asam sulfite dan asam sulfat turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negra industri, hujan asam sudah menjadi peersoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan menjadi semakin parah. Dapat dilihat dalam Wisnu Arya Wardhana, Dampak

Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta, 2001, hlm. 49

, yaitu dengan menyepakati dan mengikatkan diri pada The Geneva Convention on the


(47)

Long-Range Transboundary Air Pollution, 1979 yang selanjutnya disebut dengan

Konvensi Geneva 1979.

Dalam Article 2 Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution (1979), disebutkan dengan tegas:

” The Contracting Parties, taking due account of the facts and problems

involved, are determined to protect man and his environment against air pollution and shall endeavour to limit and, as far as possible, gradually reduce and prevent air pollution including long-range transboundary pollution”

Berarti dalam konvensi Geneva 1979 tersebut mewajibkan negara-negara peserta Konvensi untuk berusaha menekan serendah mungkin, secara bertahap mengurangi dan mencegah pencemaran udara, termasuk pencemaran udara lintas batas. Konvensi Geneva 1979 juga mendorong negara-negara peserta Konvensi untuk mengadakan kerjasama di bidang penelitian dan pengembangan, antara lain di bidang-bidang teknologi pengurangan emisi, instrument atau teknik-teknik pemantauan dan pengukuran tingkat emisi dan konsentrasi ambien zat-zat pencemar udara, sebagai program pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan pengendalian udara.

Jika negara-negara di kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara dihadapkan pada masalah pencemaran udara lintas batas yang bersumber dari kegiatan industri yang telah mendorong mereka untuk menyepakati Konvensi Geneva 1979, maka negara-negara ASEAN dihadapkan pada masalah pencemaran udara lintas batas yang bersumber dari kebakaran hutan.


(48)

Pada tahun 1985, kebakaran hutan sudah mendapat perhatian dari ASEAN yang terbukti dihasilkannya ASEAN Agreement on the Conservation of Nature

and Natural Resources, 1985,30

Kemudian Menteri-menteri Lingkungan Hidup ASEAN

(seterusnya disebut dengan singkatan ASEAN ACNN). Walaupun ASEAN ACNN merupakan kerangka hukum kerjasama ASEAN dalam bidang konservasi alam dan sumber daya alam pada umumnya, kesepakatan tersebut juga memuat kewajiban-kewajiban negara ASEAN untuk mencegah kebakaran hutan, sebagaimana tercermin dalam Artikel 6 ayat (1) dan (2).

Pada tanggal 17-18 Januari 1992 Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup ASEAN menghasilkan Resolusi Singapore 1992 yang menegaskan bahwa negara-negara ASEAN harus memperkuat kerjasama , terutama dalam masalah-masalah pencemaran lintas batas, bencana alam, kebakaran hutan dan menghadapi kampanye anti kayu tropis. Resolusi Singapore 1992 juga secara tegas membahas pelaksanaan program khusus, yaitu antara lain, berkaitan dengan masalah asap yang berasal dari kebakaran hutan.

31

30 Walhi., “Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan Akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan”,

mengadakan pertemuan lagi pada tanggal 26 April 1994 yang menghasilkan Resolusi Bandar Seri Begawan tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Resolusi ini, antara lain memuat Rencana Aksi Strategis ASEAN di Bidang Lingkungan Hidup. Rencana Aksi Strategis Asean merupakan upaya menindaklanjuti Rekomendasi Agenda 21 yang mengharuskan adanya aksi prioritas yang berkaitan dengan perlindungan udara dan perlindungan serta pengelolaan laut.

230403

31 Pada waktu Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution disepakati pada Juni 1995 di kuala lumpur, Vietnam, Myanmar dan Laos belum menjadi anggota ASEAN.


(49)

Mengingat waktu terjadinya pencemaran udara lintas batas semakin lama dan dampak yang ditimbulkan semakin buruk, Menteri-menteri Lingkungan Hidup ASEAN menyepakati formula Asean Cooperation Plan on Transboundary

Pollution, 199532

1. Pencemaran udara lintas batas;

( seterusnya disingkat dengan ASEAN CPTP). ASEAN CPTP memuat tiga bidang program, yaitu :

2. Pergerakan bahan berbahaya dan beracun lintas batas; 3. Pencemaran lintas batas bersumber dari kapal.

B. Peranan Organisasi Internasional dalam Mengatasi Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan

Negara-negara mulai menyadari bahwa makin banyaknya bidang-bidang kehidupan yang memerlukan kerjasama dan pengaturan secara bersama pula, sehingga hubungan bilateral maupun multilateral saja tidak lagi mencukupi. Dengan demikian makin dirasakan perlunya melembagakan kerjasama itu dengan membentuk organisasi internasional.

Secara umum, istilah organisasi internasional mempunyai pengertian ganda, yakni dapat digunakan dalam arti luas dan dalam arti sempit.33

32 Lihat Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution, ASEAN Secretariat, November 1995.

33 Hasnil Basri Siregar, 1998, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, hlm. 4

Organisasi internasional digunakan untuk menunjuk setiap organisasi yang melintasi batas-batas negara, baik yang bersifat publik maupun privat. Sedangkan organisasi internasional dalam arti sempit, hanya menunjuk setiap organisasi internasional yang bersifat publik.


(50)

Dalam hal peranan organisasi internasional dalam mengatasi pencemaran lintas batas, penulis membatasi organisasi-organisasi internasional yang mana hanya membahas ASEAN saja dikarenakan ASEAN merupakan organisasi internasional yang bersifat regional dan beberapa negara-negara anggota dari ASEAN merasa dirugikan dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia.

Masalah perlindungan lingkungan hidup dalam lingkup ASEAN adalah merupakan bidang kerjasama yang mendapatkan tempat yang sangat penting, yang tidak kalah pentingnya dengan kerjasama dalam bidang-bidang kerjasama yang lain seperti bidang ekonomi.34

Masalah lingkungan kini merupakan isu yang sudah menjadi keprihatinan dalam hubungan internasional. Isu lingkungan telah bergeser dari isu pinggiran menjadi lebih ke pusat perhatian dunia dan menimbulkan kesadaran bahwa persoalan ini merupakan faktor yang memiliki dampak luas di berbagai segi kehidupan. Dewasa ini orang tidak ragu lagi menjadikan lingkungan sebagai salah satu problem utama hubungan internasional dikawasan tersebut. Karena persoalan lingkungan mulai menjadi sumber konflik antar negara anggota di kawasan ASEAN.

35

Kebakaran hutan merupakan masalah lingkungan yang telah mendapat perhatian ASEAN sejak tahun 1981 diselenggarakan pertemuan pertama menteri-menteri lingkungan ASEAN di Manila yang melahirkan deklarasi pertama lingkungan hidup ASEAN. Dalam Manila Declaration on the ASEAN

34 Lihat Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan Di Indonesia Dalam

Hubungannya Dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan. Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 2000,

hlm. 58

35 Bambang Cipto, 2006, Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar : Yogyakarta, hlm.243


(51)

Environment tahun 1981 yang merupakan deklarasi pertama dalam bidang

lingkungan hidup ASEAN ini, disebutkan dasar dari pentingnya arti lingkungan hidup dalam kerangka ASEAN, yang antara lain disebutkan :

To ensure the protection of the ASEAN environment and the sustainability of its natural resources so that it can continued development with the aim of eradicating poverty and attaining the highest possible quality of life for the people of the ASEAN countries.

Sejak dijadikannya masalah lingkungan hidup menjadi agenda penting dalam kerangka kerjasama regional ASEAN telah dihasilkan beberapa deklarasi penting dalam berbagai tingkatan pertemuan. Diantara deklarasi yang dihasilkan pada tahun 1985, yaitu melalui ASEAN ACNN yang tercermin dalam pasal 6 ayat (1) dan (2). Kemudian keteguhan sikap dan keinginan yang kuat dari negara-negara ASEAN untuk berpartisipasi didalam Resolusi Singapore tahun 1992, Resolusi Bandar Seri Begawan tahun 1994 dan ASEAN CPTP tahun 1995.

Dalam Bandar Sri Begawan ini juga ditetapkan bahwa pada tahun 1995 adalah merupakan Tahun Lingkungan ASEAN (ASEAN Environment Year). Resolusi ini juga menyepakati suatu Harmonisasi Standar Kualitas Lingkungan (Harmonised Environmental Quality Standard) bagi ambang batas kualitas udara dan sungai dengan pencapaian hasil yang dikehendaki pada tahun 2010.

Sasaran yang ingin dicapai melalui ASEAN CPTP di bidang pencemaran udara lintas batas adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis asal dan sebab-sebab, sifat dan cakupan peristiwa-peristiwa asap di tingkat lokal dan regional ;


(52)

2. Mencegah dan mengendalikan sumber asap pada tingkat nesional dan regional dengan menerapkan teknologi yang berwawasan lingkungan dan dengan penguatan kemampuan analisis, minimalisasi dan pengendalian asap di tingkat nasional dan regional ; dan

3. Mengembangkan dan melaksanakan rencana tanggap darurat di tingkat nasional dan regional.

Untuk mencapai ketiga sasaran tersebut,ASEAN menyepakati dua strategi, yaitu strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang.36

1. Deteksi tepat waktu, pencegahan kebakaran hutan melalui system peringatan dini, penyebaran petugas-petugas dan penyiapan masyarakat lokal ;

Strategi jangka pendek adalah mencegah terjadinya kebakaran hutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, terutama dibidang kegiatan pengolahan usaha perkayuan, pertanian dan transmigrasi. Untuk itu langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

2. Pelanggaran pembakaran biomassa yang pada umumnya dilaksanakan melalui proyek-proyek pembangunan selama musim panas, terutama di wilayah-wilayah yang dipengaruhi oleh musim panas ;

3. Selama terjadinya kabut asap, meminimalisasi terjadinya pencemaran yang bersal dari sumber-sumber lokal, mengaktifkan jaringan komunikasi untuk berbagai informasi dan mengaktifkan kegiatan-kegiatan bersama yang diperlukan ; dan

4. Mendorong investasi di bidang alternative penggunaan biomassa.

36 Jurnal hukum lingkungan, Log.Cit.,


(53)

Strategi jangka panjang adalah mendorong sektor-sektor ekonomi untuk tidak melakukan praktek-praktek pembakaran dalam kegiatan land clearing, tetapi menerapkan metode-metode pengolahan lahan secara berwawasan lingkungan. Selanjutnya, didalam wilayah-wilayah yang mudah terbakar, misalnya wilayah dengan kandungan batubara dan lahan gambut, kegiatan investasi harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat.

Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Menetapkan “focal point” ditiap-tiap negara mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi sumber-sumber daya yang ada ; b. Menetapkan mekanisme penyebaran informasi regional ; c. Mengidentifikasi jenis informasi untuk disebarluaskan ;

2. Memperluas peran the ASEAN specialized Meteorological Center (ASMC) untuk mengembangkan model pergerakan udara agar dapat memprediksi alur dan penyebaran asap ;

3. Menetapkan prosedur pelaporan dan penyiagaan kebakaran hutan oleh aparat di bidang kehutanan dan yang tekait ;

4. Mengembangkan baku mutu udara bersama dan mengharmonisasikan teknik-teknik sampling ;

5. Mengembangkan sebuah system peringkat bahaya kebakaran regional ; 6. Berbagi pengetahuan dan teknologi pencegahan dan minimalisasi


(54)

7. Menetapkan sebuah mekanisme kerjasama penanggulangan kebakaran hutan dan sumber emisi lainnya dan titik sumber ;

8. Memperluas peran “the ASEAN Institute of Forest Management” (AIFM) untuk memperkuat kapasitas negara anggota melalui pelatihan pengelolaan kebakaran hutan ;

9. Meningkatrkan kemampuan nasional dan regional dalam mengatasi kebakaran hutan dan sumber-sumber emisi lainnya.

Selain itu, ASEAN telah sepakat mendayagunakan lembaga-lembaga dilingkungan ASEAN guna mengatasi pencemaran udara lintas batas, yaitu :

1. The ASEAN Specialized Meterological Centre (ASMC);

2. ASEAN Institute of forest Management (AIFM) ;

3. ASEAN Working Group on Forestry, ASEAN-EC Joint Consultative

Committee (JCC) Subcommittee on Forest, dan

Brunai-Indonesia-Malaysia- Phillippines (BIMP), East ASEAN Growth Areas (EAGA)

Subcommitte on forest.

Jika dilihat dari inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh ASEAN, konsep penghindaran atau pencegahan pencemaran sedikit banyak telah diserap oleh ASEAN. Hal ini tampak dari Asean Cooperation Plan on Transboundary

Pollution yang tercermin dari langkah-langkah komponennya baik itu yang

bersifat strategis maupun yang bersifat aktifitas.

Dalam kenyataannya perhatian besar yang diberikan oleh negara-negara anggota ASRAN terutama dalam kelompok sub-regional Indonesia-Malaysia-Singapura dan Brunai Darussalam, sulit dijalankan pada taraf operasional di lapangan. Disamping faktor jarak antara pusat pengendalian dengan lokasi


(55)

kebakaran yang terbilang jauh, juga masih ditambah lagi dengan masalah-masalah lintas batas dan berbagai prosedur lintas jurisdiksi yang terkadang membutuhkan waktu dalam pengambilan keputusan.

C. Sikap Negara-negara Korban Pencemaran Lintas Batas

Malaysia dan Singapura yang secara geografis berbatasan langsung dengan Indonesia, sehingga dalam masalah ini Malaysia dan Singapura menerima secara langsung dan merasa dirugikan oleh bencana kabut asap yang berdampak terhadap terganggunya kegiatan ekonomi serta kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu fenomena kabut asap dapat dikategorikan sebagai bentuk ancaman yang bersifat subjektif, lain halnya jika negara-negara di kawasan Asia Tenggara tidak merasa terganggu oleh bencana kabut asap itu sendiri.

Dalam skala nasional kebakaran hutan di Indonesia sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu telah begitu memberikan tekanan yang berat bagi masyarakat yang wilayahnya dapat dijangkau oleh terpaan asap kabut kebakaran hutan. Meskipun dunia internasional dan khususnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk, namun upaya pemadaman kebakaran huatan di Indonesia berjalan sangat lambat. Akibatnya akumulasi asap semakin hari semakin pekat dan benar-benar merusak berbagai tatanan kehidupan masyarakat, terutama masyarakat Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Keadaan inilah yang membuat masyarakat atau bahkan pemerintah negara-negara tersebut merasa cukup kesal melihat kenyataan yang ada.


(56)

Kabut asap tahunan yang dihasilkan oleh pembakaran lahan di Indonesia mengakibatkan polusi yang melewati batas-batas negara. Bagi Indonesia, kejadian ini lebih disebabkan oleh faktor alam, ekonomi dan budaya masyarakat serta mendatangkan kerugian bagi ekosistem di sekitar kawasan pembakaran lahan tersebut. Tetapi bagi Malaysia dan Singapura, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang serius, dimana masyarakat Malaysia dan Singapura merasa dirugikan karena mereka menerima dampak atas aktivitas pembakaran lahan yang dilakukan di Indonesia.

Negara-negara yang terkena dampak dari asap kebakaran hutan mengajukan protes dengan alasan sebagai berikut :

1. Ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia

Kebutuhan dasar masyarakat Malaysia sebagai manusia terganggu oleh udara yang mereka hirup tercemari oleh kabut asap dan bahkan mengakibatkan kematian bagi masyarakat Malaysia. Dalam beberapa kasus Indeks Polusi Udara (air pollution index/API) Kamis, 11 Agustus 2005 mencapai 529 di Port Klang, pusat perkapalan penting di Malaysia, dan 531 di Kuala Selangor. Tingkat API berada di atas 300 dapat dikategorikan berbahaya sementara 500 dapat memicu keadaan darurat. Jumat, 12 Agustus 2005 kabut asap agak bersih di pantai barat, tetapi di Kuala Lumpur API meningkat dari 321 menjadi 365.37

37 ”Dampak Kebakaran Hutan”,

Departemen Lingkungan Malaysia mengatakan bahwa kualitas udara akibat kabut asap yang terjadi pada tahun 2006 lebih buruk untuk kesehatan manusia dibandingkan akibat kabut asap pada tahun 1997. Kualitas udara yang buruk ini tersebar di 32 wilayah Malaysia.


(1)

Strategis Asean merupakan upaya menindaklanjuti Rekomendasi Agenda 21 yang mengharuskan adanya aksi prioritas yang berkaitan dengan perlindungan udara dan perlindungan serta pengelolaan laut.

3. Dalam hukum internasional sudah ada ketentuan bahwa setiap negara mempunyai tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan dalam yurisdiksi suatu negara yang mempunyai dampak lingkungan terhadap negara lain. Negara-negara yang berada dalam sistem ekologi yang berdampingan harus bekerjasama menciptakan suatu upaya penyelesaian sengketa lingkungan internasional apabila terjadi pencemaran yang bersifat lintas batas. Hal ini sesuai dengan artikel 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pnyelesaian secara damai sengketa internasional.

B. SARAN

Setelah membahas permasalahan tersebut, dapat diambil sebuah masukan dari saya untuk mengemukakan beberapa saran yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

1. Menyadari penting peranan dan fungsi ekologi hutan di Indonesia umumnya, maka di perlukan rehabilitasi dan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang efektif, efisien dan berkelanjutan dan dilandasi oleh peraturan perundang-undangan.

2. Banyak peraturan di Indonesia yang menyangkut pengelolaan dan pemakaian secara berkesinambungan, sayangnya Undang-Undang dari peraturan itu kebanyakan tidak dilaksanakan. Oleh karenanya perlu upaya


(2)

pemerintahan daerah, swasta dan masyarakat setempat untuk mengembangkan sistem pengelolaan dan rehabilitasi hutan agar tidak terjadi lagi kebakaran hutan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004.

Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia Dalama Hubungannya dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan), Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2000.

Arifin, Syamsul, Perkembangan Hukum Lingkungam di Indonesia, Universitas Sumatera Utara Press, Medan, 1993.

Cipto, Bambang, Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2006.

Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, Buku I: Umum, Binacipta, Bandung, 1985.

Hamzah, Andi, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta , 2002.

Leviza, Jelly, Tanggung Jawab Hukum Bank Dunia dan IMF Atas Dampak Negatif Kondisionalitas Pinjamannya di Negara-negara Berkembang, Disertasi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2006.


(4)

Mukono, H.J, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan, Airlangga University Press, Surabaya, 1997.

Putra, Ida Bagus Wyasa, Hukum Lingkungan Internasional, Perspektif Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2002.

Silalahi, Daud, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1992.

Siregar, Arifin, dkk, Hukum Lingkungan Internasional, Kumpulan Materi Penataran. Universitas Sumatera Utara Press, Medan, 1997.

Siregar, Hasnil Basri, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998.

Soemarwoto, Otto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

_______________, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995

Soejono, Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995.

Suhaidi, Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dari Pencemaran yang Bersumber dari Kapal: Konsekwensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional Melalui Perairan Indonesia, Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004.

Suratmo, F. Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995.


(5)

Sunu, Pramudya, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT. Gramedia, Jakarta, 2001.

Thohir, Kaslan A, Butir-Butir Tata Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991. Wardhana, Wisnu Arya, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset,

Yogyakarta, 2001.

Wijoyo, Suparto, Hukum Lingkungan: Mengenal Instrumen Hukum Pengendalian Pencemaran Udara Di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press, 2004,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.

ARTIKEL/WEBSITE :

http://www.adb.org/Documents/Books/AEO/2001/aeo2010.asp

http:// www.BBC.com/ indonesian/Ungkapan Pendapat Indonesia/ kirim asap lagi.htm


(6)

http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/kebkr_hut_riau_mak_2304 03

http:/ http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm